Di balik dampak positif adanya perkembangan teknologi jika tidak diimbangi oleh
penanaman pendidikan karakter maka akan menimbulkan krisisnya karakter tersebut. Semakin
maju teknologi dapat menyebabkan memudarnya nilai-nilai karakter, sehingga diperlukan
fondasi pendidikan karakter pada peserta didik di Abad 21 ini. Kenyataan saat ini, pendidikan di
Indonesia dihadapkan pada berbagai masalah yaitu sistem pembelajaran yang belum memadai
dan degradasi moral yang terjadi di masyarakat Indonesia pada umumnya, salah satunya di
kalangan sebagian dari sekolah yang dirasa belum mencapai standar pendidikan
berkarakter.(Martini, 2022)
Hal tersebut dapat dilihat dari beberapa kejadian yang dikabarkan melalui pemberitaan
media massa tentang contoh karakter atau moral siswa yang rusak atau kurang baik
diperlihatkan, baik di lingkungan sekolah maupun masyarakat. Hal ini terjadi di daerah terpencil
juga, masih banyak keluhan mengenai pendidikan karakter dan kurang mendapatkan perhatian
pemerintah. Salah satu contoh nyata pemberitaan media massa tentang rusaknya moral pada
peserta didik yaitu dikutip dari detik news (2023) bahwa ada sekitar 176 anak di Kabupaten
Ponorogo yang mengajukan dispensasi nikah kepada Pengadilan Agama karena sebagian
beralasan hamil di luar nikah. Hal tersebut juga menjadi salah satu contoh dari rusaknya moral
pada peserta didik akibat pergaulan bebas di luar lingkungan sekolah. Contoh tersebut juga
menjadi PR bagi seluruh pendidik untuk menanamkan pengetahuan mengenai bagaimana
pentingnya menjaga karakter baik dalam diri.
Dengan terjadinya kerusakan moral tersebut, nilai-nilai pendidikan karakter abad 21 yang
diharapkan dapat membentuk karakter pada generasi muda yaitu religius, jujur, toleransi
terhadap keberagaman, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu,
semangat nasionalisme, cinta tanah air, berprestasi, komunikatif, cinta damai, gemar membaca,
peduli lingkungan, peduli sosial dan bertanggungjawab. (Amran et al., 2019). Yang nilai-nilai
tersebut dapat diimplementasikan pada kurikulum merdeka.
Program Kurikulum Merdeka adalah kebijakan pengembangan yang dikeluarkan
Kemendikbudristek untuk pembelajaran peserta didik di sekolah sebagai langkah
mentransformasi Pendidikan demi terwujudnya Sumber Daya Manusia (SDM) unggul Indonesia
yang memiliki Profil Pelajar Pancasila (Annisa Rohimah Hasri Hasibuan, Aufa, Lola
Khairunnisa, Wenni Arobiya Siregar 2022). Kurikulum Merdeka memuat penguatan Profil
Pelajar Pancasila untuk memetakan atau merujuk Penguatan Pendidikan Karakter (PPK)
sehingga dalam implementasinya dapat diselaraskan. Dimensi Profil Pelajar Pancasila adalah
karakter dan kompetisi fondasi yang perlu dikembangkan oleh satuan Pendidikan bagi peserta
didik. Dimensi-dimensi dalam Profil Pelajar Pancasila yaitu: 1) Beriman, Bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, 2) Kebhinekaan Global, 3) Gotong royong, 4) Mandiri, 5) Bernalar
kritis, dan 6) Kreatif (Annisa Rohimah Hasri Hasibuan, Aufa, Lola Khairunnisa, Wenni Arobiya
Siregar 2022).
Penanaman pendidikan karakter pada peserta didik dalam Kurikulum Merdeka dapat
diterapkan melalui mata pelajaran Pendidikan Pancasila dimana di dalamnya memuat tiga hal
yang perlu diterapkan dalam menghadapi kemajuan jaman dan teknologi diharuskan dengan
mengembangkan civic competences. Civic competences merupakan kompetensi
kewarganegaraan dimana di dalamnya terdapat aspek-aspek yang meliputi civic knowledge
(pengetahuan kewarganegaraan), civic skills (keterampilan kewarganegaraan), dan civic
disposition (karakter kewarganegaraan). (Pangalila, 2017). Pendidikan karakter berkaitan dengan
Kurikulum Merdeka dimana kurikulum ini menawarkan 3 karakteristik diantaranya
pembelajaran berbasis projek, pengembangan soft skill dan karakter sesuai dengan profil pelajar
pancasila, pembelajaran pada materi esensial dan stuktur kurikulum yang lebih fleksibel.
Karakter kewarganegaraan (civic disposition) merupakan sikap dan kebiasaan berpikir
warga negara yang menopang berkembangnya fungsi sosial yang sehat dan jaminan kepentingan