Academy of Education Journal
Vol. 15, No. 1, Juli 2024, Page: 1356-1363
ISSN: 1907-2341 (Print), ISSN: 2685-4031 (Online)
1356
Sartika Dara Alida Harahap et.al (Penerapan layanan konsultasi bagi.)
Penerapan layanan konsultasi bagi Guru dalam
menangani perilaku tantrum pada anak usia
prasekolah
Sartika Dara Alida Harahap
a,1
, M. Harwansyah Putra Sinaga
b,2
a, b
Universitas Islam Negeri Sumatera Utara, Medan, Indonesia
1
sartikadara[email protected]m
2
mharwansyahputra@uinsu.ac.id
*
sartikadara[email protected]
INFO ARTIKEL
ABSTRAK
Sejarah Artikel:
Diterima: 27 Maret 2024
Direvisi: 29 April 2024
Disetujui: 30 Juni 2024
Tersedia Daring: 25 Juli 2024
Perilaku tantrum pada anak usia prasekolah merupakan masalah yang
sering dihadapi oleh guru di dalam lingkungan pendidikan. Tantrum dapat
mempengaruhi kegiatan belajar mengajar dan kesejahteraan siswa secara
keseluruhan. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi efektivitas
penerapan layanan konsultasi bagi guru dalam menangani perilaku tantrum
pada anak usia prasekolah. Tujuan penelitian ini dilakukan untuk membantu
guru melalui layanan konsultasi dalam menangani perilaku tantrum pada
anak usia prasekolah. Desain penelitian yang di gunakan dalam penelitian ini
yaitu “One-Shot Case Study dengan satu kelompok diberi
treatment/perlakuan, dan selanjutnya diobservasi hasilnya. Alat pengumpul
data yang digunakan peneliti yaitu observasi, wawancara dan skala psikologi
perilaku tantrum. Pelaksanaan layanan konsultasi pada penelitian ini yang
dilakukan oleh konsultan (peneliti) terhadap guru dalam mengentaskan
masalah pihak ketiga (siswa) berhasil, karena adanya perubahan tingkah
laku siswa ke arah lebih baik atau perilaku tantrum siswa berkurang.
Kata Kunci:
Konseling
Layanan
Tantrum
ABSTRACT
Keywords:
Consultation
Services
Tantrum
Tantrum behavior in preschool children is a problem that is often faced by
teachers in the educational environment. Tantrums can affect teaching and
learning activities and overall student welfare. This study aims to explore
the effectiveness of the implementation of counseling services for teachers
in dealing with tantrums in preschool children. The purpose of this study is
to assist teachers through consultation services in dealing with tantrum
behavior in preschool children. The research design used in this study is
"One-Shot Case Study. with one group given treatment, and then the results
were observed. The data collection tools used by the researcher are
observation, interviews and the psychological scale of tantrum behavior. The
implementation of consultation services in this study carried out by
consultants (researchers) to teachers in alleviating third-party problems
(students) was successful, because there was a change in student behavior
for the better or student tantrum behavior decreased.
©2024, Sartika Dara Alida Harahap, M. Harwansyah Putra Sinaga
This is an open access article under CC BY-SA license
1.
Pendahuluan
Anak usia prasekolah adalah anak yang berada pada jenjang sebelum sekolah dasar yaitu
taman kanak kanak. Anak usia prasekolah adalah anak yang berada pada rentang usia 3-6
tahun. Perkembangan anak mempunyai kekhususan pada setiap tahapannya. Mengetahui tahap
perkembangan anak merupakan hal yang sangat penting bagi orang tua dan guru mengatasi
sikap dan mengatasi perilaku anak (Ihsani, 2019). Anak usia prsekolah sering mengalami
Academy of Education Journal
Vol. 15, No. 1, Juli 2024, Page: 1356-1363
ISSN: 1907-2341 (Print), ISSN: 2685-4031 (Online)
1357
Sartika Dara Alida Harahap et.al (Penerapan layanan konsultasi bagi.)
tantrum baik di rumah, sekolah, mall, pasar, maupun di jalan. Sebagai guru sering kali
mengalami kesulitan bila menjumpai perilaku tantrum pada anak. Perilaku tantrum pada anak
ditandai dengan letupan emosi yang tidak dapat di control bagaimana tingkah laku yang akan
di tampilkan demi meluapkan emosi yang dirasakan oleh seseorang yang menunjukkan sikap
amarah yang tidak terkendali disertai dengan menjerit-jerit, menangis dengan keras,
menghentakkan kaki, merengek, memaki dengan kata kotor, mengancam, mengigit, memukul,
menendang, berguling guling dilantai, melempar barang, membenturkan kepala, hingga
melukai orang di sekitarnya (Zuhroh, 2020). Teori ini sebanding dengan pendapat (Chaplin,
2009) yang menyatakan bahwa perilaku tantrum merupakan suatu ledakan kemarahan (emosi)
yang sangat kuat dan serangan agresif seperti menangis, menjerit, menghentakkan kaki dan
tangan ke lantai atau tanah.
Tantrum sering terjadi pada anak usia 15 bulan sampai 3 tahun, bahkan ada yang
berlanjut hingga anak usia 6 tahun. Perilaku tantrum merupakan salah satu permasalahan yang
terjadi pada tahap perkembangan emosi, yang sering terjadi pada anak usia dini. Emosi sendiri
merupakan ungkapan suasana hati, dan biasanya ditandai dengan salah satu perilaku yang
ditunjukkan oleh setiap masing-masing individu (Septriani, 2022). Anak yang tantrum biasanya
akan menunjukkan perilaku yang ditunjukkan tanpa melihat kondisi dan dimana dirinya berada
saat itu. Perilaku tantrum, dapat menjadi salah satu karakteristik bahwa anak sedang
mengalami masalah dalam tahap perkembangan emosionalnya (Sukatin, 2020). Perilaku itu
akan ditandai dengan marah, yang diiringi dengan sikap berlebihan, seperti memukul, merusak
barang yang ada disekitarnya, menendang-nendang apapun yang ada disekitarnya, berguling-
guling, menjerit, menangis dengan nada yang keras serta bertambah amukannya ketika orang
tua melarang apa yang diinginkannya (Harahap, 2023).
Fenomena masalah tantrum pada anak tersebut menjadi hal yang crusial untuk segera
ditangani. Sebab jika tidak ditangani secara tepat dan efektif, maka anak akan menjadikannya
“senjata” untuk di penuhi keinginannya (WIDODO, 2009). Perilaku tantrum pada anak tidak
boleh di abaikan, dengan mengabaikan tatrum tanpa bimbingan atau dukungan apa pun anak
mungkin kesulitan mengembangkan strategi pengaturan emosi yang tepat. Dari perspektif ini,
penting untuk menjalin kerja sama antara konselor dengan guru/orang tua, sebab permasalahan
anak dapat timbul pada dua tempat pendidikan, yaitu terjadi di rumah dan terjadi di sekolah.
Agar kerja sama tersebut terjalin dengan baik, maka diperlukan bentuk layanan bimbingan
yang dapat mempertemukan terbentuknya kerja sama di antara kedua belah pihak, konselor dan
guru (Marhamah, 2023).
Fenomena yang ditemukan peneliti di lapangan yaitu berdasarkan alat pengumpul data
yang berupa wawancara, observasi dan skala psikologis yaitu: hasil wawancara dari guru
terkait perilaku tantrum anak usia prasekolah bahwa anak pada PAUD Permata Bangsa, ada
beberapa yang sering mengalami perilaku tantrum. hal tersebut berdasarkan perubahan yang di
lihat dari 2 aspek dan beberapa indikator seperti aspek verbal dengan indikator menangis
dengan keras, menjerit-jerit, berteriak-teriak, merengek, memaki (dengan kata kotor) dan
mengancam. Lalu dengan aspek fisik dengan indikator menggigit, memukul, meninju,
menendang, berguling guling di lantai, melempar barang, membenturkan kepala, membanting
pintu dan menghentakkan kaki. Dari yang telah diamati ketika peneliti melakukan observasi,
benar adanya anak di paud tersebut berperilaku tantrum. pada saat melakukan observasi
peneliti melihat anak yang berperilaku tantrum sering tantrum akibat beberapa faktor seperti,
suasana hati yang kurang baik (badmood), permintaan yang tidak terpenuhi, dan kesal dengan
teman yang meminjam barang yang dimilikinya (Sembiring, 2017).
Guru memainkan peran penting dalam mengembangkan keterampilan sosial-emosional
anak dan menciptakan lingkungan belajar yang positif. Namun seringkali mereka merasa tidak
memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai untuk menangani perilaku tantrum
Academy of Education Journal
Vol. 15, No. 1, Juli 2024, Page: 1356-1363
ISSN: 1907-2341 (Print), ISSN: 2685-4031 (Online)
1358
Sartika Dara Alida Harahap et.al (Penerapan layanan konsultasi bagi.)
pada anak usia dini. Oleh karena itu, penerapan layanan konsultasi bagi guru menjadi sangat
penting dalam memberikan dukungan dan panduan yang diperlukan. Layanan konsultasi ini
dapat memberikan panduan dan strategi yang efektif bagi guru dalam menghadapi tantrum
anak di kelas. Melalui konsultasi, guru dapat memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang
penyebab tantrum, cara pencegahan, serta teknik-teknik untuk mengelola dan meredakan
situasi tantrum secara positif (Tobing, 2019).
Layanan konsultasi kepada guru, kiranya dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif
solusi untuk membangun kerja sama dengan guru dalam rangka membantu mengatasi masalah
tantrum pada anak. Layanan konsultasi merupakan layanan konseling yang dilaksanakan oleh
konselor terhadap seorang pelanggan, disebut konsulti yang memungkinkan konsulti
memperoleh wawasan, pemahaman, dan cara-cara yang perlu dilaksanakan dalam menangani
kondisi dan/atau permasalahan pihak ketiga (Susilowati, 2012). Pendapat ini sejalan dengan
(Hikmawati 2020) yang menyatakan bahwa layanan konsultasi adalah suatu layanan yang
membantu peserta didik atau pihak lainnya dalam hal memperoleh wawasan, pemahaman dan
cara cara untuk menangani masalah peserta didik atau pihak ketiga.
Layanan konsultasi ini sangat tepat digunakan sebagai teknik layanan untuk
mengembangkan hubungan kerja sama antara konselor dengan guru. Peranan konselor
menciptakan hubungan baik antara guru dengan anak dan bagaimana guru memberikan
bimbingan yang efektif, menciptakan hubungan yang saling membutuhkan Hal ini dapat
dibimbing oleh konselor kepada guru siswa (Umar, 2016). Dengan adanya layanan konsultasi
ini, guru diharapkan dapat mengembangkan keterampilan dalam mengelola kelas dan
menciptakan lingkungan belajar yang aman, nyaman, dan mendukung perkembangan anak
secara optimal. Selain itu, layanan konsultasi juga dapat membantu terjalinnya komunikasi
yang lebih baik antara guru, orang tua, dan pihak-pihak terkait lainnya dalam upaya menangani
perilaku tantrum pada anak usia dini (Septiana, 2021).
2.
Metode
Dalam penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif dengan metode pre eksperimen.
Penelitian ini berdesain One-Shot Case Study”. yaitu dengan desain terdapat suatu kelompok
diberi treatment/perlakuan, dan selanjutnya diobservasi hasilnya. Menurut Sugiyono, pengujian
hipotesis deskriptif (satu sampel) pada dasarnya merupakan proses pengujian generalisasi hasil
penelitian yang didasarkan pada satu sampel. Adapun pola desain penelitian ini sebagai
berikut:
Keterangan:
X = Treatment yang diberikan (variabel independen)
O = Observasi (Variabel dependen)
Penelitian ini dilaksanakan di PAUD Permata Bangsa. Jl. Veteran No. 11C, Tangsi, Kec.
Binjai Kota, Kota Binjai, Sumatera Utara 20741. Layanan konsultasi dilakukan sebanyak 4 kali
pertemuan. Populasi dalam penelitian ini adalah guru dengan masalah menghadapi siswa yang
berperilaku tantrum sebanyak 10 orang guru. Dalam penelitian ini di ambil sampel sebanyak 4
orang guru. Pengambilan sampel ini dilakukan dengan model purposive sampling dimana
peneliti secara sengaja memilih sampel berdasarkan karakteristik tertentu yang dianggap
Academy of Education Journal
Vol. 15, No. 1, Juli 2024, Page: 1356-1363
ISSN: 1907-2341 (Print), ISSN: 2685-4031 (Online)
1359
Sartika Dara Alida Harahap et.al (Penerapan layanan konsultasi bagi.)
signifikan untuk di teliti. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu observasi,
wawancara, dan skala psikologis (perilaku tantrum). Sebelum melaksanakan observasi dan
wawancara, langkah awalnya yang dilakukan yaitu membuat pedoman atau panduan observasi,
lalu membuat kisi-kisi wawancara serta pedoman atau panduan wawancara. Skala psikologis
(perilaku tantrum) yang digunakan dalam penelitian ini memiliki 20 item pernyataan dengan
empat pilihan alternatif jawaban yang disajikan dalam bentuk cheklist dengan menggunakan
skala likert alternatif jawabanya adalah selalu (jika dilakukan oleh anak 7 kali dalam
seminggu), sering (jika dilakukan oleh anak 5 kali dalam seminggu), kadang-kadang (jika
dilakukan oleh anak 3 atau 2 kali dalam seminggu), tidak pernah (jika anak tidak pernah
menunjukkan sikap seperti pernyataan yang ada didalam kotak). Yang di validasi oleh ahli
dalam ilmu bimbingan dan konseling. Dalam penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif
dengan metode pre eksperimen. Penelitian ini berdesain One-Shot Case Study”. yaitu dengan
desain terdapat suatu kelompok diberi treatment/perlakuan, dan selanjutnya diobservasi
hasilnya. Menurut Sugiyono, pengujian hipotesis deskriptif (satu sampel) pada dasarnya
merupakan proses pengujian generalisasi hasil penelitian yang didasarkan pada satu sampel.
Adapun pola desain penelitian ini sebagai berikut:
Keterangan:
X = Treatment yang diberikan (variabel independen)
O = Observasi (Variabel dependen)
Penelitian ini dilaksanakan di PAUD Permata Bangsa. Jl. Veteran No. 11C, Tangsi, Kec.
Binjai Kota, Kota Binjai, Sumatera Utara 20741. Layanan konsultasi dilakukan sebanyak 4 kali
pertemuan. Populasi dalam penelitian ini adalah guru dengan masalah menghadapi siswa yang
berperilaku tantrum sebanyak 10 orang guru. Dalam penelitian ini di ambil sampel sebanyak 4
orang guru. Pengambilan sampel ini dilakukan dengan model purposive sampling dimana
peneliti secara sengaja memilih sampel berdasarkan karakteristik tertentu yang dianggap
signifikan untuk di teliti. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu observasi,
wawancara, dan skala psikologis (perilaku tantrum). Sebelum melaksanakan observasi dan
wawancara, langkah awalnya yang dilakukan yaitu membuat pedoman atau panduan observasi,
lalu membuat kisi-kisi wawancara serta pedoman atau panduan wawancara. Skala psikologis
(perilaku tantrum) yang digunakan dalam penelitian ini memiliki 20 item pernyataan dengan
empat pilihan alternatif jawaban yang disajikan dalam bentuk cheklist dengan menggunakan
skala likert alternatif jawabanya adalah selalu (jika dilakukan oleh anak 7 kali dalam
seminggu), sering (jika dilakukan oleh anak 5 kali dalam seminggu), kadang-kadang (jika
dilakukan oleh anak 3 atau 2 kali dalam seminggu), tidak pernah (jika anak tidak pernah
menunjukkan sikap seperti pernyataan yang ada didalam kotak). Yang di validasi oleh ahli
dalam ilmu bimbingan dan konseling.
3.
Hasil dan Pembahasan
Layanan konsultasi adalah layanan konseling yang dilakukan oleh pembimbing pada
individu (siswa) yang memungkinkannya mendapatkan wawasan, pemahaman dan cara-cara
yang perlu dilaksanakannya dalam menangani kondisi dan permasalahan pihak ketiga. Tujuan
dari layanan konsultasi memiliki kemampuan diri yang memperoleh wawasan, pemahaman,
Academy of Education Journal
Vol. 15, No. 1, Juli 2024, Page: 1356-1363
ISSN: 1907-2341 (Print), ISSN: 2685-4031 (Online)
1360
Sartika Dara Alida Harahap et.al (Penerapan layanan konsultasi bagi.)
dan cara-cara bertindak yang terkait langsung dengan suasana atau permasalahan pihak ketiga
(Saputra, 2022). Menurut Neukrug (2007) ada beberapa tahap layanan konsultasi yang harus
dilakukan agar tercapainya layanan konsultasi tersebut. (1) Masa sebelum masuk, Dalam tahap
awal konsultasi, konsultan memahami dan menyuarakan kepada diri sendiri dan orang lain apa
yang diminta untuk dilakukan. Konsultan menjelaskan nilai nilai, kebutuhan, anggapan, dan
tujuan tentang individu, kelompok, organisasi serta menilai kemampuan dan keterampilan
konsultan sendiri.
Masuk, Penjelasan Masalah, dan Pembuatan Kontrak Tahap kedua konsultasi ini adalah
suatu proses tiga materi yang mencakup pembuatan kontrak dengan konsulti yang
berkonsultasi, menggali permasalahan, dan mendefinisikan kontrak antara konsultan dan
konsulti yang berkonsultasi. Konsultan membuat kontrak dengan konsulti yang berkonsultasi.
Setelah membuat kontrak dengan anggota konsulti, konsultan perlu memeriksa konsulti
sehingga ia akan memperoleh pemahaman masalah awal. Masalah yang dibicarakan yaitu
masalah diungkapkan, dihubungkan, dirumuskan dan menetapkan langkah-langkah yang perlu
diikuti. Mengumpulkan informasi, konfirmasi masalah, dan penentuan tujuan. Fase
pengumpulan informasi adalah proses pengambilan data yang penting. Berdasarkan penilaian
permasalahan dan kontrak, konsultan dapat memperoleh data yang reliable dan valid. Proses
pengumpulan data ini berkisar dari pemerolehan data numerik tertentu, untuk mengirimkan
data kuesioner kepada konsulti, untuk memunculkan data (informasi). Data kemudian
dianalisis, disintesis, dan diinterpretasikan. Proses ini memungkinkan konsultan untuk
mengkonformasi, menolak, atau memperbaiki identifikasi awal dari masalah yang diperoleh.
Identifikasi masalah akhir memungkinkan konsultan untuk menyusun tujuan yang dapat
dicapai oleh konsulti dan mulai menilai metode yang digunakan.
Pencarian solusi dan pemilihan intervensi, Informasi di analisis dan di gabungkan untuk
menemukan pemecahan masalah yang paling efektif terhadap masalah yang dihadapi konsulti.
Karakteristik dari tahap ini adalah pencurahan pikiran, memilih, dan menentukan prioritas.
Konsultan akan menentukan masalah secara kontekstual dan mendorong sistem untuk
membuat perubahan yang mendalam yang akan mencegah masalah di masa yang akan datang
(sistemik dan perkembangan). Intervensi diimplementasikan dengan mengikuti garis pedoman /
langkah, dengan cara memberitahukan semua bagian yang harus dilakukan, kapan, bagaimana,
siapa yang bertanggung jawab dan hasil-hasil yang diharapkan. Evaluasi mencakup pertanyaan
kepada partisipan mengenai pendapatnya terhadap intervensi yang telah dibuat dan apakah
tujuan tercapai atau tidak. Evaluasi dapat dipenuhi melalui analisis statistik terhadap perilaku
yang diubah dan/atau melengkapi penilaian yang berkelanjutan melalui anggota yang terlibat
dalam proses konsultasi karena ini terjadi. Penilaian formatif dapat dilakukan secara verbal
maupun tertulis. Pada saat itu, konsultan perlu menilai ulang apa yang telah ia lakukan.
Penghentian, Kontak langsung dengan konsultan berhenti, tetapi pengaruh proses
diharapkan berlanjut. Putusan dibuat untuk menunda perbuatan, perancangan kembali, dan
melaksanakan kembali, serta mengakhirinya dengan sempurna. Apakah konsultasi berhasil atau
tidak, penting bagi konsultan untuk meninjau hasil hubungan konsultasi bersama-sama semua
pihak yang terlibat. Jika intervensi tidak berhasil, konsultan dan individu yang terlibat
seharusnya mencoba proses yang terjadi sehingga bisa dibuat rencana selanjutnya untuk
mengoreksi situasi (Sinaga, 2022). Layanan konsultasi yang dilakukan peneliti ada 4 kali
pertemuan dengan pertemuan pertama konsulti membahas masalah yang di alaminya seperti
apa yang di alaminya dalam menghadapi perilaku tantrum anak. Apakah tantrumnya berbahaya
atau membahaya orang lain, berapa lama durasi tantrum anak, dan apa saja faktor yang
membuat anak berperilaku tantrum. jadi dapat di simpulkan hasil dari pertemuan pertama
layanan konsultasi yaitu anak mengalami tantrum tidak membahayan dirinya ataupun orang
lain dengan durasi tantrum hingga mencapai 2 jam. Faktor anak mengalami tantrum yaitu
Academy of Education Journal
Vol. 15, No. 1, Juli 2024, Page: 1356-1363
ISSN: 1907-2341 (Print), ISSN: 2685-4031 (Online)
1361
Sartika Dara Alida Harahap et.al (Penerapan layanan konsultasi bagi.)
karena anak tidak mau mengikuti pelajaran kalau tidak di temani oleh neneknya dan faktor
lainnya seperti suasana hati kurang bagus, perlakuan temannya yang membuat anak tidak
nyaman.
Layanan konsultasi pada pertemuan kedua konsultan dan konsulti membahas apa saja
hambatan konsulti dalam menghadapi anak yang tantrum. hambatan yang dialami konsulti
banyak seperti konsulti sering stress karena sulit untuk mengikuti kemauan anak yang
mengalami tantrum, anak juga sering menghambat pembelajaran siswa yang lain. Jadi tidak
sedikit siswa lainnya yang terganggu sampai juga ikutan menangis. Layanan konsultasi pada
pertemuan ketiga konsultan dan konsulti membahas merumuskan masalah, menetapkan
masalah serta pencarian solusi. Konsultan menyimpulkan bahwasannya penyebab anak tersebut
berperilaku tantrum karena tidak bisa mengikuti pembelajaran kalau tidak di dampingi oleh
neneknya. Penyebab lainnya yaitu suasana hati yang kurang bagus yang menyababnya anak
tantrum hingga terganggunya pembelajaran. Konsultan memberikan solusi kepada konsulti
bagaimana menghadapi atau menangani perilaku tantrum anak. Konsultan memberikan
penjelasan bahwasannya perilaku tantrum yang dialami anak tidak boleh dibiarkan tetapi harus
di dampingi. Jika merasa perilaku tantrum anak membahaya kan konsulti harus membawa anak
ke tempat yang jauh dari orang sekitar agar konsulti bisa berbicara dengan halus kepada anak
dan mengalihkan perhatian anak dengan mainan, snack ataupun kartun yang di gemarinya.
Konsultan juga menjelaskan bahwasannya membiarkan anak yang mengalami tantrum anak
berakibat fatal karena akan menghambat tumbuh kembang anak.
Layanan konsultasi pada pertemuan keempat pertemuan terakhir konsultan mengevaluasi
adakah berubahan tingkah laku anak yang mengarah ke lebih baik. Anak mengalami perubahan
bahwasannya anak sudah bisa tidak di dampangi lagi oleh neneknya dalam proses
pembelajaran. Konsulti menjelaskan bahwa tantrum anak tidak sering terjadi lagi yang awalnya
bisa mencapai 7 kali dalam seminggu dan sekarang 2 atau 3 kali dalam seminggu, dan
penyebab tantrum anak pun hanya karena suasana hati yang kurang bagus. Hasil post test
tentang perilaku tantrum pada anak usia prasekolah di tinjukkan oleh tabel di bawah ini:
No
Inisial
Skor
1
MP
54
2
MD
69
3
MR
59
4
MF
46
Tabel di atas menunjukkan hasil post test yang di peroleh dari 20 item pernyataan dengan
2 aspek dan beberapa indikator untuk menangani perilaku tantrum pada anak usia prasekolah
dengan skor terendah 46 insial MF serta skor tertinggi dengan nilai 69 inisial MD. Hasil
tersebut menunjukkan bahwa 4 siswa memiliki beberapa perbedaan perilaku tantrum. Konsulti
berinisi MF yang memiliki skor terendah yaitu 46 dengan anak berinisial KA, di katakan jarang
dalam arti 3 atau 2 kali seminggu berperilaku tantrum, perilaku tantrum yang dialami KA
seperti menangis dengan keras, menjerit jerit, berteriak teriak, merengek, menggigit, memukul.
Dalam hasil wawancara tindakan yang dilakukan oleh guru saat KA berperilaku tantrum yaitu
memberikan perhatian lain seperti menawarkan snack atau mainan yang KA sukai.
Konsulti berinisial MD yang memiliki skor tertinggi yaitu 69 dengan anak berinisial EL,
di katakan selalu dalam arti 7 kali dalam seminggu berperilaku tantrum, perilaku tantrum yang
dialami EL seperti menangis dengan keras, menjerit jerit, berteriak teriak, merengek,
menggigit, memukul, melempar barang, membenturkan kepala, melukai diri sendiri atau orang
lain. Dalam hasil wawancara tindakan yang di lakukan oleh guru saat El berperilaku tantrum
yaitu diberikan pengertian kepada EL setelah tantrum nya mereda. Fakta dari lapangan
Academy of Education Journal
Vol. 15, No. 1, Juli 2024, Page: 1356-1363
ISSN: 1907-2341 (Print), ISSN: 2685-4031 (Online)
1362
Sartika Dara Alida Harahap et.al (Penerapan layanan konsultasi bagi.)
menunjukkan bahwa 4 guru paud yang menangani perilaku tantrum anak sudah di berikan
layanan konsultasi dengan tujuan mampu atau tau cara cara menangani perilaku tantrum
terhadap anak usia prasekolah. Tujuan dilakukannya layanan konsultasi ini terhadap guru paud
dalam menghadapi perilaku tantrum pada anak usia prasekolah yaitu di harapkan guru mampu
mengatasi perilaku tantrum anak agar guru paham apa yang seharusnya di lakukan atau
tindakan seperti apa untuk menghadapi perilaku tantrum anak. Jadi guru tidak hanya diam saja
dalam menghadapi perilaku tantrum anak karena anak yang mengalami tantrum yang di
biarkan dan tidak diberi penanganan akan mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan anak.
Proses layanan konsultasi yang peneliti lakukan kepada guru di katakan berhasil karena karena
ada beberapa anak yang mengalami perubahan perilaku tantrum, seperti anak tersebut adanya
perubahan jangka waktu tantrum yang sebelumnya bisa tantrum hingga menjacapai 2 jam dan
setelah dilakukannya penanganan tantrum oleh gurunya anak tersebut berperilaku tantrum
hanya dengan jangka waktu yang lebih sedikit yaitu 20 sampai 30 menit saja. Tidak hanya itu
anak tersebut lebih mudah di beri pemahaman bahwasannya perilaku tantrum yang ia lakukan
tidak baik yang menyebabkan terganggunya proses belajar.
4.
Kesimpulan
Pelaksanaan layanan konsultasi yang di lakukan oleh konsultan kepada guru PAUD
Permata Bangsa sangat membantu untuk menangani perilaku tantrum anak usia prasekolah.
Layanan konsultasi yang dilakukan sebanyak 4 kali dapat menambah wawasan, pemahaman
dan cara-cara yang perlu dilaksanakannya dalam menangani kondisi dan permasalahan pihak
ketiga. Pada penelitian ini layanan konsultasi yang di berikan oleh konsultan terhadap
konsulti dapat membantu konsulti menangani masalah pihak ketiga yaitu anak yang
mengalami tantrum. Dengan menggunakan metode one shot case study proses layanan
konsultasi yang peneliti lakukan kepada guru berhasil karena ada anak yang mengalami
perubahan perilaku tantrum yang mengarah ke lebih baik. Tujuan dari layanan konsultasi ini
bertindak langsung yang berkaitan dengan suasana atau permasalahan siswa. Penelitian ini
diharapkan dapat menjadi acuan penelitian bagi peneliti selanjutnya. Peneliti selanjutnya
yang tertarik untuk meneliti tentang perilaku tantrum pada anak usia prasekolah melalui
layanan konsultasi yang di berikan kepada guru disarankan untuk melakukan proses layanan
konsultasi yang baik dan benar agar hasil yang di dapat juga akurat.
5.
Daftar Pustaka
Chaplin, J.P. (2009). Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Harahap, N. S. (2023). strategi guru dalam menangani anak usia 4-5 tahun yang mengalami
temper tantrum di ra bahrul ilmi sidempuan. Jurnal Penelitian Tindakan Kelas Dan
Pengembangan Pembelajaran, 3.
Ihsani, I. (2019). Edukasi Sanitasi Lingkungan Dengan Menerapkan Perilaku Hidup Bersih
Dan Sehat (Phbs) Pada Kelompok. Prosiding Penelitian & Pengabdian Kepada
Masyarakat, 3.
Marhamah, A. (2023). Peran Guru Bimbingan Konseling Dalam Mengurangi Kenakalan Siswa
Di Mts Pab 1 Helvetia. Jurnal Review Pendidikan dan Pengajaran, 3.
Neukrug. (2007). The World of the Counselor An Introduction to the Counseling. Belmont:
Thomson Higher Education, 216.
Saputra, A. D. (2022). Peran Guru Kelas Dalam Mengampu Tugas Bimbingan Dan Konseling
Di Sekolah. Jurnal Ilmiah Pendidikan Madrasah Ibtidaiyah, 397.
Academy of Education Journal
Vol. 15, No. 1, Juli 2024, Page: 1356-1363
ISSN: 1907-2341 (Print), ISSN: 2685-4031 (Online)
1363
Sartika Dara Alida Harahap et.al (Penerapan layanan konsultasi bagi.)
Sembiring, A. K. (2017). Persepsi Orang Tua terhadap Pemecahan Masalah Temper Tantrum
Anak Usia Dini di Kecamatan Rumbai Kota Pekanbaru. Jurnal Pendidikan, 4.
Septiana, E. (2021). Implementasi Pengelolaan Kelas Oleh Guru Terhadap Motivasi Belajar
Anak Usia Dini Usia 5-6 Tahun Di Tk Taruna Jaya Prumnas Way Halim Bandar
Lampung. 45.
Septriani, E. (2022). Dampak Penggunaan Smartphoneterhadap Perilaku TantrumAnak Usia 5-
8 Tahun (Fenomenologi di Desa Air Gading Kecamatan Baturaja Barat Kabupaten Ogan
Komering Ulu). Jurnal Ilmiah Ilmu Pendidikan, 2.
Setyawan, D. A. (2019). Peran Konselor dalam Menghadapi Perilaku Temper Tantrum.
Journal of Guidance and Counseling, 502.
SInaga, M. H. (2022). M. Harwansyah Putra Sinaga. Tanjungbalai.
Sinaga, M. H. (2022). Pengembangan Model Layanan Konsultasi Berbasis Cognitive Behavior
Untuk Meningkatkan Academic Hardiness Siswa Sma Di Kota Semarang. 36.
Sukatin. (2020). Analisis Perkembangan Emosi Anak Usia Dini. Jurnal Ilmiah Tumbuh
Kembang Anak Usia Dini, 2.
Susilowati, A. (2012). Implementasi Layanan Konsultasi Dalam Meningkatkan Prestasi Belajar
Peserta Didik. Jurnal Bimbingan Konseling Dan Dakwah Islam, 4.
Tobing, J. L. (2019). Fight Or Flight: Stres Dan Strategi Coping Guru Pembimbing Khusus.
Jurnal Manajemen Pendidikan, 191.
Umar, M. (2016). Manajemen Hubungan Sekolah Dan Masyarakat Dalam Pendidikan. Jurnal
Edukasi, 5.
WIDODO, B. (2009). Layanan Konsultasi Orang Tua Salah Satu Bidang Layanan Bimbingan
Konseling Untuk Membantu Mengatasi Masalah Anak (Sebuah Refleksi Analitis). Jurnal
Ilmiah Widya Warta, 3.
Zuhroh, D. F. (2020). Hubungan Karakteristik Anak Dan Ibu Dengan Kejadiantemper Tantrum
Pada Anak Usia Prasekolah. Jurnal IJPN, 25.