Academy of Education Journal
Vol. 15, No. 1, January 2024, Page: 948-958
ISSN: 1907-2341 (Print), ISSN: 2685-4031 (Online)
948
Apeles Lexi Lonto et.al (Hubungan Kecerdasan Emosional….)
Hubungan Kecerdasan Emosional dengan Kinerja
Guru Pendidikan Kewarganegaraan
Apeles Lexi Lonto
a,1
, Ruth Sriana Umbase
b,2
, Dewa Bagus Sanjaya
c,3
, Telly D. Wua
d,4
a
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Universitas Negeri Manado
b
Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Universitas Negeri Manado
c
Pascasarjana Pendidikan Dasar, Universitas Pendidikan Ganesha
d
Universitas Negeri Manado
1
2
3
4
*
Email Corresponding: ruthumbase@unima.ac.id
INFO ARTIKEL
ABSTRAK
Sejarah Artikel:
Diterima: 24 Januari 2024
Direvisi: 18 Februari 2024
Disetujui: 23 Maret 2024
Tersedia Daring: 30 April 2024
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara Kecerdasan
Emosional dan Kinerja Guru. Metode yang digunakan yaitu Metode Survey.
Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat hubungan yang positif dan
signifikan sebesar 0,89 antara Kecerdasan Emosional dan Kinerja Guru PKn
di Kota Bitung. Kecerdasan emosional mencakup kesadaran pengendalian
diri, tingginya rasa empati dan harmonisasi dalalam hubungan sosial dimana
faktor-faktor ini telah menyebabkan kinerja guru dalam pengelolaan dan
penguasaan pembelajaran, pembimbingan siswa, daya interaktif yang
menyenangkan dan inovatif. Implikasinya, baik kecerdasan emosional
maupun kinerja guru dapat ditingkatkan melalui peningkatan pengetahuan,
pembiasaan karakter mulia serta penerapannya secara berkelanjutan
demikian sebaliknya jika kecerdasan emosional tidak ditingkatkan maka
kinerja guru juga sulit untuk ditingkatkan. Optimalisasi peningkatan
kecerdasan emosional dan kinerja guru dapat dilakukan di sekolah yang
memiliki semangat sebagai organisasi pembelajar.
Kata Kunci:
Kecerdasan Emosional
Kinerja Guru PKn
ABSTRACT
Keywords:
Emotional Intelligence
Civics Teacher Performance
This research aims to analyze the relationship between Emotional Intelligence
and Teacher Performance. The method used is the Survey Method. The
research results show a positive and significant relationship of 0.89 between
Emotional Intelligence and the Performance of Civics Teachers in Bitung City.
Emotional intelligence includes awareness of self-control, a high sense of
empathy, and harmonization in social relationships; where these factors have
caused teacher performance in managing and mastering learning, student
guidance, and fun and innovative interactive abilities to increase. The
implication is that both emotional intelligence and teacher performance can
be improved through increasing knowledge and habituation and continuous
training in schools with the spirit of being a learning and driving organization.
©2024, Apeles Lexi Lonto, Ruth Sriana Umbase, Dewa Bagus Sanjaya, Telly D. Wua
This is an open access article under CC BY-SA license
1. Pendahuluan
Bitung merupakan salah satu kota di antara 15 kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Utara
yang memiliki masyarakat yang heterogenitas disertai kompleksitas permasalahannya termasuk
permasalahan di bidang Pendidikan. Dalam penyelenggaraan pendidikan, guru memegang
peranan penting untuk mewujudkan pencapaian tujuan pendidikan. Apabila tujuan pendidikan
tidak dapat diwujudkan berarti terdapat permasalahan yang perlu untuk dianalisis faktor-faktor
penyebabnya. Salah satu kasus yang terjadi di Kota Bitung yaitu adanya tindakan kekerasan
yang dilakukan guru terhadap siswa dalam bentuk hukuman fisik sehingga mengakibatkan siswa
pingsan lalu dibawa ke Rumah Sakit Angkatan Laut Bitung (Sufaldi Tampilang, 2023).
Fakta tentang tindakan guru melakukan hukuman fisik demi menegakan aturan di sekolah
Academy of Education Journal
Vol. 15, No. 1, January 2024, Page: 948-958
ISSN: 1907-2341 (Print), ISSN: 2685-4031 (Online)
949
Apeles Lexi Lonto et.al (Hubungan Kecerdasan Emosional….)
sampai saat ini masih sering terjadi (R. Umbase, 2016). Dibutuhkan guru yang professional yang
tidak hanya memahami hak-hak anak di sekolah tetapi juga memiliki kemampuan mengelola
emosi dengan baik guna memenuhi dan melindungi hak anak (Lase, 2016; Muis, 2017).
Selanjutnya dengan kecerdasan emosional yang baik maka guru dapat meningkatkan kinerjanya
menjadi lebih tinggi (Mangkunegara & Puspitasari, 2015).
Globalisasi dan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi telah menciptakan dampak
yang luas dan kompleks di dunia pendidikan (R. S. Umbase, 2023). Tingkat kesehatan emosional
termasuk didalamnya kenyamanan dan kecerdasan emosional ikut ditentukan oleh respons yang
bersifat resiprokal dari setiap orang termasuk para guru, baik dari individu ke individu lainnya,
individu dengan kelompok, maupun kelompok dengan kelompok lainnya (Zebua et al., 2021).
Fakta tentang guru pada masa lampau yang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi
ditandai dengan kesungguh-sungguhan dalam melaksanakan tugas, ternyata secara berangsur-
angsur mulai tergeser dengan benturan kepentingan dan berbagai tekanan akibat kebijakan,
program kerja dan tuntutan-tuntutan hidup yang semakin kompleks.
Selanjutnya keprihatinan mengenai alokasi dana dan distribusinya untuk pembiayaan
pendidikan di Indonesia masih terus dikeluhkan oleh masyarakat. Padahal pendidikan merupakan
aspek penting dalam pembangunan bangsa dan negara. Hal ini telah ditegaskan dalam UU No.
20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pada dasarnya pembaharuan pendidikan
memberi landasan yuridis yang kuat bagi peningkatan kinerja guru, terutama dalam upaya untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh undang-undang tersebut. Guna mencapai tujuan yang
dimaksudkan maka dibutuhkan guru-guru yang memiliki kemampuan prima agar bisa
menampilkan kinerja yang baik (Jamin, 2018).
Kinerja guru menjadi lebih baik jika guru telah melaksanakan unsur-unsur yang terdiri dari
kesetiaan dan komitmen yang tinggi pada tugas mengajar, menguasai dan mengembangkan
bahan pelajaran, kedisiplinan dalam mengajar dan tugas lainnya, kreativitas dalam melaksanakan
pengajaran, kerjasama dengan semua warga sekolah, kepemimpinan yang menjadi panutan
siswa, kepribadian yang baik, jujur dan obyektif dalam membimbing siswa, serta tanggung
jawab terhadap tugasnya (Lonto, 2017; Saâ, 2018).
Kesetiaan dan komitmen merupakan salah satu faktor dalam hal kesetiaan dan komitmen
guru dalam proses pendidikan yaitu sikap guru terhadap pekerjaan yang mempengaruhi tindakan
guru dalam menjalankan aktivitas kerjanya. Sikap positif terhadap pekerjaannya, tentunya akan
diikuti dengan tanggungjawab untuk melaksanakannya. Seorang guru yang memiliki sikap
negatif terhadap pekerjaannya pastilah hanya menjalankan fungsi dan kedudukannya sebatas
rutinitas belaka. Sikap guru terhadap pekerjaan maupun dalam bentuk motivasi kerja yang
ditampilkan guru yang memiliki sikap positif terhadap pekerjaan, sudah tentu menampilkan
kepuasan yang baik terhadap pekerjaannya. Walaupun tidak dapat dipungkiri bahwa ada kendala
seperti kurangnya penghasilan bagi guru honorer (Lonto, 2017; Saâ, 2018; Yudistiro, 2015).
Di masa depan dibutuhkan guru yang sungguh punya kreativitas, kritis, terbuka dalam
masyarakat dan berpikir terhadap persoalan pendidikan yang ada dan yang terpenting adalah
seorang guru harus membantu murid dalam mengembangkan nilai kemanusiaan seperti
penghargaan terhadap pribadi manusia, hak asasi, moralitas, keadilan, kepekaan terhadap orang
lain, kejujuran dan persaudaraan. Selanjutnya apabila mengkaji tentang kinerja guru tidak hanya
dilihat dari kemampuan kerja yang sempurna, tetapi juga kemampuan menguasai dan mengelola
diri sendiri serta kemampuan dalam membina hubungan dengan orang lain. Kemampuan tersebut
oleh Daniel Goleman disebut dengan Emotional Intelligence atau kecerdasan emosi. Hasil
penelitiannya menunjukkan bahwa kecerdasan emosi menyumbang 80% dari faktor penentu
kesuksesan seseorang, sedangkan 20% yang lain ditentukan oleh IQ (Intelligence Quotient).
Orang mulai sadar pada saat ini bahwa tidak hanya keunggulan intelektual saja yang diperlukan
untuk mencapai keberhasilan tetapi diperlukan sejenis keterampilan lain seperti kecerdasan
Academy of Education Journal
Vol. 15, No. 1, January 2024, Page: 948-958
ISSN: 1907-2341 (Print), ISSN: 2685-4031 (Online)
950
Apeles Lexi Lonto et.al (Hubungan Kecerdasan Emosional….)
emosional untuk menjadi yang terdepan. Hal ini merupakan suatu usaha untuk mengelolah diri
sendiri sebagai guru dalam melaksanakan tugasnya sebab terjadinya berbagai tindak kekerasan di
sekolah, dimana ada guru yang memukul siswa, menciderai, menghukum tanpa rasa
kemanusiaan menunjukkan rendahnya kecerdasan emosional guru (Goleman et al., 2013).
Dewasa ini sangat dibutuhkan guru yang memiliki integritas sehingga mampu mengelola
emosinya dengan baik. Apalagi Paradigma baru PKn sekarang ini mengacu pada beberapa
aspek adalah: (1) Lingkungan strategis, yaitu isu-isu kritis tentang globalisasi, demokratisasi, hak
asasi manusia, konflik horizontal dan pergeseran nilai. (2) Tuntutan PKn abad 21 yaitu civics
intelligence, civics responsibility, dan civics participation. (3) Kapasitas PKn yaitu knowledge,
competency, konfidensi, desposisi/nilai, skill, dan rational decision making. (4) Cakupan isi PKn
yaitu; standar normative, moral and civics, politic and government, dan public issues (Lonto &
Umbase, 2022; Sanjaya, Wirabrata, et al., 2021).
Belajar Pendidikan Kewarganegaraan diharapkan dapat menyanggupkan siswa memahami,
menganalisis dan merumuskan solusi terhadap permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat,
bangsa dan negara secara berkesinambungan dan konsisten dengan cita-cita dan tujuan nasional.
Selanjutnya diharapkan dapat dieliminir, permasalahan seperti kurangnya kesungguh-
sungguhan sebagian guru dalam melaksanakan tugas pokoknya sebagai guru, sikap personal
guru yang masih kurang memuaskan bahkan tidak menunjukkan sifat terbuka, kurang mandiri
dan upaya untuk pengembangan diri yang masih rendah; rendahnya kecerdasan emosional,
kurangnya keteladanan dalam bersikap dan bertindak; integritas yang masih rendah masih
menunjukan inkonsistensi antara perkataan dan perbuatan, rendahnya pengendalian diri, etos
kerja dan tanggung jawab dalam melaksanakan tugas sebagai guru; rendahnya kinerja guru
karena kekurang-mampuan merespons tuntutan lingkungan internal maupun eksternal (Limon &
NARTGÜN, 2020).
Kinerja guru memegang peranan penting dalam menghasilkan sumber daya manusia yang
berkualitas. Salah satu indikator kualitas kinerja guru tampak pada kualitas siswa. Guru
Pendidikan Kewarganegaraan yang memiliki kinerja yang berkualitas sangat potensial untuk
mengembangkan kualitas karakter siswa (Sanjaya, Suartama, et al., 2021). Kinerja guru
merupakan faktor penentu dalam suatu organisasi pendidikan , hal ini berarti bahwa keberhasilan
suatu organisasi pendidikan dalam pencapaian tujuannya bergantung antara lain pada upaya
yang dilakukan guru dalam melaksanakan pekerjaannya sesuai dengan tugas dan tanggung
jawabnya masing-masing. Misalnya dalam organisasi sekolah, berhasil tidaknya tujuan
pendidikan sangat ditentukan oleh kinerja guru dalam pencapaian tujuan pembelajaran.
Kinerja guru atau prestasi kerja merupakan hasil yang dicapai oleh guru dalam
melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan,
kemudian pengalaman dan kesungguhan serta penggunaan waktu. Kinerja guru akan baik jika
guru telah melaksanakan unsur-unsur kesetiaan dan komitmen yang tinggi pada tugas mengajar.
Kinerja seorang guru dilihat dari sejauh mana guru tersebut melaksanakan tugasnya dengan
tertib dan bertanggung jawab, kemampuan menggerakkan dan memotivasi siswa untuk belajar
dan kerjasama dengan guru lain. Kinerja guru sebagai seperangkat perilaku nyata yang
ditunjukkan oleh guru pada waktu memberikan pelajaran kepada siswanya (Jalagat, 2016; Limon
& NARTGÜN, 2020; Ramawickrama et al., 2017; Usop et al., 2013).
Kinerja guru dalam kegiatan pembelajaran adalah kesanggupan atau kecakapan para guru
dalam menciptakan suasana komunikasi yang edukatif antara guru dan siswa yang mencakup
suasana kognitif, afektif dan psikomotorik sebagai upaya mempelajari sesuatu berdasarkan
perencanaan sampai dengan tahap evaluasi dan tindak lanjut agar mencapai tujuan pengajaran.
Kemampuan pribadi menjadikan guru dapat mengelola dan berinteraksi secara baik serta
mengelola proses belajar mengajar. Guru juga harus mempunyai kepribadian yang utuh karena
Academy of Education Journal
Vol. 15, No. 1, January 2024, Page: 948-958
ISSN: 1907-2341 (Print), ISSN: 2685-4031 (Online)
951
Apeles Lexi Lonto et.al (Hubungan Kecerdasan Emosional….)
bagaimanapun guru merupakan suri tauladan bagi anak didiknya (Irwan & Kamarudin, 2021;
Kurniawan et al., 2018).
Berbicara tentang kinerja guru erat kaitannya dengan standar kinerja yang dijadikan ukuran
dalam menilai kualitas pembelajaran dan hasil belajar yang dapat dicapai guru. Penilaian kinerja
guru bermanfaat untuk mengetahui perkembangan dan kemajuan organisasi sekolah sesuai
dengan standar yang telah ditetapkan dan sekaligus sebagai umpan balik bagi guru untuk dapat
mengetahui kekurangannya sehingga dapat memperbaiki diri dan meningkatkan kinerjanya.
Menilai kinerja guru adalah suatu proses menentukan tingkat keberhasilan guru dalam
melaksanakan tugas-tugas pokok mengajar dengan menggunakan patokan-patokan tertentu.
Kinerja guru adalah kemampuan guru dalam mencapai tujuan pembelajaran, yang dilihat dari
penampilannya dalam melakukan proses belajar mengajar (Ahmad, 2017).
Kinerja guru dapat dilihat pada alat penilaian kemampuan guru (APKG), yaitu: (1).
Perencanaan pengajaran, (2). Pelaksanaan pembelajaran di kelas, yang meliputi penggunaan
metode, media dan bahan latihan, berkomunikasi dengan siswa, mendemonstrasikan khasanah
metode mengajar, mendorong mengadakan keterlibatan siswa dalam pengajaran,
mendemonstrasikan penguasaan mata pelajaran, mengorganisasikan waktu, ruang, bahan dan
perlengkapan, dan evaluasi hasil belajar, (3). Kualitas hubungan antar pribadi, yang meliputi
membantu mengembangkan sikap positif pada diri siswa, bersikap terbuka dan luwes terhadap
siswa dan orang lain, menampilkan kegairahan dan kesungguhan dalam proses pembelajaran,
serta pengelolaan interaksi pribadi dalam kelas (Hasan, 2018; Kurniawan et al., 2018; Maujud,
2018).
Kinerja guru dapat dinilai juga dari profesionalitasnya dalam pelaksanaan tugasnya di
sekolah. Profesionalitas tersebut terwujud dalam kegiatan dibidang pedagogik yaitu unjuk kerja
guru dalam mengelola kegiatan pembelajaran, dibidang profesional ditunjukkan dalam
penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam, dibidang kepribadian yakni memiliki
kepribadian yang mulia, memiliki kecerdasan emosional, berakhlak mulia, arif dan bijaksana,
berwibawa serta menjadi teladan bagi siswa, dibidang sosial yaitu ditunjukkan dengan
kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien dengan siswa,
rekan guru, orang tua dan atau wali siswa dan masyarakat sekitar (Dudung, 2018).
Berdasarkan keseluruhan uraian tentang kinerja guru maka dapatlah dinyatakan bahwa
kinerja guru adalah perilaku yang ditunjukkan guru dalam melaksanakan tugas profesionalnya di
sekolah dalam hal pengelolaan pembelajaran, penguasaan materi pelajaran, pembimbingan siswa
dalam suasana yang kondusif, interaktif, menyenangkan, dan produktif-inovatif.
Kecerdasan emosional secara konseptual memiliki makna khusus yang mengacu pada
kematangan dan kemampuan seseorang dalam mengelola emosinya. Kecerdasan emosi
merupakan kemampuan untuk menggunakan emosi secara efektif dalam mengelola diri sendiri
dan mempengaruhi hubungan dengan orang lain secara positif. kecerdasan emosi adalah
kemampuan untuk merasakan emosi, menerima dan membangun emosi dengan baik, memahami
emosi dan pengetahuan emosional sehingga dapat meningkatkan perkembangan emosi dan
intelektual (Mayer & Salovey, 1993). Selain itu Salovey juga memberikan definisi dasar tentang
kecerdasan emosi dalam lima wilayah utama yaitu, kemampuan mengenali emosi diri, mengelola
emosi diri, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain, dan kemampuan membina
hubungan dengan orang lain. Seorang ahli kecerdasan emosi yakni Goleman mengatakan bahwa
yang dimaksud dengan kecerdasan emosi di dalamnya termasuk kemampuan mengontrol diri,
memacu, tetap tekun, serta dapat memotivasi diri sendiri. Kecakapan tersebut mencakup
pengelolaan bentuk emosi baik yang positif maupun negatif.
Purba berpendapat bahwa kecerdasan emosi adalah kemampuan di bidang emosi yaitu
kesanggupan menghadapi frustasi, kemampuan mengendalikan emosi, semangat optimisme, dan
kemampuan menjalin hubungan dengan orang lain atau empati. Hal tersebut seperti yang
Academy of Education Journal
Vol. 15, No. 1, January 2024, Page: 948-958
ISSN: 1907-2341 (Print), ISSN: 2685-4031 (Online)
952
Apeles Lexi Lonto et.al (Hubungan Kecerdasan Emosional….)
dikemukakan Patton bahwa penggunaan emosi yang efektif akan dapat mencapai tujuan dalam
membangun hubungan yang produktif dan meraih keberhasilan kerja (Purba & Demou, 2019).
Kecerdasan Emosi dapat diukur dari beberapa aspek-aspek yang ada. Goleman
mengemukakan lima kecakapan dasar dalam kecerdasan Emosi, yaitu: (1) Self awareness,
merupakan kemampuan sesorang untuk mengetahui perasaan dalam dirinya dan efeknya serta
menggunakannya untuk membuat keputusan bagi diri sendiri, memiliki tolak ukur yang realistis,
atau kemampuan diri dan mempunyai kepercayaan diri yang kuat lalu mengkaitkannya dengan
sumber penyebabnya. (2) Self management, yaitu merupakan kemampuan menangani emosinya
sendiri, mengekspresikan serta mengendalikan emosi, memiliki kepekaan terhadap kata hati,
untuk digunakan dalam hubungan dan tindakan sehari-hari. (3) Motivation, adalah kemampuan
menggunakan hasrat untuk setiap saat membangkitkan semangat dan tenaga untuk mencapai
keadaan yang lebih baik serta mampu mengambil inisiatif dan bertindak secara efektif, mampu
bertahan menghadapi kegagalan dan frustasi. (4) Empati (social awareness), Empati merupakan
kemampuan merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain, mampu memahami perspektif orang
lain, dan menimbulkan hubungan saling percaya serta mampu menyelaraskan diri dengan
berbagai tipe individu. (5) Relationship management, merupakan kemampuan menangani emosi
dengan baik ketika berhubungan dengan orang lain dan menciptakan serta mempertahankan
hubungan dengan orang lain, bisa mempengaruhi, memimpin, bermusyawarah, menyelesaikan
perselisihan dan bekerja sama dalam tim.
Kecerdasan emosional mencakup: (1) Kesadaran diri ditandai dengan adanya kepercayaan
diri, kemampuan menilai diri sendiri secara objektif, kemampuan menciptakan sukacita untuk
menghibur diri sendiri. (2) Pengendalian diri ditandai dengan adanya: kemampuan menciptakan
kenyamanan dalam diri sendiri dalam situasi yang sulit, kemampuan bersikap terbuka,
kemampuan mempertahankan integritas diri. (3) Empati ditandai: kemampuan membangun dan
memelihara bakat yang dimiliki, kepekaan lintas budaya, kemampuan melayani siswa secara
prima. (4) Motivasi ditandai dengan: dorongan yang kuat untuk meraih tujuan, optimisme
ditengah kegagalan, memiliki komitmen stabil. (5) Ketrampilan sosial ditandai: keefektifan
dalam memimpin perubahan, persuasif, mampu mengemukakan kiat-kiat untuk mempengaruhi
siswa berpartisipasi secara aktif.
Kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk menyadari eksistensi diri sendiri,
kemampuan mengendalikan diri, kemampuan memahami suasana hati orang lain, memiliki
komitmen yang stabil, dan memiliki kesetiakawanan dan solidaritas sosial. Hal-hal inilah yang
menentukan kesuksesan dalam pelaksanaan tugas seorang guru yang setiap harinya selalu
berinteraksi dengan orang lain: di sekolah dengan sesama rekan guru, pegawai, laboran, teknisi,
terutama berinteraksi dengan siswa.
Berdasarkan uraian-uraian tersebut secara teoretik tampak adanya hubungan antara
kecerdasan emosional dengan kinerja guru. Oleh sebab itu dengan berlandaskan pada kerangka
teoretik tersebut, maka dikonstruksi konstelasi penelitian seperti pada Gambar di bawah ini:
Keterangan:
X : Kecerdasan emosional
Y : Kinerja guru
Hipotesis dalam penelitian ini yaitu “Terdapat hubungan antara Kecerdasan Emosional
dengan Kinerja Guru”.
X
Y
Gambar 1. Konstelasi Penelitian
Academy of Education Journal
Vol. 15, No. 1, January 2024, Page: 948-958
ISSN: 1907-2341 (Print), ISSN: 2685-4031 (Online)
953
Apeles Lexi Lonto et.al (Hubungan Kecerdasan Emosional….)
2. Metode
Penelitian ini adalah penelitian eksplanatif, yakni menganalisis dan menjelaskan hubungan
variabel-variabel yang ada di dalam model konstelasi penelitian. Tujuan dalam penelitian ini
yaitu untuk menganalisis dan menjelaskan hubungan antara variabel kecerdasan emosional
dengan kinerja guru. Metode penelitian yang digunakan adalah Metode Survey (Kristanto,
2018) .
Sumber data dalam penelitian ini yaitu guru yang mengajar Pendidikan Kewarganegaraan
(Guru PKn) di SMA di Kota Bitung Provinsi Sulawesi Utara yang berjumlah 30 orang.
Penentuan jumlah sampel ditetapkan sebesar jumlah populasi tersebut yaitu 30 orang guru.
Penelitian ini telah dilaksanakan pada tahun 2023.
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan mengunakan instrumen angket atau
kuesioner. Instrumen penelitian ini mencakup dua variabel penelitian yaitu: (1) Instrumen
untuk variabel kinerja guru; (2) instrumen untuk variabel kecerdasan emosional; Instrumen
penelitian disusun untuk masing-masing variabel menggunakan skala pengukuran yaitu skala
Likert. Masing-masing pernyataan yang diajukan untuk setiap item disiapkan lima
kemungkinan jawaban yang diharapkan dapat dipilih oleh responden sesuai dengan kondisi
yang terjadi, dirasakan dan dipersepsikan oleh masing-masing responden.
Setiap instrumen penelitian yang disusun terdapat pernyataan yang dikategorikan sebagai
pernyataan positif dan pernyataan negatif. Pada pernyataan positif, setiap jawaban Sangat
Setuju diberi skor 5, Setuju diberi skor 4, Ragu-Ragu diberi skor 3, Tidak Setuju diberi skor 2,
dan Sangat Tidak Setuju diberi skor 1. Untuk pernyataan yang negatif, pemberian skor
diberikan sebaliknya yaitu: untuk Sangat Setuju diberi skor 1, Setuju diberi skor 2, Ragu-Ragu
diberi skor 3, Tidak Setuju diberi skor 4, dan Sangat Tidak Setuju diberi skor 5.
3. Hasil dan Pembahasan
Hasil
Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yang dianalis yaitu (1) variabel bebas atau
independent variable dan variabel terikat atau dependent variable. Variabel bebas (X) yaitu
Kecerdasan Emosional dan Variabel Terikat (Y) yaitu Kinerja Guru. Secara teoretis dua
variabel tersebut memiliki hubungan yang erat. Dalam penelitian ini telah digunakan Statistical
Package for the Social Science (SPSS) versi Software IBM SPSS 23. Pengujian dilakukan untuk
menguji korelasi antara Kecerdasan Emosional dan Kinerja Guru. Hasil pengujian menunjukkan
bahwa terdapat hubungan positif dan signifikan antara kecerdasan emosional dan kinerja guru
sebesar 0,89.
Tabel 1. Hasil Uji Korelasi Hubungan antara Kecerdasan Emosional dan Kinerja Guru
KECERDASAN
EMOSIONAL
KINERJA GURU
KECERDASAN EMOSIONAL
Pearson Correlation
1
.895
**
Sig. (2-tailed)
.000
N
30
30
KINERJA GURU
Pearson Correlation
.895
**
1
Sig. (2-tailed)
.000
N
30
30
Sumber: Output SPSS versi 23
Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian tentang hubungan antara Kecerdasan Emosional dengan
Kinerja Guru Pendidikan Kewarganegaraan di Kota Bitung ternyata diperoleh nilai koefisien
korelasi sebesar 0,89. Jadi, terdapat korelasi yang positif dengan tingkat hubungan yang sangat
Academy of Education Journal
Vol. 15, No. 1, January 2024, Page: 948-958
ISSN: 1907-2341 (Print), ISSN: 2685-4031 (Online)
954
Apeles Lexi Lonto et.al (Hubungan Kecerdasan Emosional….)
kuat antara Kecerdasan Emosional Guru dan Kinerja Guru khususnya Guru Pendidikan
Kewarganegaraan.
Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat kecerdasan emosional guru akan
menyebabkan semakin tinggi kinerja guru. Sebaliknya apabila semakin rendah kecerdasan
emosional guru akan menyebabkan semakin menurunnya kinerja guru. Kecerdasan dan
kematangan emosional merupakan kemampuan untuk mengendalikan perasaan sendiri dan
orang lain serta menggunakan perasaan-perasaan tersebut untuk memadu pikiran dan tindakan.
Kematangan emosional yang dimiliki guru menyebabkan guru lebih bijak dalam mengambil
keputusan, memiliki kemampuan dalam berkomunikasi dengan banyak orang, dan memiliki rasa
tanggungjawab moral tinggi terhadap pekerjaannya sekaligus dapat meningkatkan kinerjanya.
Dunia kerja menuntut 80% kecerdasan emosional dibandingkan dengan kecerdasan intelektual
yang hanya 20% (Goleman, 2011; Patton, 2020).
Di dunia kerja khususnya dunia kerja profesional, sebagai pemimpin di kelas dalam
pengelolaan proses pembelajaran, guru perlu memiliki kecerdasan emosional yang tinggi. Dia
harus mampu mengendalikan dan menggerakkan secara optimal potensi kecerdasan
emosionalnya. Salah satu indikator kecerdasan emosional yaitu hubungan sosial. Kohesivitas
sosial ditunjukkan dalam bentuk keramah-tamahan dan kesetaraan antar-anggota masyarakat,
mereka biasanya senang untuk bersama-sama (adanya kebersamaan). Masing-masing anggota
merasa bebas untuk mengemukakan pendapat dan saran (Nasution et al., 2023; Sanjaya,
Wirabrata, et al., 2021). Lebih lanjut jikadikaitkan dengan empati ternyata orang yang empatik
mampu memahami motivasi dan pengalaman orang lain, perasaan dan sikap mereka, serta
harapan dan keinginan mereka untuk masa mendatang (Rahman, 2019). kemampuan seperti
inilah yang menyebabkan seorang guru mudah memahami apa yang sedang dialami dan
dibutuhkan orang lain.
Kinerja secara keseluruhan menyangkut berbagai bidang kemampuan, disiplin, kerajinan,
serta hubungan kerja atau khususnya yang berhubungan dengan bidang pekerjaannya.
Kecerdasan emosional merupakan kemampuan emosi secara efektif dalam mengelola diri sendiri
memiliki kepekaan terhadap kata hati, untuk digunakan dalam menggali hubungan dengan orang
dan melakukan tindakan sehari-hari. Kinerja guru dipengaruhi oleh kecerdasan emosional,
karena guru yang memiliki emosi yang stabil akan lebih bijak dalam mengambil keputusan,
memiliki kemampuan berkomunikasi dengan orang lain, dan memiliki rasa tanggung jawab
moral tinggi untuk melaksanakan tugas sebagai gurua, pengajar, fasilitator, moderator dan
pembimbing belajar bagi siswa (Lase, 2016; Nasution et al., 2023; Rahman, 2019; Sanjaya,
Wirabrata, et al., 2021).
Lahirnya undang-undang anti kekerasan seperti Undang-Undang Perlindungan Anak (No.
23 Tahun 2002, No. 35 Tahun 2014), merupakan salah satu bentuk penjaminan terhadap hak-hak
siswa yang dilanggar oleh guru akibat menurunnya simpati dan empati terhadap siswa yang
bermasalah. Dengan demikian untuk meningkatkan kualitas kerja guru maka kebutuhan untuk
memaksimalkan kecerdasan emosional guru, sangat dibutuhkan. Para pakar psikologi
menyatakan bahwa kecerdasan emosional seseorang dapat ditingkatkan melalui latihan dan
proses pendidikan yang berkualitas.
Kecerdasan emosional yang dimaksudkan adalah kemampuan memantau dan
mengendalikan perasaan sendiri dan orang lain serta menggunakan perasaan-perasaan tersebut
untuk memandu pikiran dan tindakan, sehingga kecerdasan emosi sangat diperlukan untuk
kesuksesan dalam bekerja dan menghasilkan kinerja yang menonjol dalam pekerjaan. Hal ini
senada telah dikemukakan juga oleh Patton bahwa orang yang memiliki kecerdasan emosi akan
mampu menghadapi tantangan dan menjadikan seorang manusia yang penuh tanggung jawab,
produktif, dan optimis dalam menghadapi dan menyelesaikan masalah, dimana hal-hal tersebut
sangat dibutuhkan di dalam lingkungan kerja (Goleman, 2011; Patton, 2020).
Academy of Education Journal
Vol. 15, No. 1, January 2024, Page: 948-958
ISSN: 1907-2341 (Print), ISSN: 2685-4031 (Online)
955
Apeles Lexi Lonto et.al (Hubungan Kecerdasan Emosional….)
Guru merupakan jabatan professional dimana melekat di dalamnya fungsi guru sebagai
guru, pengajar, pembimbing, fasilitator, motivator, yang menjadikan tugas guru secara langsung
bersentuhan dengan siswa (manusia) yang memiliki potensi kecerdasan untuk dimaksimalkan.
Setiap siswa memiliki kebutuhannya masing-masing, untuk tumbuh dan berkembang ke arah
kedewasaan dan kemandirian melalui proses pembelajaran (Prihartini et al., 2019). Pengajaran
yang dilakukan oleh guru itu dilaksanakan dalam interaksi edukatif antara guru dan murid yaitu
antara keadaan internal dan proses kognitif siswa. Selain itu guru adalah salah satu tenaga
kependidikan yang mempunyai peran sebagai faktor penentu keberhasilan tujuan suatu
organisasi karena guru yang langsung bersinggungan dengan siswa untuk memberikan
bimbingan yang muaranya akan menghasilkan tamatan yang berkualitas. Berkenaan dengan itu
maka kinerja guru harus selalu ditingkatkan (Pramesti & Muhyadi, 2018).
Guru adalah ujung tombak penentu kualitas pendidikan. Kinerja guru berpengaruh secara
langsung terhadap kualitas pendidikan setiap siswa. Oleh sebab itu semakin baik kinerja guru
maka akan semakin baik juga kualitas pendidikan yang dihasilkan. Demikian sebaliknya
semakin buruk kinerja guru maka akan semakin buruk juga kualitas pendidikan yang dihasilkan.
Sebuah hasil penelitian terhadap kinerja guru Pendidikan Kewarganegaraan yang PNS dan Non-
PNS di Singaraja menunjukan hasil kinerja yang tidak banyak berbeda. Ternyata besarnya gaji
tidak mempengaruhi kinerja guru karena setiap guru yang memiliki pengendalian diri yang baik
selalu mengedepankan kualitas kerja.(Saâ, 2018; Yudistiro, 2015).
Profesionalisme guru yang dimaksudkan adalah bukan semata-mata persoalan keterampilan
teknis, tetapi juga kepribadian guru sebagai sosok yang patut diteladani oleh siswa. Kecerdasan
emosional guru yang rendah tentu saja berpengaruh pada hubungan sosialnya baik di sekolah
maupun di masyarakat, termasuk kesadaran dirinya dalam menyikapi problematika baik di kelas
maupun di luar kelas.
Kesadaran diri yang dibangun berdasarkan tingkat kecerdasan emosional yang tinggi
sebagai insan yang mensyukuri tanggung jawabnya sebagai guru dengan sikap positif, maka guru
mampu menerima tugas kependidikannya bukan sebagai perintah tetapi sebagai ibadah.
Memiliki hubungan interpersonal yang kuat, bergaul dengan setiap murid dengan simpati dan
empati, memiliki falsafah hidup yang matang dan yang konsisten serta konsekuen dalam tugas
kependidikan. Dalam pelaksanaan tugas tidak hanya membatasi diri pada tugas mengajar mata
pelajaran tertentu tetapi menekankan pada fungsi belajar untuk menggali nilai-nilai peradaban
dan kemanusiaan, serta berpikir dengan akhlak mulia.
Berpikir dengan akhlak mulia yang patut diteladani oleh masyarakat, terutama oleh murid-
muridnya sendiri. Mempunyai motivasi yang kuat untuk terus berkembang, dan mewujudkannya
di dalam kehidupan sehari-hari. Dalam dunia pendidikan kinerja guru merupakan unjuk kerja
yang ditampilkan guru yang ditandai dengan hasil yang dicapai guru dalam melaksanakan tugas-
tugas yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta penggunaan waktu di
dalam proses belajar mengajar di sekolah (Lonto, 2017).
Pada intinya, kecerdasaan emosional merupakan komponen yang membuat seseorang
menjadi cerdas dan terampil menggunakan emosinya. Lebih lanjut dijelaskan bahwa emosi
manusia berada di wilayah dari perasaan lubuk hati, naluri yang tersembunyi, dan sensasi emosi
yang apabila diakui dan dihormati, kecerdasaan emosional menyediakan pemahaman yang lebih
mendalam dan lebih utuh tentang diri sendiri dan orang lain. Kecerdasan emosi saat ini
merupakan hal yang banyak dibicarakan dan diperdebatkan. Banyak penelitian yang membahas
dan menjawab persoalan mengenai kecerdasan emosi tersebut di dalam lingkungan organisasi.
Kecerdasan emosional selain berkorelasi dengan kinerja guru, dalam banyak aspek ini juga
menjadi landasan dalam pembentukan dan pengembangan karakter mulia bagi guru untuk
menjadi panutan bagi siswa.
Academy of Education Journal
Vol. 15, No. 1, January 2024, Page: 948-958
ISSN: 1907-2341 (Print), ISSN: 2685-4031 (Online)
956
Apeles Lexi Lonto et.al (Hubungan Kecerdasan Emosional….)
4. Kesimpulan
Berdasarkan keseluruhan hasil penelitian dan pembahasannya, maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa kecerdasan emosional berkorelasi positif dan signifikan dengan kinerja guru,
artinya apabila kecerdasan emosional guru tinggi atau baik maka akan meningkatkan kinerja
guru, kinerja guru akan semakin baik; demikian sebaliknya jika kecerdasan emosional guru
rendah atau buruk hal itu dapat mengurangi bahkan memperburuk kinerjanya.
Implikasi peningkatan kecerdasan emosional sangat menentukan kinerja guru. Seorang guru
yang memiliki kecerdasan emosi, dapat mengelola perasaannya dengan baik sehingga mampu
mengambil keputusan yang tepat. Kecerdasan emosi menjadi salah satu faktor penentu kualitas
aktivitas mental seseorang, dimana aktivitas itu ikut menentukan kesehatan mental sebagai
“bahan bakar” untuk menyuplai energi dalam pelaksanaan tugas professional sebagai guru. Guru
yang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi dan kinerja yang baik dapat memberikan
pemenuhan dan perlindungan hak belajar siswa sekaligus mencegah terjadinya kekerasan dan
perundungan di lingkungan sekolah. Penelitian ini juga menyajikan permasalahan-permasalahan
yang dapat diteliti lebih lanjut dalam bentuk studi kasus terhadap kinerja guru di wilayah yang
sering mengalami perundungan dan kekerasan pada siswa.
Kecerdasan emosional guru dapat ditingkatkan melalui pembiasaan karakter mulia. Guru
yang terbiasa membangun sikap empatik akan lebih mudah untuk bekerja memberikan layanan
belajar khususnya bagi siswa yang bermasalah. Seyogyanya dalam rekruitmen guru maka perlu
dipertimbangkan tingkat kecerdasan emosionalnya mengingat tugas guru tidak hanya mengajar
tetapi juga mendidik, membimbing bahkan mengasuh siswa yang mengalami kesulitan dalam
tumbuh-kembang, bersosialisasi dan belajar.
Pihak Manajemen Sekolah (pimpinan sekolah) selayaknya dapat melaksanakan evaluasi
kinerja guru secara periodik dan partisipatif dimana setiap guru diberikan kesempatan yang
seluas-luasnya untuk melaporkan hasil penilaian terhadap dirinya sendiri. Guru diberikan
kesempatan untuk menilai keunggulan dan kekurangannya secara periodik dan secara periodik
pula dapat mengusulkan perbaikan kinerjanya dengan strategi dan target capaian yang terukur.
Dibutuhkan koordinasi dalam lingkup system pengembangan kinerja dan profesionalitas
guru di era digital saat ini sehingga dapat dilakukan melalui berbagai program dan kegiatan
secara berkelanjutan, diantaranya melalui tukar-menukar informasi, pengetahuan, keterampilan
dan pengalaman dalam berbagai forum pelatihan, seminar, bimbingan teknis guna peningkatan
disiplin positif; peningkatan efesiensi dan efektifitas pembelajaran; peningkatan dan
pengembangan kemampuan kolaboratif dengan guru PKn di berbagai tempat baik di dalam
negeri maupun di luar negeri.
5. Daftar Pustaka
Ahmad, L. I. (2017). Konsep penilaian kinerja guru dan faktor yang mempengaruhinya. Idaarah:
Jurnal Manajemen Pendidikan, 1(1).https://doi.org/10.24252/idaarah.v1i1.4133
Dudung, A. (2018). Kompetensi profesional guru. JKKP (Jurnal Kesejahteraan Keluarga Dan
Pendidikan), 5(1), 919.https://doi.org/10.21009/JKKP.051
Goleman, D. (2011). The brain and emotional intelligence: New insights (Vol. 94). More than
sound Northampton, MA.
Goleman, D., Boyatzis, R. E., & McKee, A. (2013). Primal leadership: Unleashing the power of
emotional intelligence. Harvard Business Press.
Hasan, S. (2018). Perilaku Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Peningkatan Kinerja Guru di
SMK Se-Kabupaten Boalemo. Jurnal Pascasarjana, 3(2), 158168.
Academy of Education Journal
Vol. 15, No. 1, January 2024, Page: 948-958
ISSN: 1907-2341 (Print), ISSN: 2685-4031 (Online)
957
Apeles Lexi Lonto et.al (Hubungan Kecerdasan Emosional….)
Irwan, I., & Kamarudin, K. (2021). Implementasi Kinerja Guru Pada Pembelajaran PPKn. Jurnal
Basicedu, 5(4), 18621869.https://doi.org/10.31004/basicedu.v5i4.1054
Jalagat, R. (2016). Job performance, job satisfaction, and motivation: A critical review of their
relationship. International Journal of Advances in Management and Economics, 5(6), 36
42.https://www.managementjournal.info/index.php/IJAME/article/view/64.
Jamin, H. (2018). Upaya meningkatkan kompetensi profesional guru. At-Ta’dib: Jurnal Ilmiah
Prodi Pendidikan Agama Islam, 19
36.https://ejournal.staindirundeng.ac.id/index.php/tadib/article/view/112
Kristanto, V. H. (2018). Metodologi Penelitian Pedoman Penulisan Karya Tulis Ilmiah:(KTI).
Deepublish.
Kurniawan, D., Puluhulawa, J., & Wantu, S. M. (2018). Capacity Building Dinas Pendidikan
Dalam Peningkatan Kinerja Guru (Studi Kasus Guru Ppkn Smp Di Kecamatan Wonosari
Kabupaten Boalemo). Jurnal Pascasarjana, 2(2), 211219.
Lase, F. (2016). Kompetensi kepribadian guru profesional. Pelita Bangsa Pelestari Pancasila,
11(1).
Limon, İ., & NARTGÜN, Ş. S. (2020). Development of teacher job performance scale and
determining teachers’ job performance level. Journal of Theoretical Educational Science,
13(3), 564590.
Lonto, A. L. (2017). Pengaruh kecerdasan emosional dan lingkungan keluarga terhadap kinerja
guru pendidikan kewarganegaraan sma di sulawesi utara. Jurnal Inovasi Dan Teknologi
Pembelajaran, 2(2), 313322.https://journal2.um.ac.id/index.php/jinotep/article/view/2178
Lonto, A. L., & Umbase, R. S. (2022). The Integration of Political Interest in Transmitting the
Teaching Quality Management of Civics Education in Indonesia. Eurasian Journal of
Educational Research, 2022(99), 233248. https://doi.org/10.14689/ejer.2022.99.014
Mangkunegara, A. A. A. P., & Puspitasari, M. (2015). Kecerdasan emosi guru, stres kerja, dan
kinerja guru SMA. Jurnal Kependidikan Penelitian Inovasi Pembelajaran,
45(2).https://journal.uny.ac.id/index.php/jk
Maujud, F. (2018). Implementasi fungsi-fungsi manajemen dalam lembaga pendidikan islam
(studi kasus pengelolaan Madrasah Ibtidaiyah Islahul Muta’allim Pagutan). Jurnal Penelitian
Keislaman, 14(1), 3151.https://journal.uinmataram.ac.idindex.php/jpk/
Mayer, J. D., & Salovey, P. (1993). The intelligence of emotional intelligence. In intelligence
(Vol. 17, Issue 4, pp. 433442).
Elsevier.https://scirp.org/reference/referencespaper?referenceid=2175643
Muis, T. (2017). Tindakan Kekerasan Guru Terhadap Siswa dalam Interaksi Belajar Mengajar
(Studi Kasus di SMAN Surabaya). JP (Jurnal Pendidikan): Teori Dan Praktik, 2(1), 8690.
DOI: https://doi.org/10.26740/jp.v2n1.
Nasution, A. J., Ziliwu, S., Akhiriani, W., & Waina, A. (2023). Penguatan Moral Melalui
Pembelajaran PPKN di MIS Al-Afkari Kabupaten Deli Serdang. EduInovasi: Journal of
Basic Educational Studies, 3(1), 151159. DOI https://doi.org/10.47467/edui.v3i1.3156
Patton, C. M. (2020). Breaking the health-care workplace conflict perpetuation cycle. Leadership
in Health Services, 33(2), 147162.
https://www.emerald.com/insight/content/doi/10.1108/LHS-06-2019-0036/fill/html
Academy of Education Journal
Vol. 15, No. 1, January 2024, Page: 948-958
ISSN: 1907-2341 (Print), ISSN: 2685-4031 (Online)
958
Apeles Lexi Lonto et.al (Hubungan Kecerdasan Emosional….)
Pramesti, D., & Muhyadi, M. (2018). Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja guru SMA.
Harmoni Sosial: Jurnal Pendidikan IPS, 5(1), 4356. DOI:
https://doi.org/10.23887/jisd.v2i3.16144
Prihartini, Y., Buska, W., Hasnah, N., & Ds, M. R. (2019). Peran dan Tugas Guru dalam
Melaksanakan 4 Fungsi Manajemen EMASLIM dalam Pembelajaran di Workshop. Islamika:
Jurnal Ilmu-Ilmu Keislaman, 19(02), 7988.
DOI:https://doi.org/10.32939/islamika.v19i02.327
Purba, A., & Demou, E. (2019). The relationship between organisational stressors and mental
wellbeing within police officers: a systematic review. BMC Public Health, 19, 121. DOI:
https://doi.org/10.51212/jdp.v12i1.1028
Rahman, A. (2019). Peranan Guru Pendidikan Kewarganegaraan Dalam Mengembangkan
Kecerdasan Moral Peserta Didik. Linear: Jurnal Ilmu Pendidikan, 3(2), 1326. DOI:
https//doi.org/10.53090/jlinear.v3i2.139
Ramawickrama, J., Opatha, H., & PushpaKumari, M. D. (2017). A synthesis towards the
construct of job performance. International Business Research, 10(10), 6681.
DOI:10.5539/ibr.v10n10p66
Saâ, N. (2018). Studi komparatif tentang perbedaan kinerja guru PKN PNS dengan non PNS
(Studi pada SMP di Kota Singaraja). Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan Undiksha, 6(2),
1626. DOI: https//doi.org/10.23887/jpku.v6i2
Sanjaya, D. B., Suartama, I. K., Suastika, I. N., & Dewantara, I. (2021). The Implementation of
Balinese Folflore-Based Civic Education for Strengthening Character Education. Cypriot
Journal of Educational Sciences, 16(1), 303316. DOI:
https://doi.org/10.18844/cjes.v16i1.5529
Sanjaya, D. B., Wirabrata, D. G. F., & Handayani, D. A. P. (2021). Menakar merdeka belajar
kampus merdeka: Diskursus pembelajaran abad XXI dalam perspektif pendidikan karakter.
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan Undiksha, 9(3), 974990. DOI:
https://doi.org/10.23887/jpku.v9i3.40342
Umbase, R. (2016). Paradigma Pendidikan Demokratis dan Hak Anak Atas Perlindungan Di
Sekolah. Jakarta-Palembang: ASWGI, KPP-PA Dan Universitas Sriwijaya.
Umbase, R. S. (2023). Implementing Technological Pedagogical and Content Knowledge from
the Social Studies Learning Management Perspective. International Journal of Learning,
Teaching and Educational Research, 22(11), 401418.
https://doi.org/10.26803/ijlter.22.11.21
Usop, A. M., Askandar, K., Langguyuan-Kadtong, M., & Usop, D. (2013). Work performance
and job satisfaction among teachers. International Journal of Humanities and Social Science,
3(5), 245252. https://www.ijhssnet.com/journals/Vol_3_No_5_March_2013/25
Yudistiro, I. A. (2015). Pengaruh Kecerdasan Emosional, Lingkungan Kerja dan Disiplin
Terhadap Kinerja Guru dengan Komitmen Organisasi Sebagai Moderasi. Jurnal Manajemen
Sumberdaya Manusia, 9(1), 3850.
https://ejournal.unisri.ac.id/index.php/Manajemen/article/view/1002
Zebua, S. N., Siahaan, E., & Erlina, E. (2021). Pengaruh Kecerdasan Emosional, Kreativitas, dan
Kemampuan Menyesuaikan Diri terhadap Kinerja Guru SMA. Edukatif: Jurnal Ilmu
Pendidikan, 3(6), 35093519. https://edukatif.org/index.php/edukatif/article/view/2730