Oleh karenanya, guru sebagai pelaku utama pendidikan diwajibkan memenuhi
kewajibannya sebagai pendidik profesional dan tentu saja sebagai pengembang kurikulum.
Pengembangan kurikulum adalah proses perencanaan kurikulum agar menghasilkan rencana
kurikulum yang luas dan spesifik. Proses ini berhubungan dengan seleksi dan
pengorganisasian berbagai komponen situasi belajar mengajar antara lain penetapan jadwal
pengorganisasian kurikulum dan spesifikasi tujuan yang disarankan, mata pelajaran, kegiatan,
sumber, dan alat pengukur pengembang kurikulum yang mengacu pada kreasi sumber unit,
rencana unit, dan garis pelajaran kurikulum lainnya untuk memudahkan proses belajar
mengajar.
KAJIAN TEORI
Konsep Guru
Ada beragam julukan yang diberikan kepada sosok guru. Salah satu yang paling terkenal
adalah “Pahlawan Tanpa Tanda Jasa”. Julukan ini mengindikasikan betapa besarnya peran dan
jasa yang dilakukan guru sehingga guru disebut sebagai pahlawan (Naim, 2009:1). Namun,
penghargaan terhadap guru ternyata tidak sebanding dengan besarnya jasa yang telah
diberikan. Guru adalah sosok yang rela mencurahkan sebagian besar waktunya untuk mengajar
dan mendidik siswa, sementara penghargaan dari sisi material misalnya, sangat jauh dari
harapan. Hal itulah, tampaknya yang menjadi salah satu alasan mengapa guru disebut sebagai
pahlawan tanpa tanda jasa.
Guru atau pendidik merupakan sosok yang harus mempunyai banyak ilmu, mau
mengamalkan dengan sungguh-sungguh ilmunya tersebut dalam proses pembelajaran dalam
makna yang luas, toleran, dan senantiasa berusaha menjadikan siswanya memiliki kehidupan
yang lebih baik. Secara prinsip, mereka yang disebut sebagai guru bukan hanya mereka yang
memiliki kualifikasi keguruan secara formal yang diperoleh lewat jenjang pendidikan di
perguruan tinggi saja, tetapi yang terpenting adalah mereka yang mempunyai kompetensi
keilmuan tertentu dan dapat menjadikan orang lain pandai dalam matra kognitif, afektif dan
psikomotorik. Matra kognitif menjadikan siswa cerdas dalam aspek intelektualnya, matra
afektif menjadikan siswa mempunyai sikap dan perilaku yang sopan, dan matra psikomotorik
menjadikan siswa terampil dalam melaksanakan aktivitas secara efektif dan efisien serta tepat
guna, (Naim, 2009:4).
Di sinilah letak pentingnya peranan seorang guru. Sehingga bukan hal yang terlalu
berlebihan jika ada penilaian bahwa berhasil atau tidaknya proses pendidikan tergantung
kepada peranan guru. Walaupun peranannya sangat menentukan, namun harus disadari
bahwasanya guru bukan satu-satunya penentu keberhasilan atau kegagalan pembelajaran.
Sebab, keberhasilan atau kegagalan pembelajaran dipengaruhi oleh beragam faktor yang saling
berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Dalam konsep pendidikan tradisional, posisi guru
begitu terhormat. Guru diposisikan sebagai orang yang ‘alim, wara’, shalih, dan sebagai uswah
sehingga guru dituntut juga beramal saleh sebagai aktualisasi dari keilmuan yang dimilikinya
(Naim, 2009:5).
Oleh karena itu, wajar jika mereka diposisikan sebagai orang-orang penting dan
mempunyai pengaruh besar pada masanya, dan seolah-olah memagang kunci keselamatan
rohani dalam masyarakat. Seiring perkembangan zaman, posisi dan peran guru juga
mengalami perubahan. Otoritas guru semakin menyusut di tengah gerusan perubahan yang
kian kompleks. Guru kini menghadapi tantangan besar yang semakin hari semakin berat. Hal
ini menuntut seorang guru untuk senantiasa melakukan berbagai upaya dalam meningkatkan
kualitas pribadi maupun sosialnya. Tanpa usaha semacam ini, posisi dan peranan guru akan
semakin terkikis.
Jika seorang guru senantiasa memiliki spirit yang kuat untuk meningkatkan kualitas
pribadi maupun sosialnya, maka keberhasilan dalam menjalankan tugasnya akan lebih cepat