(Zaeny.2005). Transformasi ini adalah perubahan. Maksud dari perubahan yang dibahas pada
teori ini adalah, perubahan bentuk perbuatan kejahatan dari secara langsung (offline) menjadi
tidak langsung (online). Kejahatan yang semula hanya terbatas pada ranah fisik, seperti
perampokan atau pencurian bahkan kasus kejahatan bullying, kini semakin meluas dan
melibatkan penggunaan media sosial sebagai alat untuk melakukan tindakan kriminal
(Safarudin et al., 2019). Salah satu bentuk kejahatan yang semakin marak adalah cyber
bullying, di mana individu atau kelompok menggunakan media sosial untuk melecehkan,
mengintimidasi, atau merendahkan martabat orang lain secara online (Rohman, n.d).
Bullying merupakan perilaku yang tidak diinginkan, agresif dikalangan anak-anak usia
sekolah yang melibatkan keseimbangan kekuasaan nyata atau dirasakan. Istilah bullying
biasanya digunakan untuk merujuk pada perilaku yang terjadi antara anak-anak usia sekolah,
namun bagi orang dewasa bullying bisa berulang dan agresif menggunakan kekuasaan atas
satu sama lain. Bullying bisa terjadi selama atau setelah jam sekolah, namun sebagian besar
bullying terjadi di sekolah, kemudian ditempat-tempat seperti di taman bermain atau bus,
diperjalanan menuju kesekolah atau dari sekolah, di lingkungan anak muda, atau di internet
(Masdin 2013).
Tidak pada anak-anak saja, kasus bullying juga bisa terjadi pada siapa saja bahkan pada
orang dewasa sekalipun. Dengan adanya media sosial dijaman ini, dengan beberapa platform
yang sangat banyak digunakan seperti platform Instagram dan Tiktok. Penggunaan media
sosial bukan hanya dipergunakan untuk hal-hal yang positif saja, ada juga yang menggunakan
media sosial untuk membuat suatu geng/kelompok secara online untuk menyerang seseorang.
Dalam bentuk cyber bullying, ketika internet, ponsel atau perangkat lain yang digunakan
untuk mengirim teks atau gambar yang dimaksudkan untuk menyakiti atau memperlakukan
orang lain. Dalam cyber bullying seseorang telah mengetahui target dan sengaja mengirimkan
teks atau gambar secara online untuk membuat sasarannya semakin cemas atau ketakutan.
Cyber bullying dapat meminta orang lain secara online yang tidak tahu target untuk
mengirimkan gambar atau teks yang sifatnya mengancam orang lain (Masdin. 2013).
Faktor-faktor penyebab terjadinya bullying adalah keluarga, teman sebaya, media massa,
dan lingkungan sosial budaya.
1. Keluarga
Menurut beberapa penelitian, anak-anak yang memiliki orang tua yang terlalu mengekang
lebih mungkin mengalami intimidasi fisik dan psikis atau bullying dari teman-temannya,
dan anak-anak dengan orang tua yang keras mungkin juga mengalami bullying. (Masdin,
2013). Anak-anak dapat mengalami stres dan depersonalisasi sebagai akibat dari pola hidup
orang tua yang tidak stabil, perceraian, orang tua yang bermusuhan, menghina, mencaci
maki, dan bertengkar di hadapan anak-anaknya, dan orang tua yang bermusuhan dan tidak
pernah akur. (Novalia, 2013).
2. Teman Sebaya
Adanya teman sebaya yang memberikan pengaruh negatif dengan menyebarkan gagasan
bahwa bullying bukanlah masalah besar dan merupakan hal yang wajar untuk dilakukan
adalah salah satu penyebab utama perilaku bullying pada remaja. Pada saat itu, remaja
mulai mencari dukungan dan rasa aman dari orang-orang sebayanya dan ingin
meninggalkan keluarganya, menurut Djuwita Ratna (2005). Jadi, tuntutan konformitas
menyebabkan bullying. Kadang-kadang, anak-anak terdorong untuk melakukan bullying
saat berinteraksi dengan teman di sekitar rumah dan di sekolah. Beberapa anak melakukan
pelecehan sebagai cara untuk membuktikan bahwa mereka cocok dengan kelompok,
meskipun mereka sendiri merasa tidak nyaman dengan perilaku tersebut.