hektar, Izin Usaha Pertambangan (IUP) seluas 19 ribu hektar, dan Hutan Tanaman Industri
(HTI) sekitar 11 ribu hektar (Mongabay, 2023).
Menurut pernyataan Abok Geboi disela wawancara, beliau meyakinkan bahwa
masyarakat Orang Mapur sangat membutuhkan hutan untuk kelangsungan hidup. Tanpa
hutan, maka budaya, tradisi, dan kearifan lokal mereka tidak akan bisa dipertahankan oleh
generasi mendatang. Oleh karena itu, mereka sangat mengharapkan pemerintah supaya
mengembalikan hutan adat Orang Mapur untuk kelangsungan hidup serta mempertahankan
tradisi, adat, dan kearifan lokal sebagai identitas Orang Mapur secara khusus, dan identitas
Bangka Belitung secara umum yang hidup selaras dengan alam.
Hal senada juga disampaikan oleh Asi Harmoko, bahwa ratusan jiwa Orang Mapur,
baik yang menetap di Dusun Air Abik (280 jiwa), Dusun Pejem (143 jiwa), serta Dusun
Mapur, maupun di dusun lainnya yang belum terdata sangat mengharapkan hutan adatnya
dikembalikan dan diakui oleh negara. Sebelum kedatangan PT. GPL, masyarakat Orang
Mapur biasanya bergoyong royong menanam padi atau nugel. Mereka menaburkan benih ke
dalam lubang yang dibuat sebelumnya dengan cara menombakkan sebuah batang kayu ke
dalam tanah. Selain itu mereka menanam umbi-umbian, sayuran, tanaman rempah seperti
jahe, kunyit, dan kencur. Selain itu mereka juga berkebun sahang, karet, serta buah-buahan.
Masyarakat Orang Mapur juga mempunyai kebiasaan, yakni selesai mengurus ladang dan
kebun mereka biasanya mencari tanaman di dalam hutan seperti daun rumbia dan rotan
sebagai bahan anyaman. Mereka juga biasanya mencari tanaman obat, jamur, madu, dan ikan
di sungai ataupun rawa. Akan tetapi, mereka sekarang sudah jarang masuk ke dalam hutan,
dikarenakan hutan mereka sudah di klaim oleh perusahaan sawit. Sehingga mereka tidak bisa
lagi masuk dan memanfaatkan hutan yang menjadi kebutuhan hidup mereka.
Berdasarkan pernyataan dari Asi Harmoko, bahwa hutan yang masih tersisa saat ini
ialah hutan Benak. Masyarakat Orang Mapur merasakan pentingnya keberadaan hutan adat
Benak sangat mendalam, bahkan mereka meyakini bahwa kehilangan hutan tersebut akan
berakhirnya kehidupan dan tradisi mereka. Hutan adat ini dianggap sebagai tempat yang
sangat penting yang memungkinkan mereka untuk bertahan hidup dengan menyediakan
sumber daya seperti lahan pertanian, obat-obatan, madu, jamur, dan berbagai kebutuhan
lainnya. Keselarasan dengan alam dan ketergantungan pada hutan mencirikan hubungan yang
erat antara Orang Mapur dan lingkungan tempat mereka tinggal. Kehilangan hutan adat
Benak akan berimplikasi besar pada keberlanjutan kehidupan dan budaya mereka.
4. Kesimpulan
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung menyimpan potensi luar biasa dari segi sumber daya
alam dan kearifan lokal yang mampu memperkaya warisan budaya yang patut dibanggakan.
Salah satu potensi kearifan lokal yang tengah berkembang adalah milik masyarakat adat Orang
Mapur di Kecamatan Belinyu, Kabupaten Bangka. Orang Mapur memiliki kearifan lokal yang
belum sepenuhnya diketahui oleh masyarakat umum. Potensi tersebut mencakup tradisi beume
(menanam padi ladang) yang masih dijaga, pengetahuan tradisional mengenai tumbuhan obat,
pemahaman tradisional tentang hutan, Nujuh Jerami, warisan bersejarah Orang Mapur, dan
lembaga adat yang masih teguh. Masyarakat adat Orang Mapur meyakini bahwa hutan, gunung,
sungai, tanah, dan hewan, yang merupakan elemen-elemen alam semesta, bersatu dengan roh
leluhur mereka. Oleh karena itu, mereka memandang perlu untuk memberikan penghargaan dan
hormat terhadap keseluruhan keberadaan tersebut.
Akan tetapi dengan berkembangnya era otonomi daerah, kearifan lokal yang dimiliki oleh
Orang Mapur mengalami gangguan karena adanya perusahaan perkebunan kelapa sawit yang