Academy of Education Journal
Vol. 15, No. 2, Oktober 2024, Page: 1622-1633
ISSN: 1907-2341 (Print), ISSN: 2685-4031 (Online)
1622
Ajeng Ginanjar et.al (Pengembangan Aplikasi Pengenalan Budaya...)
Pengembangan Aplikasi Pengenalan Budaya
Kasepuhan Cirompang berbasis Virtual Reality untuk
Pembelajaran IPAS di Sekolah Dasar
Ajeng Ginanjar
a,1
, Anggi Rahmani
b,2
, Dede Kurnia Adiputra
c,3
Suwarno
d,4
abc
Universitas Setia Budhi Rangkasbitung, Lebak, Banten, Indonesia
d
Universitas Bina Nusantara, Jakarta Barat, DKI Jakarta, Indonesia
1
ajengginanjar5678@gmail.com;
2
anggirahmani85@gmail.com;
3
dedemadridista57@gmail.com;
4
suwarno2@binus.edu
*
ajengginanjar5[email protected]
INFO ARTIKEL
ABSTRAK
Sejarah Artikel:
Diterima: 5 Agustus 2024
Direvisi: 29 Agustus 2024
Disetujui: 5 September 2024
Tersedia Daring: 10 Oktober
2024
Kurikulum Merdeka adalah kurikulum dengan pembelajaran intrakurikuler
yang beragam di mana konten akan lebih optimal agar peserta didik
memiliki cukup waktu untuk mendalami konsep dan menguatkan
kompetensi. Permasalahan yang terjadi di SDN Jatimulya 1 yaitu guru
kesulitan dalam memilih media yang tepat pada implementasi Kurikulum
Merdeka, sehingga peneliti menganalisis permasalahan yang ditemukan
untuk dicarikan solusi yang tepat. Melalui studi penelitian awal peneliti juga
menemukan permasalahan pada pembelajaran IPAS Indonesia Kaya
Budaya” yaitu 80% siswa belum mengenal kebudayaan yang ada di
lingkungannya sendiri. Urgensi pada penelitian ini perlunya model
pembelajaran yang dipadukan dengan media yang dianggap cocok yaitu
Virtual Reality berbasis kearifan lokal, VR dianggap sebagai media yang
paling cocok di masa pembelajaran saat ini, hal ini diharapkan dapat
meningkatkan ketertarikan anak dalam belajar. Tujuan pada penelitian ini
adalah untuk mengembangkan virtual reality sebagai media pembelajaran
pada implementasi kurikulum merdeka. Penelitian ini menggunakan metode
pengembangan Aplikasi Virtual Reality kebudayaan di Kasepuhan
Cirompang suatu daerah yang masih kental akan adat istiadat dan kesenian
yang ada sejak zaman dahulu. Evaluasi pasca-implementasi menunjukkan
bahwa 85% siswa lebih tertarik dan memahami materi budaya Kasepuhan
dengan lebih baik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan VR
dalam pembelajaran mampu meningkatkan minat dan pemahaman siswa
terhadap budaya lokal. Aplikasi ini tidak hanya berperan sebagai alat bantu
pembelajaran yang inovatif, tetapi juga sebagai sarana untuk melestarikan
budaya lokal. Ke depan, diperlukan penelitian lanjutan untuk mengevaluasi
dampak jangka panjang penggunaan aplikasi ini dalam pembelajaran.
Kata Kunci:
Kurikulum Merdeka
Virtual Reality
Kebudayaan
ABSTRACT
Keywords:
Independent Curriculum
Virtual Reality
Culture
The Independent Curriculum is a curriculum with diverse intracurricular
learning where the content will be more optimal so that students have enough
time to explore concepts and strengthen competencies. The problem that
occurred at SDN Jatimulya 1 was that teachers had difficulty choosing the
right media in implementing the Independent Curriculum, so researchers
analyzed the problems found to find the right solution. Through the initial
research study, researchers also found problems in the learning of the
"Indonesia Kaya Budaya" science subject, namely 80% of students did not
know the culture in their own environment. The urgency of this study is the
need for a learning model that is combined with media that is considered
suitable, namely Virtual Reality based on local wisdom, VR is considered the
most suitable media in the current learning period, this is expected to increase
children's interest in learning. The purpose of this study is to develop virtual
reality as a learning medium in the implementation of the independent
curriculum. This study uses the method of developing a Virtual Reality
Application for culture in Kasepuhan Cirompang, an area that is still thick with
Academy of Education Journal
Vol. 15, No. 2, Oktober 2024, Page: 1622-1633
ISSN: 1907-2341 (Print), ISSN: 2685-4031 (Online)
1623
Ajeng Ginanjar et.al (Pengembangan Aplikasi Pengenalan Budaya...)
customs and arts that have existed since ancient times. Post-implementation
evaluation showed that 85% of students were more interested and understood
the Kasepuhan culture material better. The results of the study showed that
the use of VR in learning was able to increase students' interest and
understanding of local culture. This application not only acts as an innovative
learning tool, but also as a means to preserve local culture. In the future,
further research is needed to evaluate the long-term impact of using this
application in learning.
©2024, Ajeng Ginanjar, Anggi Rahmani, Dede Kurnia A, Suwarno
This is an open access article under CC BY-SA license
1. Pendahuluan
Dalam pendidikan kontemporer, aspek yang paling penting terletak pada pencapaian
tujuan pembelajaran yang mendorong perubahan perilaku, yang mencakup pengetahuan
(kognitif), sikap (afektif), dan keterampilan (psikomotorik). Implementasi Kurikulum
Merdeka di tingkat Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI) menekankan pada
pembelajaran berbasis proyek untuk menanamkan nilai-nilai Profil Pelajar Pancasila”.
Pendekatan ini sejalan dengan pendidikan abad ke-21 yang membekali siswa dengan
keterampilan penting untuk menghadapi tantangan modern.
Sebuah studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti menyoroti masalah dalam mata
pelajaran “Indonesia Kaya Budaya” dalam kurikulum ilmu pengetahuan sosial terpadu (IPAS):
sekitar 80% siswa masih tidak terbiasa dengan budaya lokal mereka, khususnya di Provinsi
Banten. Para guru menghadapi kesulitan dalam menyajikan media yang menarik bagi para
siswa, dan sering kali hanya mengandalkan buku pelajaran yang disediakan oleh sekolah.
Mengingat hal ini, penelitian ini menggarisbawahi urgensi pengembangan model pembelajaran
yang mengintegrasikan Virtual Reality (VR), yang dianggap sebagai media yang sesuai. VR
menawarkan pengalaman yang imersif, memungkinkan siswa untuk memahami dan
mengapresiasi budaya pada tingkat yang lebih dalam.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan media pembelajaran berbasis VR
untuk memperkenalkan budaya lokal masyarakat Kasepuhan Cirompang. Kurikulum
Merdeka dirancang untuk memberikan pengalaman belajar intradisipliner yang beragam
kepada siswa, sehingga mereka memiliki waktu yang cukup untuk mengeksplorasi konsep dan
memperkuat kompetensi. Menyadari pentingnya melestarikan nilai-nilai budaya lokal di
Indonesia, para pendidik memainkan peran penting dalam pelestariannya. Survei sebelumnya
telah menunjukkan bahwa VR memuaskan dan bermanfaat, dengan potensi dan aplikasinya
dalam pendidikan yang telah didokumentasikan dengan baik. VR menjadi semakin mudah
diakses, terutama bagi mereka yang memiliki ponsel pintar, yang memungkinkan pengguna
untuk terlibat dengan lingkungan virtual secara alami, dari tingkat pendidikan dasar hingga
pendidikan tinggi. Dalam beberapa tahun terakhir, simulasi VR telah muncul sebagai strategi
pendidikan yang inovatif, dengan penelitian yang menegaskan keefektifannya dalam
meningkatkan pembelajaran dan pengalaman siswa di dalam kelas.
Kapasitas VR untuk memperkaya pengalaman belajar siswa telah menarik perhatian;
namun, penelitian menunjukkan bahwa meskipun VR meningkatkan hasil pembelajaran,
adopsinya masih terbatas. Analisis kebutuhan yang dilakukan sebagai bagian dari penelitian
ini memperkuat perlunya model pembelajaran yang menggabungkan VR dengan kearifan
budaya lokal. Kasepuhan Cirompang, sebuah komunitas adat yang kaya akan tradisi dan seni
yang berasal dari zaman kuno, menjadi fokus dari inisiatif ini. Tradisi yang diwariskan secara
turun-temurun ini memiliki makna yang dalam, yang sering kali tersembunyi di dalam narasi
adat istiadat mereka. Kasepuhan Cirompang, salah satu dari sekian banyak komunitas
Academy of Education Journal
Vol. 15, No. 2, Oktober 2024, Page: 1622-1633
ISSN: 1907-2341 (Print), ISSN: 2685-4031 (Online)
1624
Ajeng Ginanjar et.al (Pengembangan Aplikasi Pengenalan Budaya...)
semacam itu di Kabupaten Lebak, telah lama mempertahankan identitas budaya dan seninya.
Oleh karena itu, penelitian ini mengadopsi pendekatan pengembangan berbasis proyek
(PDP), yang bertujuan untuk menciptakan media VR yang selaras dengan rencana strategis
dan prioritas penelitian Universitas Setia Budhi Rangkasbitung, yang berfokus pada teknologi
dan budaya. Berdasarkan konteks ini, pertanyaan penelitian ini meliputi bagaimana Aplikasi
Pengenalan Budaya Kasepuhan Cirompang berbasis Virtual Reality dapat dikembangkan
untuk mendukung pembelajaran IPAS di sekolah dasar?, bagaimana kelayakan aplikasi
berbasis VR ini dapat dievaluasi untuk pembelajaran IPAS di sekolah dasar?, dan seberapa
efektifkah aplikasi berbasis VR ini dalam meningkatkan hasil belajar IPAS di sekolah dasar?.
Virtual Reality memiliki potensi yang sangat besar untuk merevolusi pendidikan.
Penelitian ini menyoroti kapasitas VR untuk meningkatkan keterlibatan siswa, memperdalam
retensi pengetahuan di seluruh mata pelajaran, dan mempromosikan pemahaman lintas budaya
dengan mensimulasikan pengalaman dunia nyata di kelas. Selain itu, VR telah terbukti sangat
berharga dalam mendokumentasikan dan melestarikan praktik budaya, memungkinkan
masyarakat di seluruh dunia untuk menjaga warisan tak berwujud untuk generasi mendatang.
Meskipun contoh-contoh VR dalam pendidikan sudah ada, masih ada kesenjangan yang
signifikan dalam penerapannya di lanskap pendidikan Indonesia, terutama dalam pembelajaran
IPAS. Selain itu, hanya sedikit teknologi VR yang berfokus pada tradisi budaya yang hidup di
masyarakat seperti Kasepuhan Cirompang. Hal ini memberikan peluang yang menarik untuk
memanfaatkan potensi VR dalam pelestarian budaya, penyebaran pengetahuan, dan revitalisasi
kurikulum IPAS.
Kebaruan dari penelitian ini terletak pada upayanya untuk mengisi kesenjangan dengan
mengembangkan aplikasi pengenalan budaya berbasis VR yang membenamkan siswa dalam
budaya Kasepuhan Cirompang. Inovasi ini berbeda dari penelitian yang sudah ada dalam
beberapa hal. Pertama, aplikasi ini menggunakan teknologi VR yang canggih untuk membawa
siswa ke dalam lingkungan budaya Kasepuhan Cirompang yang unik, menawarkan tingkat
imersi dan keterlibatan yang tinggi. Kedua, desain aplikasi didasarkan pada prinsip-prinsip
pendidikan IPAS, memastikan bahwa eksplorasi budaya Kasepuhan Cirompang secara
bermakna mendukung dan memperkaya tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Ketiga,
penelitian ini menekankan rasa saling menghormati dan kolaborasi, secara aktif melibatkan
komunitas Kasepuhan Cirompang dalam semua aspek pengembangan VR. Pendekatan
partisipatif ini memastikan keaslian dan keakuratan pengalaman virtual. Terakhir, peneliti
menempatkan fokus yang kuat pada skalabilitas dan aksesibilitas. Hal ini memastikan bahwa
aplikasi VR menjadi sumber daya yang tersedia secara luas bagi siswa IPAS di seluruh
Indonesia, memberdayakan mereka yang tidak memiliki sarana untuk mengunjungi Kasepuhan
Cirompang secara fisik untuk mendapatkan wawasan yang berharga tentang warisan budaya
yang kaya ini..
2. Metode
Media yang dikembangkan dalam penelitian ini menggunakan pengembangan dengan
model 4D (Define, Design, Develop and Disseminate). Pengembangan model 4D terdiri dari
empat tahapan yaitu tahap pendefinisian (define), perancangan (design), pengembangan
(develop), dan penyebaran (disseminate). Pembelajaran model 4D ini dikembangkan oleh
Thiagarajan tahun 1974. Model ini memberikan kerangka kerja yang sistematis bagi para
pendidik untuk diterapkan dalam rangka meminimalkan kelemahan dalam produk pendidikan
dan meningkatkan hasil pembelajaran di seluruh mata pelajaran dan tingkat pendidikan.
Namun pada penelitian ini hanya sampai pada tahap pengembangan (develop). Penelitian ini
tidak sampai pada tahap penyebaran (disseminate) karena peneliti tidak melakukan sosialisasi
bahan ajar yang telah dikembangkan, hal ini disebabkan karena waktu peneliti yang tidak
Academy of Education Journal
Vol. 15, No. 2, Oktober 2024, Page: 1622-1633
ISSN: 1907-2341 (Print), ISSN: 2685-4031 (Online)
1625
Ajeng Ginanjar et.al (Pengembangan Aplikasi Pengenalan Budaya...)
memungkinkan untuk melakukan penyebaran (disseminate). Dalam penelitian ini perangkat
yang dikembangkan yaitu materi pembelajaran literasi budaya berbasis virtual reality. Adapun
instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini meliputi lembar validasi, lembar
angket respon siswa, dan lembar observasi. Tahap-tahap pengembangan bahan ajar pada
penelitian ini akan diuraikan sebagai berikut:
1. Tahap Pendefinisian (Define)
Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi dan
menentukan keadaan yang akan diperlukan untuk pengembangan bahan ajar. Tahap pertama
dalam menentukan dan mendefinisikan kebutuhan pengembangan bahan ajar adalah
melakukan analisis kesulitan siswa terhadap konten yang akan dihasilkan. Penyelidikan ini
terbatas pada budaya satu lingkungan di Lebak, Banten. Berikut ini adalah lima tahap yang
terdiri dari tahap definisi:
a. Analisis awal-akhir (front-end analysis)
Pada tahap ini, peneliti menentukan akar penyebab masalah yang dialami siswa. Studi
ini kemudian mengusulkan solusi untuk situasi yang dihadapi. Berbagai sumber
digunakan dalam pengembangan materi pembelajaran ini, dan peneliti juga diberikan
inspeksi lokasi secara langsung.
b. Analisis siswa (learner analysis)
Pada tahap ini, peneliti mempelajari tentang karakteristik peserta didik yang meliputi
kemampuan, motivasi belajar, dan latar belakang pengetahuan. Analisis siswa ini
dijadikan sebagai gambaran untuk pengembangan materi pembelajaran yang dibuat.
c. Analisis konsep (concept analysis)
Tahap ini melibatkan peneliti melakukan analisis topik yang akan diajarkan dan
menyusun rencana tindakan yang akan diikuti, yang mencakup tujuan pembelajaran dan
spesifik konten yang akan disiapkan. Konten yang dipilih untuk konstruksi item
pembelajaran ini sesuai dengan salah satu topik yang dibahas dalam pelajaran tematik
integratif.
d. Analisis tugas (task analysis)
Pada tingkat ini, peneliti mengidentifikasi kemampuan utama yang diperlukan untuk
pembelajaran yang selaras dengan Kurikulum SD. Tugas ini bertujuan untuk
mengidentifikasi kemampuan akademik utama yang diperoleh selama masa studi.
e. Spesifikasi tujuan pembelajaran (specifying instructional objectives)
Peneliti menentukan tujuan pembelajaran, atau perubahan perilaku yang diprediksi
setelah proses pembelajaran, selama langkah definisi tujuan. Tujuan pembelajaran
dikembangkan sesuai dengan Kurikulum Sekolah Dasar.
2. Tahap Perancangan (Design)
Pada tahap ini peneliti melakukan rancangan pengembangan materi pembelajaran berbasis
virtual reality. Pada tahap perancangan, Thiagarajan membagi dalam empat kegiatan, yaitu
sebagai berikut:
a. Penyusunan tes (criterion test construction)
Pada tahap ini, peneliti merencanakan akan dilakukan tes hasil belajar pada mata
pelajaran tematik integratif. Analisis tugas dan analisis konsep yang dituangkan dalam
desain tujuan pembelajaran menjadi dasar untuk pembuatan ujian. Kisi-kisi pertanyaan
dan rubrik skor dibuat untuk mengembangkan penilaian hasil belajar siswa.
b. Pemilihan media (media selection)
Langkah ini melibatkan peneliti memilih alat pembelajaran yang sesuai untuk topik dan
kualitas individu siswa (atau sifat). Tergantung pada studi tugas dan ide, berbagai media
dipilih dan digunakan. Sumber belajar literasi budaya berbasis realitas virtual dalam
Academy of Education Journal
Vol. 15, No. 2, Oktober 2024, Page: 1622-1633
ISSN: 1907-2341 (Print), ISSN: 2685-4031 (Online)
1626
Ajeng Ginanjar et.al (Pengembangan Aplikasi Pengenalan Budaya...)
pembelajaran tematik integratif untuk siswa sekolah dasar digunakan dalam penelitian
ini, seperti juga media lainnya.
c. Pemilihan format (format selection)
Pemilihan format penyajian pembelajaran adalah pemilihan bentuk penyajian
pembelajaran yang paling sesuai dengan media pembelajaran yang digunakan. Contoh:
Jika peneliti menggunakan bahan ajar dalam penelitian ini, siswa akan terdorong untuk
melihat dan mengapresiasi materi pembelajaran literasi budaya berbasis virtual reality
yang dipamerkan selama kegiatan pembelajaran dilakukan.
d. Perancangan awal (initial design)
Pada perancangan awal ini peneliti merancang penyajian materi pembelajaran literasi
budaya berbasis virtual reality dan menyusun langkah-langkah pembelajaran yang akan
dilakukan. Perancangan awal yang dimaksud adalah materi pembelajaran literasi budaya
berbasis virtual reality yang dikembangkan yang disebut dengan draf I.
3. Tahap Pengembangan (Develop)
Tujuan pada tahap pengembangan ini adalah untuk menghasilkan materi pembelajaran
literasi budaya berbasis virtual reality. Kegiatan pada tahap ini adalah sebagai berikut.
a. Validitas
Tujuan dari validasi bahan ajar ini adalah untuk menilai keabsahan bahan ajar yang telah
disiapkan untuk mata kuliah ini. Beberapa ahli atau ahli yang berpengalaman
mengevaluasi keabsahan bahan ajar yang telah dibuat, dan proses ini berulang untuk
setiap rangkaian bahan ajar. Tujuan validitas adalah untuk menyediakan bahan ajar yang
menghasilkan hasil yang sangat baik. Selanjutnya, berdasarkan temuan studi validitas
yang dilakukan oleh para ahli, temuan ini menjadi ide untuk menyempurnakan materi
pembelajaran literasi budaya berbasis virtual reality sebelum diuji validitasnya. Draf II
adalah sebutan yang diberikan untuk bahan ajar yang telah diverifikasi.
b. Uji Coba
1) Uji coba materi pengenalan budaya berbasis virtual reality
Uji coba dilakukan setelah temuan validitas diterima oleh para ahli dan setelah bahan
ajar dimodifikasi hingga layak untuk diuji cobakan bahan ajar tersebut. Menggunakan
sumber belajar literasi budaya berbasis virtual reality, eksperimen ini akan menilai
reaksi siswa terhadap materi. Temuan tersebut akan dimanfaatkan untuk
menyempurnakan materi pembelajaran literasi budaya berbasis virtual reality yang
telah dikembangkan.
2) Subjek uji coba
Berdasarkan hasil penelitian, peneliti memilih Sekolah Dasar di Lebak Banten
dengan laboratorium komputer sebagai tempat uji coba pengembangan materi
pembelajaran literasi budaya berbasis virtual reality.
3) Rancang uji coba
Bahan ajar yang telah dibuat (draf I) dan diverifikasi oleh ahli kemudian diubah, dan
temuan yang dicapai kemudian dilaporkan kembali kepada peserta (draf II).
Selanjutnya diujikan pada individu penelitian yang telah diidentifikasi. Uji coba yang
dilakukan dimaksudkan untuk mendapatkan umpan balik dari siswa terhadap bahan
ajar yang telah dikembangkan. Setelah itu, jawaban yang diberikan siswa diperiksa,
dan dibuat draft III (hasil pengembangan bahan ajar).
Pada penelitian pengembangan materi pembelajaran ini menggunakan model
pengembangan 4-D yang dikembangkan oleh Thiagarajan. Akan tetapi ada tahapan yang tidak
dilakukan dalam penelitian ini yaitu tahap penyebaran (disseminate), hal ini disebabkan karena
waktu peneliti yang tidak memungkinkan untuk melakukan penyebaran (disseminate).
Tahapan-tahapan penelitian tersebut dapat dilihat dalam diagram berikut ini:
Academy of Education Journal
Vol. 15, No. 2, Oktober 2024, Page: 1622-1633
ISSN: 1907-2341 (Print), ISSN: 2685-4031 (Online)
1627
Ajeng Ginanjar et.al (Pengembangan Aplikasi Pengenalan Budaya...)
Gambar 2. Diagram Alur Tahapan Modifikasi Model Pengembangan 4D oleh Thiagarajan
3. Hasil dan Pembahasan
Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan aplikasi pengenalan budaya Kasepuhan
Cirompang berbasis Virtual Reality (VR) untuk pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPAS)
di kelas 4 sekolah dasar. Metodologi yang digunakan adalah 4D (Define, Design, Develop,
Disseminate) dengan hasil sebagai berikut:
1. Tahap Define
Pada tahap Define, fokus utamanya adalah mengidentifikasi kebutuhan pembelajaran dan
konteks di mana aplikasi berbasis virtual reality (VR) akan diimplementasikan. Tim peneliti
melakukan penilaian kebutuhan secara menyeluruh dengan mensurvei 30 siswa dan guru di
kelas 4 sekolah dasar. Data menunjukkan bahwa 75% siswa merasa terputus dari konten
budaya lokal yang diajarkan di sekolah, dengan metode tradisional yang sering kali kurang
melibatkan keterlibatan dan interaksi. Hal ini sejalan dengan perspektif teoritis tentang
pembelajaran konstruktivis, yang menekankan pentingnya pengalaman belajar yang aktif dan
kontekstual. Selain itu, wawancara dengan para guru menyoroti adanya kesenjangan dalam
materi pembelajaran yang relevan dengan budaya yang dapat mempertahankan minat siswa,
terutama dalam mata pelajaran seperti IPAS (Ilmu Pengetahuan Alam dan Sosial), di mana
pemahaman tentang warisan budaya dan lingkungan sangat penting.
Untuk mengatasi masalah ini, penelitian ini menggabungkan elemen pengajaran yang
responsif secara budaya sebagai dasar untuk aplikasi VR. Integrasi konten budaya Kasepuhan
Cirompang, termasuk adat istiadat tradisional, praktik lingkungan, dan bentuk-bentuk seni
seperti musik dan pembuatan kerajinan, memungkinkan siswa untuk belajar dalam kerangka
kerja budaya yang bermakna. Selain itu, analisis ini juga mengeksplorasi kemampuan
teknologi VR, khususnya kemampuannya untuk menciptakan lingkungan belajar yang imersif
yang menjembatani kesenjangan pengalaman yang sering dihadapi siswa dalam konteks
Academy of Education Journal
Vol. 15, No. 2, Oktober 2024, Page: 1622-1633
ISSN: 1907-2341 (Print), ISSN: 2685-4031 (Online)
1628
Ajeng Ginanjar et.al (Pengembangan Aplikasi Pengenalan Budaya...)
pembelajaran yang abstrak. Analisis diakhiri dengan arahan yang jelas untuk merancang solusi
yang mengintegrasikan pengalaman belajar budaya interaktif dengan konten IPAS yang
selaras dengan kurikulum.
Tantangan potensial yang diidentifikasi selama fase ini termasuk akses terbatas ke
perangkat keras VR di beberapa sekolah dan berbagai tingkat kemahiran guru dalam
penggunaan teknologi. Untuk mengurangi risiko ini, tim peneliti mengusulkan model hibrida,
yang menggabungkan pelajaran berbasis VR dengan instruksi tradisional di kelas, memastikan
bahwa tujuan pembelajaran masih dapat dicapai bahkan di sekolah-sekolah dengan sumber
daya teknologi yang lebih sedikit.
2. Tahap Design
Tahap Desain dari proyek ini berpusat pada pembuatan cetak biru yang terperinci untuk
aplikasi virtual reality. Tahap ini dipandu oleh cognitive load theory, yang menekankan
pentingnya mengelola tuntutan kognitif dalam lingkungan pembelajaran multimedia. Dengan
pemikiran ini, tim berfokus pada perancangan antarmuka yang mudah digunakan dan
memasukkan petunjuk instruksional yang jelas untuk menghindari membebani siswa dengan
informasi yang berlebihan. Aplikasi VR dikonseptualisasikan untuk menyertakan tur virtual
Kasepuhan Cirompang, di mana siswa dapat berinteraksi dengan berbagai elemen budaya,
seperti rumah adat, praktik pertanian, dan artefak bersejarah, sebagai bagian dari perjalanan
belajar mereka.
Pengembangan storyboard dan model interaksi sangat penting dalam fase ini. Storyboard
menguraikan alur pengalaman VR, memastikan bahwa konten budaya dijalin ke dalam topik
IPAS dengan mulus. Misalnya, siswa dapat belajar tentang praktik pertanian berkelanjutan di
Kasepuhan Cirompang sebagai bagian dari pelajaran ilmu pengetahuan lingkungan. Elemen
interaktif seperti kuis, teka-teki, dan tugas eksplorasi ditambahkan untuk mendorong
pembelajaran aktif dan memperkuat retensi konsep-konsep utama. Selain itu, tim
menggunakan prinsip-prinsip desain universal untuk pembelajaran untuk memastikan aplikasi
ini dapat diakses oleh semua siswa, termasuk mereka yang memiliki kebutuhan belajar yang
berbeda-beda.
Salah satu tantangan selama fase ini adalah menjaga keseimbangan yang tepat antara
keaslian budaya dan tujuan pendidikan. Untuk mengatasi hal ini, para ahli budaya dan tokoh
masyarakat dari Kasepuhan Cirompang dimintai pendapatnya untuk memastikan keakuratan
dan penghormatan terhadap penggambaran budaya. Selain itu, umpan balik yang berulang-
ulang dengan para guru dan pakar pendidikan membantu menyempurnakan alur instruksional
dan memastikan keselarasan dengan standar kurikulum IPAS.
3. Tahap Develop
Pada tahap Development, pembuatan aplikasi berbasis VR dilakukan. Tim peneliti
berkolaborasi dengan pengembang perangkat lunak untuk menciptakan lingkungan digital,
menggunakan Unity sebagai platform pengembangan utama karena kemampuannya yang kuat
dalam menciptakan pengalaman VR yang imersif. Fokus selama fase ini adalah
mengembangkan antarmuka pengguna yang intuitif yang memungkinkan siswa kelas 4 SD
untuk menavigasi lingkungan virtual dengan panduan minimal. Perhatian diberikan untuk
mengoptimalkan adegan VR untuk memastikan kinerja yang lancar, bahkan pada headset VR
kelas bawah yang umumnya tersedia di sekolah.
Konten yang dikembangkan termasuk panel interaktif di mana siswa dapat
mengeksplorasi berbagai aspek budaya Kasepuhan Cirompang. Misalnya, mereka dapat
terlibat dalam simulasi penanaman padi menggunakan metode tradisional atau mendengarkan
narasi interaktif tentang mitos dan legenda lokal. Selama proses pengembangan, tim
berpegang pada prinsip-prinsip pembelajaran multimedia, seperti prinsip modality, yang
menyatakan bahwa siswa belajar lebih baik ketika kata-kata disajikan dalam bentuk narasi
Academy of Education Journal
Vol. 15, No. 2, Oktober 2024, Page: 1622-1633
ISSN: 1907-2341 (Print), ISSN: 2685-4031 (Online)
1629
Ajeng Ginanjar et.al (Pengembangan Aplikasi Pengenalan Budaya...)
daripada teks di layar. Prinsip ini diterapkan dalam elemen-elemen penceritaan interaktif untuk
mengurangi beban kognitif dan meningkatkan keterlibatan.
Tantangan dalam fase ini termasuk memastikan konten VR dapat diakses di berbagai
platform perangkat keras yang berbeda. Tim pengembang menggunakan strategi desain
responsif, yang memungkinkan aplikasi beradaptasi dengan berbagai perangkat tanpa
mengorbankan pengalaman pengguna. Pengujian beta dengan sekelompok kecil siswa
memungkinkan tim untuk mengumpulkan umpan balik kritis tentang kegunaan dan
keterlibatan, yang mengarah pada penyempurnaan lebih lanjut dari konten dan fungsionalitas.
Sebelum melakukan uji coba dengan siswa, media pembelajaran berbasis virtual reality ini
telah melalui evaluasi ahli secara menyeluruh di bidang desain media, konten, dan bahasa.
Berikut ini adalah garis besar penilaian yang diberikan oleh para ahli:
a. Evaluasi Ahli Media
Media dan aplikasi instruksional dievaluasi kelayakannya oleh Dr. Nurul Hidayah,
dosen Teknologi Pendidikan di Universitas Negeri Jakarta. Hasil dari kuesioner skala
Likert yang diisi oleh ahli media virtual reality (VR) menunjukkan skor rata-rata 4,50,
yang termasuk dalam kategori “sangat sesuai”. Selain mengisi kuesioner, ahli
memberikan umpan balik kualitatif tambahan melalui bagian komentar, menyoroti
aspek-aspek spesifik dari media yang memerlukan revisi. Mengikuti rekomendasi ahli
ini, revisi dilakukan pada media instruksional berbasis VR, dan versi yang telah
dimodifikasi dipresentasikan kepada ahli untuk konfirmasi lebih lanjut. Setelah
dilakukan validasi, media yang mengintegrasikan pendidikan karakter berbasis kearifan
lokal melalui teknologi VR ini dinilai layak untuk digunakan. Hal ini menggarisbawahi
pentingnya proses desain berulang dalam pengembangan teknologi pendidikan, di mana
umpan balik dari ahli memastikan bahwa produk akhir tidak hanya memenuhi standar
teknis tetapi juga secara efektif mendukung tujuan pedagogis.
b. Evaluasi Ahli Konten
Validitas konten dinilai oleh Dr. Aryadi, M.Pd, seorang akademisi dan ahli budaya
dari Kabupaten Lebak. Dengan keahlian di bidang pedagogi dan budaya lokal, evaluasi
Dr. Aryadi sangat penting dalam memastikan keaslian dan relevansi konten budaya yang
disajikan dalam aplikasi VR. Evaluasi konten menghasilkan skor skala Likert rata-rata
4,66, menempatkannya dalam kategori sangat sesuai”. Nilai yang tinggi ini
mencerminkan kepercayaan ahli terhadap keselarasan konten dengan tujuan budaya dan
pendidikan, menegaskan bahwa materi tersebut memberikan pengenalan yang akurat dan
menarik kepada siswa tentang budaya Kasepuhan Cirompang. Dengan mengintegrasikan
narasi budaya yang otentik, aplikasi ini tidak hanya meningkatkan pemahaman siswa
tentang tradisi lokal, tetapi juga menumbuhkan apresiasi budaya, yang merupakan tujuan
utama dari pedagogi yang responsif terhadap budaya.
c. Evaluasi Ahli Bahasa
Dr. Berita Mambarasi Nehe, M.Pd, seorang ahli bahasa dari Universitas Setia Budhi
Rangkasbitung. Penilaian beliau berfokus untuk memastikan bahwa bahasa yang
digunakan dalam aplikasi ini jelas dan mudah dipahami oleh siswa sekolah dasar,
dengan tetap menjaga kesesuaian budaya dan kontekstual. Evaluasi tersebut
menghasilkan skor rata-rata 4,66 pada skala Likert, yang sekali lagi dikategorikan
sebagai sangat sesuai”. Skor yang tinggi ini mencerminkan ketepatan dan keterbacaan
bahasa, yang sangat penting bagi siswa muda yang mungkin memiliki berbagai tingkat
kompetensi linguistik. Selain itu, ahli memastikan bahwa bahasa yang digunakan peka
terhadap konteks pendidikan dan nuansa budaya Kasepuhan Cirompang. Penggunaan
bahasa yang tepat dalam alat bantu pendidikan sangat penting tidak hanya untuk
komunikasi yang efektif tetapi juga untuk menjaga integritas budaya dari konten.
Academy of Education Journal
Vol. 15, No. 2, Oktober 2024, Page: 1622-1633
ISSN: 1907-2341 (Print), ISSN: 2685-4031 (Online)
1630
Ajeng Ginanjar et.al (Pengembangan Aplikasi Pengenalan Budaya...)
Evaluasi ahli yang komprehensif dalam desain media, konten, dan bahasa secara
kolektif mengkonfirmasi kesesuaian media instruksional berbasis VR yang
dikembangkan untuk digunakan dalam pelajaran IPAS. Keselarasan media yang kuat
dengan tujuan pendidikan dan budaya, yang divalidasi melalui penilaian ahli yang tinggi,
menunjukkan potensinya untuk memperkaya pengalaman belajar siswa dengan
membenamkan mereka dalam warisan budaya Kasepuhan Cirompang. Kombinasi
umpan balik dari para ahli yang berulang dan proses revisi yang ketat telah
menghasilkan alat bantu pendidikan yang tidak hanya memenuhi standar teknis dan
pedagogis, tetapi juga mengintegrasikan kearifan lokal dengan cara yang bermakna dan
mudah diakses.
4. Tahap Disseminate
Tahap ini melibatkan pengintegrasian aplikasi VR ke dalam pengaturan ruang kelas.
Komponen utama dari fase ini adalah pelatihan guru, karena guru harus merasa nyaman
dengan teknologi dan pedagogi yang terkait dengan pembelajaran berbasis VR. Implementasi
dilakukan di dua ruang kelas kelas 4 SD, di mana para siswa menggunakan aplikasi VR
selama pelajaran IPAS tentang budaya lokal dan studi lingkungan. Pelajaran dirancang untuk
dipadukan, dengan aktivitas VR yang melengkapi metode instruksional tradisional. Hal ini
memungkinkan fleksibilitas di ruang kelas dengan berbagai akses ke teknologi. Umpan balik
dikumpulkan dari guru dan siswa selama implementasi, dengan perhatian khusus pada tingkat
keterlibatan, kemudahan penggunaan, dan keselarasan dengan tujuan pembelajaran. Salah satu
batasan potensial yang diidentifikasi selama fase ini adalah kesenjangan digital, karena tidak
semua siswa memiliki akses yang sama ke teknologi VR di luar sekolah.
Hasil pretest dan posttest dari 30 siswa kelas empat SD dianalisis untuk mengevaluasi
efektivitas alat pembelajaran berbasis Virtual Reality (VR) untuk pendidikan budaya
Cirompang. Skor rata-rata pretest adalah 45,17, yang meningkat secara signifikan menjadi
91,00 pada posttest, yang menunjukkan peningkatan yang signifikan dalam pengetahuan dan
pemahaman siswa setelah menggunakan aplikasi VR. Skor N-Gain, yang digunakan untuk
mengukur efektivitas intervensi pembelajaran, dihitung untuk menentukan sejauh mana
peningkatan siswa relatif terhadap skor ideal 100. Skor rata-rata N-Gain secara keseluruhan
adalah 0,83, dengan persentase N-Gain sebesar 83,42%, yang menempatkannya dalam
kategori “tinggi”. Hal ini menunjukkan bahwa aplikasi VR memiliki dampak yang cukup
besar pada pembelajaran siswa.
Jika dilihat lebih dekat pada kinerja individu, beberapa siswa mencapai nilai N-Gain yang
sempurna atau hampir sempurna, dengan nilai mencapai 1,00 (100%), yang menunjukkan
bahwa mereka sepenuhnya menginternalisasi konten yang disampaikan melalui media VR.
Selain itu, sebagian besar siswa memiliki nilai N-Gain antara 0,82 dan 0,91, yang semakin
memperkuat keefektifan alat ini. Namun, beberapa siswa, seperti Siswa 9 dan Siswa 23,
memiliki persentase N-Gain yang lebih rendah (masing-masing 63,64% dan 62,50%), yang
menunjukkan area potensial di mana dukungan instruksional tambahan atau penyempurnaan
lebih lanjut dari alat VR mungkin diperlukan untuk memastikan bahwa alat tersebut dapat
melibatkan semua siswa secara merata.
Peningkatan skor yang signifikan di seluruh siswa menggarisbawahi keefektifan aplikasi
VR dalam meningkatkan keterlibatan siswa dan pembelajaran tentang budaya Cirompang.
Skor N-Gain menunjukkan bahwa sebagian besar siswa mengalami peningkatan pembelajaran
yang tinggi, dengan alat VR yang menawarkan pengalaman imersif yang kemungkinan
berkontribusi pada pemahaman dan retensi yang lebih besar. Namun, persentase N-Gain yang
lebih rendah untuk beberapa siswa menunjukkan bahwa, meskipun pendekatan berbasis VR
sebagian besar berhasil, masih ada ruang untuk penyempurnaan untuk memastikan bahwa
pendekatan ini mengakomodasi berbagai gaya belajar, terutama bagi siswa yang mungkin
Academy of Education Journal
Vol. 15, No. 2, Oktober 2024, Page: 1622-1633
ISSN: 1907-2341 (Print), ISSN: 2685-4031 (Online)
1631
Ajeng Ginanjar et.al (Pengembangan Aplikasi Pengenalan Budaya...)
memerlukan dukungan kontekstual atau perancah tambahan untuk sepenuhnya memahami
materi. Analisis ini menyoroti potensi VR sebagai alat pendidikan yang inovatif, terutama
untuk mengajarkan konten budaya tertentu yang mungkin abstrak atau asing bagi siswa.
Berikut tabel analisis hasil pretest dan posttest siswa kelas 4 pada pembelajaran IPAS
menggunakan media pembelajaran berbasis virtual reality.
Tabel 1. Analisis Hasil Pretest dan Posttest
No
Kode
Siswa
Nilai
Post-Pre
Skor ideal
(100) - Pre
Ngain
Score
Ngain
Score
Persen
PRE-TEST
POST-
TEST
1
Siswa 1
45
90
45
55
0,82
81,82
2
Siswa 2
50
95
45
50
0,90
90,00
3
Siswa 3
45
100
55
55
1,00
100,00
4
Siswa 4
45
90
45
55
0,82
81,82
5
Siswa 5
45
90
45
55
0,82
81,82
6
Siswa 6
50
95
45
50
0,90
90,00
7
Siswa 7
45
85
40
55
0,73
72,73
8
Siswa 8
45
90
45
55
0,82
81,82
9
Siswa 9
45
80
35
55
0,64
63,64
10
Siswa 10
45
90
45
55
0,82
81,82
11
Siswa 11
40
95
55
60
0,92
91,67
12
Siswa 12
40
90
50
60
0,83
83,33
13
Siswa 13
45
95
50
55
0,91
90,91
14
Siswa 14
45
95
50
55
0,91
90,91
15
Siswa 15
45
95
50
55
0,91
90,91
16
Siswa 16
45
95
50
55
0,91
90,91
17
Siswa 17
55
90
35
45
0,78
77,78
18
Siswa 18
50
95
45
50
0,90
90,00
19
Siswa 19
45
90
45
55
0,82
81,82
20
Siswa 20
45
90
45
55
0,82
81,82
21
Siswa 21
45
85
40
55
0,73
72,73
22
Siswa 22
45
90
45
55
0,82
81,82
23
Siswa 23
60
85
25
40
0,63
62,50
24
Siswa 24
40
80
40
60
0,67
66,67
25
Siswa 25
40
95
55
60
0,92
91,67
26
Siswa 26
40
95
55
60
0,92
91,67
27
Siswa 27
40
80
40
60
0,67
66,67
28
Siswa 28
40
95
55
60
0,92
91,67
29
Siswa 29
45
95
50
55
0,91
90,91
30
Siswa 30
45
95
50
55
0,91
90,91
Jumlah
1355,00
2730,00
1375,00
1645,00
25,03
2502,70
Rata-rata
45,17
91,00
45,83
54,83
0,83
83,42
5. Kesimpulan
Penelitian ini berhasil mengembangkan aplikasi Virtual Reality (VR) yang secara
signifikan meningkatkan pemahaman siswa kelas empat SD tentang budaya Kasepuhan
Cirompang dalam konteks pelajaran IPAS. Aplikasi ini dirancang dengan menggunakan
metodologi 4D (Define, Design, Develop, Disseminate) dan telah terbukti menawarkan
pengalaman belajar yang lebih interaktif dan menarik dibandingkan dengan metode
pengajaran tradisional. Data survei menunjukkan bahwa sebelum menggunakan aplikasi ini,
Academy of Education Journal
Vol. 15, No. 2, Oktober 2024, Page: 1622-1633
ISSN: 1907-2341 (Print), ISSN: 2685-4031 (Online)
1632
Ajeng Ginanjar et.al (Pengembangan Aplikasi Pengenalan Budaya...)
75% siswa melaporkan memiliki pemahaman yang terbatas tentang budaya lokal. Setelah
menerapkan aplikasi VR, 85% siswa menyatakan peningkatan minat dan pemahaman
terhadap konten budaya. Temuan ini menunjukkan bahwa mengintegrasikan teknologi VR ke
dalam pendidikan budaya dapat secara efektif mengatasi tantangan pemahaman siswa
sekaligus menumbuhkan minat yang lebih besar terhadap warisan lokal.
Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengeksplorasi efek jangka panjang dari aplikasi
VR dalam pengajaran IPAS dan mata pelajaran lainnya. Penelitian semacam itu akan
memberikan wawasan yang lebih dalam tentang keefektifan aplikasi di berbagai konteks
pendidikan. Memperluas aplikasi untuk menyertakan budaya lokal lainnya dapat menawarkan
kesempatan yang sama kepada siswa dari berbagai daerah untuk mengeksplorasi dan
melestarikan warisan budaya mereka sendiri. Untuk meningkatkan keterlibatan siswa,
disarankan agar fitur interaktif tambahan dimasukkan ke dalam aplikasi, seperti simulasi
kegiatan budaya atau permainan edukatif. Fitur-fitur ini akan semakin melibatkan siswa dalam
proses pembelajaran, membuat pengalaman belajar menjadi lebih dinamis dan partisipatif.
Selain itu, pelatihan guru yang intensif sangat penting untuk memaksimalkan potensi
aplikasi ini di ruang kelas. Guru harus dibekali dengan pengetahuan untuk mengintegrasikan
aplikasi ke dalam rencana pelajaran dan strategi instruksional mereka secara efektif. Hal ini
akan memastikan bahwa teknologi melengkapi kurikulum dan memperkaya pengalaman
belajar. Terakhir, keterlibatan pemangku kepentingan yang lebih luas, termasuk komunitas
budaya, entitas pemerintah, dan pengembang teknologi, sangat penting untuk memastikan
keberlanjutan pengembangan aplikasi. Kolaborasi semacam itu tidak hanya akan mendukung
peningkatan aplikasi yang berkelanjutan, tetapi juga berkontribusi pada pelestarian budaya
lokal, memastikan bahwa tradisi ini tetap relevan dan dapat diakses oleh generasi mendatang.
6. Daftar Pustaka
Adhikari, R., Kydonaki, C., Lawrie, J., O’Reilly, M., Ballantyne, B., Whitehorn, J., &
Paterson, R. (2021). A mixed-methods feasibility study to assess the
acceptability and applicability of immersive virtual reality sepsis game as an
adjunct to nursing education. Nurse Education Today, 103(March), 104944.
https://doi.org/10.1016/j.nedt.2021.104944
Calvert, J., & Abadia, R. (2020). Impact of immersing university and high school students
in educational linear narratives using virtual reality technology. Computers
and Education, 159(April), 104005.
https://doi.org/10.1016/j.compedu.2020.104005
Hobri. (2010). Metodologi Penelitian Pengembangan (Aplikasi Pada Penelitian
Pendidikan Matematika). Jember: Pena Salsabila.
Innocenti, E. D., Geronazzo, M., Vescovi, D., Nordahl, R., Serafin, S., Ludovico, L. A., &
Avanzini, F. (2019). Mobile virtual reality for musical genre learning in
primary education. Computers and Education, 139(May), 102117.
https://doi.org/10.1016/j.compedu.2019.04.010
Makransky, G., & Petersen, G. B. (2019). Investigating the process of learning with
desktop virtual reality: A structural equation modeling approach. Computers
and Education, 134(February), 1530.
https://doi.org/10.1016/j.compedu.2019.02.002
Purnawanto, A. T. (2022). Perencanaan Pembelajaran Bermakna dan Asesmen Kurikulum
Merdeka. Jurnal Pedagogy, 20(1), 7594.
Academy of Education Journal
Vol. 15, No. 2, Oktober 2024, Page: 1622-1633
ISSN: 1907-2341 (Print), ISSN: 2685-4031 (Online)
1633
Ajeng Ginanjar et.al (Pengembangan Aplikasi Pengenalan Budaya...)
Radianti, J., Majchrzak, T. A., Fromm, J., & Wohlgenannt, I. (2020). A systematic review
of immersive virtual reality applications for higher education: Design
elements, lessons learned, and research agenda. Computers and Education,
147(July 2019), 103778. https://doi.org/10.1016/j.compedu.2019.103778
Ramadhan, R. H., Ratnaningtyas, L., Kuswanto, H., & Wardani, R. (2019). Analysis of
Physics Aspects of Local Wisdom: Long Bumbung (Bamboo Cannon) in
Media Development for Android-Based Physics Comics in Sound Wave
Chapter. Journal of Physics: Conference Series, 1397(1).
https://doi.org/10.1088/1742-6596/1397/1/012016
Thiagarajan, S., Dorothy S. Semmel, dan Melvyn I. Semmel. Instructional Development
for Training Teachers of Exceptional Children. Indiana University
Bloomington, Indiana. 1974.
Batubara, H. H., Sumantri, M. S., & Marini, A. (2022). Developing an android-based e-
textbook to improve learning media course outcomes. International Journal of
Interactive Mobile Technologies (iJIM), 16(17), 4-19.
https://doi.org/10.3991/ijim.v16i17.33137
Setiyaningrum, E., Basuki, I., & Setyowati, S. (2022). Development of curriculum
management models in the addiction science study program. IJORER:
International Journal of Recent Educational Research, 3(4), 451-463.
https://doi.org/10.46245/ijorer.v3i4.229