Academy of Education Journal
Vol. 15, No. 1, Januari 2024, Page: 482-494
ISSN: 1907-2341 (Print), ISSN: 2685-4031 (Online)
482
Nabila Munawaroh Amril et.al (Efektivitas program E-TLE dalam....)
Efektivitas program E-TLE dalam penegakan hukum
peraturan berlalu lintas di Kota Jambi
Nabila Munawaroh Amril
a,1
, Irzal Anderson
b,2
, Priazki Hajri
c,3
a,b,c
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Universitas Jambi
*
Email Corresponding Author: nabilamunawarohamri@gmail.com
INFO ARTIKEL
ABSTRAK
Sejarah Artikel:
Diterima: 21 Agustus2023
Direvisi: 17November 2023
Disetujui: 27Desember 2023
Tersedia Daring: 1 Januari 2024
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis efektivitas
penegakan hukum terhadap pelanggaran lalu lintas dengan Elektronic
Traffic Law Enforcement (ETLE) di wilayah Kepolisian Resor Kota Jambi
dan kendala penerapan Electronic Traffic Law Enforcement (E-TLE)
dalam penegakan hukum peraturan berlalu lintas di Kota Jambi.
Penelitian ini dilakukan di Polresta Jambi. Pendekatan yang digunakan
berupa pendekatan kualitatif deskriptif. Data yang dihasilkan nantinya
berbentuk penjabaran berupa kata-kata maupun gambar dan tidak
menekankan pada angka. Data penelitian diperoleh dengan melakukan
wawancara terhadap polisi, masyarakat pelanggar, dan masyarakat
umum. Dengan informan yang dijadikan subjek meliputi: 3 aparat
kepolisian sat lantas Kota Jambi, 4 masyarakat pelanggar, dan 4
masyarakat umum. Hasil penelitiannya ialah Penegakan hukum terhadap
pelanggaran lalu lintas di kota Jambi melalui tilang elektronik atau
Electronic Traffic Law Enforcement (ETLE) berdasarkan Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
diterlaksana sesuai aturan namun belum cukup untuk dikatakan efektif.
Faktor penghambat dalam penerapan program E-TLE ini meliputi: 1.
Penegakan hukum, 2. Faktor sarana dan prasarana, 3. Faktor masyarakat.
Kata Kunci:
Efektivitas
Elektronik Traffic Law
Enforcement (E-TLE)
Pelanggaran
ABSTRACT
Keywords:
Effectiveness
Electronic Traffic Law
Enforcement (E-TLE)
Customers
This research aims to determine and analyze the effectiveness of law
enforcement against traffic violations with Electronic Traffic Law
Enforcement (ETLE) in the Jambi City Resort Police area and the obstacles to
implementing Electronic Traffic Law Enforcement (E-TLE) in enforcing
traffic regulations in Jambi City. This research was conducted at Jambi
Police. The approach used is a descriptive qualitative approach. The
resulting data will be in the form of descriptions in the form of words and
images and does not emphasize numbers. Research data was obtained by
conducting interviews with police, community offenders and the general
public. The informants who were used as subjects included: 3 Jambi City
traffic police officers, 4 community offenders, and 4 members of the general
public. The results of the research are that law enforcement against traffic
violations in the city of Jambi through electronic traffic tickets or Electronic
Traffic Law Enforcement (ETLE) based on Law Number 22 of 2009
concerning Road Traffic and Transportation is carried out according to the
rules but is not enough to be said to be effective. Inhibiting factors in
implementing the E-TLE program include: 1. Law enforcement, 2. Facilities
and infrastructure factors, 3. Community factors.
©2024, Nabila Munawaroh Amril, Irzal Anderson, Priazki Hajri
This is an open access article under CC BY-SA license
1. Pendahuluan
Perkembangan kemajuan teknologi telah berimplikasi pada pada meningkatnya mobilitas
masyarakat pada kehidupan sehari-hari. Salah satu wujud dari meningkatnya mobilitas
Academy of Education Journal
Vol. 15, No. 1, Januari 2024, Page: 482-494
ISSN: 1907-2341 (Print), ISSN: 2685-4031 (Online)
483
Nabila Munawaroh Amril et.al (Efektivitas program E-TLE dalam....)
masyarakat adalah dengan semakin banyaknya pengguna kendaraan pada lalu lintas. Pesatnya
kemajuan jaman tersebut juga diimbangi oleh semakin banyaknya pemilik kendaraan dari
berbagai kalangan masyarakat baik kalangan masyarakat atas, menengah, dan bawah. Peranan
transportasi pada kehidupan sehari-hari telah membantu segala macam aktivitas masyarakat dan
dapat memangkas waktu yang dibutuhkan dalam kegiatan masyarakat. Seperti yang dijelaskan
oleh Rachman, (2015:2) telah mengungkapkan bahwa adanya perkembangan tersebut telah
memberikan dampak pada sisi positif maupun negatif. Dari sisi positif, perkembangan tersebut
dapat memberikan kemudahan dan efisiensi waktu serta menghemat tenaga yang dibutuhkan
oleh manusia dalam melakukan aktivitasnya. Sedangkan dari sisi negatif, seiring berkembangnya
pengguna lalu lintas akan menyebabkan semakin tingginya juga resiko kemacetan jalan dan
kecelakaan lalu lintas.
Padatnya mobilitas masyarakat di dalam aktivitas lalu lintas telah memberikan dampak
naiknya angka pelanggaran lalu lintas yang dilaksanakan oleh masyarakat dan tingkat
kecelakaan yang terjadi di jalan. Naiknya angka pelanggaran dan kecelakaan lalu lintas tersebut
diakibatkan oleh minimnya kesadaran pengguna jalan dan ketidaktahuan masyarakat mengenai
pentingngya sikap menghormati antar pengguna jalan. Intensitas terjadinya kasus pelanggaran
serta kecelakaan lalu lintas tersebut nantinya akan meningkat seiring bertambahnya jumlah
kendaraan yang ada di jalanan.
Berangkat dari fenomena tersebut, pemerintah kemudian menyusun aturan perundangan
secara tertulis dan tidak tertulis untuk mengatur ketertiban masyarakat pengguna jalan yang
dapat dipedomani. Aturan tersebut dibuat untuk mengatur tata tertib pengguna jalan yang dapat
dipahami, dipedomani, dan ditaati bersama oleh masyarakat demi terciptanya keselamatan dan
kenyamanan bersama mengingat lalu lintas yang semakin padat akan meningkatkan resiko
pelanggaran lalu lintas.
Ketertiban dan kepatuhan masyarakat terkait adanya rambu lalu-lintas sangat wajib untuk
ditaati guna menjaga keselamatan antar pengguna jalan dan menghormati hak-hak pengguna
jalan lainnya. Dengan menjunjung tinggi aturan yang berlaku pada saat berlalulintas, diharapkan
kondisi lalu lintas dapat berjalan dengan tertib, aman dan nyaman. Namun, Basri &
Hermansyah, (2017:16) menjelaskan bahwa pada kenyataannya di lapangan, masih banyak
ditemukan pihak-pihak pengguna jalan terutama bagi pengendara kendaraan bermotor yang tidak
memenuhi aturan yang telah ditetapkan tersebut. Masih banyak ditemukan pengendara kendaran
bermotor yang abai terhadap keselamatan yang menyangkut diri sendiri dan orang lain.
Seringkali ditemukan pengemudi kendaraan bermotor dengan tanpa menggunakan helm,
melawan jalur yang seharusnya tidak boleh dilintasi, memotong lampu lalu lintas, membawa
muatan melebihi dari kapasitas yang seharusnya, dan tidak memiliki kelengkapan surat-
menyurat sesuai dengan yang dipersyaratkan dalam berkendara. Atas adanya fenomena tersebut,
pihak kepolisian lalu lintas secara tidak langsung memiliki tanggung jawab terhadap
keselamatan para pengendara sepeda motor.
Para aparat kepolisian lalu lintas yang terintegrasi pada Satlantas (Satuan Polisi Lalu
Lintas) memiliki kewenangan guna menindaklanjuti seluruh pengendara yang melanggar aturan
lalu lintas, memporses, serta memeriksa kelengkapan saat berkendara. Pihak kepolisian telah
menerbitkan kebijakan terbaru terkait upaya menegakkan ketertiban berlalu lintas yakni E-TLE
(Elektronik Traffic Law Enforcement). E-TLE yaitu serangkaian sistem elektronik untuk
mengawasi serta menegakkan hukum berlalu lintas secara elektronik dengan mengaplikasi
perangkat pendukung yakni kamera CCTV. Kebijakan tersebut bertujuan untuk memenuhi
tuntutan perkembangan zaman dimana seorang polisi wajib memiliki pemahaman terkait IT
yakni salah satunya melalui kebijakan penerapan E-TLE. Pembentukan kebijakan E-TLE
mengacu pada Peraturan Pemerintah No. 80 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pemeriksaan
Academy of Education Journal
Vol. 15, No. 1, Januari 2024, Page: 482-494
ISSN: 1907-2341 (Print), ISSN: 2685-4031 (Online)
484
Nabila Munawaroh Amril et.al (Efektivitas program E-TLE dalam....)
Kendaraan Bermotor di Jalan dan Penindakan LLAJ dan peraturan lainnya yakni No.22 Tahun
2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ).
Pemerintah dan pihak kepolisian mengupayakan serangkaian kebijakan demi menekan
angka kecelakaan melalui peningkatan kesadaran masyarakat untuk tertib saat mengendarai
kendaraan melalui pengaplikasian Electronic Traffic Law Enforcement (E-TLE). Makna dari E-
TLE yaitu suatu sistem penilangan secara elektronik yang menjadi bagian dari proses perubahan
mekanisme tilang saat era kemajuan teknologi. Yuanda (2020:53-73) menjelaskan kebijakan
pengaplikasian E-TLE tersebut dianggap sebagai suatu ketetapan strategis yang dilaksanakan
untuk mencapai esensi utama dari E-TLE yakni mewujudkan keterbukaan yang terjadi antara
masyarakat dan kepolisian guna meminimalisir terjadinya pungli. Sehingga, telah terlihat rinci
bahwasanya E-TLE tidak hanya memiliki segudang manfaat, namun bisa menciptakan
keterbukaan serta meninjau keprofesionalan kinerja para aparat kepolisian pada upaya
menegakkan hukum.
Penerapan E-TLE pada cakupan hukum Polresta Jambi diterapkan melalui pemanfaatan
perangkat elektronik dalam sistem pembayaran denda melalui server yang sebelumnya telah
tersambung dengan korlantas. Pembayaran denda oleh pelanggar tersebut bisa tanpa
mengunjungi pengadilan yakni melalui Bank. Sanksi yang diberikan yaitu dengan membebankan
denda yang sesuai untuk jenis pelanggaran yang telah dilakukannya. Secara keseluruhan,
serangkaian tindakan menegakkan tindak pidana untuk kasus pelanggaran lalu lintas pada
Polresta Jambi sudah selaras terhadap ketetapan hukum yang ada.
Pengimplementasian E-TLE di Kota Jambi menjadi suatu bentuk upaya mengoptimalkan
kemajuan teknologi serta komunikasi, yakni pada konteks penegakan hukum dimana
sebelumnya masih mengaplikasikan sistem konvensional serta memerlukan pemantauan dan
pengawasan yang belum tentu efektif. Akan tetapi, sekarang telah bertransformasi cukup dengan
menerapkan teknologi yang memanfaatkan CCTV untuk merekam serta mengidentifikasi
keseluruhan kasus pelanggaran lalu lintas dimana secara otomatis nantinya akan mendapatkan
konfirmasi dari petugas yang berwenang. Melalui keberadaan teknologi tersebut, pemerintah
berharap bahwasanya masyarakat bisa meningkatkan ketertibannya saat berkendara supaya tidak
teridentifikasi melanggar aturan lalu lintas.
Akan tetapi, pada kenyataannya, intensitas kasus pelanggaran yang terjadi saat
diterapkannya Electronic Traffic Law Enforcement (E-TLE) masih terbilang tinggi. Kemudian
ditengah penerapan E-TLE Kepolisian Republik Indonesia mengeluarkan surat Telegram
Nomor: ST/380/IV/HUK.6.2/2023 tentang pemberlakuan kembali tilang manual. Sedangkan
berdasarkan hasil dari observasi awal menjelaskan bahwa kedepannya E-TLE ini kan semakin
diperkuat dan diperbanyak. Meninjau dari paparan diatas, memberikan ketertarikan untuk
peneliti untuk melaksanakan pengkajian yang terperinci melalui suatu penelitian berjudul
“Efektivitas Program E-TLE Dalam Penegakan Hukum Peraturan Berlalu Lintas Di Kota
Jambi”. Peneliti tertarik melakukan penelitian ini untuk mengetahui apa yang menyebabkan
diberlakukannya kembali tilang manual ini dan ingin melihat keefektivan program E-TLE yang
berlaku ini pada konteks menindaklanjuti kasus pelanggaran lalu lintas di Kota Jambi.
2. Metode
Peneliti pada penelitian kali ini mengaplikasikan metode penelitian kualitatif dengan jenis
pendekatan studi kasus. Fokus utama dari pendekatan kualitatif yaitu merujuk pada objek yang
sedang berkembang selaras dengan situasi yang ada pada lapangan. Dalam penelitian ini
termasuk kedalam jenis penelitian lapangan dikarenakan perolehan sumber data hanya bisa
didapatkan dari pengamatan secara langsung. Definisis sumber data berdasarkan pendapat
Sugiyono yakni asal data didapatkan serta dimanaatkan saat penelitian, sumber data penelitian
kualitatif tersebut bisa berupa dokumen, narasumber, fenomena, tempat, benda, gambaran atau
Academy of Education Journal
Vol. 15, No. 1, Januari 2024, Page: 482-494
ISSN: 1907-2341 (Print), ISSN: 2685-4031 (Online)
485
Nabila Munawaroh Amril et.al (Efektivitas program E-TLE dalam....)
rekaman (Sugiyono, 2022:226). Meninjau dari sifat yang dimilikinya, penelitian ini bersifat
deskriptif dimana nantinya akan memaparkan secara detail suatu objek penelitian dengan
mengacu pada kondisi serta serangkaian fakta yang ditemui ketika dilapangan. Pada penelitian
tersebut, seorang peneliti dituntut memiliki kemampuan dalam menganalisis data yang ada,
setelah data-data tersebut didapatkan, selanjutnya data tersebut dianalisis yang diharapkan
mengkaji kemudian menarik kesimpulan dan akan memberikan hasil yang dapat menjawab dari
permasalahan yang diteliti. Sehingga, peneliti akan meneliti secara langsung guna memperoleh
gambaran actual mengenai efektivitas kebijakan penerapan teknologi ETLE (Electronic Trafic
Law Enorcement) dimana nantinya akan berfokus pada pembahasan penegakan hukum akan
tertib berlalu lintas. Penelitian ini dilakukan di Polresta Kota Jambi yang dilakukan selama 8
bulan dari Juni- Januari 2023.
3. Hasil dan Pembahasan
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang disajikan oleh peneliti dalam bentuk
uraian singkat. Pembahasan mengacu pada rumusan masalah yang dijadikan acuan dalam
penelitian yaitu bagaimana efektivitas Electronic Traffic Law Enforcement (E-TLE) dalam
penegakan hukum peraturan berlalu lintas di Kota Jambi dan apa faktor kendala dalam
penerapan Electronic Traffic Law Enforcement (E-TLE) dalam penegakan hukum peraturan
berlalu lintas di Kota Jambi.
A. Penerapan Electronic Traffic Law Enforcement (E-TLE) dalam penegakan hukum
peraturan berlalu lintas di Kota Jambi.
Penegakan hukum adalah upaya yang dilaksanakan oleh pihak penegak hukum dalam
memberikan jaminan serta kepastian bahwasanya hukum tersebut telah berjalan dengan
semestinya (Jimly Asshiddiqie, 2016:17) Dalam penegakan hukum, aturan dibuat bukan tanpa
alasan, tetapi aturan dibuat untuk menegakkan ketertiban dan keadilan bagi seluruh umat
manusia. Salah satu aturan yang dibuat oleh Pemerintah menyangkut aturan lalu lintas yang
ditetapkan oleh Undang- undang Tahun 2009 Nomor 22 mengenai Angkutan Jalan serta Lalu
Lintas. Meski dengan adanya aturan-aturan tersebut, tidak dapat dipungkiri akan terjadi
ketidaksuaian antara apa yang diatur dengan apa yang terjadi dalam kenyataan di masyarakat,
khususnya dalam lalu lintas jalan raya. Untuk melaksanakan aktivitas lalu lintas, tidak dipungkiri
negara bahkan tiap-tiap daerahnya membutuhkan peran kepolisian. Dimana tugas pokok
kepolisian yang tercantum dalam Pasal 13 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang
Kepolisian Negara Republik Indonesia berbunyi:
a. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat;
b. Menegakkan hukum; dan
c. Memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.
Oleh karena masyarakat menuntut layanan transparansi dan akuntabilitas dalam kinerja
polisi, maka kepolisian hadir dengan layanan prima, dan cepat. Sehingga Polri perlu melakukan
inovasi, salah satunya inovasi di bidang lalu lintas. Kemajuan teknologi pada zaman ini,
mendorong Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk melakukan inovasi-inovasi dalam
penegakan hukum, yakni dengan pelaksanaan Electronic Traffic Law Enforcement (ETLE) atau
tilang elektronik. Inovasi ETLE ini adalah bagian dari upaya kepolisian menyambut revolusi
industri 4.0. Dengan dilakukannya Tilang elektronik atau ETLE diharapkan dapat membantu
tugas Polri dalam memaksimalkan penegakan hukum pada bidang lalu lintas dan angkutan jalan.
Peneliti menggunakan dua teori yang melandasi hasil reduksi data yang dilakukan oleh
peneliti maka dapat diuraikan hasil wawancara dan dokumentasi terkait penerapan E-TLE
dengan menggunakan 2 teori. Pertama, teori yang dicetuskan oleh Fred R. David dan Forest R.
David yaitu teori manajemen strategik. Teori manajemen strategik menyatakan bahwa suatu
program dapat dikatakan efektif apabila memiliki manajemen strategi yang baik. Manajemen
Academy of Education Journal
Vol. 15, No. 1, Januari 2024, Page: 482-494
ISSN: 1907-2341 (Print), ISSN: 2685-4031 (Online)
486
Nabila Munawaroh Amril et.al (Efektivitas program E-TLE dalam....)
strategi yang baik dapat di implementasikan melalui berbagai macam metode yang
dikolaborasikan dengan tindakan-tindakan yang sebelumnya telah dirumuskan kemudian
diimplementasikan pada lintas fungsional sebuah organisasi. Dari berbagai macam tindakan
yang telah dilakukan tersebut kemudian dilakukan sebuah proses mengevaluasi untuk mengukur
sejauh mana organisasi tersebut telah mencapai hasil menuju tujuan akhir (Widanti, 2015:17).
Dari hasil penelitian yang dilakukan berdasarkan teori manajemen strategi dalam program E-
TLE untuk saat ini mengkolaborasikan antara tilang konvensinal atau tilang manual dan tilang
electronic yang dimana tilang manual ini sendiri memiliki kerterbatasan dengan tidak melakukan
razia operasi zebra, hanya dapat menilang secara langsung jika terjadi pelanggaran di depan
mata oleh aparat kepolisian yang sedang bertugas. Hal ini dikarenakan bentuk dari strategi E-
TLE yang belum mampu untuk mengcover seluruh pelanggaran yang ada, jadi diberlakukan
kembali lah tilang konvenional dengan tujuan mengurangi angka pelanggaran yang ada di Kota
Jambi ini.
Kedua, teori efektivitas program yang dicetuskan oleh Duncan dalam Streers. Teori
efektivitas program menurut Duncan menyatakan bahwa dalam mengukur efektivitas sebuah
organisasi untuk mengimplementasikan programnya maka harus terintegrasi baik, tidak hanya
satu pihak saja yang menentukan tetapi banyak pihak lain yang harus terlibat, dalam penelitian
ini tidak hanya pihak berwenang saja yang menentukan berhasil atau tidak porgram ini
berlangsung, tetapi masyarakat juga berperan demi ke efektivitasan yang maksimal. Duncan juga
menyatakan bahwa efektif dapat diukur melalui tiga indicator yakni pencapaian tujuan, integrasi,
serta adaptasi. (Dipta Kharisma, 2017:17) Dimana dalam melihat kefektivan program ini peneliti
menggunakan teori Duncan dengan 3 indikator yaitu:
1. Pencapaian Tujuan.
E-tle atau (Electronic Traffic Law Enforcement) berdasarkan hasil wawancara bersama
pihak kepolisian pelaksaan E-TLE ini bahwa sudah dijalankan secara maksimal dan cukup
efisien dalam membantu pihak kepolisian yang dimana sistem pengoprasiannya Electronic
Traffic Law Enforcement (E- TLE) mulai dilakukan secara resmi yaitu pada tanggal 23 Maret
2021. E-Tilang atau Electronic Traffic Law Enforcement (E-TLE) adalah sistem tilang
elektronik yang memanfaatkan sistem CCTV sebagai pengawasnya yang berperan seperti polisi
yang bertugas di jalanan. Apabila ada kendaraan yang melanggar peraturan lalu lintas dan
tertangkap CCTV, petugas yang memantau di monitoring room akan merekam dan mencatat
nomor plat kendaraan. Pemilik plat kendaraan akan surat tilang dan harus membayar denda
tersebut via bank dalam jangka waktu tujuh hari atau secara rincinya penindakan terhadap
pelanggar lalu lintas dilakukan sesuai dengan prosedur atau mekanisme dari ETLE tersebut,
yakni:
1. Pelanggaran lalu lintas yang dimonitor akan terdeteksi secara otomatis oleh perangkat
ETLE, kemudian media barang bukti pelanggaran akan dikirmkan ke Back Office ETLE di
Regional Traffic Management Centre (RTMC) Jambi.
2. Petugas Back Office ETLE di RTMC Jambi mengidentifikasi data kendaraan
menggunakan Electronic dan Identification (ERI) sebagai sumber data kendaraan.
3. Kemudian operator ETLE memverifikasi dan mencetak surat konfirmasi untuk dikirimkan
ke alamat public kendaraan bermotor yang melanggar melalui kantor pos untuk
permohonan konfirmasi atas pelanggaran yang terjadi.
4. Penerima surat memiliki batas waktu sampai dengan delapan (8) hari dariterjadinya
pelanggaran untuk melakukan konfirmasi melalui website atau dapat mendatangi langsung
Kantor Satlantas Polresta Kota Jambi
5. Setelah pelanggaran terkonfirmasi, petugas menerbitkan tilang dengan metode pembayaran
melalui BRI Virtual Accpunt (BRIVA) untuk setiap pelanggaran yang telah terverifikasi
guna penegakan hukum.
Academy of Education Journal
Vol. 15, No. 1, Januari 2024, Page: 482-494
ISSN: 1907-2341 (Print), ISSN: 2685-4031 (Online)
487
Nabila Munawaroh Amril et.al (Efektivitas program E-TLE dalam....)
Pelanggar diberikan tenggat waktu untuk membayar denda setelah terkonfirmasi
melakukan pelanggaran. Tenggat waktu pembayaran denda tilang harus dilakukan sebelum jatuh
tempo tanggal sidang atau klarfikasi dengan membayar denda. Jika sampai pada tenggat waktu si
pelanggar tidak membayar denda tilang tersebut, maka akan dilakukan pemblokiran terhadap
STNK si pelaku pelanggar.
Kemudian Kasat Lantas Polresta Jambi menjelaskan dari ribuan pelanggaran yang berhasil
direkam tersebut tidak semuanya dikenakan sanksi tilang atau dikirim surat konfirmasi tilang
kerumah pelanggar. Namun operator yang berada di Traffic Management Control (TMC)
Satlantas Polresta Jambi terlebih dahulu melakukan validasi, terkait jenis pelanggaran dan
memverifikasi pelanggaran. Sesudah hasil verifikasi keluar, jenis mobil dan/atau jenis motor
sudah terbukti melakukan pelanggaran, maka akan dikirimkan surat konfirmasi penilangan.
Surat konfirmasi penilangan dikirimkan ke alamat pelanggar melalui Kantor Pos Indonesia.
Kasat Lantas Polresta Jambi juga menjelaskan penegakan hukum tilang elektronik akan
dikenakan denda sesuai jenis pelanggaran yang diatur Undang-Undang Tahun 2009 Nomor 22
tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan:
- Menerobos APILL (Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas) tercantum dalam Pasal 287 ayat (1),
dikenakan sanksi berupa kurungan dua bulan atau denda paling banyak Rp.500.000,00.
- Tidak menggunakan sabuk pengaman tercantum dalam Pasal 106 ayat (6), dikenakan sanksi
berupa kurungan paling lama satu bulan atau denda paling banyak Rp.250.000,00.
- Tidak memakai helm berstandar SNI bagi pengendara sepeda motor tercantum dalam Pasal 106
ayat (8), dikenakan sanksi berupa kurungan paling lama satu bulan atau denda paling banyak
Rp.250.000,00.
- Melanggar marka dan rambu-rambu lalu lintas tercantum dalam Pasal 287 ayat (1), dikenakan
sanksi berupa kurungan dua bulan atau denda paling banyak Rp.500.000,00.
- Penggunaan Handphone saat berkendara tercantum dalam Pasal 283, dikenakan sanksi berupa
kurungan penjara tiga bulan atau denda paling banyak Rp.750.000,00.
Mengenai masyarakat yang tertangkap kamera ETLE melakukan pelanggaran lalu lintas
namun bukan pemilik kendaraan yang asli atau bisa disebut mobil rental maka ditindak sebagai
berikut:
a. Bagi pemilik kendaraan bermotor yang bukan sebagai pelanggar lalu lintas tetapi diketahui
identitas pelanggar maka silahkan melakukan konfirmasi melalui website ETLE Jambi atau
datang langsung ke pusat E-TLE Kota Jambi yang berada di Polresta Jambi.
b. Bagi pemilik kendaraan bermotor bukan sebagai pelanggar lalu lintas tetapi tidak diketahui
identitas pelanggar maka akan dilakukan pemblokiran terhadap STNK
Kemudian tujuan didirikannya E-TLE ini berdasarkan hasil wawancara bersama pihak
kepolisian adalah bentuk moderenisasi penegakan hukum di era digital dengan menggunakan
kamera cctv yang kemudian mengambil gambar pelanggaran yang terjadi dijalanan, kemudian
meminimalisirkan petugas berhubungan langsung dengan masyarakat, guna menekan adanya
asumsi masyarakat terhadap indikasi pungli (pungutan liar) yang dilakukan oleh petugas
kepolisian dalam menangani pelanggaran lalu lintas, agar lebih transparan dengan menyertakan
bukti pada pelanggaran dan mengurangi angka pelanggaran yang terjadi yang dilakukan pada
tilang manual atau konvesional masih terus meningkat.
Namun pada kenyataannya dilapangan bahwa setelah diberlakukannya E- TLE ini
pelanggaran ternyata semakin meningkat di tiap tahunnya,yang dimana berdasarkan data yang
peneliti peroleh pada tahun 2022 terjadi peningkatan yang cukup signifikan. Hal ini berarti
tujuan dari penerapan E-TLE ini belum sepenuhnya tercapai atau bisa dikatakan belum cukup
untuk dikatakan efisien. Hal ini juga diperkuat juga dengan hasil wawancara peneliti kepada
masyarakat terkait rendahnya pengetahuan masyarakat terhadap program E-TLE yang sudah
diberlakukan di Kota Jambi sejak tahun 2021 ini. Dimana sebagian masyarakat umum
Academy of Education Journal
Vol. 15, No. 1, Januari 2024, Page: 482-494
ISSN: 1907-2341 (Print), ISSN: 2685-4031 (Online)
488
Nabila Munawaroh Amril et.al (Efektivitas program E-TLE dalam....)
menanggap bahwa E-TLE ini tidak terlalu menakutkan bagi masyarakat karena sebagian besar
dari mereka ini tidak mengetahui konsekuensi apa yang akan didapat ketika melanggar peraturan
berlalu lintas dan terekam kamrea E- TLE ini dan mereka beranggapan bahwa banyak
pelanggaran yang terjadi disetiap saatnya tapi tidak ada yang terkena tilang. Sedangkan bagi
masyarakat yang sudah melakukan pelanggaran merasa E-TLE ini efektif karena mereka sudah
terkena tilang electronicnya, namun ada juga dari masyarakat pelanggar tersebut yang baru
mengetahui tentang E-TLE ini ketika mereka sudah mendapatkan surat tilang dirumahnya. Dari
sini melalui masyarakat pelanggar maupun lingkungan yang sudah pernah terkena tilang
electronic berbasis cctv ini secara perlahan masyarakat akan mengetahui bahwasanya peraturan
ini nyata dan benar dilaksanakan. Meskipun dalam penerapan masih belum sempurna, pada
penegak hukum pihak kepolisian sudah berusaha menjalankannya secara maksimal dan dalam
penegakan hukum berlalu lintas sudah terlaksana sebagaimana mestinya.
2. Integrasi
Dalam indikator integrasi ini peneliti melihat sosialiasi yang dilaksanakan oleh petugas
kepolisian kepada masyarakat. Dalam konteks tersebut, cakupan integrasi E-TLE adalah melihat
penyusunan rencana pelaksanaan sosialiasi untuk menyalurkan informasi berkaitan dengan
transformasi tilang konvensional menjadi E-TLE. Selain itu, mencakup pula metode yang akan
dijalankan agar informasi terkait E-TLE bisa dipahami secara optimal oleh masyarakat.
Pada sosalisasinya menurut hasil wawancar bersama oihak kepolisian, polisi sudah
menjalankan sosialisasi sesuai dengan sop yang berlaku. Pihak kepolisian sudah memberikan
informasi tentang E-TLE ini melalui bgerbagai cara,dengan melakukan penyuluhan kesekolah
sekolah, dengan memasang banner atau baliho di setiap simpang yang ramai masyrakatnya,
menyebarkan lewat media, baik lewat televisi, radio, maupun sosial media lainnya. Menurut
pihak kepolisian sosialisasi ini sudah sering dilakukan, minimal dalam 2 hari setiap abis apel ada
satu kali giat melakukan sosialisasi baik dengan pengeras suara yang ada di lampu merah
ataupun pengeras suara melalui mobil yang patroli pagi.
Namun, berdasarkan fakta dilapangan pada hasil wawancara bersama masyarakat, baik
masyarakat umum maupun masyarakat pelanggar, didapati bahwa masyarakat sama sekali belum
pernah melihat adanya sosialoisasi langsung dilapangan mengenai program E-TLE yang ada di
Kota Jambi ini. Kebanyakan masyarakat melihat sosialisasi dari sosial media, kalau untuk media
khususnya yang adan di Kota Jambi, masyarakat belum pernah melihat.
Kemudian yang masyarakat pernah melihat dari sosialisasi yang ada di Kota Jambi yaitu
baliho atau banner, yang ada dibeberapa simpang besar yang ada Di Kota Jambi. Masyarakat
yang melihat itupun juga hanya sekilas tidak mengetahui pastinya ada dimana dan apa isi detail
mengenai E-TLE yang ada didalam banner tersebut. Dari sini disimpulkan bahwa sosilasisasi
mengenai program E-TLE ini juga belum sepenuhnya sampai pada masyarakat, masih banyak
masyarakat yang belum mengetahui bahwa E-TLE ini sudah diberlakukan di Kota Jambi dan
berjalan aktif sampai hari ini.
3. Adaptasi
Dalam indikator adaptasi ini peneliti melihat bagaimana pihak kepolisian dalam
menghadapi program barunya tersebut, dan ingin melihat respon masyarakat dalam beradaptsi
terhadap program E-TLE ini. Upaya adaptasi tersebut berkolerasi dengan keterampilan
masyarakat dalam menyesuaikan dirinya terhadap kebijakan yang baru diterapkan, dalam
konteksnya yaitu terkait proses pengadaan E-TLE yang sedang diimplementasikan di Polresta
Jambi.
Berdasarkan fakta dilapangan pada pihak kepolisian mengenai program yang baru
diterapkan ini, petugas kepolisian yang ditunjuk untuk menjadi petugas operator E-TLE akan
melakukan pelatihan khusus terkait pengaplikasian program E-TLE ini. Dimana petugas
melakukan pelatihan langsung kepusat yaitu kejakarta, dan mendapatkan sertifikat khusus dalam
Academy of Education Journal
Vol. 15, No. 1, Januari 2024, Page: 482-494
ISSN: 1907-2341 (Print), ISSN: 2685-4031 (Online)
489
Nabila Munawaroh Amril et.al (Efektivitas program E-TLE dalam....)
menangani pengaplikasian E- TLE ini. Dari sini diketahui bahwa tidak sembarang orang bisa
ditunjuk menjadi petugas E-TLE karena harus melewati prosedur pelatihan khusus yang
lumayan panjang ntuk mendapatkan sertifikatnya.
Kemudian pada masyarakatnya dalam beradaptasi terhadap kebijakan baru ini, menurut
masyarakat berdasarkan hasil wawancara bagi mereka untuk di Kota Jambi ini masyarakatnya
lebih takut akan tilang manual atau konvensional, karena masyarakat lebih takut jika berhadapan
langsung dengan petugasnya, dibandingkan E-TLE masyarakat masih banyak yang menganggap
E-TLE ini tidak nyata,sehingga mendorong masyarakat melakukian pelanggaran karena
masyarakat menilai banyak yang melakukan pelanggaran tetapi tidak terkena tilang. Bahkan
berdasarkan pengalaman pribadi salah satu masyarakat umum menyatakan bahwa dia melakukan
pelanggaran tetapi tidak ada tilang sampai kerumahnya,sehingga masyarakat tersebut
menyepelekan kamera CCTV ini.
Berdasarkan teori duncan yang ada menyatakan bahwa dalam mengukur efektivitas sebuah
organisasi untuk mengimplementasikan programnya maka harus terintegrasi baik, tidak hanya
satu pihak saja yang menentukan tetapi banyak pihak lain yang harus terlibat. Dalam penelitian
ini pihak kepolisian melibatkan msyarakatnya dalam menjalankan programnya yang dimana
masyarakat menjadi tolak ukur dalam berhasil atau tidaknya program ini dilaksanakan.
Sedangkan berdasarkan hasil penelitian masyarakat yang masih memiliki kesadaran yang rendah
dan minimnya pengetahuan masyarakat tentang peraturan yang baru ditetapkan ini menjadi
penilaian bahwa program ini sudah berjalan baik namun belum bisa dikatakan untuk efektif.
Karena masih banyak kendala yang terjadi dalam penerapan program ini jadi program ini juga
masih pada tahap pengembangan dalam mengoptimalisasikan E-TLE di Kota Jambi.
B. Kendala dalam penerapan Electronic Traffic Law Enforcement (E- TLE) dalam
penegakan hukum peraturan berlalu lintas di Kota Jambi.
Dalam penerapan E-TLE di Kota Jambi terdapat banyak kendala yang mempengaruhi
terjadi tingginya angka pelanggaran lalu lintas dijalan setiap tahunnya. Faktor tersebut antara
lain adanya paradigma berpikir masyarakat instan di zaman modern, mulai lunturnya sensitivitas
dalam saling berkendara, dan minimnya etika berkendara untuk tertib, saling menghormati,
saling menghargai, sehingga mengakibatkan semakin tergerusnya rasa kepemilikan akan
sesuatu. Dalam penerapan tilang elektronik terjadi ketidak seimbangan antara harapan dan
kenyataannya.
Ditengah penerapan E-TLE ini ditemukan beberapa kendala baik dari pihak kepolisian
maupun dari masyarakat yang menjadi objek dalam tujuan program tersebut. Terdapat banyak
faktor yang mempengaruhi terjadinya pelanggran lalu lintas dijalan setiap tahunnya. Faktor
tersebut antara lain adanya paradigma berpikir masyarakat instan di zaman modern, mulai
lunturnya sensitivitas dalam saling berkendara, dan minimnya etika berkendara untuk tertib,
saling menghormati, saling menghargai, sehingga mengakibatkan semakin tergerusnya rasa
kepemilikan akan sesuatu.
Hambatan dalam penegakan E-TLE justru terdapat pada faktor sarana prasarana,
masyarakat, serta budaya. Faktor sarana prasarana dalam penerapan E- TLE membutuhkan alat-
alat canggih berupa kamera tilang serta alat-alat canggih lainnya untuk menunjang penegakan E-
TLE dengan jumlah yang banyak. Hal ini tentunya membutuhkan dana yang sangat besar,
karena Indonesia memiliki wilayah yang sangat luas. Penegakannya harus dilakukan secara
merata di seluruh wilayah. Selanjutnya adalah faktor masyarakat. Dapat dikatakan masyarakat
merupakan faktor terpenting dalam tercapainya tujuan penerapan ETLE ini. Permasalahannya
adalah masyarakat banyak yang tidak taat aturan,bahkan untuk mengakali ETLE plat nomor
kendaraan ditutup agar tidak dapat terekam.
Berdasarkan hasil wawancara bersama pihak kepolisian menjelaskan bahwa yang menjadi
faktor kendala dalam penerapan E-TLE di Kota Jambi ini yaitu:
Academy of Education Journal
Vol. 15, No. 1, Januari 2024, Page: 482-494
ISSN: 1907-2341 (Print), ISSN: 2685-4031 (Online)
490
Nabila Munawaroh Amril et.al (Efektivitas program E-TLE dalam....)
1. Faktor Penegakan Hukum
Faktor Penegak Hukum merupakan pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan
hukum. Salah satu kunci dari keberhasilan dalam penegakan hukum adalah mentalitas atau
kepribadian dari penegak hukumnya sendiri. Dalam rangka penegakan hukum oleh setiap
lembaga penegak hukum, keadilan dan kebenaran harus dinyatakan, terasa, terlihat dan
diaktualisasikan. Dalam hal ini penegak hukum merupakan petugas penindak yang biasanya
dalam melaksanakan tugas dan fungsinya terdapat kesalahan pada aplikasi penginputan yang
membuat petugas kehilangan jejak pelanggar. Sehingga, masalah ini menjadi salah satu kendala
yang penting. Jika terjadi kesalahan penginputan misalanya pada identitas pelanggar tentu sulit
untuk melacak keberadaan pelanggar. Kemudian banyaknya alamat yang tidak ditemukan
sehingga surat tersebut kembali kepolresta.
2. Faktor sarana dan pra sarana
Faktor sarana dan prasarana berdasarkan cctv yang terdapat di ruang Command Center
Polresta Jambi terdapat beberapa marka jalan yang kurang jelas sehingga petugas penindak tidak
dapat melakukan penindakan penilangan elektonik. Selain itu dari 16 cctv yang di ujicoba pada
saat launching hanya 8 cctv yang digunakan sebagai kamera cctv E-TLE karena sisa 8 lainnya
hanya kamera pemantau saja. Kemudian belum adanya anggaran serta harwat untuk pengiriman
surat konfirmasi yang melalui pihak pos. Selanjutnya jaringan yang masih menumpang dengan
dishub dan pemkot ini sering terjadi ganggguan apabila terjadi upgrade. Pada saat hujan ataupun
mati lampu jaringan tersebutpun juga mengalami gangguan. Kemudian pengeras suara pada
kamra monitoring E-TLE juga ada yang masih rusa. Dan yang terakhir anggaran E-TLE pada
tahun 2022 tidak bisa diajukan Polresta Jambi dengan alasan anggaran sudah diajukan pada
tahun sebelumnya.
3. Faktor Masyarakat
Faktor masyarakat itu sendiri menjadi salah satu faktor kekurangan dalam penerapan
sistem Electronic Traffic Law Enforcement (E-TLE). Banyak pengendara atau masyarakat yang
tidak melakukan proses balik nama setelah melakukan transaksi pembelian kendaraan bermotor,
yang mangakibatkan surat yang terkonfirmasi tidak sampai kepada pelanggar atau pemilik
kendaraan saat ini dan terdapat juga kendaraan yang tidak teridentifikasi atau tidak sesuai
dengan data yang terdapat pada registrasi penomoran kendaraan (menggunakan plat palsu)
sehingga petugas tidak dapat melakukan penindakan.
Sosialisasi pemerintah dan pihak kepolisian yang tidak merata. Sosialisasi pemerintah dan
pihak kepolisian yang sangat minim tentang penerapan tilang elektronik membuat kebanyakan
masyarakat tidak mengetahui bahwa ada penerapan elektronik di Kota Jambi. Masyarakat
pinggiran kota yang tidak mendapatkan informasi tentang penerapan program E-TLE ini.
Kemudian dalam penerapannya karena menurut masyarakat kurangnya sosialisasi kepada
masyarakat sehingga mengakibatkan rendahnya pengetahuan masyarakat terhadap sanksi yang
ada serta rendahnya kesadaran hukum masyarakat sehingga masyarakat menganggap spele
peraturan tersebut dan menganggap program ini tidak nyata. Sedangkan sebagian masyarakat
yang sudah mengetahui program ini tetap melakukan pelanggaran karena merasa tidak pernah
ada surat tilang tiba dirumah mereka walaupun masyarakat melakukan pelanggaran.
Berdasarkan analisis penulis menujukkan bahwa yang menjadi kendala dalam penerapan
ETLE ini ada 3 faktor, yang pertama adalah faktor penegakan hukum yang sering terjadi
salahnya pengimputan identitas pelanggar kemudian yang kedua adalah faktor sarana dan
prasarana seperti CCTV yang tidak bisa melakukan penilangan karena offline kemudian yang
terakhir dalah faktor masyarakat yang biasanya tidak melakukan proses balik nama terhadap
kandaraan yang dibeli dan kurangnya sosisalisasi mengakibatkan rendahnya pengetahuan
masyarakat terhadap program E-TLE ini.