AoEJ: Academy of Education Journal
Volume 12 Nomor 2, Juli 2021
285
PENGARUH KEBUDAYAAN MENYONTEK TERHADAP PERKEMBANGAN
KEMANDIRIAN ANAK: UPAYA PEMBERANTASAN KEBIASAAN
MENYONTEK DI LINGKUNGAN SEKOLAH
Awalia Marwah Suhandi
1
dan Triana Lestari
2
1,2
Jurusan Pendidikan Dasar, Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Universitas Pendidikan Indonesia Kampus Cibiru
1,2
Email: awaliam[email protected]
ABSTRAK
Menyontek adalah sebuah tindakan yang kurang baik, namun diwajarkan di lingkungan sosial
khususnya lingkungan sekolah. berbagai alasan mengapa tindakan tersebut dilakukan adalah karena
kurangnya kemandirian dalam belajar. Kebudayaan menyontek dengan perkembangan kemandirian
memiliki korelasi dan keterkaitan antara keduanya. Kemandirian seseorang sangat besar dipengaruhi
oleh lingkungan sosial. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah mendeskripsikan secara detail
apakah ada hubungan dengan kebudayaan menyontek dengan perkembangan kemandirian anak serta
upaya apa yang seharusnya dilakukan untuk memberantas kebudayaan tersebut. Hasil dari penelitian
mengemukakan bahwa dari 25 responden pernah melakukan kebiasaan menyontek meliputi tugas dan
ulangan. Artinya, dalam hal ini sebenarnya anak belum mampu mencapai kemandirian karena
dikatakan mandiri ketika seseorang dapat berdiri di atas kaki sendiri dan mampu menyelesaikan
masalah. Adapun penelitian ini menggunakan metode kuantitatif berupa survei dengan google form.
Kesimpulan dari penelitian adalah upaya pemberantasan kebudayaan menyontek merupakan tanggung
jawab diri sendiri, orangtua, Guru, dan lingkungan sekolah untuk mewujudkan lingkungan yang bersih.
Kata Kunci: Kebudayaan menyontek, perkembangan kemandirian, upaya pemberantasan kebudayaan
menyontek.
ABSTRACT
Cheating is an act that is not good, but it is obligatory in the social environment, especially the school
environment. various reasons why these actions are carried out is because of a lack of independence in
learning. The culture of cheating with the development of independence has a correlation and a
relationship between the two. The independence of a person is very much influenced by the social
environment. The purpose of this research is to describe in detail whether there is a relationship with
the culture of cheating with the development of children's independence and what efforts should be
made to eradicate this culture. The results of the study revealed that of the 25 respondents had
engaged in the habit of cheating, including assignments and tests. That is, in this case the child
actually has not been able to achieve independence because it is said to be independent when someone
can stand on their own feet and be able to solve problems. This research uses a quantitative method in
the form of a survey with google form. The conclusion of the research is that the effort to eradicate
cheating culture is the responsibility of oneself, parents, teachers, and the school environment to
create a clean environment.
Keywords: Cheating culture, development of independence, efforts to eradicate cheating culture.
AoEJ: Academy of Education Journal
Volume 12 Nomor 2, Juli 2021
286
PENDAHULUAN
Salah satu lingkungan yang mempengaruhi proses perkembangan belajar anak adalah
lingkungan sekolah. Menurut Andi Ikhsan (2017) lingkungan sekolah adalah lingkungan yang
efektif bagi pembelajaran seorang anak. Hal ini karena, lingkungan sekolah
diimplementasikan sebagai penanaman nilai kebudayaan yang baik untuk perkembangan
belajar anak. Lingkungan sekolah yang baik dapat mewujudkan implementasi tersebut
sehingga banyak nilai-nilai kebudayaan atau kebiasaan yang baik terhadap penanaman nilai
dan moral anak.
Kegiatan yang biasa dilakukan di lingkungan sekolah selain kegiatan belajar mengajar
adalah melakukan sebuah ujian atau test yang biasanya dilakukan di akhir semester biasa
disebut ulangan tengah semester (UTS) dan ulangan akhir semester (UAS). Selain ulangan,
anak juga diberikan sebuah tugas yang bertujuan untuk melatih kemampuan anak tentang
materi yang baru disampaikan oleh guru. Tujuan awal yang menjadikan tugas dan ulangan
sebagai upaya peningkatan hasil belajar anak dengan menerapkan berbagai metode salah
satunya adalah dengan menerapkan sebuah angka di raport atau dikertas tulis, sering
disalahgunakan dengan kegiatan yang dinamakan Menyontek untuk mendapatkan nilai yang
maksimal.
Menyontek merupakan kegiatan bahkan kebiasaan yang turun temurun dilakukan. Hal
ini sejalan dengan pendapat Christine Masada dan Sabrina Dachmiati (2016) aksi Menyontek
bukanlah hal baru, kebudayaan ini sudah mengakar dan menjadi bagian dari sebuah ritual saat
evaluasi pembelajaran. Dalam hal ini, jika kebudayaan Menyontek di lingkungan sekolah
terjadi terus menerus maka akan terjadi pemerosotan nilai perkembangan kemandirian yang
ada di dalam diri anak. Kemandirian ini bisa berupa sikap tidak percaya kepada diri sendiri,
menggantungkan diri kepada orang lain, dan malas untuk berpikir.
Anak dikatakan mandiri ketika anak tersebut memiliki kepercayaan diri yang tinggi saat
dihadapkan sebuah permasalahan. Hal ini sejalan dengan pendapat Hendrik Lempe (2018)
pribadi yang mandiri, kreatif, dan berdiri diatas kaki sendiri merupakan sikap kemandirian.
Dengan demikian, lingkungan sekolah harus meningkatkan perkembangan kemandirian
dengan mencegah kebudayaan Menyontek dan menerapkan upaya efektif yang dapat
digunakan sesuai dengan kondisi saat ini. Salah satu contoh upaya mencegah kebudayaan
Menyontek adalah dengan memberikan konsep berupa esensi belajar yang menyenangkan dan
memberikan penguatan bahwa harus percaya dengan diri sendiri dalam menghadapi segala
persoalan dan permasalahan yang dialami oleh anak tersebut.
Berdasarkan uraian diatas, maka pada penelitian kali ini peneliti menemukan persoalan
masalah yang didapat yaitu mengapa kebudayaan Menyontek dapat mempengaruhi
perkembangan kepribadian anak serta bagaimana upaya yang seharusnya dilakukan dalam
memberantas sebuah kebiasaan yang sudah diwajarkan terjadi di lingkungan sekolah.
AoEJ: Academy of Education Journal
Volume 12 Nomor 2, Juli 2021
287
METODOLOGI PENELITIAN
Salah satu aspek penting dalam sebuah penelitian adalah metode penelitian. Dalam
metode penelitian sangat berpengaruh terhadap teknik pengumpulan data. Dalam hal ini,
metode yang digunakan adalah metode pendekatan kuantitatif berupa survei menggunakan
kuesioner berbentuk googleform melalui media whatsapp. Target sasaran dalam penelitian ini
adalah mahasiswa tingkat satu di Universitas Pendidikan Indonesia Kampus Daerah Cibiru,
yaitu sebanyak 25 orang. Dalam penelitian kuesioner ini berisi pertanyaan seputar pengaruh
kebudayaan Menyontek terhadap perkembangan kemandirian anak dan upaya pemberantasan
kebudayaan Menyontek di lingkungan sekolah.
HASIL PENELITIAN
Pendeskripsian hasil dari penelitian menggunakan metode pendekatan kuantitatif berupa
survei menggunakan kuesioner disajikan dengan diagram lingkaran, diagram batang, dan
pengungkapan secara detail dengan beberapa paragraf sesuai pertanyaan tentang kebudayaan
Menyontek, perkembangan kemandirian, dan upaya pemberantasan menyontek di lingkungan
sekolah.
Diagram 1 (Persentase responden yang pernah Menyontek)
Dalam diagram 1 di atas, menyatakan bahwa dari 25 orang yang mengisi kuesioner,
semuanya pernah melakukan kegiatan menyontek meliputi tugas dan ulangan dengan
persentase 100%. Hal ini menunjukan bahwa menyontek merupakan sebuah kebiasaan dan
kebudayaan bisa dilihat karena semua orang pernah melakukan kegiatan menyontek. Diagram
lingkaran yang menunjukan angka dengan persentase 100% ini dapat disimpulkan bahwa
semua responden pernah melakukan sebuah kegiatan sontek-menyontek di lingkungan
sekolah.
[]
0
Pernah atau tidaknya responden melakukan kegiatan
menyontek (Meliputi tugas dan Ulangan)
Ya Tidak
AoEJ: Academy of Education Journal
Volume 12 Nomor 2, Juli 2021
288
22 orang
6 orang
12 orang
8 orang
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%
Takut Nilai Kurang Memuaskan
Malas Berpikir
Dorongan Teman (tidak mau dianggap…
Kurang kemandirian dalam belajar
Takut Nilai Kurang
Memuaskan
Malas Berpikir
Dorongan Teman
(tidak mau
dianggap pelit)
Kurang kemandirian
dalam belajar
Alasan Responden Menyontek
(Pilihan lebih dari 1)
88% 24% 48% 32%
Alasan Responden Menyontek (Pilihan lebih dari 1)
Alasan Responden Menyontek (Pilihan lebih dari 1)
Diagram 2 (Alasan Responden Menyontek)
Dalam diagram 2 di atas, penulis membuat sebuah pertanyaan dengan memberikan
batasan berupa empat opsi pertanyaan. Namun, dalam hal ini dari 25 responden dibebaskan
untuk memilih opsi lebih dari satu jawaban. Adapun pendeskripsian jawaban alasan responden
menyontek adalah 1) kurang kemandirian dalam belajar adalah 8 orang dengan persentase
32%, alasan selanjutnya adalah 2) Dorongan teman karena tidak mau dianggap pelit adalah
sebanyak 12 orang dengan persentase 48%, alasan selanjutnya adalah 3) malas untuk berpikir
adalah sebanyak 6 orang dengan persentase 24%, alasan pertanyaan terakhir 4) Takut nilai
kurang memuaskan sebanyak 22 orang dengan persentase 88%. Dalam hal ini yang menjawab
adanya kekhawatiran nilai kurang memuaskan paling banyak, dan malas untuk berpikir
dengan jawaban serta persentase paling sedikit.
Diagram 3 (Persentase pengetahuan responden antara kebudayaan menyontek dengan
perkembangan kemandirian anak)
Dalam diagram 3 di atas, menurut data yang diperoleh penulis bahwa ada atau tidaknya
kaitan antara kebudayaan menyontek dengan perkembangan kemandirian adalah sebanyak
88% atau 22 orang menjawab ada kaitanya dan 12% atau 3 orang menjawab tidak ada
kaitannya. Dalam data ini, dapat disimpulkan bahwa sebanyak 88% menjawab bahwasannya
[]
[]
Ada atau tidaknya kaitan kebudayaan menyontek dengan perkembangan kemandirian
Ada Tidak
AoEJ: Academy of Education Journal
Volume 12 Nomor 2, Juli 2021
289
kebudayaan Menyontek dan perkembangan kemandirian ada korelasinya. Penulis dalam hal
ini juga menanyakan alasan logis mengapa kebudayaan menyontek dengan perkembangan
kepribadian ada keterkaitannya.
Diagram 4 (Persentase menyontek sebuah tujuan meraih sebuah prestasi)
Dalam diagram 4 di atas, persentase yang menjawab bahwa menyontek adalah satu-
satunya jalan menuju sebuah prestasi adalah sebanyak 8% dan yang menjawab menyontek
bukan satu-satunya jalan menuju sebuah prestasi ada sebanyak 92%. Dalam hal ini bisa dilihat
bahwa lebih banyak yang menjawab menyontek bukan alternatif menuju sebuah kesuksesan.
Namun, adapula yang menjawab bahwa menyontek itu penting untuk sebuah kesuksesan dan
keberhasilan.
Untuk pertanyaan selanjutnya, penulis memberikan pertanyaan berupa bagaimana
upaya memberantas kebudayaaan yang telah diwajarkan dan menjadi sebuah kebiasaan di
lingkungan sekolah. pertanyaan ini berbentuk paragraf dengan masing-masing responden
menjawab sesuai dengan pengetahuan dan daya kritis responden. Hal ini akan dibahas lebih
lanjut dalam pemaparan pembahasan penelitian.
PEMBAHASAN
Kebudayaan menyontek adalah sesuatu hal yang sudah menjadi sebuah kebiasaan dan
mungkin kebudayaan ini telah melekat erat di dalam diri anak. Hal ini sejalan dengan
pendapat Anugrahening Kushartanti (2009) perilaku menyontek merupakan perilaku yang
lumrah terjadi di lingkungan sekolah dan mencerminkan perilaku yang kurang baik namun
lingkungan masyarakat mentoleransi kebudayaan tersebut. Perilaku salah ini terus berkembang
dengan berbagai bentuk, misalnya menyontek dalam sebuah ujian dan menyontek karena tugas
yang sulit dikerjakan secara mandiri.
[]
[]
Menyontek merupakan satu-satunya jalan meraih sebuah
prestasti
Ya Tidak
AoEJ: Academy of Education Journal
Volume 12 Nomor 2, Juli 2021
290
Realitas yang terjadi di lingkungan sekolah tentang kata menyontek sekan-akan menjadi
polemik apakah kebiasaan yang jelas sudah disalahkan oleh semua orang namun masih sering
dilakukan dan mengakar sampai sekarang. Namun, menurut pendapat Fransiska Florensia
(2020) kebiasaan menyontek bukan merupakan sesuatu yang salah karena tidak adanya
hukuman yang ketat menangani hal tersebut. Jika berkaca kepada pendeskripsian survei
terlihat semua orang pernah dan mengenal istilah sontek-menyontek.
Lalu apakah alasan dibalik seseorang melakukan kegiatan atau kebiasaan menyontek
tersebut, karena adanya sebuah tuntutan seseorang harus memiliki nilai yang maksimal, malas
untuk berpikir, adanya rasa tidak ingin dianggap pelit oleh temannya (lingkungan sosial), dan
terakhir yang paling penting kurang adanya kemandirian dalam belajar. Keempat alasan diatas
saling berkolerasi dan menjadi satu kesatuan yang membuat tindakan menyontek tetap
berlangsung sampai sekarang. Menurut Charlie Sanlie (2020) alasan utama seseorang
melakukan tindakan menyontek adalah adanya ketakutan tidak memenuhi kualifikasi
akademis.
Jika alasan tersebut terus dilakukan dan berkembang terus menerus maka akan
terjadinya sebuah peregangan moral. Menurut Alexius Andiwatir dan Aliyil Khakim (2019)
yang mengutip pendapat bandura tentang peregangan moral terjadi secara kognitif ketika
membenarkan suatu perilaku yang salah. Alasan lain yang menjadikan sesorang menyontek
adalah karena kurangnya kemandirian dalam belajar. Karena setiap individu memiliki
kemampuan kemandirian yang berbeda dengan individu lainnya.
Kemandirian adalah ketika seseorang tidak menggantungkan diri dalam menyelesaikan
permasalahan dengan orang lain. dalam hal ini, teori kemandirian yang paling relavan adalah
teori humanistik yang mengatakan bahwa manusia memiliki fitrah untuk mengaktualisasikan
dirinya. Menurut Tri Putra dan Nevi Yarni (2019) dalam Arden N. Frandsen mandiri adalah
ketika diri kita memiliki kemauan untuk tahu, maju, sejahterah, dan mendapatkan simpati dari
lingkungan sekitar. Artinya sebenernya di dalam diri setiap individu memiliki sikap mengatur
diri sendiri namun yang membedakan adalah tuntutan sosial atau tuntutan lingkungan sosial.
Dalam hal ini pertanyaan yang mendasar adalah apakah ada kaitan antara kebiasaan atau
kebudayaan menyontek dengan perkembangan kemandirian anak. Seperti yang sudah
dipaparkan tadi bahwasannya ketika seorang anak mandiri, artinya dapat menyelesaikan
masalah di atas kaki atau kemampuan sendiri, namun dalam prakteknya seseorang tidak
melaksanakan itu karena merasa menyontek adalah salah satunya jalan pintas untuk
mendapatkan apa yang di inginkan misalnya nilai yang memuaskan. Menurut Soemanto
(1998) dalam hal ini diperlukan motivasi akan adanya kesadaran untuk memaknai segala
sesuatu.
Kemandirian dalam belajar adalah ketika siswa telah mengaktaulisasikan diri hingga
mencapai suatu rasa kepercayaan yang tinggi dalam menyelesaikan permasalahan tanpa
bergantung kepada orang lain disekitarnya. Menurut Agus Fadrian dan Agus Irianto (2015)
dalam Mu’tadin mengatakan bahwa anak yang memiliki kemampuan kemandirian memiliki
AoEJ: Academy of Education Journal
Volume 12 Nomor 2, Juli 2021
291
beberapa tingkah laku seperti maju untuk dirinya dan mengambil inisiatif secara mandiri
mengenai masalahnya.
Penyebab-penyebab atau alasan mengapa anak melakukan tindakan menyoncek menurut
survei yang paling besar persentasenya adalah untuk mendapatkan hasil yang memuaskan.
Menurut Ma’aarij Kharindra (2018) dalam penelitian Ryan dan Deci faktor-faktor yang
mempengaruhi kemandirian adalah lingkungan, kompetensi atau kemampuan, dan hubungan
atau relasi yang di dapat di lingkungan sosial. Biasanya anak yang melakukan tindakan
menyontek ingin memenuhi faktor-faktor tersebut agar di akui di lingkungan sosialnya.
Jalan meraih prestasi dengan menyontek bukan merupakan satu-satunya yang dapat
dilakukan, namun untuk beberapa orang menggunakan jalan pintas untuk diakui dan dihargai
dilingkungan sosialnya masih menjadi sebuah kebiasaan dan kebudayaan untuk anak tersebut.
Menurut Ahmad Syafi’i dan Tri Marfiyanto (2018) bentuk prestasi belajar ketika seseorang
mampu merubah tingkah lakunya sebagai sebuah hasil. Artinya dalam hal ini seseorang yang
melakukan tindakan menyontek belum mampu menjadi pribadi yang mandiri karena masih
tergantung kepada orang lain dan masih belum merasa bebas dalam pemenuhan prestasi.
Tindakan menyontek merupakan tindakan yang tidak diharapkan namun muncul sebagai
sebuah kebiasaan yang telah di anggap wajar. Lalu bagaimana upaya untuk memberantas atau
meminimalisir kegiatan atau tindakan tersebut agar tidak menjadi sebuah kebiasaan. Menurut
survey, bisa dari dalam diri sendiri, orang tua, dan lingkungan sekolah.
Dalam hal ini adalah memperkuat dan mandiri dalam belajar dapat mewujudkan sebuah
kemandirian dengan tidak terus bergantung dengan orang lain. upaya percaya kepada diri
sendiri sangat penting untuk pemberantasan suatu kebudayaan yang sudah mengakar ini,
karena apabila seseorang sudah percaya kepada diri sendiri maka seseorang tersebut memiliki
sebuah sisi positif yang mana akan menerima diri dan menerapkan belajar sebagai sebuah
kebutuhan. Hal ini sejalan dengan pendapat Iffa Dian dan Hermien Laksmiwati (2016) yang
mengatakan bahwa terlaksananya kemandirian adalah karena adanya nilai kepercayaan diri
yang tinggi.
Selain diri sendiri lah yang bisa meminimalisir tindakan menyontek, lingkungan sosial
juga sangat berpengaruh dalam hal ini. Lingkungan sosial disini adalah peranan orang tua dan
guru. Orang tua merupakan pendidik pertama bagi anaknya, pendidikan yang diberikan orang
tua umumnya adalah menerapkan moral dan etika serta nilai spiritual kepada anaknya. Ketika
orang tua memberikan konsep bahwa nilai bukanlah segalanya maka anak tersebut cenderung
percaya kepada dirinya dan akan meninggalkan kebiasaan menyontek. Berikan dukungan
penuh kepada anak bahwa menyontek bukan jalan satu-satunya meraih prestasi, melainkan
belajarlah dengan mandiri agar dapat memaknai arti dari belajar itu sendiri. Menurut Welda
Wulandari (2017) orang tua bertanggung jwab untuk membimbing anak untuk belajar disiplin
serta mandiri.
AoEJ: Academy of Education Journal
Volume 12 Nomor 2, Juli 2021
292
Upaya pemberantasan kebiasaan menyontek yang tidak kalah penting adalah bagaimana
peranan guru dalam upaya pemberantasan tersebut. Seorang pendidik harus mengetahui bahwa
setiap anak memilki tingkat kecerdasan yang berbeda-beda. Dengan pemahaman tersebut
artinya seorang guru harus membimbing anak menuju kemandiriannya agar tidak terjadi upaya
sontek-menyontek. Menanamkan nilai karakter kepada siswanya juga merupakan cara atau
solusi yang tepat. Pengawasan yang ketat ketika ujian tengah berlangsung juga merupakan
upaya yang bisa di terapkan untuk pencegahan hal tersebut terjadi. Hal ini sejalan dengan
pendapat Sinta Huri dan Zulfriadi Tanjung (2016) pengawasan dan pemberian sebuah
hukuman bagi perbuatan menyontek harus dilakukan dengan serius agar tidak terjadi
ketidakwajaran yang diwajarkan. Dengan begitu anak akan belajar untuk mandiri demi
mencapai sebuah tingkat atas pemenuhan belajarnya.
SIMPULAN
Dari pemaparan di atas, dengan melakukan survei kepada 25 responden dengan lima
pertanyaan kunci mengenai hubungan kebudayaan menyontek dengan perkembangan
kemandirian anak adalah bahwa apabila seorang anak sudah di katakan mandiri ketika anak
tersebut sudah dapat menjawab segala persoalan dan permasalahannya sendiri. Menyontek
adalah sebuah kegiatan ketika anak mengandalkan teman atau lingkungan sosialnya. Dalam
hal ini ketika seseorang anak menyontek artinya anak tersebut belum berkembang
perkembangan kemandiriannya. Kebudayaan menyontek harus diberantas atau dihilangkan di
lingkungan sekolah, karena kebudayaan tersebut sudah menjadi kebiasaan yang diwajarkan
padahal hal tersebut menimbulkan dampak negatif yang banyak. Upaya meminimalisir
terjadinya tindakan kecurangan ini adalah balik lagi ke dalam diri masing-masing dengan
menjunjung tinggi kemandirian dalam belajar, orangtua yang harus memberikan pendidikan
moral dan spiritual, serta peran guru yang senantiasa membimbing dalam menerapkan
pendidikan karakter dan pengawasan secara ketat.
DAFTAR PUSTAKA
Ikhsan, A. 2017. Pemanfaatan Lingkungan Sekolah Sebagai Sumber Belajar di SD Negeri 2
Teunom Aceh Jaya. Jurnal Ilmiah Pendidikan Guru Sekolah Dasar. 02, 1-11.
Masada, C & Dachmiati, S. 2016. Faktor Pemengaruh Perilaku Siswa dan Mahasiswa
Menyontek. Jurnal Sosio e-kons. 08, 227-233.
Lempe, H. 2018. Peran Guru dalam Meningkatkan Kemandirian Belajar Peserta Didik Kelas
V SD Inpres Samberpasi. 14, 45-55.
Kushartanti, A. 2009. Perilaku Menyontek Ditinjau dari Kepercayaan Diri. Jurnal Ilmiah
Psikologi. 11, 38-46.
AoEJ: Academy of Education Journal
Volume 12 Nomor 2, Juli 2021
293
Florensia, F. 2020. Pengaruh Kompetensi Mahasiswa Terhadap Perilaku Menyontek dalam
Ujian.
Sanlie, C. 2020. Perilaku Menyontek Ditinjau dari Prokrastinasi Akademik pada Pelajar SMA
Yos Sudarso. Jurnal Psyche 165. 13, 121-125
Andiwatir, A & Khakim, A. 2019. Analisis Perilaku Menyontek dan Rancangan Perubahannya
pada Siswa SMP (Analysis of Cheating Behavior and Change Design in Junior High
School Students). Jurnal Psikologi Ilmiah. 02, 88-97
Putra, T & Yarni, N. 2019. Teori Belajar Menurut Aliran Psikologi Humanistik dan
Implikasinya dalam Pembelajaran. Jurnal Review Pendidikan dan Pengajaran. 02, 270-
275.
Soemanto. 1998. Psikologi Pendidikan. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada
Fadrian, A & Irianto, A. 2015. Pengaruh kemandirian belajar, disiplin belajar dan motivasi
berprestasi terhadap perilaku menyontek mahasiswa fakultas ekonomi universitas negeri
padang. Jurnal Kajian Pendidikan Ekonomi. 02, 1-22.
Kharindra, M. 2018. Hubungan Kemandirian dengan Self Regulated Learning Pada Usia
Remaja. Jurnal Psikobornea. 06, 109-115
Syafi'i, A & Marfiyanto, T. 2018. Studi Tentang Prestasi Belajar Siswa Dalam Berbagai
Aspek dan Faktor yang Mempengaruhi. Jurnal Komunikasi Pendidikan. 02, 115-123
Dian, I & Laksmiwati, H. 2016. Kepercayaan Diri dan Kemandirian Belajar Pada Siswa.
Jurnal Psikologi Teori dan Terapan. 07, 44-49.
Wulandari, W. 2017. Peran Orangtua dalam Disiplin Belajar Siswa. Jurnal Penelitian Guru
Indonesia. 02, 24-31.
Huri, S & Tanjung, Z. 2016. Perilaku Menyontek dan Upaya Penanggulangannya. Jurnal
IICET. 01, 1-6.