Academy of Education Journal
Vol. 15, No. 1, Januari 2024, Page: 505-515
ISSN: 1907-2341 (Print), ISSN: 2685-4031 (Online)
505
Implementasi Good Local Governance di Kota
Pangkalpinang pada Kepemimpinan Walikota
Maulan Aklil
Irvan Ansyari
a,1
, Robing
b,2
a
Universitas Bangka Belitung
b
Universitas Bangka Belitung
1
2
INFO ARTIKEL
ABSTRAK
Sejarah Artikel:
Diterima: 20 September 2023
Direvisi: 28 Oktober 2023
Disetujui: 14 Desember 2023
Tersedia Daring: 1 Januari 2024
Good local Governance adalah salah satu bentuk tata pengelolaan
pemerintahan di tingkat lokal yang menganut beberapa prinsip, salah
satunya prinsip keterbukaan. Pemerintahan daerah yang baik juga termasuk
isu yang paling actual dalam pengelolaan tata Kelola pemerintahan saat ini,
terutama tentang pergeseran peran birokrat yang dahulunya sebagai orang
yang ingin dilayani menjadi sebuah alat negara yang harus melayani
masyarakat yang memang sudah membayar mereka melalui pajak. Salah
satu prinsip dari good local governance adalah prinsip akuntabilitas atau
tanggung jawab, yang berarti pemerintah sebagai pengelola administrasi
publik wajib bertanggung jawab terhadap pekerjaan mereka kepada
masyarakat yang harus dilakukan seperti layaknya konsumen. Berangkat
dari fenomena yang terjadi hingga saat ini di Kota Pangkal Pinang, dimana
selama kepemimpinan Maulan Aklil sebagai Walikota banyak menghasilkan
prestasi diantaranya di bidang tata Kelola pemerintahan. Salah satu
penghargaan yang diterima secara konsisten adalah pemerintah kota
Pangkal Pinang menerima predikat Opini wajar Tanpa Pengecualian (WTP)
dari Badan Pemeriksa Keuangan. Hal ini berarti menunjukkan Kota Pangkal
Pinang memiliki akuntabilitas kinerja keuangan yang baik. Penghargaan
mengindikasikan bahwa Pemerintah Kota Pangkal Pinang berhasil
melaksanakan salah satu prinsip Good Local Governance dalam pengelolaan
tata pemerintahan dan administrasi publik, hal ini tentu saja tidak lepas dari
kepemimpinan Walikota Maulan Aklil dalam memimpin Kota Pangkal
pinang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui implementasi Good Local
Governance yang diterapkan oleh Pemerintah Kota Pangkal Pinang, dimana
Kota Pangkal Pinang konsisten menerima penghargaan WTP. Hal ini
membuat penelitian ini penting dilakukan dan diharapkan nantinya bisa jadi
referensi bagi daerah-daerah lain. Metode penelitian yang dipakai dalam
penelitian ini adalah metode kualitatif.
Kata Kunci:
Good Local Governance
Kepemimpinan
Administrasi publik
Academy of Education Journal
Vol. 15, No. 1, Januari 2024, Page: 505-515
ISSN: 1907-2341 (Print), ISSN: 2685-4031 (Online)
506
ABSTRACT
Keywords:
Good Local Governance
Leadership
Public Administration
Good local governance is a form of government management at the local level
that adheres to several principles, one of which is the principle of openness.
Good regional governance is also the most prominent issue in the management
of public administration today, especially regarding the shift in the role of
bureaucrats from being people who want to be served to becoming an
instrument of the state that must serve the people who already pay them
through taxes. One of the principles of good local governance is the principle of
accountability or responsibility, which means that the government as the
manager of public administration is obliged to be responsible for their work
towards the community, which must be carried out like consumers. Departing
from the phenomenon that has occurred to date in Pangkal Pinang City, where
during Maulan Aklil's leadership as Mayor he produced many achievements,
including in the field of governance. One of the awards consistently received is
that the Pangkal Pinang city government received the title of Unqualified
Opinion (WTP) from the Financial Audit Agency. This means that Pangkal
Pinang City has good financial performance accountability. The award
indicates that the Pangkal Pinang City Government has succeeded in
implementing one of the principles of Good Local Governance in managing
governance and public administration, this of course cannot be separated from
the leadership of Mayor Maulan Aklil in leading Pangkal Pinang City. This
research aims to determine the implementation of Good Local Governance
implemented by the Pangkal Pinang City Government, where Pangkal Pinang
City consistently receives WTP awards. This makes this research important to
carry out and it is hoped that it can later become a reference for other regions.
©2024, Authors Irvan Ansyari, Robing
This is an open access article under CC BY-SA license
1. Pendahuluan
Keberagaman diberlakukannya peraturan Perundang-undangan No 22 Tahun 1999
mengimplikasikan adanya otonomi daerah, dimana daerah berhak mengurus kebutuhan
daerah mereka masing-masing tanpa penyelenggaraan pemerinhan yang terpusat ataupun
sentralisitik seperti masa sebelumnya. Otonomi daerah tentu saja membuat daerah lebih
berdaya sehingga ketergantungan terhadap pemerintah pusat akan berkurang, sehingga ada
kebebasan bagi daerah untuk memikirkan, mengembangkan dan memajukan daerahnya
sendiri.
Tata kelola daerah yang baik ialah salah satu masalah ataupun isu yang paling
menonjol dalam tata Kelola pemerintahan pada saat ini. Tuntutan masyarakat yang kuat
terhadap pengelolaan pemerintahan daerah yang baik, di samping tuntutan globalisasi, sejalan
dengan semakin berkembangnya pengetahuan masyarakat. Pergeseran paradigma
pemerintahan yang sedang berlangsung dari rolling governance ke good governance
dipahami sebagai dinamika fenomena dari sistem demokrasi yang berkeadilan. Buruknya
cara kerja birokrasi yang lambat dan lemah menjadi salah satu penyebab kemajuan yang
tidak signifikan dalam mengatasi krisis (Setiyono, 2010). Kunci dari transformasi tersebut
yaitu konsep pelayanan birokrasi, yang tidak lagi berorientasi kepada melayani atasan,
ataupun tunduk kepada struktur birokrasi berjenjangnya ala weber, akan tetapi harus
melayani Masyarakat yang dalam paradigma baru reformasi birokrasi itu mesti diperlakukan
sebagai layaknya konsumen (Setiyono, 2010).
Konsep pemerintahan yang baik itu sendiri adalah proses pemerintahan yang
berorientasi kepada pelayanan, menjalankan reformasi birokrasi. Hal ini terjadi karena
masyarakat tidak puas terhadap kinerja pemerintah yang selama ini dipercaya memberikan
Academy of Education Journal
Vol. 15, No. 1, Januari 2024, Page: 505-515
ISSN: 1907-2341 (Print), ISSN: 2685-4031 (Online)
507
pelayanan kepada masyarakat (Nugroho, 2016). Penerapan praktik tata kelola yang baik
terjadi dalam beberapa tahap berdasarkan kemampuan pemerintah dan sistem peraturan.
Munculnya fenomena baru dimana peran birokrasi berubah dari pelaksana, promotor,
dan penggerak pembangunan, lalu semakin terbatasnya sumber daya atau kemampuan
obyektif pemerintah daerah, memunculkan gagasan untuk meniru kelompok swasta yang
masih ada, bahkan di negara-negara dengan sumber daya yang terbatas.(Lamangida, 2018)
Untuk bertahan dalam situasi ini, kita juga perlu mendefinisikan kembali makna dan sifat
layanan publik dan menciptakan organisasi pemerintah daerah yang ramping namun kuat dan
efisien. Bertransformasi menjadi birokrasi yang berorientasi pada prestasi, mampu
memberikan playanan yang berkualitas, memprioritaskan manfaat dibandingkan hasil, dan
memiliki orientasi pada satu tujuan yang sudah ditetapkan Bersama secara demokratis.
System pelayanan publik yang sebelumnya adalah layanan secara structural, formalitas,
menjadi system yang berorientasi kepada pasar dan persaingan sehingga birokrasi bekerja
secara maksimal (Hawari et al., 2023). Oleh karena itu, budaya birokrasi harus mampu
mendorong tumbuhnya budaya demokrasi. Dengan demikian, kepercayaan masyarakat
terhadap pemerintah daerah akan meningkat, yang pada akhirnya dapat mempercepat
peningkatan kesejahteraan, dan pelayanan publik yang biasanya ditangani melalui
mekanisme administratif menjadi pemberian pelayanan publik berdasarkan insentif pasar
(Muhamad Adian Firnas, 2002).
Berangkat dari fenomena yang terjadi hingga saat ini di Kota Pangkal Pinang, dimana
selama kepemimpinan Maulan Aklil sebagai Walikota banyak menghasilkan prestasi
diantaranya di bidang tata Kelola pemerintahan. Salah satu penghargaan yang diterima secara
konsisten adalah pemerintah kota Pangkal Pinang menerima predikat Opini wajar Tanpa
Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan ini menunjukkan bahwa Kota Pangkal
Pinang memiliki akuntabilitas kinerja keuangan yang baik.
Prestasi Kota Pangkal Pinang ini menunjukkan kalua pemerintah mampu melaksanakan
tata Kelola proses pemerintahan dengan baik, salah satunya adalah adanya akuntabilitas yaitu
tanggung jawab dari pemerintah khususnya dalam konteks ini dalam pengelolaan keuangan
daerah. System otonomi daerah tentu saja banyak menimbulkan masalah baru khususnya
dalam hal pengelolaan keuangan daerah, salah satunya adalah korupsi di daerah, adanya
penghargaan ini yang diterima selama 5 kali berturut-turut mengindikasikan bahwa Kota
Pangkal Pinang berhasil dalam pengelolaaan keuangan atau secara garis besar berhasil
menerapkan prinsip good governance.
Ada beberapa daerah di Indonesia yang dinilai mampu menerapkan good governance
mulai dari pengelolaan keuangan daerah hingga partisipasi Masyarakat yang tinggi dalam
proses pelaksanaan pemerintahan. Salah satu contohnya adalah Sumatera Barat yang berhasil
mengkolaborasikan kearifan lokal dengan pelaksanaan Good Governance (Malau, 2013).
Pelaksanaan pemerintahan lokal di Sumatera Barat yang berbasis local wisdom memberi
warna tersendiri terhadap partisipasi dan pemberdayaan Masyarakat. Hal ini dimulai dengan
adanya peraturan daerah provinsi Sumatera Barat No 9 Tahun 2000 perihal tata pemerintahan
di Tingkat nagara yang berusaha untuk mengkolaborasikan peraturan dengan kearifan lokal
(Malau, 2013). Hal ini menunjukkan kebijakan dan kreatifitas pemerintah lokal dalam
memikirkan sebuah Policy yang memang mewakili kondisi sosial politik dalam
masyarakatnya sehingga kebijakan yang dibuat akan membuat perubahan dengan kreativitas
yang ada.
Kota Pangkalpinang termasuk kota yang di proyeksikan untuk menjadi smart city.
Artinya beberapa prinsip tata Kelola memang harus dijalankan dengan baik. Ada beberapa
perubahan yang signifikan dari wajah kota Pangkalpinang sejak dipimpin oleh walikota
Maulan Aklil. Salah satu perubahan yang terlihat adalah arus investasi yang begitu tinggi
Academy of Education Journal
Vol. 15, No. 1, Januari 2024, Page: 505-515
ISSN: 1907-2341 (Print), ISSN: 2685-4031 (Online)
508
bahkan Ketika pandemi, sehingga sangat membantu perekonomian lokal (Heru, 2022). Dari
beberapa fenomena diatas kita berasumsi bahwa pola kepemimpinan akan mempengaruhi tata
Kelola pemerintahan, sehingga ada relasi yang cukup kuat antara kepemimpinan dengan
pelaksanaan Good Local Governance. Sejauh ini studi kepemimpinan lebih banyak
mendalami soal kepemimpinan dalam Perusahaan ataupun kepemimpinan politik, sehingga
mengkolaborasikan teori kepemimpinan dengan tata Kelola menjadi studi yang menarik
untuk dijadikan kajian.
2. Metode
Penelitian ini menggunakan rancangan peneletian. Metode peneletian kualitatif adalah
sebagai proses riset yang menghasilkan output berupa data yang bersifat deskriptif dimana
datanya berasal dari pengamatan dan observasi terhadap fenomena di sekitar (Moleong,
2013). Paradigma interpretatif memandang realitas sosial sebagai suatu keseluruhan,
kompleks, dinamis, dan bermakna, bukan sebagai sesuatu yang terpisah penuh makna
subjektif, dan hubungan antar gejala bersifat timbal balik. Kemudian, desain yang digunakan
dalam penelitian ini adalah studi kasusPenelitian studi kasus merupakan suatu desain yang
cocok untuk beberapa keadaan. Sejalan dengan tujuan penelitian dan uraian yang telah
disampaikan, maka penulis menggunakan pendekatan kualitatif, karena ingin menjelaskan
secara komprehensif tentang bagaimana implementasi good local governance di Kota
pangkal pinang pada Kepemimpinan Maulan Aklil.
Penelitian ini dilaksanakan di Kota Pangkalpinang, Provinsi Kepulauan Bangka
Belitung. Penelitian ini difokuskan pada bagaimana implementasi good local governance di
Kota pangkal pinang pada Kepemimpinan Maulan Aklil. Selanjutnya peneliti memilih
Pemerintah Kota Pangkal Pinang sebagai objek penelitian karena pada masa kepemimpinan
Maulan Aklil, Kota Pangkal Pinang memperlihatkan banyak perubahan dan perkembangan
yang signifikan salah satunya yaitu di bidang pengelolaan keuangan yang merupakan salah
satu bentuk dari good local governance dalam pengelolaan pemerintahan lokal.
Teknik pengumpulan sumber data yang digunakan adalah purposive sampling.
Purposive sampling merupakan teknik pengambilan sampel sumber data berdasarkan
pertimbangan tertentu. Pertimbangan khususnya adalah orang yang dipilih sebagai
narasumber atau informan dianggap sebagai orang yang paling berpengetahuan atau
kompeten khususnya tentang implementasi good local governance di Kota Pangkal Pinang.
3. Hasil dan Pembahasan
Konsep Good Local Governance
Maksud dari “governance” adalah tata Kelola dan hubungan antara Lembaga lembaga
tinggi dan tertinggi negara, termasuk juga hubungannya dengan masyarakat yang memiliki
kedaulatan dalam suatu negara demokrasi (J. et al., 2003). Syarat bagi tercapainya “good
governance” adalah adanya transparansi dalam penyelenggaraan pemerintahan,
pemerintahan yang partisipatif bagi masyarakat dan akuntabilitas (Dunn, 2018).
Akuntabilitas merupakan suatu perwujudan kewajiban dari suatu instansi pemerintahan untuk
mempertanggung-jawabkan keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan misinya. Implementasi
akuntabilitas dilakukan melalui pendekatan strategis, yang mengakomodasi perubahan-
perubahan cepat yang terjadi pada organisasi dan secepatnya menyesuaikan diri dengan
perubahan tersebut sebagai antisipasi atas tuntutan pihak-pihak yang berkepentingan.
Implementasi akuntabilitas dan pemeriksaan eksternal itu sendiri sangat dibutuhkan sebagai
salah satu pilar bagi terciptanya kepemerintahan yang baik (good governance) dan
pemerintahan yang bersih (clean government). Agar pemerintah mampu melaksanakan
fungsinya yang bercirikan good governance, maka perlu diciptakan suatu kerangka
Academy of Education Journal
Vol. 15, No. 1, Januari 2024, Page: 505-515
ISSN: 1907-2341 (Print), ISSN: 2685-4031 (Online)
509
administrasi publik yang mengandung unsur-unsur tertentu agar tercipta suatu sistem
kooperasi serta pendekatan pelayanan publik yang lebih relevan bagi masyarakat. Menurut
Institute on Governance (1996), untuk menciptakan “good governance” perlu diciptakan hal-
hal sebagai berikut: (Muhamad Adian Firnas, 2002)
1. Kerangka Kerja tim antar organisasi
2. Hubungan kemitraan antara pemerintah dengan unsur dalam masyarakat negara yang
bersangkutan
3. Pemahaman komitmen akan manfaat dan arti pentingnya tanggung jawab Bersama
4. Adanya dukungan dan system imbalan yang memadai untuk mendorong terciptanya
kemampuan dan keberanian menanggung resiko
5. Adanya kepatuhan dan ketaatan terhadap nilai-nilai internal
6. Adanya pelayanan administrasi publik yang berorientasi kepada masyarakat, adanya
publik yang mudah dijangkau masyarakat dan bersahabat, berdasarkan pemerataan dan
keadilan dalam setiap tindakan dan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat, berfokus
pada kepentingan masyarakat, bersikap profesional dan bersikap tidak memihak (non
partisan).
United Nations Development Programme (UNDP) mempunyai pandangan mengenai
prinsip-prinsip good governance, yang menyatakan bahwa ciri-ciri atau prinsip-prinsip yang
harus diperhatikan dan dikembangkan dalam praktik good governance antara lain: (Rosika &
Frinaldi, 2023)
1. Partisipasi: Setiap warga negara harus mempunyai hak yang sama untuk memilih dalam
proses pengambilan keputusan, baik secara langsung maupun melalui badan perwakilan,
sesuai dengan kepentingan dan aspirasinya.
2. Supremasi hukum: Aturan hukum dan kerangka legislatif harus diterapkan dan dipatuhi
secara adil dan sepenuhnya, terutama yang berkaitan dengan hak asasi manusia.
3. Transparansi: adanya proses dan kebebasan dalam hal aliran informasi. Berbagai proses,
informasi tentang proses pemerintahan diakses secara bebas oleh Masyarakat
4. Daya tanggap: setiap stakeholder harus responsive terhadap masalah masalah kompleks
yang ada di Masyarakat
5. Berorientasi consensus: Bertindak sebagai penengah (mediator) bagi berbagai kepentingan
yang berbeda untuk mencapai consensus atau dimungkinkan juga dapat diberlakukan
terhadap berbagai kebijakan dan prosedur yang akan ditetapkan pemerintah.
6. Berkeadilan: Pemerintahan yang baik akan memberikan kesempatan yang sama baik
terhadap laki-laki maupun perempuan dalam upaya mereka untuk meningkatkan dan
memelihara kualitas hidupnya.
7. Efektivitas dan Efesiensi: Setiap proses kegiatan dan kelembagaan diarahkan untuk
menghasilkan sesuatu yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan melalui pemanfaatan
yang sebaik-baiknya berbagai sumber yang tersedia
8. Akuntabilitas: Para pengambil keputusan dalam organisasi sektor publik (Pemerintah),
swasta, dan masyarakat madani memiliki pertanggungjawaban (akuntabilitas) kepada
publik, sebagaimana halnya kepada para pemilik (stakeholders).
9. Bervisi strategis: Para pemimpin dan masyarakat memiliki perspektif yang luas dan jangka
panjang tentang penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan pembangunan manusia
(Human Development).
Konsep Kepemimpinan
Kepemimpinan melibatkan perilaku seseorang mempengaruhi orang lain untuk suatu
tujuan. Dengan kekuasaan, pemimpin dapat mempengaruhi perilaku pengikutnya. Kekuasaan
dibedakan menjadi lima jenis, yaitu: (1) kekuasaan ahli; (2) kekuasaan hukum; (3) kekuasaan
rujukan; (4) kekuasaan imbalan; (5) kekuasaan memaksa.(Mulyono, 2018) Selain soal
Academy of Education Journal
Vol. 15, No. 1, Januari 2024, Page: 505-515
ISSN: 1907-2341 (Print), ISSN: 2685-4031 (Online)
510
kekuasaan, kepemimpinan juga erat kaitannya dengan karakter. Berbagai penelitian telah
dilakukan untuk mengidentifikasi karakteristik yang konsisten dengan kepemimpinan. Upaya
penelitian untuk membedakan karakteristik kepemimpinan seringkali menemui jalan buntu.
Laporan tersebut juga mencatat bahwa upaya untuk mengidentifikasi serangkaian
karakteristik yang membedakan pemimpin dari pengikutnya, dan pemimpin yang efektif dan
yang tidak efektif, sebagian besar telah gagal. Hasil yang paling dapat diterima adalah
penelitian yang hanya bertujuan untuk mengidentifikasi peran yang secara konsisten relevan
dengan kepemimpinan Masyarakat.
Berbicara perihal kepemimpinan ilmu politik dan pemerintahan pemimpin politik
adalah orang yang dipilih berkala oleh Masyarakat secara demokratis, tujuannya jelas yaitu
untuk mengakomodasi kepentingan-kepentingan yang ada dalam Masyarakat. Jabatan-
jabatan eksekutif Presiden, Gubernur, Bupati/ Walikota adalah contoh beberapa pemimpin
dengan jabatan politik, mendapat mandat dari Masyarakat dan memiliki legitimasi untuk
menjalankan proses pemerintahan. Dalam menjalankan proses pemerintahan tentu banyak
dinamika dari seorang pemimpin, sebagai pemimpin yang lahir dari proses demokrasi yang
baik tentu mereka harus menjalankan proses input hingga proses output dari sebuah
kebijakan yang baik, termasuk menjalankan pemerintahan dengan penuh kreativitas dan
sangat mengetahui kebutuhan Masyarakat secara menyeluruh. Dari gambaran tersebut kitab
bisa mengatakan maju atau tidaknya suatu daerah, ada perubahan atau tidaknya suatu wilayah
bisa dikatakan sebagai hasil kerja dari proses kepemimpinan dari Kepala Daerah di daerah
tersebut.
Perubahan Kota Pangkalpinang
Kepemimpinan Walikota Maulan Aklil sejak 2018 membawa banyak perubahan di
Kota Pangkalpinang. Ada beberapa perubahan wajah kota pangkal pinang yang bisa dilihat
dengan kasat mata. Merujuk pada teori ataupun indicator good governance kita dapat
menganalisis Sebagian besar indicator tersebut terlaksana dengan baik di Kota
Pangkalpinang, apalagi Kota Pangkalpinang sempat menjadi rujukan untuk Sustainable City
(kota pintar) pendapat dari (Faberta, 2022).
Sebelum masuk ke beberapa perubahan besar, kepemimpinan Walikota dalam merubah
kultur juga menjadi salah satu factor yang berperan:
Kultur. Kulturnya. Makanya strategi kami kemarin, salah satu ini, di Good
Local Governance pas tahun dulu, adalah bagaimana struktur merubah kultur.
Struktur merubah kultur. Contoh, kita dulu bikin ball art itu, Bagaimana kita
mengedukasi masyarakat melalui ball art itu agar tidak parkir sembarangan, tidak
jualan di trotoar, terus tidak buang sampah sembarangan demi keindahan yang
didapat, dan yang paling penting untuk sefety para pejalan kaki. Itu salah satu
contoh yang kita terapkan. Jadi, kultur rasa sayang itu dibangun. Dulu buang
sampah sembarangan, pangkal pinang sampahnya dulu di setiap sudut kota, orang
membuang sampah sembarangan. Bagaimana mengedukasi itu? Salah satunya
adalah smerubah kultur tersebut, kita beli mobil sampah, Satgas smile kita bikin
dulu kan, dimana setiap keluarahan ada dua mobil sampah yang kita cat warna
pink. satunya warna kuning. Mana yang lebih akan dijaga? Pasti kan tercipta di
image kita warna pink itu, gak mau kotor lah, kita akan lebih menjaga warna
pink. Nah, itu salah satu kita juga merubah, mindset-nya. Orang gak sadar
tentang itu. Menciptakan market itu lebih susah daripada menciptakan produk.
Mulai dari kata-kata itu juga. Kulturnya, bahwa kita dulu orang bangka tidak
konsumtif. Kalau ada duit, mereka mending beli pisang lalu digoreng, daripada
membeli langsung pisang goreng (Aklil, 2023).