menangani pengaplikasian E- TLE ini. Dari sini diketahui bahwa tidak sembarang orang bisa
ditunjuk menjadi petugas E-TLE karena harus melewati prosedur pelatihan khusus yang
lumayan panjang ntuk mendapatkan sertifikatnya.
Kemudian pada masyarakatnya dalam beradaptasi terhadap kebijakan baru ini, menurut
masyarakat berdasarkan hasil wawancara bagi mereka untuk di Kota Jambi ini masyarakatnya
lebih takut akan tilang manual atau konvensional, karena masyarakat lebih takut jika berhadapan
langsung dengan petugasnya, dibandingkan E-TLE masyarakat masih banyak yang menganggap
E-TLE ini tidak nyata,sehingga mendorong masyarakat melakukian pelanggaran karena
masyarakat menilai banyak yang melakukan pelanggaran tetapi tidak terkena tilang. Bahkan
berdasarkan pengalaman pribadi salah satu masyarakat umum menyatakan bahwa dia melakukan
pelanggaran tetapi tidak ada tilang sampai kerumahnya,sehingga masyarakat tersebut
menyepelekan kamera CCTV ini.
Berdasarkan teori duncan yang ada menyatakan bahwa dalam mengukur efektivitas sebuah
organisasi untuk mengimplementasikan programnya maka harus terintegrasi baik, tidak hanya
satu pihak saja yang menentukan tetapi banyak pihak lain yang harus terlibat. Dalam penelitian
ini pihak kepolisian melibatkan msyarakatnya dalam menjalankan programnya yang dimana
masyarakat menjadi tolak ukur dalam berhasil atau tidaknya program ini dilaksanakan.
Sedangkan berdasarkan hasil penelitian masyarakat yang masih memiliki kesadaran yang rendah
dan minimnya pengetahuan masyarakat tentang peraturan yang baru ditetapkan ini menjadi
penilaian bahwa program ini sudah berjalan baik namun belum bisa dikatakan untuk efektif.
Karena masih banyak kendala yang terjadi dalam penerapan program ini jadi program ini juga
masih pada tahap pengembangan dalam mengoptimalisasikan E-TLE di Kota Jambi.
B. Kendala dalam penerapan Electronic Traffic Law Enforcement (E- TLE) dalam
penegakan hukum peraturan berlalu lintas di Kota Jambi.
Dalam penerapan E-TLE di Kota Jambi terdapat banyak kendala yang mempengaruhi
terjadi tingginya angka pelanggaran lalu lintas dijalan setiap tahunnya. Faktor tersebut antara
lain adanya paradigma berpikir masyarakat instan di zaman modern, mulai lunturnya sensitivitas
dalam saling berkendara, dan minimnya etika berkendara untuk tertib, saling menghormati,
saling menghargai, sehingga mengakibatkan semakin tergerusnya rasa kepemilikan akan
sesuatu. Dalam penerapan tilang elektronik terjadi ketidak seimbangan antara harapan dan
kenyataannya.
Ditengah penerapan E-TLE ini ditemukan beberapa kendala baik dari pihak kepolisian
maupun dari masyarakat yang menjadi objek dalam tujuan program tersebut. Terdapat banyak
faktor yang mempengaruhi terjadinya pelanggran lalu lintas dijalan setiap tahunnya. Faktor
tersebut antara lain adanya paradigma berpikir masyarakat instan di zaman modern, mulai
lunturnya sensitivitas dalam saling berkendara, dan minimnya etika berkendara untuk tertib,
saling menghormati, saling menghargai, sehingga mengakibatkan semakin tergerusnya rasa
kepemilikan akan sesuatu.
Hambatan dalam penegakan E-TLE justru terdapat pada faktor sarana prasarana,
masyarakat, serta budaya. Faktor sarana prasarana dalam penerapan E- TLE membutuhkan alat-
alat canggih berupa kamera tilang serta alat-alat canggih lainnya untuk menunjang penegakan E-
TLE dengan jumlah yang banyak. Hal ini tentunya membutuhkan dana yang sangat besar,
karena Indonesia memiliki wilayah yang sangat luas. Penegakannya harus dilakukan secara
merata di seluruh wilayah. Selanjutnya adalah faktor masyarakat. Dapat dikatakan masyarakat
merupakan faktor terpenting dalam tercapainya tujuan penerapan ETLE ini. Permasalahannya
adalah masyarakat banyak yang tidak taat aturan,bahkan untuk mengakali ETLE plat nomor
kendaraan ditutup agar tidak dapat terekam.
Berdasarkan hasil wawancara bersama pihak kepolisian menjelaskan bahwa yang menjadi
faktor kendala dalam penerapan E-TLE di Kota Jambi ini yaitu: