Meskipun perbuatan main hakim sendiri (eigenrichting) jelas tidak dibenarkan di
Indonesia karena bertentang dengan Undang-Undang dan norma yang berlaku, peristiwa ini
kerap terjadi di lingkungan masyarakat. Salah satu peristiwa main hakim sendiri
(eigenrichting) yang terjadi di Kota Unaaha, Kab. Konawe, Sulawesi Tenggara sudah terjadi
bahkan hingga tiga kali, dua diantaranya menyebabkan kematian. Baru-baru ini tepatnya pada
bulan agustus 2022, kejadian berawal ketika Taswin dan kawan-kawannya sedang menjaga
sapi milik mereka di area perkebunan kelapa sawit yang mereka duga telah di ikat dan hendak
dicuri. Kemudian pada pukul 21.00 WITA datanglah seunit mobil pick up masuk ke area
perkebunan, kemudian Taswin dan kawan-kawan bersembunyi di semak-semak yang jaraknya
kurang-lebih 50 M sambil mengawasi pergerakan orang yang mengendarai pick up tersebut.
Beberapa saat kemudian tiga orang turun dari pick up, dua diantaranya mengambil sapi
sedangkan Taswin berteriak bahwa yang mereka lihat itu adalah pencurinya. Ketiga orang ini
kemudian melarikan diri kecuali Randi Kristian yang tertangkap. Saat korban tertangkap
Taswin dan kawan-kawannya pun memukuli korban dan menanyakan siapa kawan korban
dalam melakukan aksi tersebut. Setelah dipukuli, Taswin kemudian mengikat korban dengan
berjalan kaki mereka keluar dari perkebunan lalu naik ke mobil APV menuju perkampungan
warga, namun dalam perjalanan korban kemudian diturunkan paksa oleh warga dan mendapat
pukulan lagi.
Akibat perbuatan pelaku, korban yakni Randi Kristian akhirnya meninggal dunia di ruang
ICU. Berdasarkan surat keterangan sebab kematian Nomor RM : 05/67/00 tanggal 20 agustus
2022 yang dikeluarkan oleh Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Rumah Sakit Konawe
yang ditanda tangani oleh dr. Roni Akbar, Sp,An. Penyebab kematian dikarenakan gagal nafas,
cedera kepala berat dengan adanya indikasi ada pendarahan di otak karena didapatkan jejas,
bengkak akibat hantaman benda tumpul dan adanya trauma thoraks serta keterangan kematian
Nomor : 475/77/2022 tanggal 16 september 2022, yang dikeluarkan oleh Kelurahan Sendang
Mulya Sari dan ditandatangani oleh Sulpian Susanti, S. Sos. Berdasarkan penyelidikan dan
penyidikan yang dilakukan oleh pihak Kepolisian Resor Konawe, telah ditetapkan 12 orang
sebagai tersangka pelaku perbuatan main hakim sendiri (eigenrichting) yang mengakibatkan
matinya seseorang.
Dari kasus tersebut dapat dilihat bahwa tindakan masyarakat yang melakukan tindakan
main hakim sendiri (eigenrichting) sampai menghilangkang nyawa orang lain tentu sudah
diluar batas sewajarnya. Tindakan tersebut telah melanggar ketentuan Pasal 28 A Undang-
Undang Dasar 1945 yang berbunyi: “Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak
mempertahankan hidup dan kehidupannya” (Undang-Undang Dasar, 1945). Kemudian juga
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia Pasal 4 yang berbunyi:
“Hak hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani, hak
beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan di
hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak-
hak manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun dan oleh siapapun”. Pasal 33
Undang-Undang tersebut yang berbunyi, ayat (1) “Setiap orang berhak untuk bebas dari
penyiksaan dan penghukuman atau perlakuan yang kejam, tidak manusiawi, merendahkan
derajat dan martabat kemanusiaannya”. Ayat (2) “Setiap orang berhak untuk bebas dari
penghilangan paksa dan penghilangan nyawa”(Pemerintah Republik Indonesia, 1999).
Pelaku main hakim sendiri (eigenrichting) dapat dikenakan hukuman yang terdapat
dalam KUHP Pasal 170 KUHP Tentan Kekerasan terhadap orang atau barang, Pasal 351
KUHP Tentang Penganiayaan, Pasal 338 KUHP Tentang Pembunuhan dan Pasal 55 KUHP
Tentang Keikutsertaan (Delik Penyertaan). Perbuatan main hakim sendiri (eigenrichting)
meskipun belum diatur secara ekspresif didalam KUHP Indonesia, namun untuk menjerat