Academy of Education Journal
Vol. 15, No. 1, Januari 2024, Page: 516-522
ISSN: 1907-2341 (Print), ISSN: 2685-4031 (Online)
516
Dina Rahma Fadlilah et.al (Survei tingkat penalaran ilmiah....)
Survei tingkat penalaran ilmiah peserta didik se-SMA
Negeri Tangerang Selatan
Dina Rahma Fadlilah
a,1
, Ayu Syifa Fauziah
b,2
, Sujiyo Miranto
c,3
a,b,c
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jl. Ir H. Juanda No.95, Kota Tangerang Selatan,Indonesia 15419
1
dina.rahma@uinjkt.ac.id
INFO ARTIKEL
ABSTRAK
Sejarah Artikel:
Diterima: 21 September 2023
Direvisi: 29 Oktober 2023
Disetujui: 17 Desember 2023
Tersedia Daring: 1 Januari 2024
Kemampuan penalaran ilmiah di Indonesia dinilai masih rendah dan
penelitian masih jarang dilakukan, padahal selain memiliki dampak jangka
panjang terhadap perkembangan kognitif dan prestasi akademik,
kemampuan penalaran ilmiah juga mempersiapkan peserta didik untuk
mampu bersaing di era global. Pentingnya kemampuan penalaran ilmiah
juga tercantum dalam Permendikbud Nomor 64 tahun 2013 dan
Permendikbud nomor 21 Tahun 2016. Penelitian deskriptif ini bertujuan
untuk untuk mendeskripsikan kemampuan penalaran ilmiah siswa SMAN di
Tangerang Selatan serta memperoleh informasi mengenai pentingnya
kemampuan penalaran ilmiah. Penelitian ini dilakukan di 6 SMAN di Kota
Tangerang Selatan berdasarakan cluster random sampling. Instrumen yang
digunakan berupa tes uraian menggunakan materi sistem peredaran darah
berdasarkan 5 pola penalaran ilmiah Karplus yang dikembangkan, kemudian
hasil dari tes tersebut dikategorikan berdasarkan tingkat penalaran ilmiah.
Hasil dari penelitian ini adalah pola Serial Ordering 15,26%, Class Inclusion
Reasoning 11,7%, Correlational Reasoning 8,57%, Theoretical Reasoning
6,28% dan Functionality Reasoning 6,75%, serta kategori kemampuan
penalaran ilmiah dari seluruh sekolah berada pada level transisi.
Kata Kunci:
Kemampuan penalaran
Ilmiah peserta didik;
Pola penalaran ilmiah;
Karakteristik pola penalaran;
Level transisi;
Prestasi akademik
ABSTRACT
Keywords:
Students' scientific reasoning
skill;
Scientific reasoning patterns;
Characteristic reasoning
patterns;
Transition level;
Academic achievement
The scientific reasoning skill in Indonesia is still considered low and
research is rarely done, whereas in addition to having a long-term impact on
cognitive development and academic achievement, scientific reasoning skill
also prepares students to be able to compete in the global era. The
importance of scientific reasoning skill also listed in Permendikbud Nomor
64 Year 2013 and Permendikbud Nomor 21 Year 2016. This descriptive
study aims to describe the scientific reasoning skill of high school students in
South Tangerang and obtain information about the importance of scientific
reasoning skill. This research was conducted at 6 high schools in South
Tangerang City based on cluster random sampling. The instrument used was
a description test using the material of the circulatory system based on 5
Karplus scientific reasoning patterns that were developed, then the results
of the tests were categorized based on the level of scientific reasoning. The
results of this study are the Serial Ordering pattern 15.26%, Class Inclusion
Reasoning 11.7%, Correlational Reasoning 8.57%, Theoretical Reasoning
6.28% and Functionality Reasoning 6.75%, and the category of scientific
reasoning ability from all schools at the transition level.
©2024, Dina Rahma Fadlilah, Ayu Syifa Fauziah, Sujiyo Miranto
This is an open access article under CC BY-SA license
1. Pendahuluan
Dalam pembelajaran sains, penalaran ilmiah merupakan keterampilan yang penting karena
selalu terlibat mencari tahu tentang alam secara sistematis untuk mendapatkan pengetahuan
Academy of Education Journal
Vol. 15, No. 1, Januari 2024, Page: 516-522
ISSN: 1907-2341 (Print), ISSN: 2685-4031 (Online)
517
Dina Rahma Fadlilah et.al (Survei tingkat penalaran ilmiah....)
berupa fakta, konsep serta prinsip.
Menurut perspektif literasi sains, penalaran ilmiah merupakan keterampilan kognitif yang
diperlukan untuk memahami dan mengevaluasi informasi ilmiah, yang sering melibatkan
memahami dan mengevaluasi teoritis, hipotesis statistik, dan kausal. Dari sudut pandang
penelitian, penalaran ilmiah, didefinisikan secara luas, termasuk pemikiran dan penalaran
keterampilan yang terlibat dalam penyelidikan, eksperimen, evaluasi bukti, inferensi, dan
argumentasi yang mendukung pembentukan dan modifikasi konsep dan teori tentang alam dan
sosial (Lei Bao, 2009).
Menurut Karplus et. al (1977), penalaran ilmiah memiliki dua pola penalaran, yaitu pola
penalaran konkrit dan pola penalaran formal. Contoh pola penalaran konkrit diantaranya
adalah class inclusion, conservation, serial ordering, and reversibility. Sementara pola
penalaran for¬mal meliputi theoretical reasoning, combinatorial reasoning, functionality and
proportional reasoning, control variables, and probabilistic, dan correlational reasoning (N.
Shofiyah, 2013).
Dalam penelitian ini, penalaran ilmiah memformulasikan tahap perkembangan kognitif
untuk mengidentifikasi pola yang telah ada pada tahap operasi konkret dan operasi formal
(Robert Karplus, 1977). Pola penalaran yang digunakan yaitu, serial ordering reasoning
(kemampuan peserta didik dalam mengurutkan sekumpulan objek atau peristiwa), class
inclusion reasoning (kemampuan peserta didik untuk membuat klasifikasi sederhana),
correlational reasoning (keampuan peserta didik untuk menjelaskan sebab akibat suatu data
atau peristiwa), theoretical reasoning (kemampuan peserta didik untuk menerapkan konsep
atau teori untuk menginterpretasikan data dan menerapkan konsep atau teori untuk
menganalisis fenomena), dan functionality reasoning (kemampuan peserta didik untuk
menganalisis hubungan fungsional).
Chen dan klahr juga mengatakan bahwa beberapa studi penelitian menunjukkan bahwa
kemampuan penalaran ilmiah diperlukan bagi siswa untuk mampu bersaing di era global. Oleh
karena itu, kinerja siswa pada penalaran ilmiah penting untuk dikembangkan dalam pengajaran
ilmu pengetahuan dan proses belajar (A.W. Jufri, 2016). Kemampuan penalaran ilmiah juga
telah memiliki dampak jangka panjang terhadap prestasi akademik siswa (istar assessment).
Keterampilan penalaran diperlukan sebagai substansi standar kompetensi lulusan untuk
mencapai tujuan pendidikan nasional (Permendikbud Nomor 21 Tahun 2016). Melalui
kurikulum 2013 juga menyatakan pentingnya penalaran ilmiah bahwa salah satu keterampilan
yang harus dikuasai yaitu menalar dalam ranah konkret dan abstrak yang diatur bagi siswa
setingkat SMP dan SMA (Permendikbud Nomor 64 Tahun 2013).
Meskipun demikian, Menurut OECD dalam tes PISA 2009, keterampilan scientific
reasoning juga merupakan salah satu keterampilan yang diujikan (N. Shofiyah, 2013). Namun
Indonesia dalam tes PISA tersebut, terutama pada skala IPA, menduduki peringkat 57 dari 65
negara dan mendapatkan skor rata-rata 383 yang terbilang rendah jika dibandingkan dengan
skor rata-rata negara-negara diatasnya dan termasuk kategori dibawah rata-rata menurut
penilaian OECD (OECD). Untuk itu, kemampuan penalaran ilmiah siswa saat ini dinilai masih
rendah. Rendahnya kemampuan penalaran siswa disebabkan kurangnya guru dalam
mengaplikasikan kemampuan penalaran dalam pembelajaran di kelas (Mira, 2015). Kemudian,
penelitian dalam mengembangkan kemampuan penalaran dalam hal ilmu alam jarang
dilakukan di Indonesia (Nia, 2016).
Supaya keterampilan peserta didik diberikan lebih optimal kepada peserta didik, maka
sangat diperlukan peran guru. Semestinya guru terlebih dahulu mengetahui sejauh mana
kemampuan penalaran ilmiah peserta didik dengan mengukur kemampuan penalaran ilmiah
tersebut. Dengan demikian guru juga bisa lebih mempersiapkan strategi agar kemampuan
penalaran ilmiah lebih optimal.
Academy of Education Journal
Vol. 15, No. 1, Januari 2024, Page: 516-522
ISSN: 1907-2341 (Print), ISSN: 2685-4031 (Online)
518
Dina Rahma Fadlilah et.al (Survei tingkat penalaran ilmiah....)
Sistem peredaran darah merupakan materi yang cukup kompleks karena banyak konsep
yang tidak terindra, sehingga lebih sulit dalam memahami, untuk itu lebih dibutuhkan
keterampilan penalaran ilmiah.
2. Metode
Penelitian ini dilaksanakan di 6 SMAN di Kota Tangerang Selatan pada bulan November
2018, dengan sampel siswa kelas XI IPA yang telah mempelajari materi sistem peredaran
darah. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif menggunakan teknik cluster random
sampling. Untuk menentukan sampel cluster dibuat berdasarkan urutan hasil ujian nasional
biologi tahun 2017 dan dibagi menjadi tiga cluster yakni cluster tinggi, sedang dan rendah,
kemudian/ diambil secara acak dari masing-masing cluster tersebut sehingga didapat sekolah
A,B,C,D,E,dan F.
Gambar 1. Penarikan sampel penelitian
Instrumen yang digunakan berupa soal isian atau essay terkait Sistem Peredaran Darah. Tes
Kemampuan Penalaran ilmiah pada penelitian ini mencakup 5 Pola penalaran ilmiah yang akan
dikembangkan yakni, class inclusion, serial ordering, theoritical reasoning, correlational
reasoning dan functionaliy Reasoning yang dikembangkan berdasarkan pola penalaran imliah
menurut Karplus.
Analisis pola penalaran ilmiah dilakukan berdasarkan rubrik yang telah ditentukan dari
masing-masing pola penalaran. Kemudian hasil dari tes tersebut dikategorikan berdasarkan
tingkat penalaran ilmiah.
Gambar 2. Contoh penilaian rubrik soal
Academy of Education Journal
Vol. 15, No. 1, Januari 2024, Page: 516-522
ISSN: 1907-2341 (Print), ISSN: 2685-4031 (Online)
519
Dina Rahma Fadlilah et.al (Survei tingkat penalaran ilmiah....)
Tabel 1. Pola penalaran ilmiah dalam Instrumen Tes
Tabel 2. Skala Kategori Kemampuan Penalaran Ilmiah (Nuzli,2018)
Kategori Kemampuan Penalaran Ilmiah
Nilai
Baik (Formal)
71-100
Cukup (Transisi)
36-70
Kurang (Konkret)
0-35
3. Hasil dan Pembahasan
Hasil penelitian menunjukkan skor kemampuan penalaran ilmiah peserta didik
berdasarkan pola-pola penalaran ilmah yang telah ditentukan, kemudian hasil dari tes tersebut
dikategorikan berdasarkan tingkat penalaran ilmiah
Tabel 3. Kategori Kemampuan Penalarn Ilmiah Peserta Didik SMAN se Tangerang
Selatan
No
Nilai Rata-rata
Kategori Kemampuan Penalaran Ilmiah
1
52,27
Cukup (Transisi)
2
50,75
Cukup (Transisi)
3
44,41
Cukup (Transisi)
4
39,46
Cukup (Transisi)
5
49,79
Cukup (Transisi)
6
38,66
Cukup (Transisi)
Pola Penalaran
Ilmiah
Jumlah
Soal
No. Soal
Serial Ordering
1
1
1
2
Class Inclusion
Reasoning
3
3,4,5
Correlational
Reasoning
3
6,7,8
Theoretical
Reasoning
2
9,10
2
11,12
Functionality
Reasoning
1
13
2
14,15
Total
15
Academy of Education Journal
Vol. 15, No. 1, Januari 2024, Page: 516-522
ISSN: 1907-2341 (Print), ISSN: 2685-4031 (Online)
520
Dina Rahma Fadlilah et.al (Survei tingkat penalaran ilmiah....)
Gambar 3. Pola Penalaran Tiap Sekolah (%)
Gambar 3 menunjukkan bahwa pola penalaran ilmiah peserta didik di SMAN se Tangerang Selatan
yang paling tinggi adalah serial ordering rata-rata 15,25% dan terendah adalah theoretical reasoning
rata-rata 11,72%.
Nilai rata-rata kemampuan penalaran ilmiah, SMAN A 52,27, SMAN B 50,75, SMAN C
44,41, SMAN D 39,46, SMAN E 49,79, SMAN F 38,66, yang diukur dengan menggunakan
lima pola penalaran ilmiah dengan presentase rata-rata masing-masing pola penalaran ilmiah
dari seluruh sekolah yaitu Serial Ordering 15,26%, Class Inclusion Reasoning 11,7%,
Correlational Reasoning 8,57%, Theoretical Reasoning 6,28% dan Functionality Reasoning
6,75%.
Hasil tes menunjukkan seluruh sekolah masih memiliki kemampuan penalaran ilmiah pada
skala cukup, artinya rata-rata mereka memiliki kemampuan penalaran ilmiah masih berada
pada kategori transisi yakni berada pada tahap peralihan antara tahap operasi konkret menuju
tahap operasi formal dengan hasil nilai tes penalaran diantara 36-70 (tabel 2). Hasil tersebut
diperoleh dari nilai tiap pola penalaran ilmiah yang diformulasikan menjadi kategori
kemampuan penalaran ilmiah.
Kemampuan penalaran ilmiah pada tahap transisi adalah ketika pola pikir anak berada
diantara kedua tingkat penalaran konkrit dan formal, yaitu ketika seorang anak dapat
menunjukkan kemampuan untuk berpikir secara abstrak namun hanya pada beberapa konteks
(Nurul, 2019).
Kemampuan penalaran ilmiah serial ordering mendapat presentase tertinggi dengan hasil
15,25%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa peserta didik sudah cukup mampu mengurutkan
sekumpulan objek atau Serial Ordering. Sejalan dengan hasil wawancara guru pada penelitian
ini bahwasannya peserta didik cukup baik dalam menjawab soal yang mengacu pada langkah-
langkah mengurutkan atau mengatur satu set objek.
Seperti pada pola penalaran Serial ordering, class inclusion reasoning atau penalaran
inklusi kelas merupakan pola penalaran yang termasuk ke dalam penalaran konkret. Class
inclusion reasoning merupakan kemampuan peserta didik untuk membuat klasifikasi
sederhana, kemampuan ini mendapat presentasi 11,27%. Dalam pola penalaran ini hasil tes
terlihat kejomplangan untuk setiap soal pola penalaran, ini dikarenakan peserta didik tertukar
dalam pengklasifikasian setiap objek, tidak memberikan representasi pada masing-masing
klasifikasi dan representasi tidak dimengerti. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Ulrich
Muller (1999) analisis kesalahan pada penalaran kelas inklusi juga cenderung muncul untuk
setiap kelompok umur (Ulrich, 1999). Selain itu, Kesulitan penalaran kelas inklusi juga
Academy of Education Journal
Vol. 15, No. 1, Januari 2024, Page: 516-522
ISSN: 1907-2341 (Print), ISSN: 2685-4031 (Online)
521
Dina Rahma Fadlilah et.al (Survei tingkat penalaran ilmiah....)
tergantung pada jenis tugas, isyarat praktis yang mereka terima dan keakraban mereka dengan
pengelompokan objek yang diujikan (Tsinta, 2014).
Correlational reasoning adalah kemampuan peserta didik untuk mengenali penyebab atau
akibat dari suatu fenomena. Pola penalaran ini memperoleh presentasi 8,57%. Menurut hasil
analisis, peserta didik masih lemah dalam menghubungkan sebab akibat suatu permasalahan
dan tidak menyebutkan keyword yang dibutuhkan. Hasil penelitian ini juga didukung oleh
penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Karplus,dkk (1980), siswa pada kelas 6,8,10,dan 12
memiliki kemampuan correlational reasoning dibawah 50% dan baru mencapai 50% pada
tingkat universitas (Robert, 2002).
Theoretical reasoning merupakan kemampuan peserta didik untuk menginterpretasikan
data. presentasi pola penalaran ilmiah Theoretical dari seluruh sekolah yaitu 6,28%. Pada soal
penalaran ilmiah theoretical reasoning peserta didik sebagian besar juga berada pada level-
level terbawah. Pola penalaran ini juga merupakan pola penalaran ilmiah dengan presentasi
terendah artinya banyak peserta didik belum dapat menginterpretasikan data atau peristiwa
yang sesuai dengan teori atau konsep. Dengan demikian pada penelitian ini, theoretical
reasoning merupakan pola penalaran ilmiah yang paling tidak dikuasai oleh peserta didik.
Functionality reasoning merupakan kemampuan peserta didik untuk menemukan
hubungan fungsional. Presentase pola penalaran ini adalah 6,75%. Pada pola penalaran ilmiah
functionality reasoning sebagian besar juga berpola penalaran pada level - level terendah pada
Artinya banyak peserta didik belum dapat menganalisis hubungan fungsional dari kedua objek.
Mereka hanya sebatas menganalisis tanpa meyebutkan pola-pola yang dibutuhkan sehingga
tidak dapat diorganisasikan dengan baik atau hasil analisis mereka salah.
Apabila dilihat secara seksama, hasil tes kemampuan penalaran ilmiah yang tertinggi
berada pada pola-pola penalaran konkret dan hasil terendah pada pola-pola penalaran ilmiah
formal saja, hal ini terjadi karena peserta didik cenderung lebih menguasai pada objek-objek
yang dapat diamati dan cukup sulit dalam menguasai hal-hal yang lebih banyak bersifat teori
secara abstrak saja, peserta didik masih meraba-raba untuk hal-hal yang bersifat analisis.
Kemampuan berpikir secara nalar bukan merupakan kemampuan statis yang dibawa sejak
lahir. Demikian juga kemampuan penalaran ilmiah. Kemampuan itu berkembang sesuai dengan
faktor-faktor yang mempengaruhinya. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
perkembangan penalaran ilmiah siswa adalah pendekatan dan metode pembelajaran sains yang
digunakan guru (Sutarno,2014). Kemampuan penalaran ilmiah setiap orang juga berbeda
tergantung pada perkembangan kognitif dan pengalaman (Nuzli, 2017).
4. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan deskripsi data penelitian dapat disimpulkan bahwa
Kemampuan penalaran ilmiah peserta didik SMAN di Tangerang Selatan seluruhnya masih
tergolong sedang atau berada pada level penalaran transisional, yakni peralihan dari level
penalaran konkret menuju penalaran formal dengan presentase rata-rata nilai 48,56.
Kemampuan penalaran ilmiah pada penelitian ini diukur dari lima pola. Pola penalaran ilmiah
serial ordering rata-rata 15,26%, class inclusion reasoning 11,7%, %, correlational reasoning
8,57%, theoretical reasoning 6,28% serta functionality reasoning 6,75 % rata-rata setiap pola
penalaran dari seluruh sekolah. Kemampuan penalaran ilmiah peserta didik juga berbeda,
tergantung pada perkembangan kognitif, pengalaman, serta model atau metode pembelajaran
yang digunakan guru.
5. Ucapan Terima Kasih
Pusat Penelitian dan Penerbitan (PUSLITPEN) Lembaga Penelitian dan Pengabdian
Masyarakat (LP2M) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Academy of Education Journal
Vol. 15, No. 1, Januari 2024, Page: 516-522
ISSN: 1907-2341 (Print), ISSN: 2685-4031 (Online)
522
Dina Rahma Fadlilah et.al (Survei tingkat penalaran ilmiah....)
6. Daftar Pustaka
Bao, Lei. & Cai, Tianfan. 2009. Learning and Scientific Reasoning. DOI:
10.1126/science.1167740.
(www.sciencemag.org/cgi/content/full/323/5914/586/DC1).
Erlina, Nia, Supeno. Wicaksono, Iwan. 2016. Penalaran Ilmiah dalam Pembelajaran Fisika.
Conference Paper Proseding Seminar Nasional Tahun Pascasarjana Universitas Negeri
Surabaya. ISBN: 978-602-72071-1-0.
Fahdia, Nuzli. 2017. Pengaruh Metode Diskusi Isu-Isu Sosiosaintifik Terhadap Kemampuan
Penalaran Ilmiah Peserta Didik, Skripsi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
Nuzli fahdia, yanti herlanti, yuke mardiati. 2017.Increasing scientific reasoning within
discussion of scientific and socioscientific issues on virus topics. 3rd International
Conferences on Education in Muslim Society (ICEMS 2017).
Fitriani, Nurul. 2019. Analisis Kemampuan Penalaran (Reasoning Skill) Siswa tentang Usaha
dan Energi di MA Mu’alimat Muhammadiyah Yogyakarta. Skripsi Program Studi
Pendidikan Fisika UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
ISTARAssessment.org. 2010. What Is Scientific Reasoning and Why is it Important.
(http://www.istarassessment.org)
Jufri, A.W. & Setaidi D. 2016. Scientific Reasoning Ability Of Prospective Students Teacher
in Excellent Program of Mathematics and Science Teacher Education in University of
Mataram. JPII 5 (1).
Karplus, Robert. 1977. Science Teaching and The Development of Reasoning. Journal of
Reasearch in Science Teaching University of California. VOL. 14, NO. 2, PP. 169-175.
Muller, Ulrich. 1999. Developmental Sequences in Class Reasoning and Propositional
Reasoning. Journal of Experimental Child Psychology.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No 21 Tahun 2016 Tentang Standar Isi
Pendidikan Dasar dan Menengah.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No 64 Tahun 2013 Tentang Standar Isi
Pendidikan Dasar dan Menengah.
Sutarno. 2014. Profil Penalaran Ilmiah (Scientific Reasoning) Mahasiswa Program Studi
Pendidikan Fisika Universitas Bengkulu Tahun Akademik 2013/2014. PROSIDING
Semirata 2014 Fakultas MIPA IPB ISBN: 978-602-70491-09.