Academy of Education Journal
Vol. 15, No. 1, Januari 2024, Page: 612-623
ISSN: 1907-2341 (Print), ISSN: 2685-4031 (Online)
612
Aqshal Arlian Raya et.al (Analisis Pedagogical Content.)
Analisis Pedagogical Content Knowledge Guru: Faktor
Pengaruh PCK Guru PPKn Materi Bhinneka Tunggal
Ika
Aqshal Arlian Raya
a,1
, Rima Vien Permata Hartanto
b,2
, Rusnaini
c,3
a
Magister PPKn Universitas Sebelas Maret, Jl. Ir Sutami No.36, Kec Jebres, Kota Surakarta 57126, Indonesia
b
Magister PPKn Universitas Sebelas Maret, Jl. Ir Sutami No.36, Kec Jebres, Kota Surakarta 57126, Indonesia
c
Magister PPKn Universitas Sebelas Maret, Jl. Ir Sutami No.36, Kec Jebres, Kota Surakarta 57126, Indonesia
1
aqshalarlianraya@student.uns.ac.id;
2
3
INFO ARTIKEL
ABSTRAK
Sejarah Artikel:
Diterima: 20 November 2023
Direvisi: 10 Desember 2023
Disetujui: 1 Januari 2024
Tersedia Daring: 14
Februari 2024
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang
memengaruhi pedagogical content knowledge guru Pendidikan Pancasila
dan Kewarganegaraan SMA Negeri 5 Metro pada materi Bhinneka Tunggal
Ika. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan menggunakan
teori Shulman yang terdiri dari 5 faktor: 1) pengalaman mengajar; 2)
pelatihan; 3) sarana dan prasarana pembelajaran; 4) efikasi diri guru; 5)
Motivasi diri guru. Objek dalam penelitian ini adalah 2 orang guru PPKn
kelas XII. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan
hasil lembar observasi, wawancara, dan studi dokumentasi. Hasil
penelitian disimpulkan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi
pedagogical content knowledge guru adalah 1) pengalaman mengajar; 2)
pelatihan; 3) sarana dan prasarana pembelajaran. Adapun faktor temuan
tambahan lainnya yaitu 1) latar belakang pendidikan; 2) kepemilikan
jabatan tertentu dalam organisasi sekolah.
Kata Kunci:
Pedagogical Content
Knowledge
Guru PPKn
Bhinneka Tunggal Ika
ABSTRACT
Keywords:
Pedagogical Content
Knowledge
Pancasila and Citizenship
Education Teachers
Bhinneka Tunggal Ika
This research aims to analyze the factors that influence the pedagogical
content knowledge of Pancasila and Citizenship Education teachers of SMA
Negeri 5 Metro on the material of Bhinneka Tunggal Ika. This research uses a
qualitative method by using Shulman's theory which consists of 5 factors: 1)
teaching experience; 2) training; 3) learning facilities and infrastructure; 4)
teacher self-efficacy; 5) teacher self-motivation. The objects in this study were
2 grade XII Civics teachers. Data analysis used in this study is based on the
results of observation sheets, interviews, and documentation studies. The
results concluded that the factors that influence teachers' pedagogical content
knowledge are 1) teaching experience; 2) training; 3) learning facilities and
infrastructure. The other additional finding factors are 1) educational
background; 2) ownership of certain positions in the school organization.
©2024, Authors Aqshal Arlian Raya, Rima Vien Permata Hartanto, Rusnaini
This is an open access article under CC BY-SA license
1. Pendahuluan
Pendidikan adalah suatu proses dalam rangka mempengaruhi siswa agar dapat
menyesuaikan diri sebaik mungkin terhadap lingkungan dan dengan demikian akan
menimbulkan perubahan dalam dirinya yang memungkinkannya untuk berfungsi secara kuat
dalam kehidupan masyarakat (Hamalik, 2001). Pendidikan juga sebagai proses yang dibangun
masyarakat untuk membawa generasi-generasi baru kearah kemajuan dengan cara-cara
tertentu sesuai dengan kemampuan yang berguna untuk mencapai tingkat kemajuan paling
Academy of Education Journal
Vol. 15, No. 1, Januari 2024, Page: 612-623
ISSN: 1907-2341 (Print), ISSN: 2685-4031 (Online)
613
Aqshal Arlian Raya et.al (Analisis Pedagogical Content.)
tinggi (Abdullah, 2007). Konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia telah
mengamanahkan bahwa salah satu tugas negara adalah harus mencerdaskan kehidupan bangsa.
Hal itu telah termuat pada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
yang dipertegas dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional yang menyatakan fungsi dan tujuan pendidikan sebagai berikut:
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Undang-Undang No. 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional).
Guru merupakan figur sentral dalam penyelenggaraan pendidikan karena guru adalah
sosok yang sangat diperlukan untuk memacu keberhasilan peserta didiknya (Sopian, 2016).
Guru merupakan orang yang bertanggung jawab untuk membimbing peserta didik menjadi
manusia yang manusiawi yang memanusiakan manusia, sehingga tugas utamanya yaitu
mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi
muridnya dalam pendidikan (Ramayulis, 2013). Guru juga merupakan orang yang
bertanggung jawab terhadap peserta didik, baik potensi afektif (rasa), kognitif (cipta), maupun
psikomotorik (karsa) (Umar, 2010). Sebagaimana tertuang dalam Undang- Undang No. 14
Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dijelaskan tugas guru sebagai pendidik profesional
adalah mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi
peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan
pendidikan menengah (Undang-Undang Republik Indonesia No. 14 Tahun 2005 tentang Guru
dan Dosen).Untuk melakukan hal tersebut, subjek artikel harus ditinjau ulang secara
menyeluruh, dan tujuan penelitian harus dinyatakan dengan jelas setelah memaparkan
referensi dasar.
Guru merupakan tulang punggung pendidikan sekaligus menjadi komponen utama yang
sangat menentukan keberhasilan pendidikan (Eliyanto, 2018). Dalam menjalankan perannya
sebagai pendidik seorang guru harus memiliki berbagai kompetensi yang dibutuhkan untuk
menjadi pendidik sekaligus pengajar yang baik. Kompetensi guru adalah salah satu faktor
yang mempengaruhi tercapainya tujuan pembelajaran dan pendidikan di sekolah, namun
kompetensi guru tidak berdiri sendiri, tetapi dipengaruhi oleh faktor latar belakang pendidikan,
pengalaman mengajar, dan lamanya mengajar (Wibowo & Hamrin, 2012). Kompetensi
tersebut meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan
kompetensi profesional (Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2017 tentang Perubahan atas
Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2008 tentang Guru). Senada dengan dengan hal itu,
menurut Suryosubroto (2009) dalam menjalankan profesinya tugas guru harus mampu
menguasai materi ajar sekaligus mengusai cara mengajarkannya. Teori lama mengatakan agar
dapat mengajar dengan baik, seorang guru harus memiliki pengetahuan tentang konten dan
pengetahuan tentang cara mengajar atau yang biasa disebut dengan pengetahuan pedagogik
serta pengetahuan hasil perpaduan keduanya yang disebut sebagai pedagogical content
knowledge (PCK) (Shulman, 1986). Menurut Shulman (1986) terdapat beberapa faktor yang
memengaruhi PCK guru diantaranya adalah pengalaman mengajar (teaching experience),
pelatihan (training), sarana dan prasarana pembelajaran (technology), efikasi diri (self
efficacy), dan motivasi (motivation).
Penelitian terdahulu yang berkaitan dengan kompetensi pedagogical content knowledge
(PCK) guru pernah dilakukan oleh Barut et al. (2020) dengan judul “Hubungan
Pedagogical Content Knowledge Guru Matematika dan Prestasi Belajar Siswa Sekolah
Menengah Pertama”. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa sebagian besar guru
Academy of Education Journal
Vol. 15, No. 1, Januari 2024, Page: 612-623
ISSN: 1907-2341 (Print), ISSN: 2685-4031 (Online)
614
Aqshal Arlian Raya et.al (Analisis Pedagogical Content.)
Kabupaten Manggarai memiliki tingkat pedagogical content knowledge yang rendah dan
sebagian besar siswa memiliki prestasi belajar pada kategori rendah. Penelitian juga
dilakukan oleh Yohafrinal et al. (2015) dengan judul “Analisis Pedagogical Content
Knowledge (PCK) Guru MIPA di SMA Negeri 11 Kota Jambi”. Hasil penelitian
menunjukan bahwa pengetahuan guru tentang pedagogical content knowledge masih rendah,
ini terbukti bahwa dari tujuh aspek pedagogical content knowledge guru hanya ada empat
aspek yang bisa dikuasai oleh guru yaitu pengetahuan tentang strategi pembelajaran,
pengetahuan materi pelajaran dan pembelajaran yang mendidik, pengetahuan komunikasi
dengan peserta didik dan pengetahuan penilaian dan evaluasi, serta tiga aspek pedagogical
content knowledge guru yang belum dipahami, meliputi pengetahuan tentang peserta didik
dan karakteristiknya, pengetahuan tentang pengembangan kurikulum, dan pengetahuan
tentang pengembangan potensi peserta didik. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh
Abdurrahman dan Nurmatin (2021) dengan judul “Analisis Kemampuan Pedagogical
Content Knowledge (PCK) Guru MI pada Konsep IPA dalam Menghadapi Pendidikan
Abad 21”. Hasil analisis integrasi antara kemampuan pedagogi dengan kemampuan konten
belum terlihat baik. Dengan demikian kemampuan pedagogical content knowledge
partisipan dalam menghadapi pendidikan abad 21 belum maksimal.
Guru tidak cukup hanya dengan menguasai kemampuan pedagogiknya ia juga
diwajibkan mampu menguasai kemampuanya akan materi pelajaran (content) (Makaraka &
Sarwah, 2018). Pengetahuan konten merupakan pengetahuan yang harus dikuasai
oleh pendidik mencakup penguasaan materi pelajaran di mana penting untuk dikuasai oleh
seorang guru (Sagala, 2009). Pedagogical content knowledge (PCK) dipandang sebagai the
blending of content and pedagogical into an understanding of how particular topics,
problems, or issues are organized, represent, and adapted to the diverse interest and
abilities of learners, and presented for instruction (Shulman, 1987). Pedagogical content
knowledge dapat juga diartikan sebagai gambaran tentang bagaimana seorang guru
mengajarkan suatu subjek dengan mengakses apa yang dia ketahui tentang subjek materi,
apa yang dia ketahui tentang pembelajar yang diajarnya, apa yang diketahui tentang
kurikulum terkait dengan subjek dan apa yang dia yakini sebagai cara mengajar yang baik
pada konteks materi (Rollnick et al., 2008). Pedagogical content knowledge digambarkan
sebagai hasil perpaduan antara pemahaman materi ajar (content knowledge) dan pemahaman
cara mendidik (pedagogical knowledge) yang berbaur menjadi satu yang perlu dimiliki oleh
seorang guru (Shulman, 1986).
Pedagogical content knowledge meliputi cara mewakili dan merumuskan subjek yang
membuatnya dipahami orang lain, pemahaman tentang apa yang membuat topik
pembelajaran tertentu mudah atau sulit, konsepsi dan prasangka bahwa siswa dari berbagai
usia dan latar belakang membawa mereka ke pembelajaran satu topik dan pelajaran yang
paling sering diajarkan (Greenes & Schulman, 1996). Shulman (1987) merumuskan bahwa
pedagogical content knowledge adalah pemahaman tentang metode pembelajaran apa yang
efektif untuk menjelaskan materi tertentu, serta pemahaman tentang apa yang membuat
materi tertentu mudah atau sulit dipelajari. Berdasarkan gagasan Shulman (1987) tentang
pengetahuan isi pedagogis, guru dapat memiliki pengetahuan yang mendalam tentang
bagaimana untuk mengajarkan materi pelajaran kepada peserta didik (Parker & Heywood,
2000). Pedagogical content knowledge harus meliputi pengetahuan peserta didik dan
karakteristik mereka, pengetahuan tentang konteks pendidikan, pengetahuan tentang tujuan
dan nilai-nilai pendidikan, dasar filosofis, serta sejarah mereka. Selain itu, pedagogical
content knowledge mengacu pada kemampuan guru untuk mengubah konten ke dalam
bentuk yang secara pedagogis sangat kuat dan belum adaptif untuk variasi dalam
kemampuan dan latar belakang yang disajikan oleh siswa (Shulman, 1987).
Academy of Education Journal
Vol. 15, No. 1, Januari 2024, Page: 612-623
ISSN: 1907-2341 (Print), ISSN: 2685-4031 (Online)
615
Aqshal Arlian Raya et.al (Analisis Pedagogical Content.)
Beberapa penelitian sebelumnya yang mencoba melihat kemampuan pedagogical
content knowledge guru masih rendah dan sangat sulit ditemukan penelitian tentang
pedagogical content knowledge guru Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan.
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan memiliki misi yaitu membawa misi pendidikan
moral bangsa, membentuk warga negara yang cerdas, demokratis, dan berakhlak mulia, yang
secara konsisten melestarikan dan mengembangkan cita-cita demokrasi dan membangun
karakter bangsa (Kemenristekdikti, 2019). Sedangkan visi Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan (PPKn) adalah mewujudkan proses pendidikan yang terarah pada
pengembangan kemampuan individu, sehingga menjadi warga negara yang cerdas,
partisipatif, bertanggung jawab, terbentuk warga negara Indonesia bertingkah laku
berdasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan karakter- karakter positip masyarakat dan bangsa
Indonesia (Kemenristekdikti, 2019). Menurut Somantri (2001) Pendidikan
Kewarganegaraan adalah mata pelajaran yang intinya demokrasi namun diperluas dengan
sumber-sumber pengetahuan lainnya, pengaruh positif dari pendidikan sekolah, masyarakat,
serta orang tua yang semuanya diproses untuk melatih para siswa dan mahasiswa agar dapat
berpikir kritis, analitis, juga akhirnya dapat bertindak demokratis dalam rangka menyiapkan
hidup yang demokratis serta berlandaskan pada Pancasila dan UUD 1945. Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan juga memiliki tujuan agar siswa memiliki nilai-nilai luhur
Pancasila dan siswa siap untuk menjadi generasi yang mampu dan mumpuni untuk
menghadapi tantangan yang terjadi (Hasmawati & Rumkel, 2021).
Salah satu muatan penting pada Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan adalah
materi tentang Bhinneka Tunggal Ika yang memberikan sub materi tentang mengenali dan
menyadari keragaman identitas, merawat tradisi lokal dan kebinekaan, kampanye
keragaman budaya (Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi, 2022).
Bhinneka Tunggal Ika penting untuk dipelajari karena merupakan simbol negara yang sesuai
dengan Pasal 36A Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berbunyi
“Lambang negara ialah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika”. Materi
Bhinneka Tunggal Ika dipilih oleh peneliti karena rakyat Indonesia berbeda-beda suku
bangsa, adat istiadat, ras, dan agama, tetapi kita sebagai masyarakat Indonesia harus tetap
bersatu dalam perjuangan mengisi kemerdekaan untuk mewujudkan cita-cita negara yang
merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur serta Bhinneka Tunggal Ika dipergunakan
sebagai upaya mempertahankan persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia termasuk dari
konflik- konflik yang terjadi seperti rasisme dan diskriminasi (Pertiwi & Dewi, 2021). Dari
materi tersebut siswa diharapkan untuk mampu menjelaskan bentuk-bentuk keberagaman di
Indonesia, mampu menganalisis potensi konflik yang timbul akibat keberagaman, mampu
mengidentifikasi dampak konflik akibat keberagaman, mampu mendesain alternatif solusi
terhadap konflik akibat keberagaman, mampu memelihara keragaman, dan mampu merawat
tradisi-tradisi lokal di Indonesia (Kardiman et al., 2023). Pada materi tersebut secara
bertahap akan membentuk peserta didik memiliki sikap toleransi, menghargai perbedaan,
cinta damai, dan sebagainya sehingga dapat menjadikan peserta didik tersebut sebagai
penerus bangsa yang mampu membawa Indonesia menjadi lebih Pancasilais (Kardiman et
al., 2023).
Seorang guru Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan tidak memiliki kemampuan
dalam menguasai pedagogical content knowledge (PCK) maka pembelajaran menjadi tidak
bermakna, peserta didik tidak akan mendapatkan nilai- nilai yang ada di dalam materi
tersebut dengan sempurna sehingga akan menumbuhkan sikap yang bertolak belakang
dengan visi serta tujuan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Seorang guru
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan harus mampu menguasai pedagogical content
knowledge (PCK) agar pembelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan tidak
Academy of Education Journal
Vol. 15, No. 1, Januari 2024, Page: 612-623
ISSN: 1907-2341 (Print), ISSN: 2685-4031 (Online)
616
Aqshal Arlian Raya et.al (Analisis Pedagogical Content.)
hanya mengandalkan kemampuan pedagogik guru saja tetapi juga dipadukan dengan
pengetahuan konten mencakup penguasaan materi pelajaran. Penguasaan materi (content)
yang diajarkan dengan penguasaan bagaimana cara mengajarkan (pedagogy) merupakan dua
hal yang saling tidak dapat dipisahkan (Agustina, 2005). Maka pembelajaran Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan akan lebih bermakna bagi peserta didik dan nilai-nilai
dalam Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan dapat tertanam secara komprehensif.
Sehingga harapannya peserta didik dapat menjadi manusia Indonesia yang Pancasilais dan
dapat membawa perubahan negara Indonesia ke arah yang lebih baik sesuai dengan amanat
yang ada di dalam pembukaan UUD 1945.
Berdasarkan uraian di atas maka guru seharusnya memiliki profesionalisme dan
kompetensi yang baik. Pendidik profesional dapat diwujudkan dengan meningkatkan dan
mengembangkan kualitas pedagogical content knowledge. Hal ini sesuai dengan pernyataan
yang disampaikan Kuhn et al. (2016) yaitu komponen penting yang dapat mengembangkan
keprofesionalan pendidik adalah pedagogical content knowledge. Selain itu, Tasdan dan
Koyunkaya (2017) menyatakan bahwa pendidik harus memiliki pedagogical content
knowledge yang kuat agar dapat menjadi pendidik yang terbaik. Oleh karena itu, peneliti
merasa perlu untuk melakukan penelitian tentang menganalisis faktor-faktor yang
memengaruhi pedagogical content knowledge guru PPKn dalam praktik pembelajarannya
pada materi Bhinneka Tunggal Ika tersebut.
2. Metode
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Menurut Denzin & Lincoln (2018)
metode kualitatif adalah metode penelitian yang menggunakan latar alamiah dengan maksud
menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode
yang ada. Alasan menggunakan metode kualitatif karena peneliti hendak menggambarkan
peristiwa yang diteliti kemudian digambarkan dalam bentuk uraian analisis dan hasil faktor-
faktor yang memengaruhi pedagogical content knowledge (PCK) guru Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan pada materi Bhinneka Tunggal Ika di SMA Negeri 5 Metro. Penelitian ini
dilakukan secara alamiah tanpa adanya perlakuan apapun terhadap subjek penelitian.
3. Hasil dan Pembahasan
Penelitian ini terdapat dua orang guru bidang studi PPKn yang dijadikan subjek penelitian
yaitu WS sebagai subjek 1 dan DS subjek 2. Kedua subjek penelitian mempunyai latar belakang
pendidikan dan pengalaman mengajar yang berbeda. Subjek pertama berdasarkan hasil observasi
dan studi dokumentasi, subjek 1 berusia 55 tahun 3 bulan per November 2023. Pendidikan
terakhirnya jenjang pendidikan magister yang diselesaikan pada tahun 2015. Masa kerja Subjek 1
sebagai guru berstatus PNS adalah 17 tahun. Berikut data hasil dokumentasi ditunjukkan pada
tabel 1 di bawah ini:
Tabel 1. Data Subjek 1
Keterangan
Data Subjek 1
Pendidikan
Masa Kerja
Pasca Sarjana Bidang Pendidikan
24 Tahun 13 Bulan
(Sumber: Observasi dan Studi Dokumentasi Peneliti, 2023)
Academy of Education Journal
Vol. 15, No. 1, Januari 2024, Page: 612-623
ISSN: 1907-2341 (Print), ISSN: 2685-4031 (Online)
617
Aqshal Arlian Raya et.al (Analisis Pedagogical Content.)
Subjek kedua berdasarkan hasil observasi dan studi dokumentasi, subjek 2 berusia 52 tahun
10 bulan per November 2023. Pendidikan terakhirnya sedang menempuh pendidikan sarjana di
bidang pendidikan PKn. yang selesai pada tahun 1994. Masa kerja Subjek 2 sebagai guru
berstatus pegawai negeri sipil adalah 2 tahun 11 bulan. Berikut data hasil dokumentasi
ditunjukkan pada tabel 2 berikut ini:
Tabel 2. Data Subjek 2
Keterangan
Data Subjek 2
Pendidikan
Masa Kerja PPPK
Sarjana PPKn
2 Tahun 11 Bulan
(Sumber: Observasi dan Studi Dokumentasi Peneliti, 2023)
Terdapat beberapa faktor yang memengaruhi PCK guru PPKn SMA Negeri 5 Metro dalam
praktik pembelajarannya pada materi Bhinneka Tunggal Ika. Berikut penjabaran masing masing
faktor dan analisinya yang memengaruhi PCK subjek penelitian:
a. Faktor Pengalaman Mengajar
Subjek 1 memiliki pengalaman mengajar selama kurang lebih selama 34 tahun dan telah
memiliki pengalaman mengajar di tiga jenjang pendidikan yaitu perguruan tinggi, SMA, dan
SMP. Hal ini yang memengaruhi subjek 1 dalam pengetahuan mengajarnya seperti subjek 1
mampu menggunakan metode pembelajaran yang diberi nama pemantapan materi, dengan
metode tersebut menekankan pemahaman peserta didik tentang nilai-nilai Bhinneka Tunggal Ika
sehingga pembelajaran dalam materi tersebut dapat tersampaikan dengan baik. Dan dengan
pengalaman yang dimiliki subjek 1 mampu secara baik dalam pengelolaan sumber belajar dan
mampu menghubungkan materi Bhinneka Tunggal Ika dengan kejadian di masyarakat dan
kurikulum yang lebih tinggi di mana setiap peserta didik ditargetkan untuk memahami serta dapat
mengimplementasikan seperti dapat menjadi warga negara dunia yang baik, mampu menghargai
perbedaan budaya dan dapat membangun kerja sama yang baik walapun berbeda budaya. Dengan
penggalaman mengajar yang sudah lama subjek 1 dalam praktik pembelajaran pada materi
Bhinneka Tunggal Ika sudah dalam kriteria PCK baik dengan subjek 1 mampu memahami
komponen pengetahuan mengajar guru dengan baik. Hal ini dibuktikan subjek 1 mampu
menggunakan sumber belajar yang bervariasi, merancang pembelajaran yang koheren,
menciptakan budaya pembelajaran yang baik, menguasai teknik bertanya dan diskusi dengan
peserta didik dengan baik. Selanjutanya subjek 1 juga mampu menunjukan kriteria baik dalam
komponen pengetahuan tentang siswa. Dalam hal ini ditunjukan bagaimana subjek 1 selalu
memperhatikan perilaku peserta didik, membangun komunikasi yang terarah dan kejelasan
konten oleh guru sudah dalam kriteria baik. Berikutnya pada komponen pengetahuan tentang
konten, subjek 1 mampu menghubungkan materi Bhinneka Tunggal Ika dengan disiplin ilmu
lainnya dan mampu memberikan pemahaman yang terstruktur kepada peserta didik.
Subjek 2 memiliki pengalaman mengajar selama kurang lebih 28 tahun dan telah memiliki
pengalaman mengajar di dua jenjang pendidikan yaitu SMP dan SMA. Dengan latar belakang
pendidikan tersebut subjek 2 mampu dapat rancangan pembelajaran dengan tujuan pembelajaran
dengan baik, mampu meciptakan kelas sebagai tempat aktifitas kognitif dengan adanya
pembelajaran berbasis kelompok guna memecahkan permasalahan bersama- sama. Adanya
umpan balik dari peserta didik kepada guru yang membuat kelas semakin interaktif. Subjek 2 juga
mampu dengan cukup baik mampu membentuk peserta didik dalam membuat pertanyaan,
mengajukan topik, memberikan tantangan dalam berfikir, dan menjaga ketenangan kelas supaya
suara bisa terdengar oleh seluruh peserta didik yang ada di dalam kelas. Pada komponen tentang
siswa, subjek 2 memberikan perhatian terhadap perilaku siswa baik di kelas maupun di luar kelas
dengan selalu membina serta memberikan pengertian bahwa berperilaku baik itu penting dan
selalu menanggapi kenakalan siswa dengan memperhatikan kebutuhan individu siswa dan
Academy of Education Journal
Vol. 15, No. 1, Januari 2024, Page: 612-623
ISSN: 1907-2341 (Print), ISSN: 2685-4031 (Online)
618
Aqshal Arlian Raya et.al (Analisis Pedagogical Content.)
menghormati martabat siswa. Namun subjek 2 kurang mampu dalam mengembangkan metode
pembelajarannya kearah yang lebih aktif karena hanya memakai metode ajar berkelompok dan
dua sumber belajar saja.
Berdasarkan penjelasan tentang faktor pengalaman mengajar dari kedua subjek dapat ditarik
sebuah kesimpulan bahwa jika seorang guru semakin lama memiliki pengalaman mengajar dan
semakin banyak pengalaman mengajar di berbagai jenjang pendidikan memberikan pengaruh
dalam hal pemahaman guru tentang mengajar. Dalam hal ini pada materi Bhinneka Tunggal Ika
subjek 1 cenderung lebih baik dalam penekanan pembelajaran yang aktif dengan memperbanyak
diskusi dan tanya jawab serta penekanan pada pemahaman tentang nilai-nilai Bhinneka Tunggal
Ika membuat pembelajaran semakin interaktif. Sedangkan subjek 2 menunjukan pembelajaran
yang monoton karena hanya memakai metode berkelompok dan sedikitnya pengetahuan sumber
belajar yang digunakan.
b. Faktor Pelatihan
Baik subjek 1 mapun subjek 2 telah mengikuti beragam pelatihan mengajar baik yang telah
diadakan oleh sekolah maupun di luar sekolah. Hal ini berpengaruh pada PCK kedua subjek.
Subjek 1 memahami keterlibatan aktivitas kognitif peserta didik dengan baik lalu komitmen dari
guru dan peserta didik untuk memperbaiki kualitas pembelajaran di kelas dengan
memperhatikan hasil belajar peserta didik dan konsisten dalam penerapan pemantapan materi
guna meningkatkan pemahaman materi Bhinneka Tunggal Ika peserta didik. Terlebih lagi subjek
1 mampu menciptakan suasana kelas yang aktif dengan ditandai adanya interaksi timbal balik
antara guru dan peserta didik. Berdasarkan penjelasan dari subjek 1 dan informan 1, sudah
banyak pelatihan mengajar dan sejenisnya. Hal ini terbukti dari pemahaman mengajar subjek 1
yang memiliki kriteria baik. Subjek 1 memahami keterlibatan aktivitas kognitif peserta didik
dengan baik lalu komitmen dari guru dan peserta didik untuk memperbaiki kualitas
pembelajaran di kelas dengan memperhatikan hasil belajar peserta didik dan konsisten dalam
penerapan pemantapan materi guna meningkatkan pemahaman peserta didik terhadap materi.
Terlebih lagi subjek 1 mampu menciptakan suasana kelas yang aktif dengan ditandai adanya
interaksi timbal balik antara guru dan peserta didik. Informan 1 menjelaskan bahwa pelatihan di
sekolah sangat terbatas sehingga guru-guru mengikuti pelatihan di luar sekolah.
Subjek 2 cukup baik dalam memiliki pemahaman tentang mengajar. Dari beberapa pelatihan
yang diikuti subjek 2 sangat memengaruhi subjek 2 dalam pengetahuan guru tentang sumber
belajar, yang menunjukan subjek 2 dalam menggunakan beberapa sumber belajar seperti buku
ajar dan LKS. Subjek 2 juga mampu cukup baik dalam menjalankan kekoherenan urutan
pembelajaran dengan membuat hubungan semantis antarkalimat atau antarbagian sebuah wacana
materi Bhinneka Tunggal Ika. Lalu subjek 2 juga sangat baik dalam pengoptimalan dan
pengefisienan waktu pembelajaran dengan memuali dan mengakhiri pembelajaran sesuai dengan
waktu yang telah ditentukan. Berdasarkan penjelasan di atas faktor pelatihan memberikan
wawasan kepada subjek penelitian tentang berbagai macam pengetahuan mengajar dan konten
dalam pembelajaran. Pada materi Bhinneka Tunggal Ika subjek 1 telah memahami keterlibatan
aktivitas kognitif peserta didik dengan baik lalu komitmen dari guru dan peserta didik untuk
memperbaiki kualitas pembelajaran di kelas dengan memperhatikan hasil belajar peserta didik
dan konsisten dalam penerapan pemantapan materi guna meningkatkan pemahaman peserta didik
terhadap materi. Subjek 2 juga mampu cukup baik dalam menjalankan kekoherenan urutan
pembelajaran dengan membuat hubungan semantis antarkalimat atau antarbagian sebuah wacana
materi Bhinneka Tunggal Ika. Lalu subjek 2 juga sangat baik dalam pengoptimalan dan
pengefisienan waktu pembelajaran dengan memuali dan mengakhiri pembelajaran sesuai dengan
waktu yang telah ditentukan.
c. Faktor Sarana dan Prasarana Pembelajaran
Berdasarkan hasil wawancara subjek 1 terkendala oleh sarana pembelajaran seperti LCD
atau proyektor karena minimnya fasilitas sekolah dan perubahan perubahan kurikulum sehingga
alat peraga break picture yang telah ia buat tidak dipakai lagi. Oleh karena itu dalam komponen
pengorganisasian ruang fisik pada indikator mengefektifkan sumber belajar fisik menggunakan
Academy of Education Journal
Vol. 15, No. 1, Januari 2024, Page: 612-623
ISSN: 1907-2341 (Print), ISSN: 2685-4031 (Online)
619
Aqshal Arlian Raya et.al (Analisis Pedagogical Content.)
teknologi tidak dilakukan karena alasan-alasan tersebut. Faktor sarana dan prasarana
pembelajaran masing-masing subjek tidak pernah menggunakan komputer maupun LCD dalam
pembelajarannya dikarenakan jumlah komputer dan LCD yang kurang sehingga tidak
memungkinkan untuk digunakan dalam pembelajaran. Di sisi lain terdapat perbedaan
penggunaan sumber belajar antara kedua subjek peneliti. Subjek 1 menggunakan banyak
sumber belajar seperti buku ajar, LKS, buku UUD 1945, dan internet dengan menggunakan
fasilitas WiFi sekolah. Dengan memiliki serta memanfaatkan berbagai sumber belajar
pembelajaran materi Bhinneka Tunggal Ika dapat mengkolaborasikan materi di buku ajar dan
LKS sehingga materi yang diberikan kepada peserta didik makin luas, buku UUD 1945
digunakan subjek 1 untuk bersama peserta didik untuk mencari dasar-dasar hukum tentang
bagaimana warga negara dapat menghargai perbedaan budaya, agama, status sosial, dan
menjaga persatuan, dan internet digunakan untuk mencari dan memberikan gambaran tentang
budaya-budaya warga negara yang ada di seluruh negara.
Berdasarkan keterangan dari informan 1 dan subjek 2 sarana dan prasarana pembelajaran di
sekolah sangat minim jumlahnya dan tidak memungkinkan untuk digunakan dalam
pembelajaran. oleh karena itu subjek 2 dalam penggunaan teknologi dalam pembelajaran tidak
pernah dilakukan dan memilih untuk menerapkan pembelajaran dengan metode menjelaskan di
depan kelas lalu membentuk kelompok peserta didik untuk mengembangkan materi serta
meresume materi yang dipelajari. Subjek 2 juga berharap jika metodenya itu dapat
meningkatkan pemahaman serta peserta didik dapat mengaplikasikan nilai-nilai Bhinneka
Tunggal Ika dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan subjek 2 hanya menggunakan buku dan
LKS saja sebagai sumber belajar. Subjek 2 memiliki alasan tidak menggunakan fasilitas WiFi
sekolah karena jangkauan WiFi sekolah tidak sampai dan kekuatan sinyal yang lemah pada di
kelas yang subjek 2 mengajar. Sehingga subjek 2 hanya menggabungkan antara materi Bhinneka
Tunggal Ika yang ada di buku ajar dan LKS saja yang di implementasikan dalam bentuk metode
pembelajaran kelompok. Oleh karena itu konten yang disampaikan hanya berfokus pada buku
ajar dan LKS saja.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa faktor sarana dan prasarana
pembelajaran sangat memengaruhi kedua subjek penelitian dalam pengembangan materi ajar.
Seperti yang dialami subjek 2 dengan keterbatasan teknologi seperti komputer dan LCD yang
jumlahnya tidak memungkinkan untuk digunakan dan fasilitas WiFi yang kurang memadai
sehingga dalam praktik pembelajarannya mengupayakan dengan sumber belajar dan metode
kelompok saja. Hal ini dapat memengaruhi pembelajaran Bhinneka Tunggal Ika yang mana
seharusnya peserta didik dapat dengan maksimal memperoleh pengetahuan tentang budaya-
budaya yang ada di Indonesia maupun di luar negeri secara maksimal.
Terdapat tiga faktor dari lima faktor menurut Shulman (1986) yang memengaruhi
pedagogical content knowledge guru PPKn dalam pembelajarannya pada materi Bhinneka
Tunggal Ika di SMA Negeri 5 Metro. Namun di sisi lain, peneliti menemukan dua faktor
tambahan yang memengaruhi pedagogical content knowledge guru PPKn yaitu 1) faktor latar
belakang pendidikan; dan 2) faktor kepemilikan jabatan tertentu di sekolah. Berikut penjelasan
dari masing-masing faktor tambahan yang memengaruhi pedagogical content knowledge guru
PPKn dalam pembelajarannya pada materi Bhinneka Tunggal Ika di SMA Negeri 5 Metro.
a. Faktor Latar Belakang Pendidikan
Keterangan wawancara pada semua subjek penelitian menjelaskan bahwa, subjek 1 memiliki
latar belakang pendidikan magister hal ini yang membentuk subjek 1 mampu secara baik dalam
menguasai materi Bhinneka Tunggal Ika yaitu menjadi warga dunia, kolaborasi dan kerja sama
lintas budaya, kampanye keragaman budaya, dan menjadi duta perdamaian. Dengan latar
belakang yang dimiliki subjek 1 juga memengaruhi subjek 1 dalam meningkatkan kualitas
pembelajaran seperti mengkondisikan kelas, memberikan pengawasan, pelaksanaan metode
pembelajaran, serta memiliki penjelasan konten yang baik sehingga pembelajaran berlangsung
secara teratur dan bermakna. Sedangkan berdasarkan hasil wawancara subjek 2 dengan latar
belakang pendidikannya telah memahami materi- materi Bhinneka Tunggal Ika seperti menjadi
Academy of Education Journal
Vol. 15, No. 1, Januari 2024, Page: 612-623
ISSN: 1907-2341 (Print), ISSN: 2685-4031 (Online)
620
Aqshal Arlian Raya et.al (Analisis Pedagogical Content.)
warga negara dunia, kerjasama lintas dunia, keragaman budaya, dan menjadi duta perdamaian
disampaikan secara terstruktur namun pada metode pembelajarannya cenderung monoton dan
tidak berkembang.
Berdasarkan penjelasan di atas faktor latar belakang pendidikan seorang guru memengaruhi
PCK guru tersebut. Semakin tinggi jenjang pendidikan yang dimiliki seorang guru maka dalam
praktik pembelajarannya akan semakin baik. Terlihat pada subjek 1 yang memiliki pendidikan
magister mampu secara baik dalam menguasai materi Bhinneka Tunggal Ika yaitu menjadi warga
dunia, kolaborasi dan kerja sama lintas budaya, kampanye keragaman budaya, dan menjadi duta
perdamaian. Serta dengan latar belakang yang dimiliki subjek 1 dapat meningkatkan kualitas
pembelajaran seperti mengkondisikan kelas, memberikan pengawasan, pelaksanaan metode
pembelajaran, serta memiliki penjelasan konten yang baik sehingga pembelajaran berlangsung
secara teratur dan bermakna.
b. Faktor Kepemilikan Jabatan Tertentu di Organisasi Sekolah
Subjek 1 merupakan guru bidang studi PPKn dan tidak memiliki jabatan apapun di dalam
organisasi sekolah. Subjek 1 dalam pembelajarannya di kelas selalu fokus dan tetap berada di
dalam kelas sehingga subjek 1 dapat dengan baik mengajar serta mengawasi peserta didiknya
dari mulai pembelajaran hingga berakhirnya waktu jam mata pelajaran PPKn. Hal ini dapat
dibuktikan dari beberapa indikator pada komponen pengetahuan tentang mengajar dan siswa.
Pada komponen pengetahuan tentang siswa, subjek 1 mampu dalam membentuk peserta didik
untuk berkontribusi dalam penggunaan atau adaptasi dari lingkungan fisik untuk memajukan
pembelajaran, dan melibatkan dengan baik aktivitas kognitif siswa dalam pembelajaran. Serta
dalam komponen pengetahuan mengajar subjek 1 mampu dengan sangat baik dalam memahami
sifat aktif belajar siswa, interaksi kelas antara guru dan siswa dan antar siswa, dan pemantauan
guru terhadap perilaku siswa. Hal ini dipengaruhi karena subjek 1 dalam praktik
pembelajarannya selalu berada di dalam kelas karena tidak memiliki tanggungjawab lain di
dalam organisasi sekolah tersebut. Subjek 1 dapat dengan maksimal mengajar di dalam kelas
karena tidak terganggu oleh kepentingan lain di luar tanggungjawabnya sebagai guru di dalam
kelas. Oleh karena itu subjek 1 mampu memberikan rangsangan kepada peserta didik untuk
bertanya, mengungkapkan pendapat, memberikan arahan materi dengan jelas, serta dapat
mengawasi perilaku peserta didik secara penuh dari awal hingga berakhirnya waktu
pembelajaran.
Berbeda halnya dengan subjek 1, subjek 2 mengemban tugas ganda di sekolah tersebut.
Pertama subjek 2 merupakan guru PPKn dan yang kedua subjek 2 mengemban tanggungjawab
sebagai waka kesiswaan di sekolah tersebut. Dalam hal ini memengaruhi PCK guru dalam
komponen mengajar dan komponen pengetahuan tentang siswa. Terlihat dalam praktik
mengajarnya, subjek 1 sering kali meninggalkan kelas dan absen dalam mengajar di kelas karena
ada kepentingan sebagai waka kesiswaan seperti adanya pertemuan dengan wali murid serta rapat
di luar sekolah. Karena hal ini sering terjadi kekosongan jam yang seharusnya seorang guru harus
fokus mengajar dan berada di dalam kelas sesuai waktu yang telah ditentukan. Maka pada
komponen pengetahuan mengajar, subjek 2 kurang baik dalam membangun aktivitas kognitif
siswa dalam pembelajaran, memperluas pengetahuan sumber belajar melalui sekolah,
masyarakat, melalui organisasi profesional, kampus/universitas, dan di internet, kejelasan
rencana penilaian untuk menilai pekerjaan siswa, dan membangun keterlibatan siswa dalam
membuat pertanyaan, mengajukan topik, memberikan tantangan dalam berfikir. Serta dalam
komponen pengetahuan tentang siswa, subjek 2 juga kurang mampu dalam pemantauan terhadap
perilaku siswa, kemampuan guru dalam menghubungkan tujuan pembelajaran dengan kurikulum
lebih luas, serta kurang baik dalam mengajarkan siswa pada penggunaan kosa kata akademik
yang benar.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa jika seorang guru memiliki
jabatan tertentu dalam organisasi di sekolah akan memengaruhi guru tersebut terhadap PCK guru
dalam praktik pembelajarannya di dalam kelas. Karena guru yang memiliki tanggungjawab lain
di luar guru sebagai pengajar di dalam kelas seperti waka kesiswaan yang diemban oleh subjek 2
Academy of Education Journal
Vol. 15, No. 1, Januari 2024, Page: 612-623
ISSN: 1907-2341 (Print), ISSN: 2685-4031 (Online)
621
Aqshal Arlian Raya et.al (Analisis Pedagogical Content.)
akan mengurangi frekuensi mengajarnya di dalam kelas dan guru kurang fokus terhadap
pembelajaran karena waktu yang terpotong untuk mengerjakan tanggungjawab dalam urusannya
sebagai waka kesiswaan. Oleh karena itu jabatan atau tanggungjawab lain yang dimiliki seorang
guru sangat memengaruhi PCK nya. Hal ini juga dapat dibuktikan dengan subjek 1 yang tidak
memiliki jabatan tertentu di sekolahan mampu memiliki PCK yang lebih baik dibandingkan
dengan subjek 2. Oleh karena hal-hal tersebut peneliti menyimpulkan bahwa faktor
tanggungjawab lain seorang guru dalam organisasi sekolah seperti jabatan sangat berpengaruh
dalam PCK guru dalam praktik pembelajarannya di kelas.
4. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah dipaparkan dapat ditarik kesimpulan yaitu faktor-faktor
yang memengaruhi pedagogical content knowledge (PCK) guru Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan SMA Negeri 5 Metro meliputi pengalaman mengajar, pelatihan, serta sarana
dan prasarana pembelajaran (teknologi). Adapun faktor lain yang memengaruhi PCK seorang
guru, yaitu latar belakang pendidikan dan menduduki jabatan tertentu di organisasi sekolah. Oleh
karena itu, peneliti menemukan temuan yang diperoleh dari hasil analisis data observasi bahwa
PCK memengaruhi guru dalam praktik pembelajarannya. Semakin tinggi PCK seorang guru
maka praktik belajarnya akan semakin baik, begitu pula sebaliknya, semakin rendah PCK seorang
guru maka praktik belajarnya akan semakin buruk. Pentingnya pedagogical content knowledge
bagi guru PPKn ialah sebagai pembentuk keberhasilan dalam membangun pemahaman peserta
didik akan keseluruhan materi serta nilai-nilai yang terkandung di dalam Pendidikan Pancasila
dan Kewarganegaraan dengan menjalin komunikasi yang efektif dengan peserta didik dan
penguasaan materi yang yang baik sesuai tingkat pemahaman dan kekompleksan materi
pembelajaran.
5. Ucapan Terima Kasih
Penelitian ini dapat terlaksana berkat dukungan dan kerjasama banyak pihak terutama kepala sekolah
SMA Negeri 5 Metro, guru PPKn SMA Negeri 5 Metro, dan seluruh siswa SMA Negeri 5 Metro yang
bersedia membantu dan bekerja sama dengan baik.
6. Daftar Pustaka
Abdullah, Abdurrahman Saleh. 2007. Teori-Teori Pendidikan Berdasarkan Al- Qur’an. Jakarta:
Rineka Cipta.
Abdurrahman, Dudung & Nurmatin, Suci. 2021. Analisis Kemampuan Pedagogical content
knowledge (PCK) Calon Guru MI pada Konsep IPA dalam Menghadapi Pendidikan Abad
21. Jurnal Kajian Pendidikan
IPA,
1(1),
41-46.
http://dx.doi.org/10.52434/jkpi.v1i1.1059
An, S., Kulm, G., & Wu, Z. 2004. ThePedagogical content knowledge of Middle School,
Mathematics Teachers in China and the U.S. Journal of Mathematics Teacher Education,
7(2), 145172. https://doi.org/10.1023/b:jmte.0000021943.35739.1c
Arif, D.B., & Zuliyah, S. 2013. Nilai-Nilai KeBhinneka Tunggal Ikaan dalam Mata Pelajaran
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Yogyakarta. Yogyakarta: Program Studi PPKn
UNY.
Baihaki, Egi Sukma. 2017. Strengthening Bhinneka Tunggal Ika as an Identity and Unifier of
the Nation: Realizing a Peacfu lIslam Statehood Harmonization. Jurnal ADDIN, 11(1), 55-
76. https://doi.org/10.21043/ addin.v11i1.1965
Academy of Education Journal
Vol. 15, No. 1, Januari 2024, Page: 612-623
ISSN: 1907-2341 (Print), ISSN: 2685-4031 (Online)
622
Aqshal Arlian Raya et.al (Analisis Pedagogical Content.)
Barut, Maria Evarista Oktaviane., Wijaya, Ariyadi., & Retnawati, Heri. 2020. Hubungan
Pedagogical content knowledge Guru Matematika dan Prestasi Belajar Siswa Sekolah
Menengah Pertama. Pythagoras: Jurnal Pendidikan Matematika, 15(2), 178189.
https://doi.org/10.21831/ pg.v15i2.35375
Budimansyah, Dasim., & Suryadi, Karim. 2008. PKN dan Masyarakat Multikultural. Bandung:
UPI Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan.
Cholisin. 2013. Ilmu Kewarganegaraan. Yogyakarta: Ombak Dua.
Cochran, K. F., King, R. A., & Deruiter, J. A. 1993. Pedagogical Content Knowledge: An
Integrative Model for Teacher Preparation. Journal of Teacher Education, 44(4), 263-272.
https://doi.org/10.1177/ 00224871930440040004
Eliyanto. 2018. Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) Pendidikan. Yogyakarta: UIN
Sunan Kalijaga.
Greenes. C., & Schulman, L. 1996. Communication Prosesses in Mathematical
Explorations and Investigations. USA: NCTM.
Hamalik, Oemar. 2001. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.
Kardiman, Yuyus., Tuty., & S, Alam. 2023. Pendidikan Pancasila Untuk SMA/MA Kelas XII.
Jakarta: Erlangga.
Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi. 2022. Buku PPKn kelas XII.
Jakarta: Badan Standar Kurikulum dan Asesmen Pendidikan.
Kuhn, Christiane., Alonzo, Alicia Cristina., & Troitschanskaia, Olga Zlatkin. 2016. Evaluating
the Pedagogical content knowledge of pre- and in-service teachers of business and
economics to ensure quality of classroom practice in vocational education and training.
Empirical Research in Vocational Education and Training, 8(1), 2-18.
https://doi.org/10.1186/S40461-016-0031-2
Loughran, J., Berry, A., & Mullhall, P. 2006. Understanding and Developing Science
Teachers’ Pedagogical Content Knowledge. Rotterdam: Sense Publishers.
Makaraka, Awaluddin., & Sarwah. 2018. Peran Pedagogical content knowledge (PCK) Guru
Untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa Dalam Pembelajaran. Jurnal Elektronik
Universitas Cokroaminoto Palopo, 4(1), 350-451.
https://doi.org/10.13140/rg.2.1.3659.1526
Mulyasa, Enco. 2011. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Peraturan
Pemerintah
nomor
19
tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan
Pemerintah nomor 74 tahun 2008 tentang Guru.
Pertiwi, Amalia Dwi., & Dewi, Dinie Anggraenie. 2021. Implementasi Nilai Pancasila Sebagai
Landasan Bhinneka Tunggal Ika. Jurnal Keawarganegaraan, 5(1), 212-221.
https://doi.org/10.31316/ jk.v5i1.1450
Ramayulis. 2013. Profesi dan Etika Keguruan. Jakarta: Kalam Mulia.
Rollnick, M., Bennett, J., Rhemtula, M., Dharsey, N., & Ndlovu, T. 2008. The Place of Subject
Matter Knowledge in Pedagogical Content Knowledge: A Case Study of South African
Teachers Teaching the Amount of Substance and Chemical Equilibrium.
International Journal of Science Education, 30(10), 1365-1387.
https://doi.org/10.1080/09500690802187025
Academy of Education Journal
Vol. 15, No. 1, Januari 2024, Page: 612-623
ISSN: 1907-2341 (Print), ISSN: 2685-4031 (Online)
623
Aqshal Arlian Raya et.al (Analisis Pedagogical Content.)
Sagala, Syaiful. 2009. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: CV. Alfabeta.
Shulman, L. S. 1986. The Who Understand: Knowledge Growth in Teaching. Educational
Researcher, 15(2), 4-14. https://doi.org/10.3102/0013189x015002004
Shulman, L. S. 1987. Knowledge and Teaching: Foundation of the New Reform.
HarvardEducational Review, 57(1), 1-22.
http://dx.doi.org/10.17763/haer.57.1.j463w79r56455411
Somantri, Numan. 2001. Pembaharuan Pendidikan IPS. Bandung: Rosda Karya.
Sopian, Ahmad. 2016. Tugas, Peran, Dan Fungsi Guru dalam Pendidikan. Tarbiyah Islamiyah,
1(1),88-97. https://doi.org/10.48094/ raudhah.v1i1.10
Suryosubroto, B. 2009. Proses belajar mengajar di sekolah. Jakarta: Rineka Cipta.
Tasdan, Berna Tataroglu., & Koyunkaya, Melike Yigit. 2017. Examination of Pre-Service
Mathematics Teachers’ Knowledge of Teaching Function Concept. Acta Didactica
Napocensia, 4(3), 1-17. https://doi.org/10.24193/adn.10.3.1
Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Undang-Undang Republik Indonesia No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
Wibowo, Agus., & Hamrin. 2012. Menjadi Guru Berkarakter. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Yohafrinal., Muhammad, Damris., & Risnita. 2015. Analisis Pedagogical content knowledge
(PCK) Guru MIPA di SMA Negeri 11 Kota Jambi. Edu Sains Jurnal Pendidikan
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, 4(2), 15-24.https://doi.org/10.22437/
jmpmipa.v4i2.2531