Academy of Education Journal
Vol. 15, No. 2, September 2024, Page: 1574-1589
ISSN: 1907-2341 (Print), ISSN: 2685-4031 (Online)
1574
Syahrizal et.al (Analisis Hadis dalam Khanduri Laot pada Masyarakat.)
Analisis Hadis dalam Khanduri Laot pada
Masyarakat pesisir Aceh Tamiang
Syahrizal
a,1
, Zhiaul Haq
b,2
, Rahmi Syahriza
c,3
a, b, c
Universitas Islam Negeri Sumatera Utara Medan
*
syahrizaldarwis@gmail.com
INFO ARTIKEL
ABSTRAK
Sejarah Artikel:
Diterima: 1 Juli 2024
Direvisi: 25 Juli 2024
Disetujui: 17 Agustus 2024
Tersedia Daring: 20 September
2024
Tradisi Khaduri Laot merupakan upacara adat yang wajib dilaksanakan oleh
masyarakat pesisir Aceh Tamiang, khususnya pada akhir musim barat atau
menjelang musim timur. Tradisi ini telah dilakukan secara rutin oleh setiap
desa yang berada di bawah wilayah panglima laot. Bagi masyarakat nelayan
setempat, Khaduri Laot mencerminkan hubungan antara manusia,
penciptanya, dan lingkungan sekitarnya. Upacara ini dipercaya memiliki
pengaruh besar terhadap keselamatan nelayan dan keberkahan hasil laut.
Khaduri Laot dianggap sebagai tradisi budaya yang harus dijaga dan
dilestarikan. Kepercayaan masyarakat setempat menganggap bahwa tidak
melaksanakan upacara ini dapat mendatangkan bencana atau marabahaya.
Sebaliknya, perayaan Khaduri Laot dipercaya akan membawa keberkahan
dan rezeki melimpah bagi nelayan dan masyarakat pesisir. Selain itu, ritual
ini juga diyakini memberikan perlindungan dan keamanan bagi para nelayan
yang berlayar di lautan. Tradisi ini tidak hanya memiliki dimensi spiritual,
tetapi juga kultural dalam menjaga harmoni antara manusia dan alam.
Kata Kunci:
Tradisi
Masyarakat
Khaduri Laot
ABSTRACT
Keywords:
Tradition
Society
Khaduri Laot
The Khaduri Laot tradition is a traditional ceremony that must be carried
out by the coastal communities of Aceh Tamiang, especially at the end of the
west season or before the east season. This tradition has been carried out
routinely by every village under the Panglima Laot area. For the local fishing
community, Khaduri Laot reflects the relationship between humans, their
creator, and the surrounding environment. This ceremony is believed to
have a major influence on the safety of fishermen and the blessings of
marine products. Khaduri Laot is considered a cultural tradition that must
be maintained and preserved. Local people's beliefs state that not carrying
out this ceremony can bring disaster or danger. On the contrary, the Khaduri
Laot celebration is believed to bring blessings and abundant sustenance to
fishermen and coastal communities. In addition, this ritual is also believed to
provide protection and security for fishermen who sail at sea. This tradition
not only has a spiritual dimension, but also a cultural one in maintaining
harmony between humans and nature.
©2024, Syahrizal, Zhiaul Haq, Rahmi Syahriza
This is an open access article under CC BY-SA license
1. Pendahuluan
Tradisi khanduri laot yang dilaksanakan di Aceh Tamiang, apabila hasil penangkapan para
nelayan turun drastis, para nelayan akan memberitahukan kepada Mukim bahwa sudah harus
dilaksanakannya khaduri laot diakibatkan dari hasil penangkapan para nelayan yang turun
drastis. Berdasarkan data yang didapatkan dari lapangan, menurut Teuku Ali Murtada salah
satu nelayan, upacara kenduri laut ialah momen perayaan yang megah dan popular khususnya
bagi para nelayan, semua ikut dari kalangan masyarakat bawah hingga menengah ke atas
dilakukan secara 7 hari tidak boleh turun ke laut, pantang turun ke laut terhitung dari hari
Academy of Education Journal
Vol. 15, No. 2, September 2024, Page: 1574-1589
ISSN: 1907-2341 (Print), ISSN: 2685-4031 (Online)
1575
Syahrizal et.al (Analisis Hadis dalam Khanduri Laot pada Masyarakat.)
pelaksanaan upacara supaya hantu laut dan jin laut tidak marah serta untuk memberikan
kepuasan kepada jin laut menikmati persembahan khanduri .Beberapa praktek dalam upacara
kenduri laut terdapat indikasi yang menuju kearah kesyirikan, disebabkan tidak sesuai dengan
nilai-nilai agama karena upacara sedekah laut diterapkan untuk mengucapkan rasa syukur
kepada penguasa laut atas ikan-ikan yang melimpah, laut yang ramah bersahabat dengan
msayarakat dan sebagai harapan agar ikan melimpah dan keramahan laut yang berlanjut serta
tidak adanya korban jiwa atas nelayan.
Berbagai penelitian terdahulu begitu berharga bagi penulis sebagai kerangka berpikir.
Kerangka berpikir penelitian ini disusun dengan melihat penelitian-penelitian terdahulu dan
mencoba mengembangkan serta mensintesisnya agar dapat menghasilkan penelitian yang
berbeda. Rahmawati (2020) dalam penelitiannya mengatakan bahwa Kenduri Laut adalah
salah satu tradisi leluhur yang masih dilestarikan oleh masyarakat Desa Sungai Kuruk III.
Kenduri laut dipercayai sebagai salah satu sarana bagi masyarakat dalam mengucap syukur
atau berterimakasih kepada Allah yang telah menganugrahkan nikmat yang cukup luas,
terkhusus nikmat yang mereka dapatkan dalam melaut. Ini merupakan nilai filosofi pada aspek
keagamaan. Ritual ini dilaksanakan juga untuk menjauhkan kami dari segala mara bahaya dan
segala kesulitan dengan cara memohon ampun kepada sang pencipta yang Maha Memiliki.
Tanggapan masyarakat Aceh Tamiang secara menyeluruh terhadap kenduri laut dipandang
sangat positif. Mereka tidak merasa bahwa kenduri ini menduakan Allah karena diisi dengan
doa dan makan bersama sebagai bentuk dari rasa syukur, kekeluargaan, dan menjalin
silahturahmi dengan masyarakat lainnya.
Yogi Febriandi (2017) dalam penelitiannya mengatakan bahwa Islam dan Adat di dalam
masyarakat Kuala Langsa telah berbaur menjadi sebuah tradisi. Tradisi ini dapat dijumpai pada
ritual-ritual adat Laot. Panglima Laot sebagai pemimpin adat laot memegang peran untuk
menjaga harmonisasi antara adat dan Islam. Panglima Laot memberikan akomodasi yang
sama, antara Adat dan Islam untuk saling tampil tanpa harus menghilangkan jati diri keduanya.
Islam tetap ditampilkan sesuai kepercayaan dengan mengedepankan nilai-nilai universal dan
substantifnya. Adat tetap pada upacara-upacara ritual yang telah membudaya sejak lama.
Harmonisasi keduanya di dalam ritual Adat Laot, menolak pandangan, bahwa Islam dan Adat
(lokalitas) akan saling berlawanan.
Penelitian penulis memiliki perbedaan dengan beberapa penelitian sebelumnya yang
belum secara khusus menaruh perhatian terhadap hadis-hadis yang dianggap sebagai acuan
tradisi ini. Penulis dalam penelitian ini akan melakukan analisi terhadap pemahaman hadis
tersebut dengan judul Analisis Hadis Dalam Khanduri Laot Pada Masyarakat Pesisir Aceh
Tamiang. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui Apa saja hadis-hadis
yang terkait dengan tradisi khanduri laot ? Bagaimana pemaknaan hadis-hadis terkait tradisi
khanduri laot ?
Berangkat dari ditemukan hadis-hadis dan ayat-ayat yang digunakan untuk tradisi ini,
maka penulis menemukan bahwa pengaruh motivasi hadis tentang etos kerja menjadi landasan
Al Ghazali untuk memadukan antara pentingnya bekerja dan menjadikannya sebagai sarana
menuju kabaikan akhirat dengan tidak melupakan nilai dzikir kepada Allah. Pekerjaan yang
dijadikan profesi seorang muslim dapat menjadi bernilai dengan mengikuti pandangan Al
Ghazali pada bagian lain dari kitab tersebut yang tentunya barkaitan erat dengan kualitas
pekerjaannya, seperti syukur, shabar, memahami halal dan haram, tawakkal dan lain-lain.
Bahkan Ajaran tashawuf tidak mengarahkan manusia untuk meninggalkan usaha dengan
alasan tawakkal, namun ajaran ini mengarahkan hati manusia agar menumbuhkan sikap positif
di dalam bekerja.
Academy of Education Journal
Vol. 15, No. 2, September 2024, Page: 1574-1589
ISSN: 1907-2341 (Print), ISSN: 2685-4031 (Online)
1576
Syahrizal et.al (Analisis Hadis dalam Khanduri Laot pada Masyarakat.)
2. Metode
Jenis penelitian ni ialah penelitian kualitatif dengan pendekatan penelitian ini
menggunakan metode pendekatan empiris. Pendekatan empiris, yaitu digunakan untuk melihat
bagaimana hukum atau norma-norma dipraktikkan dalam aneka budaya manusia. Seperti
dalam penelitian ini yang akan dibahas bagaimana praktik pelaksanaan dan hukum upacara
khanduri laot di Aceh Tamiang. Pendekatan khusus yang diterapkan menggunakan teori
pendekatan interaksi simbolik dengan menggunakan makna-makna benda yang digunakan saat
upacara khanduri laot baik yang digunakan dan dipantangkan dalam upacara tersebut.
3. Hasil dan Pembahasan
3.1 Tradisi Khanduri Laut Bagi Masyarakat Aceh
Keberadaan adat dan agama yang begitu kental beriringan dicerminkan dalam hadih maja

zat dengan sifatnya. Adat istiadat tersebut mencakup seluruh aspek kehidupan masyarakat, baik
itu sistem mata pencaharian hidup, sistem teknologi dan perlengkapan hidup, sistem
kemasyarakatan, sistem kesenian, dan lain-lain. Masyarakat Aceh dikenal banyak upacara
yang mempunyai fungsi sebagai tata kelakuan yang mengatur, mengendalikan dan memberi
arah kepada tata kelakuan dan perbuatan dalam bermasyarakat. Ada upacara yang termasuk
dalam upacara peringatan hari-hari besar agama Islam, seperti upacara Mo'lot Nabi pada bulan
Rabiul Awal, Puasa pada bulan Ramadhan dan sebagainya. Ada pula upacara khanduri untuk
memperingati berbagai kegiatan. Upacara-upacara yang termasuk upacara khanduri ini adalah
khanduri Blang, khanduri Laot, khanduri Jeurat, khanduri Apam, khanduri Maulid, khanduri
Babah Jurong/Tolak Bala, khanduri Seumulung.
Khanduri laot atau sering disebut dengan Adat Laot merupakan tradisi masyarakat pesisir
di Provinsi Aceh. Peringatan Khanduri laot yang dilaksanakan pada setiap tahun salah satunya
berfungsi untuk memperkuat eksistensi Lembaga Hukom Adat Panglima Laot. Seorang
pemuka masyarakat yang bernama Hasan yang juga Sekretaris Panglima Laot di Aceh Tamiang
mengatakan, acara khanduri itu digunakan juga sebagai sarana mensosialisasikan kembali
aturan/hukum kelautan yang telah digariskan oleh Indatu (nenek moyang).
Khanduri laot merupakan upacara menjelang musim timur atau ketika musim barat akan
berakhir. Dahulu khanduri laot rutin dilaksanakan pada setiap desa pantai yang merupakan
wilayah Panglima Laot, baik di lhok (teluk) maupun di kabupaten. Khanduri laot bagi
masyarakat nelayan Aceh merupakan sebuah perwujudan hubungan antara manusia sebagai
makhluk ciptaan dengan Sang penciptanya dan juga lingkungan sekitarnya dalam menghadapi
lingkungan setempat. Khanduri laaot ini dilangsungkan dengan menggalang iuran dari para
nelayan sesuai kemampuan. Mereka yang tergolong kaya, harus menyumbang lebih banyak.
Besarnya sumbangan itu ditentukan melalui musyawarah yang melibatkan warga. Musyawarah
itu juga menentukan jadwal pelaksanaan khanduri.
Pertama-tama dalam upacara khanduri laot dimulai dengan tahap persiapan. Dalam tahap
ini dipersiapkan antara lain berbagai persajian makanan, persiapan perlengkapan peusijuk
sebagai prosesi utama pelaksanaan upacara khanduri laot dan juga perahu sebagai pengangkut
sesaji yang akan dibawa ke tengah laut. Tahap berikutnya yaitu pelaksanaan upacara. Dalam
pelaksanaannya, upacara khanduri laot memiliki perbedaan-perbedaan pada daerah yang
melaksanakannya baik mengenai waktu ataupun ritual didalamnya, namun pada intinya sama.
Tahap ini dimulai pada pagi hari atau setelah sembahyang Shubuh selesai dilakukan. Peserta
pertama yang hadir adalah peserta tadarrus membaca ayat-ayat suci Alquran. Setelah itu
panglima laot memulai memandaikan kerbau yang akan disembelih, lalu dipeusijuk(ditepung
tawari) kemudian kerbau disembelih. Daging kerbau yang telah selesai disembelih kemudian
dimasak. Semua masakan baik daging kerbau maupun makanan lainnya tidak dibenarkan
Academy of Education Journal
Vol. 15, No. 2, September 2024, Page: 1574-1589
ISSN: 1907-2341 (Print), ISSN: 2685-4031 (Online)
1577
Syahrizal et.al (Analisis Hadis dalam Khanduri Laot pada Masyarakat.)
dimakan sebelum ada perintah dari panglima laot dan panitia. Sebagian langsung dipisahkan,
untuk dinaikkan ke perahu bersama-sama dengan orang-orang yang membaca doa. Sisa kerbau
yang tidak dimasak seperti isi perut dimasukkan kembali dalam kulit kerbau dan dijahit seperti
semula dan sesaji berupa kepala kerbau dan isi perut serta tulang akan dibuang ke tengah laut.
Dalam perjalanannya ke tengah laut tersebut dikumandangkan pula azan. Setelah sampai
ditengah laut, kapal yang membawa sesaji tersebut berhenti dan menurunkan sesaji dengan
meantunkan bacaan doa dari ayat-ayat Alquran seperti surat Yasin, Surat Al-Fatihah, Surat Al-
Ikhlas, serta doa-doa selamat dan doa syukur.
Acara makan bersama dengan para undangan, anak-anak yatim serta fakir miskin
dilakukan sekembali dari tengah laut . Selesai makan, panglima laot memberi petunjuk-
petunjuk berkenaan dengan pantangan-pantangan melaut. Pantangan turun melaut ini diterima
oleh masyarakat nelayan sebagai suatu hukum adat yang mengatur tingkah laku dalam melaut.
Pantangan tersebut seperti dilarang turun sehari penuh pada hari khanduri berlangsung, juga
disebutkan pula hari yang tidak dibenarkan untuk melaut yaitu pada hari jumat sejak terbit
matahari hingga selesainya shalat Jumat, bila nelayan berangkat ke laut pada malam Jumat
harus kembali ke darat sebelum pukul 08.00 pagi, pada hari raya Idul Fitri selama satu hari
penuh, Idul Adha dilarang melaut selama tiga hari terhitung hari pertama sampai hari ketiga,
dilarang juga untuk pergi ke laut bagi nelayan yang sedang mengalami kemalangan/musibah
kematian pada masyarakat nelayan hingga selesai penguburan. Setelah panglima laot selesai
memberikan nasehat-nasehatnya, adakala dari tetua atau ulama dan pejabat pemerintah juga
turut memberi sambutan yang intinya adalah petuah-petuah menyangkut kehidupan
bermasyarakat, dan doa kepada Allah agar kehidupan nelayan diberkati. Setelah panglima laot
dan juga pejabat-pejabat pemerintah selesai memberikan nasehat-nasehatnya selesai pula acara
khanduri laot.
3.2 Sejarah Khanduri Laot Di Aceh Tamiang
Khanduri laot atau sering disebut dengan Adat Laot merupakan tradisi masyarakat pesisir
di Provinsi Aceh. Kata Khanduri dalam KKBI disebut juga dengan kenduri adalah perjamuan
makan untuk memperingati peristiwa, minta berkat, dan sebagainya. sedangkan kata laot adalah
ungkapan laut dalam Bahasa Aceh. Tradisi Khanduri Laot adalah adalah tradisi yang biasa
dilakukan oleh masyarakat pesisir pantai di Pulau Sumatera dengan tujuan untuk
mengungkapkan rasa syukur atas hasil laut yang telah didapatkan ketika melaut selama setahun
belakangan.
Seorang pemuka masyarakat yang bernama Hasan yang juga Sekretaris Panglima Laot di
Seunuddon Aceh Utara mengatakan, acara khanduri itu digunakan juga sebagai sarana
mensosialisasikan kembali aturan/hukum kelautan yang telah digariskan oleh Indatu (nenek
moyang). Menurut sebagian masyarakat, asal muasal peringatan khanduri laot itu
dilatarbelakangi dengan peristiwa karamnya kapal yang digunakan oleh seorang anak panglima
yang pergi melaut pada jaman dahulu, namun anak panglima ini selamat. Seekor ikan lumba-
lumba telah mendamparkannya ke pinggir pantai. Sebagai rasa syukur atas keselamatan anak
panglima itu maka diadakanlah Khanduri laot selama tujuh hari-tujuh malam. Peringatan itu
kemudian berlangsung sampai sekarang.
Hadis-Hadis Terkait Tradisi Khanduri Laot:
1. Bersedakah kepada jin































































































































Academy of Education Journal
Vol. 15, No. 2, September 2024, Page: 1574-1589
ISSN: 1907-2341 (Print), ISSN: 2685-4031 (Online)
1578
Syahrizal et.al (Analisis Hadis dalam Khanduri Laot pada Masyarakat.)

['Amru bin Yahya bin Sa'id] berkata, telah mengabarkan kepadaku [kakekku] dari [Abu
Hurairah] radliallahu 'anhu, bahwa dia pernah membawakan sebuah kantung air terbuat dari
kulit untuk wudlu' dan hajat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Dan dia mengikuti beliau
dengan membawa kantung air tersebut, beliau bertanya: "Siapakah ini?". Ia menjawab; "Saya
Abu Hurairah". Maka beliau berkata: "Carikanlah aku beberapa batu untuk aku gunakan
sebagai alat bersuci dan jangan bawakan aku tulang dan kotoran hewan". Kemudian aku datang
dengan membawa beberapa batu dengan menggunakan ujung bajuku dan meletakkannya di
samping beliau. Kemudian aku pergi. Ketika beliau telah selesai, aku berjalan bersama beliau
bertanya; "kenapa dengan tulang dan kotoran hewan?". Beliau menjawab: "Keduanya termasuk
makanan jin. Dan sesungguhnya pernah datang kepadaku utusan jin dari Nashibin, dia adalah
sebaik-baik jin, lalu mereka meminta kepadaku tentang bekal. Maka aku memohon kepada
Allah untuk mereka agar mereka tidak melewati tulang dan kotoran hewan melainkan mereka
mendapatkannya sebagai makanan".
Menurut Tengku Yusuf yang merupakan salah seorang tokoh ulama di Kecamatan
Bendahara Aceh Tamiang, beliau mengatakan bahwa kebiasaan bersedekah atau memberi
sesembahan makanan kepada jin disebabkan hadis yang menginformasikan bahwa manusia
masih berkemungkinan bersedekah atau memberi makan kepada jin. Dalam pelaksanaanya
disertakan dengan dzikir-dzikir atau shalawat dengan tujuan mengharap berkah maka itu tidak
menyalahi syariat dan secara tidak langsung kita telah bersedekah kepada jin muslim. Untuk
menanggapi pernyataan tersebut, penulis berpandangan bahwa Masalah ibadah dalam islam
adalah sesuatu yang bersifat tauqifiyyah. Hadis ini berisi larangan terhadap sebagian tradisi
Masyarakat jahiliyyah. Mereka memiliki tradisi menlakukan penyembelihan dan pengorbanan
kepada berhala-berhala mereka dalam rangka bertaqarrub dan bertabarruk. Apabila sebuah
penyembelihan bersih dari kesyirikan, maka hal itu dibolehkan bagaimanapun nama kegiatan
tersebut.
2. Hadis Tentang menumbalkan Binatang

































[Abdullah] berkata, telah mengabarkan kepada kami [Ma'mar] berkata, telah mengabarkan
kepada kami [Az Zuhri] dari [Ibnul Musayyab] dari [Abu Hurairah] radliallahu 'anhu, dari Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: "Tidak ada Fara' dan Atirah. Fara' adalah anak
pertama seekor unta yang mereka sembelih untuk sesembahan mereka, dan Atirah adalah
hewan (kambing) yang mereka potong di bulan rajab."
 
   

        ang-orang jahiliyah mengharap berkah
dari harta mereka
Sembelihlah jika kalian suka.
Beliau juga menjelaskan bahwa dalam kitab Nihayatul Muhtaj akan bolehnya seseorang
melempar roti ke laut untuk burung laut,-

       
   
keduanya tidak makruh. Bahkan disunnahkan, sesuia dengan ungkapan Imam An Nawawi di
          
berpandangan bahwa apa yang disampaikan oleh Tengku Multazam dapat dijadikan dalil
Academy of Education Journal
Vol. 15, No. 2, September 2024, Page: 1574-1589
ISSN: 1907-2341 (Print), ISSN: 2685-4031 (Online)
1579
Syahrizal et.al (Analisis Hadis dalam Khanduri Laot pada Masyarakat.)
untuk melakukan Khanduri. Namun, perlu ada sosialisasi dan pembekalan terhadap panitia
pelaksana Khanduri tersebut.
3.3 Pemaknaan Hadis-Hadis Tradisi Khanduri Laot
1. Makna Lambang dan Alat dalam Upacara
Ritual upacara khanduri laot banyak mengandung makna dan nilai sebagaimana yang
disimbolkan oleh simbol itu sendiri. Dengan kata lain bahwa apa yang sifatnya abstrak
dalam pikiran manusia akan menjadi suatu bentuk nyata dalam bentuk simbol, yang
hanya dapat dihadirkan dalam pelaksanaan upacara, yang mana simbol-simbol tersebut
merupakan konsepsi dari etos kerja dan pandangan hidup masyarakat pemakainya.
Simbol-simbol itu terlihat dalam benda-benda, pantangan-pantangan selama pelaksanaan
upacara, antara lain yaitu: Satu talam bu leukat kuneng. Makna dari ketan ini
mengandung zat perekat, sehingga anggota masyarakat satu dengan yang lain saling
tolong-menolong, bersatu dalam kesusahan dan kesenangan. Di samping itu, juga
bermakna hubungan manusia dengan lingkungannya selalu dijaga supaya selaras. Warna
kuning pada ketan pertanda kejayaan dan kemakmuran dengan maksud apabila nelayan
turun ke laut akan mendapat tangkapan ikan yang banyak, bernasib baik serta jauh dari
bahaya.
2. Satu talam bahan peusijuek terdiri atas:
a. Dalong (dulang) mengandung makna bahwa manusia tidak bisa hidup tanpa orang
lain, mereka merupakan bagian masyarakat dalam setiap aktivitas.
b. Padee (beras padi) bermakna masyarakat tidak boleh sombong dan takabur justru
memperbanyak syukur kepada Allah SWT apabila mendapat rezeki. Ibarat ilmu padi
makin berisi makin merunduk.
c. Teupong Taweu ngon Ie (tepung tawar dengan air) untuk mendinginkan dan
membersihkan hati apabila sesama warga masyarakat terjadi persengketaan dapat
diselesaikan dengan kepala dingin dan menerimanya dengan berlapang hati.
d. On Sisijuek, On Manek Manoe dan Naleung Sambo ketiga jenis perangkat ini diikat
kokoh menjadi satu, yang peranannya sebagai alat untuk memercikkan air tepung
tawar. Makna tali pengikat dari semua perangkat tersebut untuk mengokohkan
hubungan antara sesama warga masyarakat. Sedangkan dari masing-masing perangkat
dedaunan merupakan obat penawar dalam menyelesaikan setiap persoalan hidup
dengan jalan musyawarah.
e. Glok (tempat cuci tangan) peranannya sebagai tempat mengisi tepung tawar yang
telah dicampur dengan air dan yang satunya lagi sebagai tempat mengisi beras dan
padi. Maknanya adalah apabila mem-peroleh rezeki tidak langsung dihabiskan, tetapi
supaya hemat dan menyimpan rezeki tersebut dengan baik.
f. Sangee (tudung saji) berperanan untuk menutup perlengkapan alat-alat tepung tawar
dan ketan kuning. Maknanya senantiasa mengharap perlindungan dari Allah SWT
dalam menjalankan bahtera di laut.
3. Doa adalah unsur paling penting dalam pelaksanaan upacara, karena doa menyangkut
hubungan antara manusia denga Tuhan. Doa juga mengandung makna bahwa masyarakat
pendukung upacara taat beragama.
4. Binatang Kurban setelahnya dimandikan dan dipakaikan kain putih mempunyai makna
seperti menyayangi anak sendiri dikurbankan untuk mendapat harapan dan keinginan.
Hewan yang dipilih adalah hewan jantan yang melambangkan agar tahan menahan segala
cobaan hidup dalam mengarungi samudera.
5. Makan bersama adalah ritual melambangkan bahwa masyarakat mempunyai rasa
keakraban dan solidaritas yang tinggi juga perduli kepada ajaran agama dengan memberi
sedekah kepada anak yatim.
Academy of Education Journal
Vol. 15, No. 2, September 2024, Page: 1574-1589
ISSN: 1907-2341 (Print), ISSN: 2685-4031 (Online)
1580
Syahrizal et.al (Analisis Hadis dalam Khanduri Laot pada Masyarakat.)
6. Pantangan dalam upacara termasuk melambangkan masyarakat tidak serakah terhadap
apa yang belum menjadi milik mereka, tidak makan yang tidak baik, selalu ingat kepada
sesama.
Demikian makna simbolis yang terdapat pada upacara tersebut. Nilai-nilai tersebut
misalnya mengingatkan manusia akan kekuasaan Tuhan, supaya permohonan dan
pengharapannya terkabul. Menurut Tengku Juned, salah seorang tokoh adat Kabupaten Aceh
Tamiang, terkait dengan ritual peusijuek atau tempung tawar salah satu komponen yang tidak
bisa ditinggalkan adalah telur sebagai symbol berkembangnya hasil ikan dan banyaknya
tangkapan ikan. Disamping itu juga, ada pulut dan dilengkapi dengan intinya sebagai symbol
melekatnya hubungan antara nelayan dengan para penghuni laut.
3.4 Kontroversi Khanduri Laot Dalam Tradisi Sakral Di Aceh Tamiang
1. Pandangan Masyarakat Pesisir Aceh Tamiang Terhadap Pelaksanaan Tradisi Khanduri
Laot
Pandangan masyarakat pesisir Aceh Tamiang terhadap pelaksanaan khanduri laot di
pesisir Aceh Tamiang, Kechuek Pesisir Aceh Tamiang mengatakan bahwa khanduri laot
merupakan acara yang wajib menurut hukum adat untuk dilaksanakan pada setiap
tahunnya oleh masyarakat Aceh Tamiang, karena memiliki banyak manfaat yang berguna
bagi masyarakat Aceh Tamiang, manfaat dari segi keagamaan masyarakat bisa berdoa
bersama-sama teungku yang diundang guna meminta rezeki kepada Allah, memohon
ampunan dimudahkan dalam segala urusan dan dijauhkan dari segala mara bahaya,
kemudian juga bisa menyantuni anak-anak yatim yang merupakan perintah agama
sehingga memberi rasa peduli masyarakat kepada anak yatim. Dari segi sosial dengan
dilaksanakannya acara khanduri laot dapat menyatukan masyarakat untuk bekerja
bersama-sama yang dapat mempererat hubungan silaturahmi sesama masyarakat pesisir
Aceh Tamiang dan juga dengan masyarakat tetangga.
2. Pandangan Islam tentang Khanduri Laot
Kajian perspektif Islam tentang khanduri laot di pesisir Aceh Tamiang, dari
tahapan-tahapan prosesi yang dilakukan sampai dengan selesai, disini penulis akan
mengkaji apakah dalam tahapannya ada hal-hal yang berifat positif dan negatif dilihat
dari kacamata Islam.
a. Sifat Positif
Pelaksanaan acara khanduri laot di pesisir Aceh Tamiang peneliti menemukan
banyak hal positif yang di dapatkan oleh masyarakat tentunya sesuai dengan ajaran
Islam, yang pertama penulis menemukan bahwa dengan dilaksanakan acara ini maka
hubungan sosial masyarakat semakin baik, yang selama setahun ini sudah tidak
berkomunikasi karena kesibukan masing-msing maka ketika pelaksanaan acara ini maka
silaturrahmi sesama warga masyarakat akan kembali membaik, karena di dalam
pelaksanaan acara ini akan menuntun masyarakat untuk saling bergotong royong, dari
segi ini penulis menilai bahwa ini merupakan hal yang sangat positif bagi masyarakat,
karena dalam Islam sangat dianjurkan untuk mempererat silaturahmi sesama.
Silaturahmi juga merupakan dalil dan tanda kedermawanan serta ketinggian akhlak
seseorang. Silaturahim termasuk akhlak yang mulia. Dianjurkan dan diseru oleh Islam.
Diperingatkan untuk tidak memutuskannya. Allah Ta'ala telah menyeru hambanya
berkaitan dengan menyambung tali silaturahmi dalam sembilan belas ayat di kitab-Nya
yang mulia. Allah Ta'ala memperingatkan orang yang memutuskannya dengan laknat
dan adzab, diantara firman-Nya:


































Academy of Education Journal
Vol. 15, No. 2, September 2024, Page: 1574-1589
ISSN: 1907-2341 (Print), ISSN: 2685-4031 (Online)
1581
Syahrizal et.al (Analisis Hadis dalam Khanduri Laot pada Masyarakat.)
-mu yang telah menciptakan kamu
dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah
memperkembang biakkan laki-laki dan negative yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah
yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan
(peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi
-Nisa 4:1)
Disebutkan dalam Shahîh al-Bukhâri dan Shahîh Muslim, dari Abu Ayyûb al-Anshârî:


























































            :
          
           
ah diberi hidayah, apa tadi yang
          
          ekutukannya
dengan sesuatu pun, menegakkan shalat, membayar zakat, dan engkau menyambung
      

Perbuatan positif yang kedua dari pelaksanaan acara Khanduri Laot di pesisir Aceh
Tamiang ialah bersedekah kepada anak yatim, mulai dari memberi hidangan makanan yang
lezat dan juga keti akan pulang akan diberikan amplop yang berisikan uang, disini penulis
merasa bahwa yang demikian sangatlah positif, karena Islam menganjurkan untuk bersedekah
dan mengasihi anak yatim. Sedekah adalah termasuk amal yang paling utama dan paling
dicintai oleh Allah. Allah berfiman QS. Al-Baqarah :262:

























-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, kemudian mereka tidak
mengiringi apa yang dinafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan dengan
tidak menyakiti (perasaan si penerima), mereka memperoleh pahala di sisi Tuhan mereka.

Sedekah dapat meredakan murka Allah Subhanahu wa   a Nabi









Sedekah menghapuskan kesalahan dan memadamkan percikan apinya, sebagaimana sabda
:












Academy of Education Journal
Vol. 15, No. 2, September 2024, Page: 1574-1589
ISSN: 1907-2341 (Print), ISSN: 2685-4031 (Online)
1582
Syahrizal et.al (Analisis Hadis dalam Khanduri Laot pada Masyarakat.)
Bahwa pengamal sedekah akan dipanggil dari arah pintu khusus dari pintu-pintu surga, pintu
yang disebut (dengan) pintu sedekah. Sebagaimana dalam hadits Abu Hurairah Radhiyallahu




































































































      ang di jalan Allah, di surga dia
            
kalangan pengamal shalat, akan dipanggil dari pintu shalat. Dan siapa dari kalangan praktisi
jihad, akan dipanggil dari pintu jihad. Barangsiapa dari ahli sedekah, akan dipanggil dari pintu
sedekah. Barangsiapa dari kalangan pengamal puasa, akan dipanggil dari pintu ar-
Lalu Abu Bakar ash-idak adakah orang yang dipanggil
dari banyak pintu-pintu penting (tersebut). Maka apakah ada seseorang yang dipanggil dari
semua pintu-
engkau termasuk dari mereka.
b. Sifat Negatif:
Tradisi ritual pelaksanaan Khanduri Laot juga mendapati beberapa hal negatif yang

































    -keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang
miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan
-Isra` 17:26-27).
Keterangan dalam tafsir Jalalain disebutkan bahwa orang yang boros, mereka telah
mengikuti jalan setan sehingga disebut dalam ayat mereka adalah saudara setan. Syaikh As
          
tidaklah mengajak selain pada sesuatu yang tercela. Setan mengajak manusia untuk pelit dan
hidup boros atau berlebih-lebihan. Padahal Allah memerintahkan kita untuk bersikap sederhana
dan pertengahan (tidak boros dan tidak terlalu pelit). Sifat mubazir pada pelaksanaan khanduri
laot disini adalah ketika banyak makanan yang masih bisa di manfaatkan/dimakan manusia di
buang dengan percuma ke dalam laut sehingga penulis manganggap perihal yang dilakukan ini
adalah sifat mubazir yang merupakan sifat negatif dalam Islam. Kedua ialah sifat musyrik pada
pelaksanaan khanduri laot ini penulis juga menemukan yang namanya sifat musyrik, adalah
sifat yang sangat fatal, ini merukan dosa besr dalam Islam.
3.5 Analisis Ulama Memandang Living Hadis Pada Budaya Khanduri Laot Di Pesisir
Aceh Tamiang






























































A'masy dari Ibrahim dari 'Alqamah dari Abdullah ia berkata, Ketika turun ayat ini: (Orang-
Academy of Education Journal
Vol. 15, No. 2, September 2024, Page: 1574-1589
ISSN: 1907-2341 (Print), ISSN: 2685-4031 (Online)
1583
Syahrizal et.al (Analisis Hadis dalam Khanduri Laot pada Masyarakat.)
orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik)),
mereka mengadu; Wahai Rasulullah, Siapakah di antara kami yang tidak menzalimi dirinya
sendiri? Beliau menjawab, "Bukan demikian, yang dimaksud adalah syirik, apakah kalian tidak
mendengar apa yang dikatakan oleh Luqman kepada anaknya: (Janganlah kamu
mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar
kezaliman yang besar).



























































































dari Zirr bin Hubaisy dari Abdullah bin Mas'ud berkata, Sesungguhnya Allah melihat hati para
hamba, lalu Dia mendapati hati Muhammad sebagai sebaik-baik hati para hamba, lalu
memilihnya untuk diri-Nya, Dia juga mengutusnya dengan risalah kemudian Dia melihat pada
hati para hamba setelah hati Muhammad, maka Dia mendapati hati para sahabat sebagai sebaik-
baik hati para hamba, lalu menjadikan mereka sebagai pembantu Nabi-Nya, berperang
membela agamanya. Maka apa yang dilihat oleh kaum muslimin satu kebaikan, maka di sisi
Allah adalah baik dan apa yang mereka pandang buruk, maka di sisi Allah juga buruk.
Living hadis hadis di atas menerangkan bahwa makannya shahih tentang fara` dan `athirah
yaitu sebagaimana nash imam syafi`i dan di sokong hadis-hadis lainnya, bahwa keduanya tidak
makruh, bahkan di sunnahkan, inilah mazhab yang diemban oleh masyarakat pesisir Aceh
Tamiang termasuk pada MPU Aceh Tamiang. Living hadis dari makna kata tasyabbaha bi
qoumin dalam hadis ini, Adhim Abadi, penulis kitab Aunul Ma`bud menerangkan bahwa hadis
ini bermakna umum dan tidak hanya dibatasi dengan meniru perilaku non muslim. Jadi siapa
saja yang meniru gaya, perilaku, dan model suatu kelompok maka secara tidak langsung dia
sudah menjadi bagian dari kelompok yang mereka tiru, termasuk dalam hal ini gaya
berpakaian. Akan tetapi, hal ini bukan berarti sama sekali tidak boleh meniru gaya dan model
kelompok lain, sebab jika dipahami seperti ini alangkah sempitnya dunia ini.
1. Pandangan Masyarakat Pesisir Aceh Tamiang yang ada di Desa Kuala Penaga
Masyarakat Pesisir Aceh Tamiang yang ada di Desa Kuala Penaga meyakini bahwa
khanduri laot adalah budaya masyarakat pesisir yang sudah turun-temurun yang harus
dilestarikan . karena tradisi ini berdampak baik terhadap usaha masyarakat pesisir Pantai yang
kesehariannya mencari ikan. Hal ini diungkapkan oleh Bapak Iboy, Sekretaris Desa Kuala
Penaga. Ketua tokoh adat kabupaten Aceh Tamiang, Abdul Muin dan Drs. Juned menyatakan
bahwa tradisi ini sangat baik jika terus dilestarikan, selama tidak ada unsur kemusyrikan.
Penulis bahwa masyarakat pesisir sangat setuju dengan tradisi ini.
2. Pandangan Ulama Aceh Tamiang
a. Tengku Yahya Husein
Beliau mengatakan bahwa berdoa dalam acara khanduri laot adalah perkara yang
dibenarkan. Tetapi, penggunaan sesajen dalam acara tersebut adalah perbuatan yang terlarang
dalam pandangan agama. Para pawang laut memiliki kewajiban untuk memberikan sesajen
setiap tahun, yang menunjukan bahwa mereka miliki keterikatan batin dengan jin penghuni
laut. Sementara dalam ajaran islam, hal ini bertentangan.
b. Dr. Awwaludz Dzikri, Lc. MA
Beliau mengatakan bahwa memberikan sedekah kepada ikan-ikan di laut adala hal yang
baim dalam agama. Namun, menghanyutkan sesajen ke laut karena adanya unsur lain, yaitu
kekuatan jin yang ada di laut agar memberi keselamatan kepada para nelayan merupakan
Academy of Education Journal
Vol. 15, No. 2, September 2024, Page: 1574-1589
ISSN: 1907-2341 (Print), ISSN: 2685-4031 (Online)
1584
Syahrizal et.al (Analisis Hadis dalam Khanduri Laot pada Masyarakat.)
perbuatan syirik. Dalam agama kegiatan dan keyakinan ini disebut juga dengan istilah
tathayyur.
c. Ringkasan Tausiyah MPU tentang tolak bala
Berkaitan dengan tradisi Khanduri Laot, ada beberapa tinjauan syariat pada masalah
tradisi ini :
1) Mubah:
Tradisi tolak bala jika dilakukan semata-mata untuk memohon dan mendekatkan
diri kepada Allah yang diisi dengan kegiatan ibadah seperti zikir ratib berjalan, membaca
Alquran dan sedekah maka dibolehkan sesuai dengan firman Allah dalam QS. al-An'aam
: 162-163. Adapun Ratib berjalan ialah tradisi yang dilakukan oleh sebagian masyarakat
Aceh Tamiang. terutama di daerah Seruwai yang mana pelaksanaan zikirnya dilakukan
dengan berjalan bersama- sama pada rute tertentu. Allah SWT berfiman dalam QS. An-
Nisa ayat 191. Ayat tersebut menjelaskan bahwa mereka adalah orang-orang yang
senantiasa mengíngat Allah dalam kondisi apapun baik dalam kondisi berdiri, duduk
maupun berbaring. Dan mereka juga senantiasa menggunakan akal pikiran mereka untuk
memikirkan penciptaan langit dan bumi. Maka membaca dzikir secara berjalan termasuk
dalam kategori ini. Berdzikir boleh dilakukan dimanapun selagi masih sesuai dengan
syariat. Hal ini dikuatkan dengan pendapat Faqih Abu Ilyas rahimahullah dengan tidak
adanya ketentuan tempat tertentu dalam berdzikir pada kitab Kasyiful Ghaibiyyah dan
Daqaiqul Akhbar.
2) Haram:
Kalau kegiatan tradisi ritual tolak bala mengandung unsur mubazir seperti mebuang
makann (kepala kerbau dan sejisnya )ke laut, sungai atau ke rimba, menyiapkan sesajen
untuk makhluk halus, ikhtilat antara laki-     
dalam acara tersebut adalah haram. Sesuai dengan fiman Allah SWT QS. Al Isra: 27.
Tradisi Tolak bala jika dilakukan dengan tujuan melakukan persembahan dan memnohon
sesuatu kepada selain Allah Swt merupakan prilaku syirik dan hukumnya adalah haram,
hal ini sesuai firman Allah Swt:
















Artinya: Sesungguhnya Dia hanya mengharamkan atasmu bangkai, darah, daging babi, dan
(daging) hewan yang disembelih dengan (menyebut nama) selain Allah.
Imam Ibnu Jarir ath-Thabari berkata:
Artinya: sembelihan yang sembelihan yang dipersembahkan kepada (selain Allah Swt) dan
berhala, yang disebut nama selain-Nya (ketika disembelih), atau diperuntukkan kepada
sembahan-sembahan sclain-Nya.
Dalam sebuah hadits shahih, dari Ali bin Abi Thalib radhiallahu'anhu, bahwa Rasulullah
SAW bcrsabda:

Artinya: Allah melaknat orang yang menyembelih (berkurbun) untuk selain-Nya." (HR.
Muslim No. 1978). Jadi supaya kedua unsur yang mengambarkan kesyirikan ini hilang kita
berkewajiban memberi penjelasan dan mengalihkan kegiatan tolak bala yang telah mengakar
dan mentradisi dimasyarakat agar menjadi syar'i.
Academy of Education Journal
Vol. 15, No. 2, September 2024, Page: 1574-1589
ISSN: 1907-2341 (Print), ISSN: 2685-4031 (Online)
1585
Syahrizal et.al (Analisis Hadis dalam Khanduri Laot pada Masyarakat.)
4. Kesimpulan
Tradisi Khaduri laot merupakan upacara wajib dilaksanakan pada menjelang musim timur
atau ketika musim barat berakhir. Sejak lama khanduri laot rutin dilaksanakan pada setiap
desa pantai yang merupakan wilayah panglima laot. Khaduri laot bagi masyarakat nelayan
pesisir Aceh Tamiang merupakan sebuah perwujudan hubungan antara manusia sebagai
makhluk penciptanya dan juga lingkungan sekitarnya dalam menghadapi lingkungan setempat
dan dipercayai sebagai tradisi budaya yang apabila tidak diadakan maka dipercayaai akan
membawa bencana dan marabahaya terhadap masyarakat sekitar serta meyakini jika perayaan
ini diadakan maka akan memberikan rezeki yang berlimpah kepada masyarakat pesisir Aceh
Tamiang dan dapat memberikan keamaanan untuk para nelayan yang hendak melaut.
5. Daftar Pustaka
Ahmadi, Fahmi Muhammad dan Jaenal Aripin, Metode Penelitian Hukum, Jakarta:
Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah, 2010.
Ain, Fatimatu Hurin. Upacara Sedekah Laut Perspektif Hukum Islam, Jakarta: UIN Syarif
Hidayatullah, 2019.
Bakar, Fauzi Abu. Interaksi Islam Dengan Budaya Lokal Dalam Tradisi Khanduri Maulod
Pada Masyarakat Aceh, Vol. 21, No.1, Jurnal Akademika, 2016.
Hadi, Amirul. Aceh Sejarah Budaya dan Tradisi, Jakarta: Pustaka Obor, 2010.
HR. Ahmad, Nomor 3418 versi Al-Alamiyah Isnad Hasan Menurut Syu`aib Al-Ama`uth,
Kitab Musnad Sahabat yang banyak meriwayatkan hadis, Bab Musnad Abdullah bin
Mas`ud ra.
Hariyono,Paulus, Kultur Cina dan Jawa: Pemahaman Menuju Asimilasi Kultur, Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan, 1999.
Ghazali, Abdul Muqasith. Metodologi Islam Nusantara, Cet. 3, Bandung: Mizan, 2016.
Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, Jakarta: Rineka Cipta, 1990.
Maimunsyah dkk, Integrasi Budaya Lokal dengan Islam dalam Ritual Kenduri Blang di
Kecamatan Lhoknga Aceh Besar, Vol.1, Jakarta: Jurnal UNJ Prosiding Seminal
Nasional Bahasa, Sastra Seni, 2021.
Marzuki, Peter Muhammad. Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana Prenada Media, 2014.
Noprata, Tradisii Kenduri Sko Di Kelurahan Lempur Tengah, Kecamatan Gunung Raya,
Kebupaten Kerinci Dalam Persepektif Hukum Islam, Jambi: Tesis UIN Suthan Thaha
Syaifuddin, 2021.
Rahman, Jenayah Pemerkosaan dalam Qanun Jenayah Aceh Nomor 6 Tahun 2014 dan
Enakmen Kanun Jenayah Syariah Kelantan II 1993: Studi Komperatif Terhadap
Undang-Undang Pemerkosaan di Aceh (Indonesia) dan Kelantan (Malaysia),
Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim: 2018.
Ramadhan, Agus. Khanduri Laot, Tradisi Adat yang Masih Terjaga di Leupung, Aceh:
Serambinews, 2022, diakses. Selasa, 24 Januari 2023, Pukul. 15.03 WIb.
Ria, Ervina, Nilai-Nilai Wayang Orang Lakon Lumbung Tugu Mas Dalam Upacara Tradisi
Sura Di Dusun Tutup Ngisor, Sumber, Dukun, Magelang, Vol. 16, No. 1, Yogyakarta:
Jurnal Imazi UNY Fakultas Bahasa dan Seni, 2018.
Saefuddin, dkk. Desekularisasi Pemikiran: Landasan Islamisasi, Jakarta: Mizan, 1987.
Academy of Education Journal
Vol. 15, No. 2, September 2024, Page: 1574-1589
ISSN: 1907-2341 (Print), ISSN: 2685-4031 (Online)
1586
Syahrizal et.al (Analisis Hadis dalam Khanduri Laot pada Masyarakat.)
Sari, Desi Ratna. Pelaksanaan Khanduri Laot Ditinjau Menurut Perspektif Islam Di
Gampong Keude Meukek Kecamatan Meukek Kabupaten Aceh Selatan, Aceh: UIN
Ar-Raniry, 2018.
Sudibyo, Lies. Ilmu sosial Budaya Dasar, Yogyakarta: Andi Offset, 2013.
Pemerintah Aceh, Rancangan Qanun Jinayah Aceh Tahun 2014 tentang HUkum Jinayah,
Banda Aceh: 2014.
Widianti, Sri. Tradisi Sedekah Laut Di Wonokerto Kabupaten Pekalongan: Kajian
Perubahan Bentuk dan Fungsi, Jurnal PP, 2011.
Woodward, Mark R. Islam Jawa Kesalehan Normatif Versus Kebatinan, terj. Hairus Salim,
Cet. 5, Yogyakarta: Lkis, 2012.
Yuslem, Metodologi Penelitian Hadith: Teori dan Implementasinya dalam Penelitian Hadith
Bandung: Cipta Pustaka Media Perintis, 2008.
Yusuf, Mukri. Metodologi Penelitian Kuantatif dan Gabungan, Jakarta: Prenamedia Grup,
2014.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Aceh Tamiang, Kabupaten Aceh Tamiang Dalam Angka
Aceh Tamiang Regency In Figures 2022, Aceh Tamiang: BPS Kabupaten Aceh
Tamiang, 2023.
Hoesein, Muhammad, Adat Atjeh, Banda Aceh: Dinas Pendidikan dan Kebudayaan. 1970.
T. Syamsuddin, "Kebudayaan Atjeh", dalam Koentjaraningrat (ed.), Manusia dan
Kebudayaan Indonesia, Jakarta: Jambatan, 1971.
C. Snouck Hurgronje, Aceh di mata Kolonialis, terj. Jakarta: Yayasan soko Guru. 1985.
T. Syamsuddin, Adat Istiadat Daerah Propinsi Daerah Istimewa Aceh, Banda Aceh: Proyek
Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan daerah Depdikbud, 1977.
Hoesein, Muhammad, Adat Atjeh, Banda Aceh: Dinas Pendidikan dan Kebudayaan. 1970.
T. Syamsuddin, "Kebudayaan Atjeh", dalam Koentjaraningrat (ed.), Manusia dan
Kebudayaan Indonesia, Jakarta: Jambatan. 1971.
T. Syamsuddin, Adat Istiadat Daerah Propinsi Daerah Istimewa Aceh, Banda Aceh: Proyek
Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan daerah Depdikbud. 1977.
Razali Umar, Upacara Tradisional Dalam kaitannya dengan Peristiwa Alam dan
Kepercayaan Propinsi D.I. Aceh, Banda Aceh: Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi
Kebudayaan Daerah Depdikbud. 1983.
Nurdin El Jodas, Nelayan Menggugat , Banda Aceh: Yayasan Pugar, 2003.
Sri Suryanta, Ensiklopedi Pemikiran Ulama Aceh, Banda Aceh, Ar-Raniry Perss, 2005.
Aunie, Lutfi dkk, Ensiklopedi Pemikiran Ulama Aceh, Banda Aceh: Ar-Raniry Perss, 2004.
Feisal Tamin, Profil Propinsi Republik Indonesia: Daerah Istimewa Aceh, Jakarta: PT
Pustaka LP3ES, 1992.
Bambang Pranowo, Islam Factual Antara Tradisi Dan Relasi Kuasa, Yogyakarta: Adicita
Karya Nusa, 1998.
Rusdi Sufi, Muhammad Ibrahim dkk, Aceh Tanah Rencong,Banda Aceh: Pemerintah
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, 2008.
Academy of Education Journal
Vol. 15, No. 2, September 2024, Page: 1574-1589
ISSN: 1907-2341 (Print), ISSN: 2685-4031 (Online)
1587
Syahrizal et.al (Analisis Hadis dalam Khanduri Laot pada Masyarakat.)
Muhaimin AG, Islam Dalam Bingkai Budaya Lokal: Potret Dari Cerebon, Terj. Suganda,
Ciputat: PT. Logos wacana ilmu, 2001.
Koentjaraningrat, Kebudayaan Mentalitas Dan Pembangunan, Jakarta: PT. Gramedia
pustaka utama, 2004.
            
Current English, London: Oxford University Press, 1958.
Angus Stevenson et al. (ed.), Oxford Dictionary of English, New York: Oxford University
Press, 2010.
John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia, Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama, 1994.
Sauqi Dhaif et al., al- -Wasîth, Mesir: Maktabah al-Syurûq al-Dauliyyah, 1425
H/2004 M.
Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir: Kamus Arab-Indonesia, Surabaya: Pustaka
Progresif, 1984.
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta: Pusat Bahasa
Departemen Pendidikan Nasional, 2008.
Fazlur Rahman, Islamic Methodology in History, Islamabad: Islamic Research Institute,
1995.
Dzikri Nirwana dan Saifuddin, Studi Living Sunnah Terhadap Upacara Daur Hidup di
Kalangan Masyarakat Banjar, Banjarmasin: Antasari Press, 2019.
Fazlur Rahman, Islam: Sejarah Pemikiran dan Peradaban, terj. M. Irsyad Rafsadie,
Bandung: Mizan, 2017.

Syamsuddin (ed.), Islam, Tradisi, dan Peradaban, Yogyakarta: Bina Mulia Press dan
SUKA-Press, 2012.
Fazlur Rahman, Islamic Methodology, h. 30-31; Taufik Adnan Amal, Islam dan Tantangan
Modernitas: Studi atas Pemikiran Hukum Fazlur Rahman, Bandung: Mizan, 1994.
Sahiron Syamsuddin, ed. Ranah-Ranah Penelitian dalam Studi Alquran dan Hadis, dalam
Sahiron Syamsuddin, ed. Metodologi Penelitian Living Alquran dan Hadis,
Yogyakarta: TH-Press dan Penerbit Teras, 2007.
Saifuddin Zuhri dan Subhani Kusuma Dewi, Living Hadis: Praktik, Resepsi, Teks, dan
Transmisi, Yogyakarta: Q-Media, 2018.
Suwardi Endraswara, Metode Penelitian Sastra: Epistemologi, Model, Teori, dan Aplikasi,
Yogyakarta: CAPS, 2011.
     -Hadis: Ontologi, Epistemologi, dan
Aksiologi, Tangerang Selatan: Maktabah Darus-Sunnah, 2019.
Hedy Shri Ahimsa-      
Walisongo, Vol. 20, No. 1,Mei 2012.

Polemik Reaktualisasi Ajaran Islam, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1998.
Academy of Education Journal
Vol. 15, No. 2, September 2024, Page: 1574-1589
ISSN: 1907-2341 (Print), ISSN: 2685-4031 (Online)
1588
Syahrizal et.al (Analisis Hadis dalam Khanduri Laot pada Masyarakat.)
Muhammad al-Madanî Busâq, al---Madînah,
Dubai: Dâr al-Buhûts li al-Dirâsah al--Turâts, 1421 H/2000 M.
Muhammad ibn al-Hasan al-Hajwî al--Fikr al-Sâmî Târîkh al-Fiqh al-Islâmî,
-Nahdhah, 1336 H.
Umi Sumbulah, Islam dan Ahlul Kitab Perspektif Hadis: Dilengkapi Kajian Living Sunnah,
Malang: UIN-Maliki Press, 2012.
   -model Living Hadis Pondok Pesantren Krapyak
-Qalam, Vol. 26, No. 3, September-Desember, 2009.
M. Suriansyah Ideham et al., Urang Banjar dan Kebudayaannya, Banjarmasin: Badan
Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan dan Pustaka
Banua, 2007.
Al-bd al-Majîd Hâsyim, al-Imâm al-Bukhâriy Muhadditsan wa Faqîhan, Kairo:
Dâr al-Qaumiyah, t.th.
-Bukhârî pada Ritual Tolak Bala di
Kecamatan Daha Utara, Hulu Sungai Selatan, Kalimantan Selatan: Studi Living
H
IAIN Antasari, 2016.
Erni Budiwanti, Islam Sasak: Wetu Telu versus Waktu Lima, Yogyakarta: LKiS, 2000.
di Kasus Desa
        
Islam Negeri Syarif Hidayatullah, 2006.
         
      skripsi tidak diterbitkan,
Semarang: Fakultas Ushuluddin dan Humaniora Universitas Islam Negeri Walisongo,
2017.
Kutipan Sanad Dan Matan Hadis
HR.Ahmad, Nomor. 3826 versi Al-Alamiyah Isnad Shahih Menurut Syu`aib Al-Arna`uth,
Kitab: Musnad Sahabat yang banyak meriwayatkan Hadis, Bab: Musnad Abdullah bin
Mas`ud ra
HR. Ahmad, Nomor 3418 versi Al-Alamiyah Isnad Hasan Menurut Syu`aib Al-Ama`uth, Kitab
Musnad Sahabat yang banyak meriwayatkan hadis, Bab Musnad Abdullah bin Mas`ud
ra.
HR.Ahmad, Nomor 22154 versi Al-Alamiyah Isnad Dha`if Menurut Syu`aib Al-Ama`uth,
Kitab Sisa Musnad Sahabat Anshar Bab Hadis Seorang Wanita ra.
HR. Abu Dawud, Nomor 2130 versi Al-Alamiyah Isnad, No. 2489 versi Baitul Afkar Ad
Dauliah, Dhaif Menurut Muhammad Nashiruddin Al Albani, Kitab Jihad Bab
Menyebarangi Laut saat Perang.
HR.Ahmad, versi Al Alamiyah No. 22154, Kitab: Sisa Musnad Sahabat Anshar Bab: Hadis
seorang wanita ra. Isnad Dha`if menurut Syuaib Al Arnauth.
HR. Darimi versi Al Alamiyah No.1927, versi Daarul Mughni Riyadh N0.2055, Kitab Buruan.
Bab Buruan laut, Isnadnya shahih dan hadis muttafaq `alaih menurut Husain Salim
Asad Ad Daroni.
Academy of Education Journal
Vol. 15, No. 2, September 2024, Page: 1574-1589
ISSN: 1907-2341 (Print), ISSN: 2685-4031 (Online)
1589
Syahrizal et.al (Analisis Hadis dalam Khanduri Laot pada Masyarakat.)
HR.Ahmad versi Al Alamiyah No. 13795 Kitab Sisa musnah sahabat yang banyak
meriwayatkan hadis Bab Musnad Jabir bin Abdullah ra.Isnad Shahih menurut Syuaib
Al Arnauth.
HR.Ahmad versi Al Alamiyah No.14481, Kitab Sisa Musnad Sahabat yang banyak
meriwayatkan hadis, Bab Musnad Jabir bin Abdullah ra. Shahih Menurut Isnad Hasan
Menurut Syuaib Al Arnauth.
Hasil Wawancara Dengan Mpu Dan Pawang Laut
Wawancara dengan Bapak Teuku Multazam seorang Tokoh Majelis Permusyawatan Ulama
(MPU) Aceh Tamiang, 15 Mei 2023. Pukul. 11.00 WIb.
Wawancara dengan Bapak Darwis Kuala Penaga sebagai Pawang Laut Pesisir Aceh Tamiang,
17 Mei 2023, Pukul. 10.00 Wib.
Wawancara dengan Ustaz Muhammad Nasir, sebagai Majelis Permusywaratan Ulama Aceh
Tamiang, 19 Mei 2023, Pukul. 11.00 Wib.
Wawancara dengan Ustaz Umar Nafi, sebagai Majelis Permusywaratan Ulama Aceh Tamiang,
20 Mei 2023, Pukul. 11.10 Wib.
Wawancara dengan Istri Pawang Laut yakni Istri Bapak Amri Pesisir Aceh Tamiang, 25 Mei
2023, Pukul. 10.10 Wib.
Wawancara dengan Ustaz Muhammad Nasir, sebagai Majelis Permusywaratan Ulama Aceh
Tamiang, 27 Mei 2023, Pukul. 14.20. Wib.
Wawancara dengan Ustaz Muhammad Shidiq, sebagai Majelis Permusywaratan Ulama Aceh
Tamiang, 29 Mei 2023, Pukul. 15.15. Wib.
Wawancara dengan Bapak Teuku Yusuf sebagai Tokoh MPU Kecamatan Bendahara, 19 Juni
2023, Pukul. 13.50 Wib.
Wawancara dengan Ustaz Rinaldo sebagai Dai Pesisir Aceh Tamiang, 21 Juni 2023, Pukul.
14.10 Wib.