Academy of Education Journal
Vol. 15, No. 1, January 2024, Page: 753-764
ISSN: 1907-2341 (Print), ISSN: 2685-4031 (Online)
753
Silawati, Dian Hidayati ( Peran Guru dalam Implementasi Pendidikan.)
Peran Guru dalam Implementasi Pendidikan
Karakter untuk Mengatasi Masalah Bullying di
Madrasah Ibtidaiyah
Silawati
a,1
, Dian Hidayati
b,2
a
Magister Manajemen Pendidikan, Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta 55161, Indonesia
1
2
*
INFO ARTIKEL
ABSTRAK
Sejarah Artikel:
Diterima: 29 Juli 2023
Direvisi: 28 November 2023
Disetujui: 27 Januari 2024
Tersedia Daring: 18 Maret 2024
Bullying merupakan perilaku sosial yang sering terjadi di sekolah. Bullying juga
dapat melibatkan siswa sebagai pelaku dan korban. Bullying juga memiliki beberapa
dampak negatif bagi korban dan pelaku itu sendiri. Jika bullying jenis ini terjadi,
maka diperlukan peran guru agar guru dapat mengidentifikasi dan mengatasinya.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peran guru dalam implementasi
pendidikan karakter untuk mengatasi bullying. Metode penelitian ini menggunakan
metode penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Dari penelitian ini juga
diketahui bahwa ada beberapa jenis, faktor, dan dampak atau akibat yang dirasakan
siswa akibat perilaku bullying yang dilakukan. Ketiga aspek tersebut dapat menjadi
pedoman bagi guru untuk menganalisis dan merumuskan strategi untuk
memecahkan masalah tersebut, salah satunya melalui penerapan pendidikan
karakter. Dapat dilihat bahwa peran guru dalam implementasi pendidikan karakter
terhadap siswa adalah membimbing atau memberikan nasehat dan arahan, serta
mengembangkan siswa agar dapat mengatasi situasi atau masalah terjadinya
bullying sehingga meminimalisir terjadinya bullying di sekolah. Guru berperan
penting dalam menerapkan nilai moral untuk membentuk karakter siswa, khususnya
pada siswa sekolah dasar, karena siswa pada kelompok usia ini mudah meniru
perilaku dan tindakan yang dilihatnya. Oleh karena itu, dalam pelaksanaannya, guru
dan orang tua harus bekerja sama untuk mencapai pembentukan karakter melalui
penerapan nilai-nilai karakter.
Kata Kunci:
Bullying
Pendidikan Karakter
Peran Guru
ABSTRACT
Keywords:
Bullying
Character Education
Teacher Role
Bullying is a social behavior that often occurs in schools. Bullying can also involve
students as perpetrators and victims. Bullying also has some negative repercussions
for both the victim and the perpetrator himself. If this type of bullying occurs, then
the role of the teacher is needed so that the teacher can identify and overcome it.
The purpose of this study was to determine the role of teachers in the
implementation of character education to overcome bullying. This research method
uses qualitative research methods with a case study approach. From this study, it is
also known that there are several types, factors, and impacts or consequences felt by
students due to bullying behavior carried out. These three aspects can be a guideline
for teachers to analyze and formulate strategies to solve these problems, one of
which is through the application of character education. It can be seen that the role
of teachers in the implementation of character education for students is to guide or
provide advice and direction, as well as develop students in order to overcome
situations or problems of bullying so as to minimize the occurrence of bullying at
school. Teachers play an important role in applying moral values to shape student
character, especially in elementary school students, because students in this age
group easily imitate the behaviors and actions they see. Therefore, in its
implementation, teachers and parents must work together to achieve character
building through the application of character values.
Academy of Education Journal
Vol. 15, No. 1, January 2024, Page: 753-764
ISSN: 1907-2341 (Print), ISSN: 2685-4031 (Online)
754
Silawati, Dian Hidayati ( Peran Guru dalam Implementasi Pendidikan.)
©2024, Silawati, Dian Hidayati
This is an open access article under CC BY-SA license
1. Pendahuluan
Kekerasan interpersonal mempengaruhi kehidupan jutaan anak di seluruh dunia. Hingga
50% dari semua anak usia 2 hingga 17 tahun diperkirakan telah mengalami bentuk kekerasan
(pelecehan fisik, seksual atau emosional) dalam satu tahun terakhir setara dengan 1 miliar anak
(Hillis et al., 2016). Pengalaman kekerasan, terutama pada masa kanak-kanak, dapat merusak
kesehatan fisik dan mental anak serta mempengaruhi seluruh kehidupan mereka. Fakta
Kekerasan sekolah (madarasah) terutama berasal dari teman sekelas. Ironisnya, dengan
diundangkannya undang-undang baru pada tahun 2002 Amandemen UU No. 23, kasus dan
laporan kekerasan terhadap anak terus meningkat.
Kekerasan terhadap anak meningkat dari 2011 hingga 2020, menurut Dewan Perlindungan
Anak Indonesia (KPAI). Dari data yang komprehensif terlihat bahwa perbandingan kasus pada
tahun 2020 mengalami peningkatan yang cukup signifikan dibandingkan dengan tahun
sebelumnya. Bahkan dalam klaster pendidikan tahun 2020, terdapat 1.451 kasus, meningkat
cukup signifikan dari tahun-tahun sebelumnya yang mencapai ratusan. Hal ini membuktikan
bahwa sekolah belum menjadi tempat yang nyaman dan aman bagi anak (Dewi & Sholeh, 2021).
Sekolah (madrasah) harus menjadi rumah kedua yang bahagia, aman dan sehat di mana anak-anak
dapat mencapai potensi penuh mereka. Meski begitu, bahkan sebaliknya itu bisa menjadi tempat
yang tidak aman bagi mereka dan membuat mereka merasa stress, cemas dan takut.
Gambaran kekerasan dan kejadian tidak menyenangkan saat memasuki lingkungan
sekolah (madrasah) seringkali menghantui perasaan anak. Kekerasan yang sering terjadi di
sekolah (madrasah) tak hanya meliputi aspek tindakan yang bersifat fisik, psikis atau kejahatan
seksual, bahkan bisa berbentuk bullying, saling ejek dan hukuman yang kurang mendidik untuk
anak. Terjalinnya komunikasi yang efektif antar guru dan siswa, mengenal potensi siswa untuk
berkreasi serta guru dapat menghargai sesuai kemampuan yang dimiliki oleh siswa, hal tersebut
berguna dalam menanamkan pendidikan tanpa kekerasan di sekolah (madrasah).
Sekolah (madrasah) memiliki tanggung jawab etis dan hukum untuk mencegah
intimidasi, memastikan keselamatan siswa dan hak asasi manusia. Hal yang bisa dilakukan
ketika menghadapi kekerasan dalam pendidikan, guru harus selalu berpikir positif dan
bertindak positif. Tidak ada jalan keluar yang baik untuk mengendalikan kekerasan dengan
kekerasan. Kepala sekolah (madrasah), guru, orang tua siswa serta komite sekolah berperan
penting dalam mengupayakan pencegahan tindak kekerasan di dunia pendidikan (SD/MI)
dimana pihak tersebut dapat bekerja sama guna memberikan solusi dalam mengatasi semua
permasalahan.
Di sekolah (madrasah) tentu saja tidak hanya ada proses belajar, tetapi juga proses
interaksi antar siswa yang masing-masing memiliki kepribadian dan sifat yang berbeda, hal
yang sering terjadi di lingkungan sekolah (madrasah) di luar pembelajaran yaitu bullying
dimana individu yang merasa dirinya kuat menindas individu yang lemah, dan bullying
semacam ini sepertinya masih sulit dipisahkan dengan lingkungan sekolah (madrasah). Secara
khusus, bullying adalah fenomena umum di banyak negara dan dikaitkan dengan peningkatan
angka bunuh diri anak (Inggris, 2017).
Seperti yang baru-baru ini viral, kasus anak sekolah dasar yang dibully oleh teman-
temannya hingga pindah ke SLB, dan adapun kasus siswa yang diikat di pohon kemudian
disiram air comberan oleh temannya. Bullying telah terbukti menyebabkan kerusakan fisik,
tekanan sosial serta emosional, hingga kematian. Anak-anak yang menjadi korban berisiko
lebih tinggi mengalami depresi, kecemasan, insomnia, rasa tidak aman, kesepian,
Academy of Education Journal
Vol. 15, No. 1, January 2024, Page: 753-764
ISSN: 1907-2341 (Print), ISSN: 2685-4031 (Online)
755
Silawati, Dian Hidayati ( Peran Guru dalam Implementasi Pendidikan.)
ketidakbahagiaan, gejala psikosomatis, harga diri rendah, dan prestasi akademik yang buruk
(Noboru et al., 2021). Semua tindakan kekerasan terhadap anak akan tercatat di alam bawah
sadarnya dan akan terbawa hingga dewasa dan berlanjut seumur hidup. Jika ini terjadi, maka
akan menjadi mata rantai dan budaya kekerasan.
Kontroversi seputar bullying telah menjadi area signifikan yang telah mendapat banyak
perhatian dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, guru, dan masyarakat, khususnya karena
potensi dampak perilaku bullying terhadap keadaan akademik, sosial, dan emosional siswa
(Suchyadi et al., 2018). Peristiwa kekerasan yang terjadi dalam lingkungan pendidikan cukup
meresahkan dan memprihatinkan (Salmia et al., 2022). Di ruang kelas, bullying luput dari
perhatian. Banyak siswa gagal menyadari bahwa komentar, lelucon, dan bahasa tubuh mereka
dapat menjadi bagian dari bullying (Setiarani & Suchyadi, 2018). Situasi ini memberikan
peluang terjadinya perundungan atau bullying (Muluk et al., 2021).
Perilaku bullying paling sering terjadi di lembaga pendidikan SD/MI. Hal ini dipengaruhi
oleh beberapa faktor, diantaranya faktor lingkungan yang mempengaruhi daya saing siswa
(Tambak et al., 2021). Selain itu, kondisi psikologis individu jelas berbeda, sehingga akan
memberikan efek yang berbeda pula dalam kehidupan sehari-harinya (Taufik, 2020). Kondisi
psikologis ini didasarkan pada emosi, kesadaran akan fungsi, dan motivasi. Anak usia sekolah
dasar (SD/MI) memiliki rentang usia antara 6-12 tahun dan memiliki karakteristik yang
cenderung lebih labil karena masih anak-anak dan bermain (Rahma et al., 2021).
Berdasarkan hasil wawancara bersama guru kelas IV Madrasah Ibtidaiyah Kecamatan
Parittiga, terdapat beberapa siswa yang melakukan perilaku perundungan. Umumnya
perundungan (Bullying) yang terjadi dalam bentuk verbal atau lisan dan juga dalam bentuk
fisik. Guru mengatakan dampak dari perundungan (Bullying) tersebut, korban menjadi malas
sekolah, kurang percaya diri, sering menyendiri karena merasa tidak ada orang yang ingin
berteman dengannya. Sejalan dengan studi pendahuluan hasil wawancara yang dilakukan guru
di SDN 4 Mamben Lauk, didapatkan, “bahwa masih ditemukan di kalangan siswa yang sering
murung di dalam kelas, tidak percaya diri, bahkan ada yang terkadang malas ke sekolah,
merasa takut untuk bergaul dengan teman sebayanya akibat kekerasan verbal sesama teman di
lingkungan sekolah seperti siswa sering mengejek teman sebayanya, meneriaki teman di dalam
kelas (Suteja & Ulum, 2019).
Adapun hasil penelitian yang dilakukan oleh Intan Puspita Sari, tindakan kekerasan yang
terjadi di sekolah dasar di daerah pesisir kota Yogyakarta yaitu Srandakan. Sejak kelas satu,
siswa SD Negeri 1 Srandakan menjadi korban kasus tindakan bullying. Berawal dari saling
mengejek nama orang tua dan jenis pekerjaan orang tua, siswa-siswa ini membentuk kelompok
sendiri-sendiri, yakni kelompok siswa pem-bully dan kelompok siswa di-bully. Tindakan
saling mengejek di kelas I masih berlanjut di kelas II, III dan IV. Hasil wawancara dengan wali
dari siswa yang mengalami pem-bully-an menjelaskan telah terjadi tindakan kekerasan antar
siswa seperti palak-memalak sampai tindakan pemukulan (Sari, 2016).
Sejalan dengan penelitian yang dilakukan Usman menunjukkan beberapa faktor yang
dapat memengaruhi tindakan bullying, yaitu kepribadian, komunikasi peserta didik
dengan remaja, peran kelompok teman sebaya, dan iklim sekolah. Aspek-aspek tersebut
secara parsial mempunyai pengaruh signifikan terhadap tindakan bullying. Dengan
demikian, banyak sekali faktor-faktor yang dapat mendorong terjadinya tindakan
bullying. Maka dari itu, dibutuhkan sinergitas bagi setiap stakeholderagar tindakan
bullyingdi sekolah dapat diminimalisir atau bahkan dicegah, sehingga sekolah dapat
kembali menjadi tempat yang nyaman untuk tumbuh dan kembang peserta didik (Irvan,
2019).
Adanya perilaku bullying di SD/MI dapat menurunkan reputasi lembaga pendidikan
sebagai tempat siswa berusaha memahami diri dan lingkungannya. Lingkungan sekolah
Academy of Education Journal
Vol. 15, No. 1, January 2024, Page: 753-764
ISSN: 1907-2341 (Print), ISSN: 2685-4031 (Online)
756
Silawati, Dian Hidayati ( Peran Guru dalam Implementasi Pendidikan.)
(madrasah) harus menjadi tempat yang aman bagi siswa untuk belajar dan meningkatkan
kemampuan akademik dan moralnya sekaligus meningkatkan karakter pribadinya (Hadisi et
al., 2019). Seorang guru harus dapat berperan sebagai pelindung serta dapat melakukan
tindakan pencegahan terhadap masalah-masalah yang di akibatkan oleh tindak kekerasan
sesama siswa.
Peran guru disini senantiasa menggambarkan pola tingkah laku yang diharapkan dalam
berbagai kegiatan interaksinya baik dengan siswa yang terutama, sesama guru maupun dengan
staf yang lain. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut adalah
dengan menanamkan nilai-nilai karakter di masyarakat, khususnya pada anak-anak (Ramadhan
& Usriyah, 2021). Penerapan nilai-nilai moral dalam penguatan pendidikan karakter memiliki
kontribusi yang signifikan terhadap masa depan pendidikan di Indonesia sebagai bentuk
investasi pendidikan dalam mencetak generasi emas di kancah global. Penguatan karakter
merupakan salah satu hal yang dinilai efektif dalam mengatasi meningkatnya kasus
pelanggaran moral dan nilai yang terjadi di kalangan pelajar Indonesia saat ini (Kholifah &
Fahyuni, 2022).
Berbagai kajian tersebut menghasilkan pada pembinaan akhlak siswa dengan berbagai
solusi yang ditawarkan, salah satunya melalui pemanfaatan nilai-nilai karakter di sekolah
(madrasah). Pendayagunaan nilai-nilai karakter saat ini tidak semata-mata ditujukan untuk
ketaatan beragama, tetapi juga melibatkan pemahaman dan penghayatan nilai kepedulian sosial
baik di dalam maupun di luar sekolah (Erawati, 2021). Maka, pentingnya peran serta Upaya
guru untuk menanamkan nilai-nilai karakter tersebut guna mengembangkan karakter siswa
yang sejati sehingga terbentuk karakter siswa. Khususnya siswa yang masih duduk di bangku
SD/MI perlu mengembangkan karakter tersebut.
Upaya pencegahan kekerasan di sekolah (madrasah) dapat dilakukan dengan
menciptakan kondisi sekolah yang bermanfaat, melalui aturan agama, melalui aturan tentang
kesesuaian budaya, melalui pembiasaan perilaku, bahasa dan perilaku yang bertanggung jawab.
Hal ini karena pembentukan karakter anak tidak hanya dibiasakan tetapi juga harus dimulai
sedini mungkin. Maka anak SD/MI harus diberikan pendidikan karakter. Sehingga dalam
penelitian ini, penulis akan melakukan kajian tentang “peran guru dalam implementasi
pendidikan karakter untuk mengatasi masalah bullying di madrasah ibtidaiyah”. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui peran guru dalam implementasi pendidikan karakter untuk
mengatasi masalah bullying di madrasah ibtidaiyah.
2. Metode
Jenis penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu penelitian deskriptif kualitatif,
dengan menggunakan pendekatan studi kasus. Menurut (Hasanah, 2021) studi kasus disebut
penelitian indeografis, individu, program, atau peristiwa yang dipelajari secara mendalam untu
jangka waktu tertentu. Subjek dalam penelitian ini adalah kepala sekolah, guru dan siswa di
Madrasah Ibtidaiyah Kecamatan Parittiga, sedangkan objek pada penelitian ini adalah tindak
kekerasan di Madrasah Ibtidaiyah Kecamatan Parittiga. Teknik pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah observasi, wawancara dan dokumentasi. Untuk
keabsahan data yang dilakukan secara triangulasi (gabungan), triangulasi biasanya digunakan
untuk membandingkan kembali tingkat keaslian data dan informasi dari informan dengan cara
mengajukan beberapa pertanyaan yang sama kepada informan untuk
mendapatkan data yang sama (Rahman & Erianjoni, 2023). Adapun teknik analisis data yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan
analisis data.
Academy of Education Journal
Vol. 15, No. 1, January 2024, Page: 753-764
ISSN: 1907-2341 (Print), ISSN: 2685-4031 (Online)
757
Silawati, Dian Hidayati ( Peran Guru dalam Implementasi Pendidikan.)
3. Hasil dan Pembahasan
3.1 Permasalahan Bullying
Bullying adalah perilaku agresif yang diwujudkan melalui pengulangan dan
ketidakseimbangan kekuatan (Olweus, 2019). Ini melibatkan penyalahgunaan kekuasaan
berulang kali. Orang yang di-bully menjadi korban, tidak mampu membela diri karena berbagai
alasan seperti kurangnya kekuatan fisik dan daya tahan psikologis dibandingkan dengan pelaku
bullying. Lingkungan di Indonesia menyebabkan meningkatnya kasus pelanggaran etika dan
nilai yang terjadi di kalangan pelajar Indonesia saat ini (Kholifah & Fahyuni, 2022).
Berbagai kajian tersebut mengembangkan akhlak pada siswa dengan menawarkan
berbagai solusi, salah satunya melalui penerapan nilai-nilai karakter di sekolah. Secara alami,
intimidasi cenderung memiliki karakteristik khusus, seperti ketakutan korban untuk
melaporkannya, dan sebagian besar hasilnya termasuk depresi korban dan harga diri yang
rendah. Karena sebagian besar korban tidak berdaya, artinya mengingat korban memiliki hak
demokrasi, yang lain juga memiliki kewajiban. Bullying terjadi di banyak tempat, termasuk
sekolah dan tempat kerja. Konvensi PBB tentang Hak Anak mengakui perlindungan anak dari
pelecehan sebagai prasyarat untuk kualitas hidup anak dan hak anak (Mohan & Bakar, 2021).
Menurut data tahun 2014 dari UNICEF, bullying menempati urutan keempat dalam hal
kekerasan di Indonesia. Sejak 2011 hingga 2017, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI)
menerima 26.000 kasus perundungan. Pada tahun 2018, Dinas Pemberdayaan Perempuan,
Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Sleman mencatat
sedikitnya 179 kasus bullying (Saputra, 2021). Bullying masih mendominasi kekerasan dalam
pendidikan pada tahun 2019.
Berdasarkan hasil temuan di Madrasah Ibtidaiyah Kecamatan Parittiga, masih banyak
siswa yang melakukan perilaku perundungan (bullying), umumnya perilaku tersebut berbentuk
bullying verbal namun ada juga dalam bentuk fisik. Hal tersebut menimbulkan dampak kepada
korban bullying sehingga membuat korban menjadi malas sekolah dan kurang percaya diri.
Faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku bullying bisa dikatakan dari faktor keluarga dan
pengaruh handphone seperti sosial media dan game online. Berdasarkan wawancara dengan
salah satu guru kelas terdapat beberapa faktor pendukung dalam mengatasi perilaku bullying
yaitu bantuan dan kerja sama dari guru-guru seperti guru agama, guru olahraga serta kepala
sekolah dalam membantu memberikan pengawasan dan pengarahan terhadap anak tersebut,
baik saat belajar ataupun diluar dari itu. Selain itu, tentunya orang tua di rumah juga dapat
diundang ke sekolah untuk melakukan kerjasama antara guru dan orang tua supaya dapat
membantu memperhatikan perilaku anaknya, agar anak tersebut perilakunya dapat lebih
terkontrol di sekolah.
Komisioner Bidang Pendidikan Badan Perlindungan Anak Indonesia Retno Listyarti
mengatakan, pihaknya menerima berbagai pengaduan perundungan sejak awal Januari hingga
Februari 2019. Ada 10 insiden bullying, data menunjukkan. Bullying adalah masalah kesehatan
masyarakat yang terus mempengaruhi semua aspek kehidupan sosial dan pendidikan.
Tingginya kejadian bullying membuat sekolah kurang nyaman dan tidak aman bagi siswa
untuk melakukan berbagai kegiatan pembelajaran. Oleh karena itu, semua pihak harus berperan
aktif untuk mengatasi masalah ini.
Penelitian yang dilakukan Hidayati menyoroti pentingnya komitmen semua pihak yang
terlibat dalam menentukan keberhasilan penanganan bullying. Maka, alangkah baiknya jika
nilai dan sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain, menghargai perbedaan dalam segala
bentuknya, saling menghargai, tidak mementingkan diri sendiri, kasih sayang dan empati, serta
Academy of Education Journal
Vol. 15, No. 1, January 2024, Page: 753-764
ISSN: 1907-2341 (Print), ISSN: 2685-4031 (Online)
758
Silawati, Dian Hidayati ( Peran Guru dalam Implementasi Pendidikan.)
cinta terhadap sesama ditanamkan sejak dini. Hal-hal tersebut tentunya dapat dimulai dari
lingkungan rumah, karena siswa dididik terlebih dahulu di keluarga masing-masing.
Seorang guru yang memiliki pengetahuan dan keterampilan yang baik serta pikiran yang
positif dapat dikatakan sebagai guru profesional sejati. Ada berbagai cara untuk
mengimplementasikan nilai-nilai agama seperti kebijakan, kurikulum, mengatasi masalah
kesenjangan, pelatihan motivasi, dan pengawasan siswa di luar kelas. Memberikan pelatihan
respek kepada guru untuk menumbuhkan rasa hormat yang tercermin dalam perilaku setiap
guru di dalam dan di luar kelas (S. Nugroho, S.Handoyo, 2021).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh (Firmansyah, 2021), guru melakukan beberapa
tindakan untuk mencegah dan menangani bullying di sekolah. Menjelaskan kepada siswa
bahwa selalu berhubungan baik dengan orang lain, selalu memotivasi mereka untuk
berperilaku baik dan menghukum siswa yang berperilaku tidak baik kepada teman sebayanya.
Bullying di sekolah dapat dicegah dengan berkoordinasi atau bekerja sama dengan wali murid
untuk membentuk sikap, karakter dan kepribadian siswa.
Bullying adalah perilaku agresif yang menimbulkan masalah, yang perlu diperhatikan
karena mencakup agresi fisik, verbal, atau psikologis (Abdillah et al., 2020). Oleh karena itu,
pendidikan ke depan harus mampu melihat dampak langsung maupun tidak langsung dari
bullying (Setiawan, 2018). Berikut adalah beberapa aspek yang terkait dengan bullying di
Indonesia.
Tabel 1
Aspek
Hasil
Jenis-jenis
bullying
Jenis bullying yang dilakukan siswa adalah:
1. Verbal Bullying, merupakan perundungan dalam bentuk lisan seperti
sindiran, mengejek, megolok, komentar yang tidak pantas, mengancam
bahkan membuat kerusakan.
2. Social Bullying, merupakan perundungan sosial seperti merusak nama baik
orang lain, merusak hubungan baik orang lain untuk tidak menjalin
pertemanan dengan seseorang, menyebarkan berita palsu mengenai orang
lain serta mempermalukan dihadapan umum.
3. Physical Bullying, merupakan perundungan fisik seperti menendang,
mencubit, memukul, mendorong, mencuri atau merusak barang orang lain,
serta meludah.
4. Cyberbullying, merupakan perundungan melalui teknologi informasi dan
komunikasi untuk mendukung permusuhan yang sengaja dan berulang oleh
seseorang maupun kelompok untuk merugikan serta menyakiti orang lain.
Faktor
terjadinya
perilaku
bullying
Bullying siswa terjadi karena beberapa faktor:
1. Siswa dibully karena senioritas, kelas yang lebih tua merasa semakin kuat
dan bisa mem-bully juniornya. Senioritas ini akan terus terjadi dimana
siswa yang menjadi korban bullying berpotensi untuk membalas dengan
melakukan bullying yang sama kepada juniornya.
2. Sebelumnya di-bully oleh teman sekelas atau senior. Ini terjadi karena para
pengganggu merasa wajar untuk membalas dendam pada juniornya.
3. Merasa status ekonomi pelaku bully lebih tinggi dari korban, hal ini
membuat mereka merasa bebas untuk berbuat apa saja kepada siswa
dengan status ekonomi yang lebih rendah.
4. Kesan kekerasan yang mereka lihat dari media sosial, acara televisi, atau
video game.
Academy of Education Journal
Vol. 15, No. 1, January 2024, Page: 753-764
ISSN: 1907-2341 (Print), ISSN: 2685-4031 (Online)
759
Silawati, Dian Hidayati ( Peran Guru dalam Implementasi Pendidikan.)
5. Faktor keluarga, keluarga yang kurang memperhatikan kegiatan anak di
sekolah dan keluarga yang kurang harmonis seperti keluarga yang ayah dan
ibunya sering melihat kekerasan verbal atau fisik di depan anak akan
membuat wajar anak melakukan kekerasan kepada orang lain
6. Pengaruh teman sebaya, tidak sedikit pelaku bullying dalam kelompoknya
melakukan bullying secara berkelompok dalam artian mengajak teman
lain, dan tidak sedikit perilaku siswa dilihat oleh siswa lain dan dijadikan
contoh.
Dampak
yang terjadi
dari perilaku
bullying
Dampak bullying dapat dirasakan baik oleh korban bullying maupun pelaku
bullying:
1. Dampak terhadap siswa yang di-bully adalah siswa tersebut merasa tidak
aman di sekolah dan di dalam kelas, bahkan jika siswa enggan pergi ke sekolah
karena pernah menjadi korban bullying, korban merasa takut terhadap bullying
tersebut.
2. Untuk kejadian bullying fisik, siswa harus dirawat di rumah karena
mengalami perkelahian yang mengakibatkan siswa membolos. Korban
bullying juga berpeluang menjadi pelaku bullying di masa mendatang, hal ini
terlihat dari kejadian yang terjadi pada usia sekolah, korban bullying akan
menjadi pelaku bullying ketika di kelas atas.
3. Dampak bullying juga terjadi pada pelakunya. Tampak dari temuan ini
bahwa siswa yang mengalami intimidasi fisik atau terlibat dalam perkelahian
kekerasan akan putus sekolah.
Sumber: (Safari, 2022), (Dwiningrum, 2020), (Nurlia & Suardiman, 2020)
Anak-anak yang membully tanpa latar belakang moral yang tinggi akan berpikir terlebih
dahulu tentang apa yang akan mereka lakukan. Pemikirannya adalah apakah perilaku tersebut
memiliki nilai baik atau buruk (Rahmawati et al., 2021). Siswa yang sudah memiliki
pemahaman moral yang baik akan mampu menilai akibat dan dampak dari bullying.
Sebaliknya, anak-anak yang tidak memahami bullying tidak akan mengerti bahwa bullying
mengandung nilai-nilai buruk, yang membuat mereka bertanya-tanya apakah perilakunya
menyakiti teman-temannya (Asrul et al., 2021).
3.2 Peran Guru dalam Implementasi Pendidikan Karakter Siswa Madrasah Ibtidaiyah
Pendidikan karakter diartikan sebagai pengajaran yang bertujuan mendidik dan
membantu siswa untuk membentuk karakter dan mengembangkan nilai-nilai yang baik untuk
saling memanusiakan. Tujuan pendidikan karakter adalah untuk meningkatkan karakter siswa,
melatih kecerdasannya, dan menjadikan mereka generasi yang berilmu, berkarakter, dan baik
bagi lingkungan sekitarnya (Khairani, 2022).
Penerapan nilai-nilai karakter di sekolah tentunya akan menemui berbagai permasalahan.
Permasalahan yang muncul dapat dibedakan menjadi dua dimensi, yaitu permasalahan yang
muncul pada dimensi siswa dan dimensi guru. Pada dimensi siswa, permasalahan yang muncul
berkaitan dengan keterampilan siswa, minat, motivasi belajar, sikap belajar, konsentrasi
penerimaan informasi dan pengetahuan siswa (Mukrandi, 2020). Sedangkan masalah dalam
dimensi guru adalah masalah yang muncul sebelum, selama proses pembelajaran, dan selama
evaluasi pembelajaran. Pertanyaan yang paling sering ditanyakan berkaitan dengan sumber
belajar dan bahan ajar yang digunakan. Menurut faktor dominan yang mempengaruhi
terjadinya masalah belajar, dapat dibedakan menjadi faktor internal dan faktor eksternal, seperti
terlihat pada Tabel 2 berikut ini.
Academy of Education Journal
Vol. 15, No. 1, January 2024, Page: 753-764
ISSN: 1907-2341 (Print), ISSN: 2685-4031 (Online)
760
Silawati, Dian Hidayati ( Peran Guru dalam Implementasi Pendidikan.)
Tabel 2
Faktor yang
mempengaruhi
masalah
belajar siswa
Faktor internal
Faktor
eksternal
Academy of Education Journal
Vol. 15, No. 1, January 2024, Page: 753-764
ISSN: 1907-2341 (Print), ISSN: 2685-4031 (Online)
761
Silawati, Dian Hidayati ( Peran Guru dalam Implementasi Pendidikan.)
Sumber: (Samsudin, 2020), (Mukrandi, 2020)
Guru memiliki tanggung jawab penuh terhadap siswa. Guru sendiri merupakan jabatan
profesional yang membutuhkan ilmu keprofesian khusus, tidak semua orang yang pandai
berbicara bisa disebut guru. Untuk menjadi seorang guru, ada persyaratan khusus, terutama
untuk menjadi seorang guru yang profesional, seseorang harus memiliki pengetahuan dan
keterampilan yang baik, dan pikiran yang positif, menguasai berbagi pengetahuan yang rumit
dalam pendidikan dan pengajaran, yang perlu dipupuk dan dikembangkan melalui masa
pendidikan tertentu (Hardianti, 2020).
Ada berbagai cara untuk mengimplementasikan nilai-nilai agama seperti kebijakan,
kurikulum, mengatasi masalah kesenjangan, pelatihan motivasi, dan pengawasan siswa di luar
kelas. Memberikan pelatihan respek kepada guru untuk menumbuhkan rasa hormat yang
tercermin dalam perilaku setiap guru di dalam dan di luar kelas. Guru dapat melatih dan
membiasakan anak berperilaku menghargai teman dan lingkungan, menjadikan mereka
generasi yang mampu mengubah kekerasan menjadi kedamaian (Nugroho et al., 2021).
Adapun penelitian yang dilakukan di Madrasah Ibtidaiyah Kecamatan Parittiga
ditemukan bahwa masih ada nilai-nilai karakter yang belum tertanam pada diri anak-anak.
Seperti kurang disiplin, melanggara tata tertib dan sering mengejek nama orang tua temannya.
Hal ini menimbulkan terjadinya perilaku bullying terhadap siswa di sekolah. Berdasarkan
wawancara dengan guru kelas IV, pelaksanaan atau penerapan pendidikan karakter yang di
berikan biasanya dikaitkan dengan pembelajaran, disesuaikan dengan materi yang akan
diajarkan. Kalau diluar kelas diterapkan melalui kegiatan rutin seperti upacara, baca yasin,
senam, gotong royong, bisa juga melalui lomba-lomba, membiasakan siswa untuk menghormati
orang lain, hal tersebut bertujuan untuk membentuk sikap, karakter dan kepribadian siswa.
Karakter tidak terbentuk dalam kegiatan pendidikan formal, tetapi karakter anak dibentuk
melalui kebiasaan akan hal-hal yang positif. Pendidikan karakter yang utama dan pertama bagi
seorang anak adalah lingkungan rumah. Di dalam keluarga, anak-anak mempelajari
pengetahuan perilaku dasar yang akan menjadi sangat penting bagi kehidupan masa depan
mereka. Keluarga merupakan lembaga pendidikan nonformal pertama anak dan keluarga yang
memberikan kontribusi mental dan fisik kepada anak sepanjang hidupnya. Artinya, pola asuh
keluarga memberikan dampak positif bagi perkembangan karakter anak (Adzikri, 2021). Ada
banyak cara untuk menerapkan karakter religius, yaitu metode ceramah, metode bercerita untuk
menanamkan aspek karakter religius dan keyakinan, metode praktik langsung pada aspek sikap
dan praktik karakter religius dan metode mendongeng, dialog dalam menanamkan karakter
religius. pengetahuan pada anak. Orang tua dapat menggunakan cara-cara tersebut untuk
menanamkan karakter religius pada anak-anak dalam keluarga.
Dalam proses pembelajaran pembentukan karakter siswa, penanaman nilai moral
sangatlah penting, karena nilai agama dan nilai moral tidak dapat dipisahkan, justru menjadi
bagian penting dalam proses pendidikan moral. Berdasarkan pertimbangan tersebut, guru perlu
berinovasi, merancang dan mengembangkan metode pembelajaran yang dapat menanamkan
nilai-nilai agama dan moral dalam pembelajaran siswa agar siswa mampu menampilkan
akhlak-akhlak yang baik (Taja et al., 2021).
Academy of Education Journal
Vol. 15, No. 1, January 2024, Page: 753-764
ISSN: 1907-2341 (Print), ISSN: 2685-4031 (Online)
762
Silawati, Dian Hidayati ( Peran Guru dalam Implementasi Pendidikan.)
4. Kesimpulan
Dari hasil penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa guru berperan dalam mencegah dan
mengatasi perilaku bullying, guru merupakan bagian dari kegiatan siswa di sekolah, tidak
hanya pendidik tetapi juga mengamati perilaku mereka sehari-hari di sekolah. Berdasarkan
temuan penelitian di lapangan, para guru mengambil beberapa tindakan untuk mencegah dan
mengatasi intimidasi di sekolah. Jelaskan kepada siswa untuk selalu menjalin hubungan baik
dengan orang lain, selalu memotivasi mereka untuk berperilaku baik, dan menghukum siswa
yang berperilaku buruk terhadap teman sekelasnya. Bullying di sekolah dapat dicegah dengan
berkoordinasi atau bekerja sama dengan orang tua siswa untuk membentuk sikap, karakter dan
kepribadian siswa. Guru kelas mengkomunikasikan kepada orang tua wali murid mengenai
perkembangan karakteristik, nilai, dan perilaku siswa.
Pembinaan secara kelompok atau klasikal dan individu maupun pribadi. Pengarahan ini
dilakukan pada saat pembelajaran sedang berlangsung di dalam kelas dan menyela atau
memberikan nasehat tentang bahaya bullying baik bagi pelaku maupun korban. Berdasarkan
permasalahan yang dihadapi guru terkait bullying pada siswa, jika masalah bullying terjadi
secara normal maka guru hanya akan memberikan penyuluhan di kelas secara bersama-sama
atau secara klasikal, namun jika perilaku bullying tersebut melebihi batas maka guru akan
melakukan tindakan dan memanggil siswa yang bersangkutan secara individu untuk melakukan
penyuluhan, yang dilakukan adalah upaya dan penanganan bullying di sekolah.
5. Daftar Pustaka
Abdillah, M. H., Tentama, F., & Suwandi, G. F. (2020). Bullying on students in Indonesia.
International Journal of Scientific and Technology Research, 9(2), 36973703.
Adzikri, F. (2021). Pola Asuh Orang Tua Dalam Membentuk Karakter Anak Dalam Keluarga.
El -Hekam, 6(1), 31. https://doi.org/10.31958/jeh.v6i1.2296
Arikunto, S. (2013). Prosedur Penelitian Suatu pendekatan Praktek. Vol. 2, No, 6.
Asrul, M., Arifuddin, T., & Nasir, S. (2021). Study of Verbal Bullying in Early Adolescents
(Case Study of Pallangga 5 Junior High School and Sungguminasa 3 Junior High
School). Medico-Legal Update, 21(1), 15531559.
https://doi.org/10.37506/mlu.v21i1.2543
Dewi, R. R., & Sholeh, M. (2021). Strategi Kepala Sekolah dalam Implementasi Program
Sekolah Ramah Anak. Jurnal Inspirasi Manajemen Pendidikan, 9(2), 384360.
Dwiningrum, A. S. dan S. I. A. (2020). Strategi Layanan Bimbingan Dan Konseling Di
Sekolah Dasar Untuk Mengatasi Perilaku Bullying. Elementary School, 7, 188196.
Erawati, D. (2021). Pengembangan Materi PembelajaranPendidikan Islam Berbasis Kearifan
Lokal untuk Sekolah Menengah Siswa Sekolah: Penelitian Berbasis Desain. Jurnal Iqra,
6(2), 148165. https://doi.org/https:// doi.org/10.25217/ji.v6i2.1601.
Hadisi, L., Sailan, Z., Momo, A. H., & Musthan, Z. (2019). Madrasas strategy to overcome
bullying behaviour (The Study about Student Private Islamic Senior High School (MAS)
in Kendari). International Journal of Innovation, Creativity and Change, 6(1), 314345.
Hardianti, N. (2020). Upaya Guru Dalam Mengatasi Kekerasan Verbal Siswa. Fakultas
Tarbiyah Dan Kegururuan (FTK), 15.
Hasanah, E. (2021). Metodologi Penelitian Pendidikan (P. R. Asyhari Budi (ed.)). UAD Press.
Academy of Education Journal
Vol. 15, No. 1, January 2024, Page: 753-764
ISSN: 1907-2341 (Print), ISSN: 2685-4031 (Online)
763
Silawati, Dian Hidayati ( Peran Guru dalam Implementasi Pendidikan.)
Hillis, S., Mercy, J., Amobi, A., & Kress, H. (2016). Global prevalence of past-year violence
against children: A systematic review and minimum estimates. Pediatrics, 137(3).
https://doi.org/10.1542/peds.2015-4079
Inggris, P. (2017). Saran Mencegah dan Mengatasi Bullying untuk Kepala Sekolah, Staf, dan
Badan Pengurus. Departemen Pendidikan, Edisi July. https://www.gov.uk/
government/publications/prevent ing-and-tackling-bullying.
Irvan, U. (2019). Perilaku Bullying Ditinjau Dari Peran Kelompok Teman Sebaya Dan Iklim
Di Kota Gorontalo. Journal of Chemical Information and Modeling, 5(9), 16891699.
Khairani, L. A. (2022). Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Pendidikan Principal
Leadership in Character Education of Students in the Digital 4 . 0 Era. Prosiding Seminar
Nasional Pendidikan Universitas Negeri Medan, Jl. Willem Iskandar, 20221, Indonesia,
1, 120.
Kholifah, N., & Fahyuni, E. F. (2022). Strengthening Students’ Religious Character During the
COVID-19 Pandemic. KnE Social Sciences, 2022, 442451.
https://doi.org/10.18502/kss.v7i10.11247
Mohan, T. A. M., & Bakar, A. Y. A. (2021). A systematic literature review on the effects of
bullying at school. SCHOULID: Indonesian Journal of School Counseling, 6(1), 35.
https://doi.org/10.23916/08747011
Mukrandi. (2020). Problematika Pembelajaran Bahasa Arab Masa Pandemi COVID-19 di MIN
1 Kotawaringain Timur. Jurnal Paedagogie STKIP Muhammadiyah Sampit, 8(2), 9099.
Muluk, S., Habiburrahim, H., Dahliana, S., & Akmal, S. (2021). The impact of bullying on
EFL students’ academic achievement at state Islamic universities in Indonesia. Englisia:
Journal of Language, Education, and Humanities, 8(2), 120.
https://doi.org/10.22373/ej.v8i2.8996
Noboru, T., Amalia, E., Hernandez, P. M. R., Nurbaiti, L., Affarah, W. S., Nonaka, D.,
Takeuchi, R., Kadriyan, H., & Kobayashi, J. (2021). School-based education to prevent
bullying in high schools in Indonesia. Pediatrics International, 63(4), 459468.
https://doi.org/10.1111/ped.14475
Nurlia, A., & Suardiman, S. P. (2020). The phenomenon of bullying in junior high school
students nowadays. International Journal of Education and Learning, 2(1), 713.
https://doi.org/10.31763/ijele.v2i1.62
Olweus, et al. (2019). Addressing Specific Forms of Bullying: A Large-Scale Evaluation of
the Olweus Bullying Prevention Program. International Journal of Bullying Prevention.
https://doi.org/https://doi.org/10.1007/s42380-019- 00009-7
Rahma, F. N., Wulandari, F., & Husna, D. U. (2021). Pengaruh Pembelajaran Daring di Masa
Pandemi Covid-19 bagi Psikologis Siswa Sekolah Dasar. Edukatif : Jurnal Ilmu
Pendidikan, 3(5), 24702477. https://doi.org/10.31004/edukatif.v3i5.864
Rahman, I. A., & Erianjoni, E. (2023). Peran Guru dalam Mencegah Tindakan Kekerasan Fisik
pada Siswa di SMPN 1 Banuhampu. Jurnal Perspektif, 6(1), 143152.
https://doi.org/10.24036/perspektif.v6i1.733
Rahmawati, & A., Hartinah, D., Ilya, F. (2021). Prestasi Bahasa Inggris dan Bullying Pada
Siswa SMP. Eduvelop, 4(2), 7178. https://doi.org/https://
doi.org/10.31605/eduvelop.v4i2.977
Academy of Education Journal
Vol. 15, No. 1, January 2024, Page: 753-764
ISSN: 1907-2341 (Print), ISSN: 2685-4031 (Online)
764
Silawati, Dian Hidayati ( Peran Guru dalam Implementasi Pendidikan.)
Ramadhan, F. A., & Usriyah, L. (2021). Strategi Guru dalam Mengimplementasikan
Pendidikan Multikultural pada Sekolah Dasar Pada Masa Pandemi Covid-19.
AKSELERASI: Jurnal Pendidikan Guru MI, 2(2), 5968.
https://doi.org/10.35719/akselerasi.v2i2.114
S. Nugroho, S.Handoyo, W. H. (2021). Dinamika Psikologis Dalam Perubahan Korban
Bullying Menjadi Bullies Pada Santri Di Pondok Pesantren. Psikis : Jurnal Psikologi
Islami, 7(2), 151160. https://doi.org/https://doi.org/10.19109/psikis.v7i2.7749
Safari. (2022). Hubungan Ukuran Kelas, Status Sekolah, dan Perilaku Bullying Berdasarkan
PISA 2018. Jurnal Penilaian Pendidikan Indonesia, 24.
Salmia, Sudarmin, & A. Muhammad Yusri. (2022). the Efforts of Islamic Religious Teachers
in Improving the Ability To Read the Al-Qur’an Writing in Class Iv Students Inprimary
School. International Journal of Social Science, 1(5), 667674.
https://doi.org/10.53625/ijss.v1i5.1309
Samsudin, M. (2020). Faktor-Faktor yang Memengaruhi Belajar. Eduprof : Islamic Education
Journal, 2(2), 162186. https://doi.org/10.47453/eduprof.v2i2.38
Saputra, M. (2021). Deteksi dan Edukasi Preventif untuk Mewujudkan Sekolah Ramah Anti
Bullying. Abdimas Umtas: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat, 5(1), 1 8.
Sari, I. P. (2016). Peran Guru Kelas Dalam Meminimalisir Tindakan Kekerasan Siswa Kelas III
Sd Negeri 1 Srandakan Bantul. Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan, 127.
Setiarani, S., & Suchyadi, Y. (2018). Pola Asuh Orang Tua Terhadap Anak Tuna Netra
Berprestasi Usia Sekolah Dasar. JPPGuseda | Jurnal Pendidikan & Pengajaran Guru
Sekolah Dasar, 1(01), 1518. https://doi.org/10.33751/jppguseda.v1i01.866
Suchyadi, Y., Ambarsari, Y., & Sukmanasa, E. (2018). Analysis of Social Interaction of
Mentally Retarded Children. Jhss (Journal of Humanities and Social Studies), 2(2), 17
21. https://doi.org/10.33751/jhss.v2i2.903
Sugiyono. (2015). Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Alfabeta.
Suteja, J., & Ulum, B. (2019). Dampak Kekerasan Orang Tua terhadap Kondisi Psikologis
Anak dalam Keluarga. Equalita: Jurnal Studi Gender Dan Anak, 1(2), 169.
https://doi.org/10.24235/equalita.v1i2.5548
Taja, N., Nurdin, ES, Kosasih, A., Suresman, E., & S. (2021). Pendidikan Karakter di Era
Pandemi: Model Pembelajaran Etika Keagamaan Melalui Pendidikan Islam. Jurnal
Internasional Pembelajaran, Pengajaran Dan Penelitian Pendidikan, 20(11), 132153.
https://doi.org/https:// doi.org/10.26803/ijlter.20.11.8
Tambak, S., Hamzah, H., Sukenti, D., & Sabdin, M. (2021). Internalization of Islamic Values
in Developing Students’ Actual Morals. JPI (Jurnal Pendidikan Indonesia), 10(4), 697
709. https://doi.org/10.23887/jpi-undiksha.v10i4.30328
Taufik, M. (2020). Strategic Role of Islamic Religious Education in Strengthening Character
Education in the Era of Industrial Revolution 4.0. Jurnal Ilmiah Islam Futura, 20(1), 86
104. https://doi.org/10.22373/jiif.v20i1.5797