AoEJ: Academy of Education Journal
Volume 12 Nomor 1, Januari 2021
39
PETUAH PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
DALAM KONTESTASI POLITIK
T Heru Nurgiansah
Universitas PGRI Yogyakarta
Jl. PGRI I Sonosewu No. 117 Bantul, Yogyakarta
Email: nurgiansah@upy.ac.id
ABSTRAK
Ajang pemilihan umum menjadi momen yang tepat dalam mengimplementasikan demokrasi di
Negara Indonesia. Para kontestan saling beradu menjadi pemenang di hati masyarakat. Disinilah
pentingnya Pendidikan Kewarganegaraan baik bagi pemilih maupun bagi figur yang mencalonkan
diri. Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui bangaimana konsep Pendidikan
Kewarganegaraan dalam Kontestasi Politik. Metode penelitian ini menggunakan metode Kualitatif.
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan observasi, wawancara dan studi
literasi. Hasil penelitian ini mengatakan bahwa dalam kontestasi politik diperlukan sikap
demokratis, bertanggung jawab, dan partisipatif, yang semuanya ada dalam konsep Pendidikan
Kewarganegaraan.
Kata Kunci: Pendidikan Kewarganegaraan, Kontestasi Politik.
ABSTRACT
The election event became the right moment in implementing democracy in the country of
Indonesia. Contestants are contenders with the winners in the hearts of society. Here is the
importance of citizenship education both for voters and for the figure who is running. The purpose
of this research is to know the concept of citizenship education in political contestation. This
method of research uses qualitative methods. The data collection techniques in these studies use
observations, interviews, and literacy studies. The results of this study say that political
contestation required a democratic, responsible, and participatory attitude, which all exist in the
concept of citizenship education.
Key Word: Civic Education, Political Contestation.
PENDAHULUAN
Berbicara mengenai Pendidikan Kewarganegaraan tidak akan pernah menemukan
ujungnya karena mata pelajaran ini sangat luas cakupannya. Pendidikan Kewarganegaraan
bisa diasumsikan sebagai pendidikan nilai, pendidikan moral, pendidikan hukum, bahkan
pendidikan politik. Saking banyaknya konsep tersebut menjadikan Pendidikan
Kewarganegaraan menjadi mata pelajaran wajib (Bunyamin, 2008). Wajib di sini berarti
mata pelajaran ini ada di berbagai jenjang pendidikan formal mulai dari pendidikan dasar,
pendidikan menengah, sampai ke perguruan tinggi dan tidak hanya berlaku secara teritorial
saja akan tetapi bersifat nasional.
Sebagai pendidikan nilai dan moral, Pendidikan Kewarganegaraan tidak hanya
mengedepankan aspek pengetahuannya saja akan tetapi aspek sikap dan keterampilan pun
tidak luput dari fokus indikatornya karena Pendidikan Kewarganegaraan bertujuan untuk
AoEJ: Academy of Education Journal
Volume 12 Nomor 1, Januari 2021
40
membangun karakter (Character Building) bangsa Indonesia (Nasution, 2016). Pendidikan
Kewarganegaraan sebagai pendidikan nilai dan moral berarti harus dipraktekan, tidak
hanya mencakup teorinya saja agar dapat menumbuhkan karakter yang kuat. Pendidikan
Karakter adalah untuk menumbuhkan nilai-nilai karakter (Nurgiansah, 2019). Karakter
bangsa Indonesia yang dimaksud adalah bangsa yang cerdas, kreatif, kritis, sesuai dengan
amanat Undang-Undang. Character education is a good solution to be implemented to
form a strong character of the younger generation, yang berarti pendidikan karakter
merupakan solusi yang tepat bagi generasi muda (Nurgiansah et al., 2020).
Selain itu Pendidikan Kewarganegaraan merupakan bagian penting dari
pembentukan warga negara yang baik (Hemafitria, 2015). Warga negara yang baik adalah
warga negara yang demokratis, patuh hukum, dan cinta terhadap tanah airnya. Pendidikan
Kewarganegaraan juga memiliki peran penting dalam mempengaruhi atau memberikan
pemahaman terhadap politik (Rahman, 2018). Politik dan Pendidikan Kewarganegaraan
merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan karena keduanya memiliki tujuan yang
sama yakni menjadikan warga negara yang berpartisipasi.
Pendidikan politik juga bertujuan untuk membentuk warga negara yang baik
(Hermawan, 2020). Dalam bidang politik konsep dasarnya adalah memilih dan dipilih.
Artinya warga negara yang baik dalam persfektif politik yakni warga negara yang mau
berpartisipasi dalam dunia politik, bisa dengan cara melek politik yang berkembang
dewasa ini atau terjun langsung dalam politik praktis seperti mengikuti pencalonan dan
pemilihan Kepala Daerah.
Pemilihan Kepala Daerah dijadikan sebagai arena pertarungan untuk mendapatkan
sebuah pengakuan (Budi Ali, 2012). Pengakuan dari masyarakat bahwa figur atau sosok
tersebut layak untuk menang dan menempati posisi strategis dalam perpolitikan. Namun
dalam pelaksanaannya seringkali terjadi pelanggaran-pelanggaran bahkan dimulai sejak
seseorang dinyatakan sebagai bakal calon. Praktik menghalalkan segala cara dengan
menerobos aturan yang telah disepakati membuat masyarakat pemilih menjadi antipati
terhadap calon tersebut yang berimplikasi terhadap tingginya angga golput dan rendahnya
partisipasi masyarakat dalam menyalurkan suaranya.
Tingginya angka golput pada setiap penyelenggaraan pemilihan umum patut
diwaspadai (Helen NM, 2019). Jika hal ini dibiarkan terus menerus maka akan terjadi
deparpolisasi, yakni semakin menipisnya pengakuan masyarakat terhadap partai politik dan
tokoh politik sehingga peran dari partai politik tidak lagi terlihat di mata masyarakat.
Partai-partai di Indonesia memobilisasi isu-isu yang menjadi kepentingan anggota
AoEJ: Academy of Education Journal
Volume 12 Nomor 1, Januari 2021
41
masyarakat (Muksin, 2018). Jika isu-isu yang berkembang di masyarakat ini difasilitasi
oleh tokoh politik mauoun partai politik, maka kepercayaan masyarakat terhadap
perpolitikan di Indonesia semakin meningkat seiring dengan bertambahnya partisipasi
masyarakat.
Partisipasi politik adalah kegiatan-kegiatan sukarela dari warga masyarakat (Sutisna,
2017b). Sukarela berarti tanpa adanya paksaan, intimidasi, maupun embel-embel lainnya
yang membuat masyarakat tergerak. Dengan semakin banyaknya masyarakat yang dengan
sukarela berpartisipasi dalam politik, maka dipastikan iklim politik di daerah tersebut
semakin baik. Namun jika kesukarelaan masyarakat ini rendah berarti iklim perpolitikan di
wilayah tersebut belum optimal. Untuk mengoptimalkan kegiatan politik di suatu wilayah
tertentu diperlukan masyarakat yang bisa mengkonsep dirinya sendiri. Konsep diri ini
sangat penting sebagai pertimbangan apakah seseorang bisa dikatakan aktif berpartisipasi
atau menjadi seseorang yang apatis. identitas sosial seseorang ikut membentuk konsep diri
(Budiman & Setyahadi, 2019). Konsep diri inilah yang akan menghasilkan kontestasi
politik yang bersih dan akuntabel. kontestasi politik yang damai diperlukan dalam rangka
membangun kualitas sistem politik demokrasinya agar tercipta pemerintahan yang baik
(Ngurah et al., 2019).
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif karena dengan metode ini
permasalahan yang terjadi di lapangan bisa terurai dan teranalisis dengan lebih mendalam.
Metode penelitian kualitatif sering disebut dengan metode penelitian naturalistik karena
sifatnya yang natural, apa adanya sesuai dengan temuan di lapangan (Nurgiansah &
Widyastuti, 2020).
Teknik pengumpulan data menggunakan catatan observasi langsung, wawancara
dengan narasumber yang ahli di bidangnya, dokumentasi sesuai dengan potret di lapangan
dan studi kepustakaan. Observasi berarti pengamatan secara langsung di lokasi penelitian
dalam hal ini wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta yang meliputi Kota Yogyakarta,
Kabupaten Gunung Kidul, Kabupaten Kulonprogo, Kabupaten Sleman, dan Kabupaten
Bantul. Wawancara dilaksanakan secara terstruktur agar penelitian lebih terfokus pada
petuah Pendidikan Kewarganegaraan yaitu untuk membentuk warga negara yang baik. The
interview is a data collection with a path of question and answer that is conducted
systematically and based on the purpose of investigation (Nurgiansah, 2020). Yang berarti
Wawancara tersebut merupakan pendataan dengan jalur tanya jawab yang dilakukan secara
AoEJ: Academy of Education Journal
Volume 12 Nomor 1, Januari 2021
42
sistematis dan berdasarkan tujuan penyelidikan. Wawancara sistematis dilaksanakan secara
berurutan mulai dari pertanyaan yang mendasar sampai ke pertanyaan yang semakin
kompleks. Selanjutnya adalah dokumentasi digunakan agar data yang diambil tidak hilang
atau berubah dan dapat dijadikan sebagai arsip penelitian. Kemudian literatur digunakan
sebagai penunjang data dengan bersumber pada artikel jurnal yang relavan dengan
penelitian. Literatur adalah serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode
pengumpulan data pustaka, membaca dan mencatat, serta mengelolah bahan penelitian
(Sutrisno et al., 2018).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Petuah Pendidikan Kewarganegaraan bisa diasumsikan sebagai wejangan, tujuan,
keinginan, ataupun harapan. Warga negara yang baik inilah yang menjadi petuah dari
Pendidikan Kewarganegaraan. Pendidikan Kewarganegaraan adalah segala sesuatu yang
berkaitan dengan warga negara. Pendidikan Kewarganegaraan adalah pendidikan
demokrasi yang bertujuan untuk mempersiapkan warga masyarakat berpikir kritis dan
bertindak demokratis (Sagala, 2019). Berpikir kritis berarti ikut berkomentar mengenai hal
apapun yang sedang hangat terjadi di lingkungan sekitar. Dengan berfikir kritis maka
warga negara bisa mengetahui peran dan kedudukannya dalam hierartki pemerintahan.
Berpikir kritis bisa memunculkan literasi yang akan berdampak pada pergerakan
masyarakat dalam berpolitik praktis. Literasi media dapat meningkatkan partisipasi politik
secara lebih signifikan (Bashori, 2018). Peningkatan partisipasi politik dapat meningkatkan
indeks demokrasi suatu negara. Jika partisipasi politik masyarakatnya rendah maka akan
mengakibatkan sikap acuh tak acuh dari masyarakat sehingga tidak peduli dengan adanya
pelaksanaan pemilihan kepala daerah dan menutup mata serta telinga terhadap keberadaan
partai politik. Absennya literasi politik pada segmen pemilih pemula secara hipotetis juga
dapat menyuburkan apatisme politik (Sutisna, 2017a).
Pada era sekarang, konsep partisipasi tidakk hanya terjun langsung di lapangan. Ada
media yang dapat memfasilitasi partisipasi politik masyarakat. Keberadaan media massa
adalah untuk menginformasikan dan mengkampanyekan suatu tujuan (Zulhazmi, 2019).
Terjadi pergeseran konsep media masa. Dahulu media masa hanya berupa media cetak
berupa koran, jurnal, dan buku. Namun sekarang media masa bersifat elektronik atau
modern seperti media sosial, gadget, dan alat teknologi lainnya.
Petuah Pendidikan Kewarganegaraan menekankan pada kita selaku masyarakat baik
yang berkecimpung di dunia politik maupun para akademisi tentang eksistensi atau
AoEJ: Academy of Education Journal
Volume 12 Nomor 1, Januari 2021
43
keberadaan dari sebuah partai politik. Melalui partai politik masyarakat dapat menyalurkan
kehendak dan aspirasinya (Sarbaini, 2014). Aspirasi masyarakat harus didengar oleh para
tokoh politik sehingga masyarakat merasakan bahwa keberadaannya dibutuhkan tidak pada
saat menjelang pemilihan umum saja.
Aspirasi masyarakat juga merupakan alat kontrol paling efektif dalam perpolitikan.
Seperti kita ketahui bahwa dalam negara demokrasi seperti Indonesia ini, kedudukan
tertinggi ada di tangan rakyat karena jabatan rakyat adalah langgeng sepanjang jaman
berbeda dengan jabatan politik yang hanya berlangsung 5 sampai 10 tahun saja. Selain itu
aspirasi masyarakat perlu diakomodir agar kejadian 1998 tidak terulang kembali.
Lengsernya presiden Soeharto tahun 1998 mencoreng status warga negara yang baik
karena saat itu terjadi perusakan dan penjarahan karena tidak difasilitasinya aspirasi
masyarakat yang menginginkan perubahan. Sejak saat itu pemilihan umum tidak lagi
dilangsungkan di gedung DPR / MPR. Maka tahun 2004 merupakan kebangkitan dari
petuah Pendidikan Kewarganegaraan karena masyarakat bisa memilih tokoh politiknya
secara langsung sesuai dengan selera dan keinginan mereka.
Pemilihan umum merupakan suatu hal yang sangat penting dalam demokrasi
(Rahman, 2017). Tanpa adanya pemilihan langsung maka negara demokratis ini akan
berubah, bergeser menjadi negara diktator atau kerajaan. Dalam sistem kerajaan pemilihan
pejabat sesuai dengan garis keturunan raja. Bahkan perintah atau titah raja bisa langsung
menjadi sebuah undang-undang yang wajib dijalankan oleh masyarakat. Begitu pula
dengan negara atau pemimpin yang diktator, maka tidak ada lagi kontrol dari masyarakat
yang akan menjadi penilai dalam sebuah kebijakan yang dihasilkan. Oleh karena itu,
petuah Pendidikan Kewarganegaraan sangat menekankan adanya pemilihan umum secara
langsung. Pilkada secara langsung merupakan progres yang sangat baik dalam proses
demokrasi sejak era reformasi (Fatwa, 2016).
Sebelum reformasi, pemilihan umum secara langsung mustahil untuk dilaksanakan.
Bahkan keberadaan dari partai politik pun dikebiri dengan hanya berjumlah 3 partai politik
saja yakni partai Golongan Karya (Golkar), Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
(PDIP), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Namun pasca tegaknya reformasi
jumlah partai politik Indonesia menjadi membengkak sampai 40 lebih. Dan yang paling
fenomenal adalah amandemen terhadap Undang-Undang Dasar 1945 sebanyak 4 kali
dimulai dari tahun 1999 tentang pembatasan kekuasaan menjadi maksimal 10 tahun, 2000
tentang pembentukan daerah otonom, 2001 tentang pemilihan umum secara langsung, dan
2002 tentang penghapusan Dewan Pertimbangan Agung.
AoEJ: Academy of Education Journal
Volume 12 Nomor 1, Januari 2021
44
Amandemen pertama tahun 1999 merupakan hasil dari 32 tahun lamanya kekuasaan
presiden. Dengan adanya pembatasan kekuasaan maka hak-hak politik orang lain akan
lebih terakomodir dan bisa mencalonkan diri menjadi pejabat berikutnya.
Gambar 1. Daftar Partai Politik Di Awal Reformasi Tahun 1999
Dalam pemilihan umum secara langsung, maka rakyat dapat mengendalikan dan
mengontrol keputusan pemerintahan (Nadir & Wardani, 2019). Sehingga dengan
pemilihan langsung maka masyarakat akan belajar bagaimana menjadi seorang warga
negara yang baik yakni warga negara yang kritis, berpartisipasi dan bertanggung jawab.
Pemilihan umum mengajarkan masyarakat untuk lebih dewasa dengan cara menerima
kekalahan pasangan calon yang diusungnya. Bahkan dalam menentukan pilihan, pemilih
benar-benar menganalisis secara cerdas mana tokoh politik yang layak untuk
memenangkan kontestasi politik (Lestari, 2018).
SIMPULAN
Pendidikan Kewarganegaraan memberikan petuah bahwa dalam kontestasi politik
harus mengedepankan etika dan norma, tidak melakukan segala macam cara yang
inkonstitusional demi menjadi pemenang. Dengan demikian petuah untuk menjadi warga
negara yang baik bisa dilakukan ketika para calon kandidat kepala daerah berkompetisi
sesuai dengan aturan yang berlaku.
SARAN
Penelitian ini diharapkan menjadi konsep awal mengenai Pendidikan
Kewargaegaraan dalam kehidupan politik. Para akademisi diminta untuk lebih mengkaji
lagi petuah Pendidikan Kewarganegaraan sebagai pendidikan politik, hukum, nilai, dan
AoEJ: Academy of Education Journal
Volume 12 Nomor 1, Januari 2021
45
lain-lain. Penelitian ini perlu dikembangkan lagi oleh beberapa pakar khususnya yang
berkaitan dengan Pendidikan Kewarganegaraan.
DAFTAR PUSTAKA
Bashori, K. (2018). Pendidikan Politik di Era Disrupsi. Sukma: Jurnal Pendidikan, 2(2),
287310. https://doi.org/10.32533/02207.2018
Budi Ali. (2012). Politik Identitas Etnis Dalam Kontestasi Politik Lokal. Jurnal
Kewarganegaraan, 19(2), 5260.
Budiman, S. A., & Setyahadi, M. M. (2019). Peran Ormas Islam Dalam Menjaga Stabilitas
Politik Sosial Budaya Indonesia Pasca Pemilu 2019 (Kajian Pustaka Pada Organisasi
Islam Terbesar Nu Dan Muhammadiyah). Jurnal Renaissance, 4(2), 560563.
Bunyamin, M. (2008). Internalisasi Nilai-Nilai Pancasila dan Nasionalisme Melalui
Pendidikan Kewarganegaraan. EDUCATIONIST, II(2), 134144.
Fatwa, A. N. (2016). Pengaruh Kesadaran Politik Terhadap Partisipasi Politik Masyarakat
Dalam Pemilihan Bupati Tahun 2013 Didesa Sesulu Kabupaten Penajam Paser Utara.
EJournal Ilmu Pemerintahan, 4(4), 16151626.
Helen NM. (2019). Dampak Perolehan Pendidikan Kewarganegaraan Terhadap
Peningkatan Partisipasi Pemilih Remaja Dalam Pemilihan Umum. Journal of Civic
Education, 2(2), 114.
Hemafitria. (2015). Pembelajaran PKn Sebagai Pendidikan Politik Pemilih Pemula. Jurnal
Edukasi, 13(2), 175189.
Hermawan, I. C. (2020). Implementasi Pendidikan Politik Pada Partai Politik di Indonesia.
JPPHK (Jurnal Pendidikan Politik, Hukum Dan Kewarganegaraan), 10(1), 119.
Lestari, E. Y. (2018). Partisipasi Politik Pemilih Pemula pada Pemilihan Walikota
Semarang di kota semarang. Jurnal Integralistik, 1(1), 6372.
Muksin, A. (2018). Partai Politik dan Sistim Demokrasi di Indonesia. Jurnal Sosial Dan
Humaniora, 3(6), 777788. http://journal.unas.ac.id/populis/article/view/476
Nadir, N., & Wardani, W. Y. (2019). Membangun Pendidikan Politik Dalam Fatsun
Demokrasi Pancasila Dan Deliberative. The Journal of Society & Media, 3(1), 126
141. https://doi.org/10.26740/jsm.v3n1.p126-141
Nasution, A. R. (2016). Urgensi Pendidikan Kewarganegaraan sebagai Pendidikan
Karakter Bangsa Indonesia melalui Demokrasi, HAM dan Masyarakat Madani.
Jupiis: Jurnal Pendidikan Ilmu-Ilmu Sosial, 8(2), 201212.
https://doi.org/10.24114/jupiis.v8i2.5167
AoEJ: Academy of Education Journal
Volume 12 Nomor 1, Januari 2021
46
Ngurah, I. G., Edy, I. P., & Sujana, I. G. (2019). Membangun Kualitas Sistem Politik
Demokrasi Indonesia Melalui Pemilu Dalam Perspektif Integrasi Bangsa Dengan
Berorientasikan Roh Ideologi Pancasila. Seminar Nasional I Hukum Dan
Kewarganegaraan, 7485.
Nurgiansah, T. H. (2019). Pemutakhiran Kurikulum Pendidikan Kewarganegaraan di Era
Revolusi Industri 4.0. Prosiding Seminar Kewarganegaraan Universitas Negeri
Medan, 1(1), 95102.
Nurgiansah, T. H. (2020). Build An Attitude of Nationalism Students At SDN 7
KADIPATEN With The Method of Discusion In The Subject PPKn. Jurnal Serunai
Pendidikan Pancasila Dan Kewarganegaraan STKIP Budi Daya Binjai, 9(1), 111.
Nurgiansah, T. H., Dewantara, J. A., & Rachman, F. (2020). The Implementation of
Character Education in the Civics Education Syllabus at SMA Negeri 1 Sleman.
Jurnal Etika Demokrasi Universitas Muhammadiyah Makasar, 5(2), 110121.
Nurgiansah, T. H., & Widyastuti, T. M. (2020). Membangun Kesadaran Hukum
Mahasiswa PPKn UPY Dalam Berlalu Lintas. Civic Edu: Jurnal Pendidikan
Kewarganegaraan Universitas Pasundan, 2(2), 97102.
https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004
Rahman, A. (2017). Peran Sekolah Sebagai Sarana Sosialisasi Politik untuk Meningkatkan
Partisipasi Politik Pada Pemilih Pemula. Prosiding Konferensi Nasional
Kewarganegaraan III, 319325. http://eprints.uad.ac.id/9800/1/319-325 Asmika
Rahman.pdf
Rahman, A. (2018). Konsep Dasar Pendidikan Politik bagi Pemilih Pemula. Pendidikan
Ilmu-Ilmu Sosial, 10(1), 4451.
Sagala, A. I. (2019). Pengaruh Pendidikan Kewarganegaraan Terhadap Partisipasi Pemilih
Pemula Pada Pemilihan Umum (Studi Kasus: Pemilu Gubernur Dan Wakil Gubernur
Sumatera Utara Tahun 2018) Helen NM Napitupulu. Civic Culture: Jurnal Ilmu
Pendidikan PKn Dan Sosial Budaya, 3(1), 185198.
Sarbaini. (2014). Orientasi Politik Masyarakat Terhadap Pemilihan Partai Politik di
Kelurahan Melayu Kecamatan Banjarmasin Tengah. Jurnal Pendidikan
Kewarganegaraan, 4(8), 600607.
Sutisna, A. (2017a). Peningkatan Literasi Politik Pemilih Pemula Melalui Pendekatan
Pembelajaran Kontekstual. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan FKIP UNTIRTA,
114.
Sutisna, A. (2017b). Strategi peningkatan literasi politik pemilih pemula melalui
pendekatan pembelajaran kontekstual. Journal Ilmu Sosial Dan Humaniora, 6(2),
135146.
AoEJ: Academy of Education Journal
Volume 12 Nomor 1, Januari 2021
47
Sutrisno, S., Yuningsih, N. Y., & Agustino, L. (2018). Komparasi Teori Marketing Politik
4p Menurut Niffenegger dan 3p Menurut Adman Nursal. JPPUMA Jurnal Ilmu
Pemerintahan Dan Sosial Politik Universitas Medan Area, 6(2), 106111.
https://doi.org/10.31289/jppuma.v6i2.1617
Zulhazmi, A. Z. (2019). Komunikasi Politik Kontestan Pilkada Jawa Tengah 2018.
KOMUNIKA: Jurnal Dakwah Dan Komunikasi, 13(2), 153166.
https://doi.org/10.24090/komunika.v13i2.1749