AoEJ: Academy of Education Journal
Volume 12 Nomor 2, Juli 2021
290
Realitas yang terjadi di lingkungan sekolah tentang kata menyontek sekan-akan menjadi
polemik apakah kebiasaan yang jelas sudah disalahkan oleh semua orang namun masih sering
dilakukan dan mengakar sampai sekarang. Namun, menurut pendapat Fransiska Florensia
(2020) kebiasaan menyontek bukan merupakan sesuatu yang salah karena tidak adanya
hukuman yang ketat menangani hal tersebut. Jika berkaca kepada pendeskripsian survei
terlihat semua orang pernah dan mengenal istilah sontek-menyontek.
Lalu apakah alasan dibalik seseorang melakukan kegiatan atau kebiasaan menyontek
tersebut, karena adanya sebuah tuntutan seseorang harus memiliki nilai yang maksimal, malas
untuk berpikir, adanya rasa tidak ingin dianggap pelit oleh temannya (lingkungan sosial), dan
terakhir yang paling penting kurang adanya kemandirian dalam belajar. Keempat alasan diatas
saling berkolerasi dan menjadi satu kesatuan yang membuat tindakan menyontek tetap
berlangsung sampai sekarang. Menurut Charlie Sanlie (2020) alasan utama seseorang
melakukan tindakan menyontek adalah adanya ketakutan tidak memenuhi kualifikasi
akademis.
Jika alasan tersebut terus dilakukan dan berkembang terus menerus maka akan
terjadinya sebuah peregangan moral. Menurut Alexius Andiwatir dan Aliyil Khakim (2019)
yang mengutip pendapat bandura tentang peregangan moral terjadi secara kognitif ketika
membenarkan suatu perilaku yang salah. Alasan lain yang menjadikan sesorang menyontek
adalah karena kurangnya kemandirian dalam belajar. Karena setiap individu memiliki
kemampuan kemandirian yang berbeda dengan individu lainnya.
Kemandirian adalah ketika seseorang tidak menggantungkan diri dalam menyelesaikan
permasalahan dengan orang lain. dalam hal ini, teori kemandirian yang paling relavan adalah
teori humanistik yang mengatakan bahwa manusia memiliki fitrah untuk mengaktualisasikan
dirinya. Menurut Tri Putra dan Nevi Yarni (2019) dalam Arden N. Frandsen mandiri adalah
ketika diri kita memiliki kemauan untuk tahu, maju, sejahterah, dan mendapatkan simpati dari
lingkungan sekitar. Artinya sebenernya di dalam diri setiap individu memiliki sikap mengatur
diri sendiri namun yang membedakan adalah tuntutan sosial atau tuntutan lingkungan sosial.
Dalam hal ini pertanyaan yang mendasar adalah apakah ada kaitan antara kebiasaan atau
kebudayaan menyontek dengan perkembangan kemandirian anak. Seperti yang sudah
dipaparkan tadi bahwasannya ketika seorang anak mandiri, artinya dapat menyelesaikan
masalah di atas kaki atau kemampuan sendiri, namun dalam prakteknya seseorang tidak
melaksanakan itu karena merasa menyontek adalah salah satunya jalan pintas untuk
mendapatkan apa yang di inginkan misalnya nilai yang memuaskan. Menurut Soemanto
(1998) dalam hal ini diperlukan motivasi akan adanya kesadaran untuk memaknai segala
sesuatu.
Kemandirian dalam belajar adalah ketika siswa telah mengaktaulisasikan diri hingga
mencapai suatu rasa kepercayaan yang tinggi dalam menyelesaikan permasalahan tanpa
bergantung kepada orang lain disekitarnya. Menurut Agus Fadrian dan Agus Irianto (2015)
dalam Mu’tadin mengatakan bahwa anak yang memiliki kemampuan kemandirian memiliki