AoEJ: Academy of Education Journal
Vol. 14 No 2 Tahun 2023
1515
IMPLEMENTASI LANDASAN PENDIDIKAN DALAM MENGOPTIMALKAN
PERAN GURU DAN MANAJEMEN SEKOLAH DALAM MENCEGAH
PERILAKU BULLYING
Ajerin Karim
1
, Aunurrahman
2
, Halida
3
, RR Eka Ratnawati
4
1, 2, 4
Program Studi Magister Teknologi Pendidikan, FKIP Universitas Tanjungpura
3
Program Studi Bimbingan dan Konseling, FKIP Universitas Tanjungpura
Jl. Prof. Dr. H. Hadari Nawawi, Bansir Laut, Kec. Pontianak Tenggara, Kota Pontianak,
Kalimantan Barat 78115
1
2
3
4
ABSTRAK
Pentingnya landasan Pendidikan dalam mengatasi masalah bullying dalam seluruh proses
pembelajaran merupakan kunci utama untuk menciptakan lingkungan sekolah yang aman dan
nyaman. Peran guru dan menajemen sekolah sangat penting dalam mencegah terjadinya bullying di
sekolah. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan implementasi landasan pendidikan dalam
mengoptimalkan peran guru dan manajemen sekolah dalam mencegah perilaku bullying. Dengan
menggunakan pendekatan kepustakaan (literature review), mengkaji sumber literatur terutama
jurnal, buku, dan sumber lain yang mendukung penelitian. Metode penelitian ini menggunakan
penelitian kualitatif untuk memahami dan mejelaskan fenomena dan peristiwa dalam konteks sosial
dan budaya yang lebih luas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peran guru dan manajemen
sekolah dapat membantu mengatasi masalah bullying dengan membangun kerjasama dan tanggung
jawab bersama seluruh komponen sekolah termasuk orang tua siswa dan pihak pihak terkait
lainnya, sehingga tercipta lingkungan sekolah yang aman dan inklusif. Dengan penelitian ini di
harapkan dapat membantu guru dan manajemen sekolah dalam mengatasi masalah bullying.
Kata Kunci: landasan pendidikan, guru, manajemen sekolah, bullying.
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 CC BY-SA International License.
ABSTRACT
The importance of an educational foundation in overcoming the problem of bullying in the entire
learning process is the main key to creating a safe and comfortable school environment. The role
of teachers and school management is very important in preventing bullying at school. This
research aims to explain the implementation of educational foundations in optimizing the role of
teachers and school management in preventing bullying behavior. By using a literature review
approach, reviewing literature sources, especially journals, books and other sources that support
research. This research method uses qualitative research to understand and explain phenomena
and events in a broader social and cultural context. The research results show that the role of
teachers and school management can help overcoming the problem of bullying by building
cooperation and responsibility with all school components, including parents and other related
parties, thereby creating a safe and inclusive school environment. It is hoped that this research can
help teachers and school management in overcoming the problem of bullying.
Keyword: educational foundation, teachers, school management, bullying.
AoEJ: Academy of Education Journal
Vol. 14 No 2 Tahun 2023
1516
PENDAHULUAN
Pendidikan secara nasional memiliki peran penting dalam mengasah kemampuan dan
membentuk karakter serta budaya yang tinggi dari suatu bangsa, dengan tujuan utama
untuk meningkatkan pengetahuan dan kecerdasan masyarakat, serta bertujuan untuk
mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi individu yang memiliki keyakinan dan
penghormatan kepada Tuhan Yang Maha Esa, berperilaku yang baik, memiliki kesehatan
yang optimal, berpengetahuan luas, memiliki kemampuan yang baik, kreatif, mandiri, dan
menjadi bagian dari masyarakat yang menjunjung tinggi prinsip demokrasi dan memiliki
tanggung jawab yang besar terhadap negara (Indonesia, 2003). Pendidikan juga berperan
membentuk perilaku individu siswa agar mereka dapat dengan siap menghadapi
lingkungan di sekitarnya. Implikasi dari proses pendidikan ini memiliki dampak yang besar
pada kemajuan suatu negara karena menghasilkan individu yang terdidik, mampu untuk
mengenali diri sendiri, berubah menjadi pribadi yang lebih baik, meningkatkan tingkat
kreativitas, rasa empati, dan juga mengembangkan keterampilan kepemimpinan.
Menurut Wahid et al (2020) Lingkungan sekolah merupakan sekelompok ruang di
institusi pendidikan formal yang mempengaruhi bagaimana sikap dan potensi siswa
berkembang. Di sinilah para siswa belajar bukan hanya materi pelajaran, tetapi juga
bagaimana berinteraksi dengan sesama dan memahami nilai-nilai sosial. Namun,
sayangnya, dalam beberapa situasi, lingkungan sekolah juga menjadi tempat terjadinya
perilaku bullying. (Coloroso, 2002) menyatakan bahwa bullying adalah tindakan yang
menimbulkan kebencian secara sadar dan sengaja dengan maksud untuk menyinggung,
seperti intimidasi dengan ancaman menyebabkan agresi dan ketakutan. Riauskina et al
(2005) mendefinisikan school bullying sebagai perilaku agresif yang dilakukan berulang-
ulang oleh seorang atau sekelompok siswa yang memiliki kekuasaan, terhadap siswa/siswi
lain yang lebih lemah, dengan tujuan menyakiti orang tersebut. Dapat disimpulkan bullying
merujuk pada situasi di mana seseorang menyalahgunakan kekuasaan atau wewenang, dan
korban tidak mampu membela diri karena kelemahan fisik dan/atau mental. Dalam kondisi
ini, terjadi ketidakseimbangan kekuatan yang dapat memberikan peluang bagi penindasan
untuk terus berlanjut, yang dapat berdampak serius terhadap siswa, baik yang menjadi
korban maupun yang terlibat dalam perilaku ini.
Menurut Adiyono et al (2022) perilaku bullying adalah masalah sosial yang telah
menjadi perhatian serius di berbagai negara. Ini bukan hanya fenomena lokal, tetapi juga
terjadi di seluruh dunia dan mengancam kesejahteraan dan perkembangan psikologis para
pelajar. Bullying dapat merugikan fisik, emosional, dan sosial korban, dan dapat
AoEJ: Academy of Education Journal
Vol. 14 No 2 Tahun 2023
1517
mengakibatkan dampak jangka panjang, seperti stres, kecemasan, depresi, bahkan
pemikiran untuk bunuh diri. Bullying ini melibatkan lebih dari sekadar pemikiran dari
pelakunya, keinginan untuk melukai orang lain dalam bullying selalu diikuti oleh perilaku
negatif (Indarwati, 2023).
Meningkatnya insiden kekerasan pada anak-anak di lingkungan sekolah saat ini telah
mengubah peran sekolah sebagai tempat untuk belajar dan membentuk karakter yang
positif menjadi sebuah arena di mana perilaku bullying berkembang, menciptakan
ketakutan bagi anak-anak untuk menghadiri sekolah (Sidiq, 2018). Faktanya, masih ada
banyak permasalahan yang muncul dalam ranah pendidikan, salah satunya adalah
kekerasan di sekolah yang sering dikenal sebagai school bullying. Hal ini menjadikan
lingkungan sekolah, yang seharusnya menjadi wadah bagi pengetahuan dan pengembangan
karakter yang baik, menjadi lingkungan yang memperbolehkan praktik bullying. Bullying
merupakan tindakan yang tidak diinginkan, terutama di kalangan anak usia sekolah, yang
melibatkan perilaku agresif yang berulang-ulang dan menunjukkan ketidakseimbangan
kekuatan yang dapat dilakukan oleh individu atau kelompok dengan maksud untuk
menguasai, menyakiti, atau mengucilkan pihak lain (Putri & Konseling, 2017).
Berdasarkan laporan UNICEF (2020) disimpulkan bahwa Remaja dalam rentang usia
13-17 tahun, baik perempuan maupun laki-laki, yang telah mengalami minimal satu bentuk
kekerasan, menyatakan bahwa orang yang melakukan kekerasan terhadap mereka adalah
rekan sebaya atau teman. Selanjutnya, studi yang dilakukan pada tahun 2018 oleh
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) dalam
Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) mengindikasikan bahwa
41% siswa berusia 15 tahun pernah mengalami perlakuan yang merendahkan setidaknya
beberapa kali dalam sebulan, berdasarkan temuan dari Program for International Students
Assessment (PISA) pada tahun yang sama. Fakta di lapangan tentu masih banyak lagi
kasus perundungan yang tidak terungkap dikarenakan beberapa faktor terutama keenganan
korban dalam melaporkan kasus perundungan tersebut pada pihak sekolah. Perilaku
intimidasi di lingkungan sekolah merupakan permasalahan kompleks yang mendesak
dalam ranah pendidikan. Bullying, sebagai fenomena sosial yang mengganggu, telah
menjadi perhatian luas dikarenakan dampaknya yang signifikan terhadap kesejahteraan
siswa di berbagai aspek kehidupan mereka. Dalam beberapa tahun terakhir, pakar dan
praktisi pendidikan telah menggarisbawahi masalah ini dengan serius, mengakui bahwa
bullying tidak hanya mempengaruhi kesehatan mental dan emosional, tetapi juga kesehatan
fisik dan pencapaian akademik siswa.
AoEJ: Academy of Education Journal
Vol. 14 No 2 Tahun 2023
1518
Menurut Kumpulainen & Räsänen (2000), seorang ahli di bidang psikologi
pendidikan, dampak negatif dari bullying tidak terbatas hanya pada korban langsung,
namun juga berpengaruh terhadap kesehatan mental dari pengamat atau saksi yang berada
di lingkungan di mana intimidasi terjadi. Sebagai contoh, sebuah studi menunjukkan
bahwa siswa yang menjadi saksi intimidasi sering mengalami tingkat stres, kecemasan, dan
kesulitan konsentrasi dalam pembelajaran. Para pakar seperti Swearer et al (2009)
menekankan bahwa efek jangka panjang dari intimidasi dapat mencakup masa sekolah dan
berdampak pada kehidupan dewasa siswa. Mereka lebih rentan terhadap masalah
kesehatan mental, seperti depresi, kecemasan, dan bahkan kesulitan dalam interaksi sosial
di masa dewasa. Dalam kasus yang lebih parah, dampak dari intimidasi dapat
menyebabkan tindakan kekerasan terhadap diri sendiri atau pemikiran untuk melakukan
bunuh diri.
Pendidikan yang berbasis pada landasan pendidikan dianggap sebagai salah satu
elemen kunci dalam mengatasi permasalahan ini. Nation et al (2019) menyelaraskan
landasan pendidikan tentang intimidasi ke dalam kurikulum sekolah merupakan langkah
awal yang krusial. Pelajaran mengenai kesadaran sosial, empati, dan kemampuan
komunikasi yang efektif terintegrasi dalam materi pembelajaran untuk memberikan
pemahaman yang lebih baik bagi siswa terkait intimidasi serta cara mengatasi masalah
tersebut Dengan demikian, pentingnya landasan pendidikan dalam mengatasi masalah
intimidasi tidak hanya memberikan pemahaman yang lebih mendalam, tetapi juga
membentuk pondasi yang kokoh bagi upaya pencegahan yang lebih holistik dan inklusif
dalam lingkungan pendidikan. Integrasi landasan pendidikan ini ke dalam seluruh proses
pembelajaran merupakan kunci utama dalam menciptakan lingkungan sekolah yang aman,
menopang, dan memberikan inspirasi bagi setiap siswa.
Peran guru dan manajemen sekolah menjadi sangat penting dalam mencegah
terjadinya bullying di sekolah. Guru harus menjadi model bagi siswa, dengan tujuan untuk
memberikan contoh perilaku yang baik dalam kehidupan sehari-hari di sekolah dan di luar
sekolah menciptakan dan membentuk karakter yang lebih berkembang lagi bagi siswa itu
sendiri. Haris dan Herlina (2023) berpendapat bahwa guru harus mampu menasihati dan
membimbing siswa, terutama cara mengatasi bullying di sekolah. Peran guru dalam
menanggapi dan mencegah bullying di lingkungan sekolah memiliki implikasi yang sangat
signifikan dalam keberhasilan upaya pencegahan. Dan A. Olweus (2009) menyoroti bahwa
guru bukan hanya berfungsi sebagai instruktur akademis tetapi juga sebagai sosok yang
dapat membangun lingkungan yang aman dan mendukung bagi siswa. Manajemen sekolah
AoEJ: Academy of Education Journal
Vol. 14 No 2 Tahun 2023
1519
memiliki peran penting dalam membentuk kebijakan dan menciptakan lingkungan sekolah
yang aman. Manajemen sekolah harus aktif dalam membentuk kebijakan yang mencakup
strategi pencegahan dan penanggulangan bullying. Kebijakan ini harus dirancang untuk
menciptakan lingkungan yang mendukung pertumbuhan dan perkembangan siswa, serta
menghilangkan potensi tindakan bullying. Dengan kerjasama antara guru dan manajemen
sekolah, melalui komunikasi efektif dan pelatihan yang tepat, dapat diharapkan adanya
upaya bersama dalam mencegah dan mengatasi bullying di lingkungan sekolah. Kesadaran
yang ditingkatkan dan implementasi kebijakan yang baik dapat menciptakan lingkungan
pendidikan yang aman dan mendukung bagi semua siswa.
Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan implementasi landasan pendidikan, peran
guru dan manajemen sekolah dalam mencegah perilaku bullying di lingkungan sekolah
melalui pendekatan literature review (kajian pustaka). Dengan merinci konsep bullying,
dampaknya, serta faktor-faktor pendukung dan tantangan dalam mencegah bullying, kita
akan memahami betapa pentingnya keterlibatan guru dan manajemen sekolah dalam upaya
pencegahan masalah bullying ini.
Hasil dari penelitian ini diharapkan akan memberikan wawasan yang berharga
kepada para pendidik, pengambil kebijakan, dan praktisi pendidikan tentang bagaimana
mereka dapat berperan aktif dalam mencegah bullying di lingkungan sekolah. Dengan
demikian, kita dapat menciptakan lingkungan belajar yang aman, inklusif, dan mendukung
bagi semua siswa, di mana mereka dapat tumbuh dan berkembang tanpa rasa takut dan
tekanan dari perilaku bullying.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan
kepustakaan (literature review). Caranya dengan mengkaji sumber literatur terutama
jurnal, buku, artikel akademis, dan sumber lain yang mendukung penelitian. Penelitian
kualitatif bertujuan untuk memahami dan menjelaskan fenomena dan peristiwa dalam
konteks sosial dan budaya yang lebih luas. Adapun data yang digunakan dalam penelitian
ini berupa data sekunder. Sumber informasi sekunder yang dimaksud merujuk pada
literatur dalam bentuk buku, laporan ilmiah asli, atau artikel jurnal yang tersedia secara
daring, yang menjadi bagian dari kajian pustaka yang relevan untuk dikaji terkait peran
guru dan majemen sekolah dalam mencegah fenomena bullying di lingkungan sekolah
yang akan dijadikan bahan analisis.
AoEJ: Academy of Education Journal
Vol. 14 No 2 Tahun 2023
1520
Prosedur penelitian dilakukan dalam lima tahap, yaitu: 1) menetapkan topik
penelitian yang fokus peran guru dan manajemen sekolah dalam mencegah perilaku
bullying di lingkungan sekolah; 2) mengumpulkan dokumen berbeda dari berbagai sumber,
yang dikumpulkan untuk penelitian; 3) kategorikan jenis buku/artikel yang berhubungan
dengan implementasi landasan pendidikan dalam mengoptimalkan peran guru dan
manajemen sekolah dalam mencegah perilaku bullying di lingkungan sekolah; 4)
kategorikan artikel terkait dengan menyorot poin-poin penting dalam artikel tersebut; dan
5) menuliskan hasil sintesisnya (Widodo & Wardani, 2020). Dalam hal ini teknik
pengumpulan data bersifat triangulasi, yaitu teknik pengumpulan data yang berbeda
digunakan secara bersamaan dengan analisis data yang dilakukan adalah induktif.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil telaah dari beberapa sumber artikel, terungkap bahwa masalah
bullying di lingkungan sekolah bukan merupakan peristiwa baru, mengingat kasus-kasus
terkait bullying sering muncul dalam liputan media berita. Kejadian kekerasan di sekolah
cenderung lebih banyak dialami oleh siswa, baik oleh tindakan dari guru, senior terhadap
junior, maupun antar sesama murid, yang mencakup intimidasi atau perilaku bullying. Para
pelaku bullying seringkali menunjukkan perilaku yang menakutkan dan menggunakan
kekuasaan atau superioritas mereka untuk menindas korban yang lebih lemah secara fisik
atau sosial, membuat korban merasa tak berdaya dan tidak mau melawan karena posisi
mereka yang terjebak dalam ketidakberdayaan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh
Wibowo et al (2021) mengenai fenomena perilaku bullying di lingkungan sekolah
menunjukkan bahwa korban bullying cenderung tidak mau melaporkan insiden yang
mereka alami karena takut akan stigma negatif dan khawatir hal tersebut dapat
memperburuk situasi yang mereka hadapi. Sebagai akibatnya, seringkali korban memilih
untuk menyimpan peristiwa bullying tersebut dan tidak menghadapinya dengan berani.
Jika perilaku bullying terus berlanjut, akan menghasilkan dampak negatif bagi korban.
Berbagai gangguan psikologis dapat dirasakan, mulai dari tekanan mental,
ketidaknyamanan, perasaan rendah diri, hingga dampak serius terhadap kesehatan mental
seperti tingkat depresi yang tinggi. Dalam kondisi depresi yang parah, korban mungkin
memiliki keinginan untuk menyakiti diri sendiri hingga tindakan bunuh diri. Hal ini
menegaskan bahwa dampak dari bullying di lingkungan sekolah bukanlah hal sepele dan
dapat berujung pada konsekuensi yang sangat serius bagi korban.
AoEJ: Academy of Education Journal
Vol. 14 No 2 Tahun 2023
1521
Temuan dari penelitian Maria Natalia Bete (2023) menunjukkan bahwa guru telah
berperan sebagai model yang memberikan teladan, memberikan motivasi, memberikan
nasihat, serta mendorong peserta didik untuk saling menghormati dan menghargai satu
sama lain. Tindakan hukuman yang diberikan oleh guru kepada peserta didik yang
melakukan bullying berupa tugas menulis karya ilmiah sebagai bentuk sanksi. Di samping
itu, dalam peran sebagai pembimbing, guru memberikan arahan secara kelompok kepada
peserta didik dengan menjelaskan konsekuensi dari perilaku bullying. Lebih lanjut, mereka
memberikan nasihat dan dorongan agar siswa menjauhi tindakan bullying. Guru juga
mengajak seluruh peserta didik untuk berkolaborasi dalam memperkuat sikap saling
menghormati dan menghargai di lingkungan sekolah.
Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Hidayat et al (2023) menyimpulkan
bahwa masalah bullying di lingkungan sekolah menjadi tanggung jawab bersama bagi
seluruh komponen di dalamnya, termasuk orang tua siswa. Upaya pencegahan dan
penanganan bullying dapat diwujudkan apabila semua pihak yang terlibat memiliki
kesadaran serta keterlibatan aktif dalam mengatasi permasalahan tersebut. Salah satu
pendekatan yang terbukti efektif dalam mengurangi intimidasi adalah dengan melibatkan
keseluruhan komunitas sekolah. Kolaborasi yang solid di antara semua elemen sekolah
menjadi kunci untuk mengurangi insiden bullying. Sinergi antara kerja sama dan kepekaan
terhadap isu ini menjadi langkah penting dalam menciptakan lingkungan pembelajaran
yang tidak mentolerir praktik bullying. Dengan demikian, semua pihak terlibat diharapkan
dapat menjadi bagian aktif dalam mewujudkan lingkungan sekolah yang aman dan
inklusif.
Adapun pembahasan terkait implementasi landasan pendidikan dalam
mengoptimalkan peran guru dan manajemen sekolah dalam mencegah perilaku bullying
akan dijabarkan lebih rinci sebagai berikut:
a. Pengertian bullying
Kata "bullying" berasal dari bahasa Inggris yang jika diterjemahkan ke dalam bahasa
Indonesia mengacu pada tindakan menggertak atau mengganggu seseorang. Dan A.
Olweus (2009) menggambarkan bullying sebagai suatu tindakan berulang yang
dimaksudkan untuk menimbulkan ketidaknyamanan atau rasa sakit pada seseorang, baik
secara langsung oleh satu individu atau kelompok terhadap individu lain yang tidak
mampu melawannya. Menurut Association & others (2000) bullying didefinisikan sebagai
tindakan agresif yang memiliki tiga ciri khas, yakni: 1) tindakan negatif yang bertujuan
AoEJ: Academy of Education Journal
Vol. 14 No 2 Tahun 2023
1522
merusak atau menimbulkan bahaya; 2) berulang dalam periode waktu tertentu; dan 3)
adanya ketidakseimbangan kekuatan atau kekuasaan di antara pihak-pihak yang terlibat.
Menurut Coloroso (2007), bullying merupakan tindakan intimidasi yang terus-
menerus dilakukan oleh pihak yang memiliki kekuatan lebih besar terhadap individu yang
lebih lemah, dilakukan secara disengaja dengan tujuan untuk menyakiti korban secara fisik
maupun emosional. Astuti (2008) menjelaskan bahwa bullying adalah perilaku agresif
yang berulang-ulang, menunjukkan ketidakseimbangan kekuatan antara pelaku dan korban,
serta bertujuan untuk menyebabkan cedera dan tekanan emosional pada korban.
Dari berbagai teori yang telah diuraikan, dapat disimpulkan bahwa bullying adalah
tindakan negatif yang dilakukan oleh individu yang memiliki kekuatan atau kelebihan
terhadap individu yang lebih lemah, baik dengan menggunakan alat bantu maupun tanpa
menggunakan alat bantu, dengan tujuan menyebabkan tekanan baik secara fisik maupun
emosional pada korban.
b. Faktor Penyebab Terjadinya Perundungan (bullying)
Menurut Jansen et al (2012) terjadinya perilaku bullying dapat disebabkan oleh
beberapa faktor yang mempengaruhi pelaku dalam melakukan tindakan bullying terhadap
korban mereka. Sebenarnya, anak-anak tidak secara spesifik diajarkan untuk mengadopsi
perilaku bullying. Tidak ada pelajaran yang mengajarkan perilaku semacam itu secara
langsung kepada anak-anak. Terdapat sejumlah faktor yang memiliki pengaruh terhadap
perkembangan anak menjadi pelaku bullying. Faktor-faktor tersebut meliputi aspek
biologis dan temperamen, pengaruh dari lingkungan keluarga, pertemanan, dan lingkungan
sekitar. Penelitian telah menunjukkan bahwa kombinasi dari faktor-faktor individual,
sosial, risiko lingkungan, dan faktor perlindungan saling berinteraksi untuk membentuk
perilaku bullying.
Di lingkungan sekolah terdapat faktor-faktor yang memberikan kesempatan kepada
pelaku bullying untuk melakukan tindakan mereka dalam situasi yang mendukung.
Fenomena bullying di lingkungan sekolah melibatkan peran-peran yang kompleks, seperti
yang disajikan oleh Djuwita (2011). Peran-peran tersebut, mulai dari Bully yang
merupakan inisiator tindakan, Asisten Bully yang turut serta dengan Bully, hingga
Reinforcer yang memberikan dukungan atau memprovokasi kejadian bullying,
menimbulkan dinamika yang merugikan. Tidak ketinggalan Outsider, yang meski
mengetahui kejadian tapi tidak berbuat apa-apa, juga memiliki dampak pada
keberlangsungan tindakan bullying. Situasi ini terkadang diperburuk oleh kurangnya
konsekuensi negatif bagi pelaku, yang membuat mereka merasa diakui dan diperlakukan
AoEJ: Academy of Education Journal
Vol. 14 No 2 Tahun 2023
1523
positif. Teori pembelajaran juga menyoroti bahwa pelaku bullying bisa merasa diperkuat
atas tindakan mereka, menciptakan identitas sosial yang mereka anggap prestisius. Bahkan,
kelompok yang seharusnya terlibat, seperti guru, murid, staf sekolah, dan orang tua, yang
mengetahui kejadian tapi tidak melapor atau mencegahnya, secara tidak langsung turut
memperkuat kejadian bullying. Perubahan status sosial korban, seperti naik kelas atau
terlibat dalam inisiasi informal oleh kelompok bully, bisa mendorong korban untuk
mengubah peran mereka dalam dinamika bullying. Situasi ini menunjukkan kompleksitas
yang harus dipecahkan dan melibatkan semua pihak terkait untuk menciptakan lingkungan
sekolah yang aman dan mendukung bagi semua individu.
Jadi, faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku bullying meliputi faktor individu
seperti temperamen dan biologi, serta faktor eksternal seperti pengaruh keluarga, teman,
dan lingkungan.
c. Karakteristik Pelaku dan Korban Bullying
Karakteristik pelaku bullying, menurut pendapat Espelage & Swearer (2010), sering
kali mencakup sifat-sifat seperti kekuatan, perilaku dominan, kecenderungan agresif, dan
keinginan untuk mendominasi individu lain. Mereka sering menunjukkan tindakan agresi,
baik secara fisik maupun verbal, terhadap korban mereka. Selain itu, ada juga
kecenderungan impulsif, kurangnya empati, serta kebutuhan untuk menunjukkan
kekuasaan atau superioritas terhadap orang lain. Pelaku bullying sering kali menunjukkan
perilaku agresif tidak hanya terhadap rekan sebayanya, tetapi juga terhadap orang dewasa
seperti orang tua, guru, atau pihak otoritas lainnya. Mereka cenderung menggunakan
kekuatan atau keunggulan mereka untuk mendominasi dan menekan individu yang lebih
lemah atau rentan. Adapun penggambaran pelaku bullying juga menyoroti bahwa mereka
sering kali memiliki keterlibatan aktif dalam berbagai peristiwa bullying dan cenderung
kurang sensitif terhadap perasaan atau dampak yang mereka timbulkan pada korban
Menurut pendapat Dan A. Olweus (2009), korban bullying memiliki ciri-ciri tertentu,
seperti menjadi individu yang pasif, cemas, kurang percaya diri, dan memiliki harga diri
yang rendah. Mereka sering kali tidak terlalu populer, cenderung terisolasi secara sosial,
dan cenderung lebih lemah secara fisik daripada sebagian besar teman sebaya mereka. Di
sisi lain, pelaku bullying cenderung kuat, dominan, dan menunjukkan perilaku agresif,
bahkan terhadap orang dewasa seperti orang tua dan guru. Mereka juga memiliki
kebutuhan untuk mendominasi dan menunjukkan kekerasan. Selain itu, Murphy dalam
Hidayati (2013) juga menyebutkan bahwa korban bullying sering kali memiliki penampilan
atau kebiasaan yang berbeda dalam kehidupan sehari-hari mereka. Beberapa korban dipilih
AoEJ: Academy of Education Journal
Vol. 14 No 2 Tahun 2023
1524
sebagai target karena memiliki perbedaan fisik, seperti ukuran tubuh yang tidak umum,
baik lebih kecil atau lebih besar daripada kebanyakan anak, atau memiliki perbedaan berat
badan yang signifikan.
d. Bentuk bentuk Perundungan (bullying)
Terdapat tiga bentuk tindakan bullying menurut Coloroso (2007) yang dapat
diidentifikasi sebagai berikut: 1) verbal bullying (perundungan secara lisan) merupakan
serangan verbal bisa meliputi teriakan, ejekan, meremehkan, kritikan yang kejam, fitnah
personal, penghinaan rasial, komentar berunsur seksual, dan ucapan kasar lainnya; 2)
physical Bullying (perundungan fisik) adalah tindakan seperti memukul, menampar,
mencekik, mencolek, meninju, menendang, menggigit, menggores, memelintir, meludahi,
atau merusak barang milik korban; dan 3) relational bullying (perundungan secara
berhubungan) adalah bentuk pengurangan harga diri seseorang melalui pengabaian,
pengasingan, pengeluaran, dan penghindaran. Biasanya, perundungan hubungan sering
terjadi pada masa remaja, di mana perubahan fisik, mental, emosional, dan seksual dapat
menyebabkan remaja mencari identitas dan menyesuaikan diri dengan teman sebaya.
Berbagai bentuk perilaku bullying terjadi di berbagai lingkungan, baik dalam
lingkungan sosial maupun di sekolah, menampilkan ragam bentuk. Robison & Schools
(2010) mengidentifikasi beberapa bentuk tindakan bullying, yang bisa bersifat langsung
dengan tindakan fisik seperti memukul atau menendang, verbal seperti ejekan rasial atau
seksual, serta non-verbal yang termanifestasikan dalam gerakan tubuh mengancam.
Bullying yang tak langsung bisa berwujud fisik atau melibatkan seseorang dalam
menyerang orang lain, secara verbal dengan menyebarkan gosip buruk, atau non-verbal
dengan cara mengeluarkan seseorang dari suatu kelompok atau aktivitas, yang sering
terjadi dalam dunia maya. Baik laki-laki maupun perempuan, terlibat dalam perilaku
bullying baik secara langsung maupun tidak langsung. Anak laki-laki lebih cenderung
terlibat dalam bullying fisik, sedangkan anak perempuan cenderung menggunakan taktik
seperti menyebarkan gosip atau melakukan isolasi sosial, yang dikenal sebagai Agresi
Asrelational. Selanjutnya, SEJIWA (2008) membagi perilaku bullying menjadi tiga
kategori: 1) bullying fisik yang terlihat secara jelas seperti memukul atau menarik rambut;
2) bullying verbal yang mencakup perkataan atau kata-kata yang merendahkan seperti
ejekan atau hinaan; dan 3) bullying mental (psikologis) yang dilakukan dengan sengaja
seperti mengabaikan, mengisolasi, atau mencibir.
AoEJ: Academy of Education Journal
Vol. 14 No 2 Tahun 2023
1525
Jadi, tindakan bullying dapat dikelompokkan menjadi tiga bentuk utama, yaitu
penindasan lisan, fisik, dan hubungan, yang memiliki dampak dan metode pelaksanaan
yang berbeda-beda.
e. Dampak Dari Perilaku Bullying
Dampak dari perilaku bullying tidak hanya merugikan bagi korban tetapi juga bagi
pelakunya. Menurut Coloroso (2007), pelaku bullying akan terperangkap dalam peran
mereka, sulit mengembangkan hubungan yang sehat, kurang kemampuan dalam
memahami sudut pandang lain, kekurangan empati, dan merasa bahwa mereka kuat serta
disukai. Akibatnya, ini mungkin mempengaruhi cara mereka berinteraksi di masa depan.
Menurutnya, korban bullying juga mengalami dampak negatif yang signifikan. Mereka
dapat merasa depresi dan marah, bahkan menyalahkan diri sendiri, pelaku bullying, orang
dewasa, serta orang-orang di sekitarnya yang tidak membantu. Dampak ini dapat
mengganggu prestasi akademis mereka dan memicu perilaku menarik diri yang lebih
ekstrem karena mereka kesulitan mengontrol kehidupan mereka secara positif.
Skrzypiec dalam Jan MPhil Scholar & Husain Assistant Professor (2015) melakukan
survei yang melibatkan hampir 1.400 siswa di sekolah dasar Australia untuk mengevaluasi
dampak bullying terhadap pembelajaran siswa, kesejahteraan sosial dan emosional mereka,
serta kesehatan mental. Hasil analisisnya menunjukkan bahwa hampir sepertiga siswa yang
menjadi korban bullying serius melaporkan kesulitan yang signifikan dalam konsentrasi
dan perhatian di kelas, hal ini terkait dengan pengalaman bullying dan rasa takut yang
mereka alami.
Nishina, dalam Jan MPhil Scholar & Husain Assistant Professor (2015), melakukan
perbandingan relatif frekuensi dari berbagai perilaku intimidasi yang dialami oleh siswa
dan menyimpulkan bahwa agresi verbal terjadi lebih sering dibandingkan agresi fisik atau
bentuk intimidasi lainnya yang tidak langsung. Penelitian yang dilakukan oleh Konishi,
dalam Jan MPhil Scholar & Husain Assistant Professor (2015), menyelidiki korelasi antara
intimidasi di lingkungan sekolah dengan interaksi siswa-guru serta pencapaian akademis di
sekolah-sekolah di Kanada. Studi tersebut mengggunakan data hampir 28 ribu siswa yang
berusia 15 tahun dan berpartisipasi dalam Program Penilaian Siswa Internasional yang
diselenggarakan oleh Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi pada tahun
2006. Hasil analisis secara multilevel menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif
antara pencapaian akademis dengan kejadian bullying di lingkungan sekolah, dan
hubungan positif antara hubungan siswa-guru dengan prestasi akademis. Artinya, siswa
yang melaporkan bahwa mereka mengalami bullying atau bentuk penganiayaan dari teman
AoEJ: Academy of Education Journal
Vol. 14 No 2 Tahun 2023
1526
sebaya cenderung menunjukkan pencapaian akademis yang lebih rendah dibandingkan
dengan rekan-rekan mereka yang tidak mengalami bullying. Siswa yang melaporkan
adanya hubungan yang baik dengan gurunya cenderung menunjukkan pencapaian
akademis yang lebih tinggi.
f. Peran Guru Dalam Mencegah Perilaku Bullying di Sekolah
Peran guru agama dalam mencegah terjadinya bullying di lingkungan sekolah
menurut Tamadarage dan Arsyad (2019) adalah dengan menjadi model yang baik,
memberikan pengetahuan tentang akhlak terpuji dan pandangan agama terhadap bullying,
serta membimbing siswa dalam perjalanan mental, moral, dan spiritual melalui kegiatan
keagamaan yang sesuai dengan minat dan bakat siswa. Guru juga berperan sebagai
pembimbing yang mengetahui dan mengatasi kehadiran bullying di antara peserta didik,
memberikan inspirasi positif, fasilitas untuk belajar, dan lingkungan kelas yang kondusif
untuk mencegah timbulnya bullying. Dalam keseluruhan, peran guru pendidikan agama
sangat penting dalam membentuk sikap dan perilaku positif siswa serta mencegah
terjadinya bullying di lingkungan sekolah.
Berdasarkan penelitian Satria (2022) terdapat empat peran penting bagi guru
Pendidikan Agama Islam dalam mengatasi perilaku bullying di antara siswa. Pertama, guru
PAI memberikan bahan ajar tentang prinsip-prinsip moral yang meliputi toleransi, empati,
gotong royong, dan hormat agar siswa memahami dan menginternalisasi akhlak yang baik.
Kedua, guru PAI berperan dalam menanamkan keimanan pada enam rukun iman melalui
pemahaman dan kegiatan berdoa. Ketiga, guru PAI mendidik siswa untuk taat dalam
menjalankan ajaran agama, seperti melalui kebiasaan shalat berjamaah, tadarus sebelum
pembelajaran, serta memberikan tugas untuk memastikan ketaatan siswa dalam
menjalankan shalat. Keempat, guru PAI melakukan upaya pemahaman tentang aqidah
moral, termasuk pentingnya saling menghormati satu sama lain dalam interaksi sehari-hari.
Dengan peran-peran ini, guru PAI berperan penting dalam membentuk sikap dan perilaku
siswa untuk mencegah dan mengatasi perilaku bullying di lingkungan sekolah.
Guru Pendidikan Kewarganegaraan memiliki peranan dalam mencegah perilaku
bullying di lingkungan sekolah. Menurut Maemunah et al (2023) guru Pendidikan
Kewarganegaraan (PKn) memiliki peran integral dalam mendorong karakter siswa untuk
mencegah kejadian bullying di lingkungan sekolah. Mereka tidak hanya mengajar konsep-
konsep pengetahuan, tetapi juga memberikan bimbingan dalam membentuk sikap dan
perilaku yang positif kepada siswa. Dalam kelas, mereka memberikan bimbingan,
motivasi, serta mencontohkan perilaku yang tidak mendukung tindakan bullying. Di luar
AoEJ: Academy of Education Journal
Vol. 14 No 2 Tahun 2023
1527
kelas, guru PKn memberikan nasehat, mendampingi kegiatan kelompok, dan mengatur
kegiatan ekstrakurikuler sebagai bagian dari upaya pencegahan. Fokus utama peran guru
PKn adalah mengarahkan siswa untuk menjadi warga negara yang baik, dengan
membentuk karakter yang sesuai dengan nilai-nilai kewarganegaraan yang positif.
Guru Bimbingan Konseling (BK) juga memiliki peranan dalam mencegah terjadinya
bullying dalam lingkup sekolah, Menurut Yandri (2014) guru Bimbingan dan Konseling
(BK)/ konselor memainkan peran krusial dengan menyediakan layanan yang optimal
kepada siswa, disesuaikan dengan kebutuhan individu mereka. Fokusnya adalah
memberikan pelayanan yang tepat guna yang dapat mengubah perilaku siswa menjadi
lebih positif. Kolaborasi menjadi kunci dalam mengambil kebijakan yang efektif dalam
pencegahan perilaku bullying. Menangani pelaku bullying memerlukan pendekatan yang
penuh perhatian dan empati, sambil menjaga kontrol dan mengurangi kemungkinan
tindakan penindasan. Kerjasama dengan pihak-pihak di sekolah seperti kepala sekolah,
wakil kepala sekolah, guru mata pelajaran, dan orang tua juga sangat penting. Hal ini untuk
memastikan koordinasi yang efektif dalam upaya pencegahan dan penanganan kasus
bullying, sehingga perilaku tersebut tidak menjadi budaya yang diterima di lingkungan
sekolah.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Dea Sri Damayanti et al (2023) bahwa
keterlibatan konselor dalam psikologi pendidikan tidak hanya berperan sebagai pihak yang
memberikan bantuan kepada siswa yang mengalami masalah, tetapi juga sebagai salah satu
aspek utama dalam mencegah serta menanggulangi kasus bullying di lingkungan
pendidikan. Konselor memiliki tanggung jawab besar dalam menciptakan lingkungan yang
aman dan mendukung bagi siswa, di mana mereka merasa diperhatikan, didengar, dan
terlindungi. Untuk mencapai tujuan ini, penting bagi konselor untuk menyediakan layanan
yang tidak hanya efektif tapi juga menyeluruh kepada semua siswa. Layanan yang efektif
dalam hal pencegahan bullying haruslah mencakup strategi yang komprehensif, seperti
pelatihan keterampilan sosial, pengembangan rasa empati, dan edukasi mengenai dampak
negatif dari perilaku bullying. Konselor perlu mengintegrasikan metode dan alat bantu
yang sesuai, seperti konseling individual, kelompok, atau bahkan program-program khusus
dalam lingkungan sekolah untuk menghadapi isu-isu yang berkaitan dengan kekerasan di
sekolah.
Selanjutnya, semua guru memainkan peran penting dalam menangani permasalahan
bullying di sekolah dengan memberikan bimbingan, nasihat, dan arahan kepada siswa.
Langkah-langkah yang dilakukan meliputi memberikan sanksi positif, menciptakan
AoEJ: Academy of Education Journal
Vol. 14 No 2 Tahun 2023
1528
kesempatan untuk berbuat baik, mengajarkan keterampilan bersosialisasi, serta memupuk
rasa empati dan simpati. Dengan pendekatan ini, upaya untuk menangani dan mengurangi
tindakan bullying dapat terwujud. Pemahaman akan pentingnya menghormati orang lain,
tidak merendahkan, dan tidak menyakiti menjadi fokus utama dalam upaya meningkatkan
kesadaran siswa terhadap perilaku yang tidak terpuji ini (Hasanah, 2020).
g. Peran Manajemen Sekolah Dalam Mencegah Bullying di Sekolah
Menurut Kurnia et al (2016) terdapat beragam strategi dalam menangani kasus
bullying. Pertama, strategi tersebut melibatkan perubahan dalam pendekatan pendidikan
dan perlakuan terhadap siswa. Perilaku siswa sebagian besar dapat mencerminkan cara
guru mendidik dan memperlakukan mereka. Kedua, strategi lainnya melibatkan
pembangunan komunikasi yang aktif dengan orangtua siswa. Memberikan informasi yang
mutakhir mengenai aktivitas sekolah dan kemajuan anak di lingkungan sekolah kepada
orangtua merupakan bagian penting. Ketiga, melibatkan penyuluhan yang tepat mengenai
bullying kepada guru, siswa, dan orang tua melalui berbagai acara seperti workshop,
pelatihan, atau seminar. Keempat, mengajukan kampanye anti-bullying yang melibatkan
seluruh komponen sekolah, termasuk guru, staf, siswa, dan orangtua. Kampanye ini bisa
berupa pemasangan poster anti-bullying, pertunjukan seni, atau kegiatan lain yang
bertujuan anti-bullying. Terakhir, sebagai langkah pencegahan dan penanganan kasus
bullying, sekolah disarankan untuk menyediakan pusat penanganan bullying yang rahasia
bagi siswa. Pusat bimbingan konseling berfungsi sebagai tempat yang aman untuk
melaporkan kasus bullying dengan menjaga kerahasiaan identitas korban.
Dalam konteks pencegahan bullying di lingkungan sekolah, penting untuk
membentuk satuan tugas/tim khusus yang melibatkan berbagai elemen seperti guru,
konselor, orang tua, dan siswa. Program ini mencakup tiga tingkatan: sekolah, ruang kelas,
individu, dan komunitas. Pada tingkat sekolah, satuan tugas ini bertujuan untuk
menyebarkan dan menerapkan aturan anti-bullying, mengadakan pertemuan dengan orang
tua, dan mempromosikan kesadaran tentang masalah bullying. Di tingkat ruang kelas,
program ini mencakup pembicaraan berkala tentang bullying dan topik terkait, serta
intervensi langsung saat kasus terjadi. Pada tingkat individu, fokusnya adalah pengawasan
aktivitas murid, intervensi segera di tempat kejadian, dan pemulihan korban. Pada tingkat
komunitas, melibatkan masyarakat dan mendukung program anti-bullying juga menjadi
bagian penting dari strategi ini. Satuan tugas ini bertujuan untuk memastikan prinsip-
prinsip pencegahan bullying diterapkan secara konsisten di semua tingkatan, dengan
AoEJ: Academy of Education Journal
Vol. 14 No 2 Tahun 2023
1529
membuat aturan yang konsisten untuk memastikan persepsi yang seragam mengenai
perilaku yang diharapkan di setiap sekolah (Saraswati & Hadiyono, 2020).
Program pencegahan kekerasan seperti yang diusulkan oleh Olweus dan Federasi
Guru menekankan pentingnya guru dan siswa belajar bersama dalam menangani perilaku
kekerasan dengan antisipasi yang konsisten dan penghindaran terhadap hukuman yang
berdampak negatif. Mereka menekankan peran guru sebagai model yang dapat dijadikan
teladan, sambil mempromosikan hubungan yang saling menghormati di dalam kelas
melalui pendekatan disiplin positif. Disiplin positif menekankan aspek saling
menghormati, mengidentifikasi motif di balik perilaku siswa, komunikasi efektif, serta
fokus pada solusi bukan hukuman (Hidayat, 2016). Selain disiplin positif, penelitian
menunjukkan bahwa pencegahan bullying dapat dilakukan dengan melibatkan siswa yang
telah dilatih untuk menyebarkan pesan anti-bullying. Siswa ini bertugas menyebarkan
perilaku positif untuk menunjukkan bahwa perundungan bisa dicegah melalui inisiatif
siswa sendiri, mengurangi ketergantungan pada hukuman sebagai solusi tunggal, menurut
Lucy Bowes dalam (Saraswati & Hadiyono, 2020).
Selanjutnya langkah-langkah dalam pencegahan dan penanggulangan bullying di
sekolah menurut Rachma (2022) mencakup tiga area utama. Pertama, menciptakan budaya
belajar yang kondusif melalui pendidikan karakter, kebijakan anti-bullying yang
melibatkan siswa, dan kesadaran terhadap bullying di semua tingkatan. Kedua, merancang
lingkungan sekolah yang nyaman, asri, dan hijau untuk memastikan kenyamanan siswa
yang dapat membantu dalam pencegahan bullying. Ketiga, memberikan dukungan terhadap
kegiatan positif siswa, menyediakan akses pengaduan, forum dialog antara siswa-sekolah-
orang tua, dan menegakkan aturan serta sanksi terkait tindakan bullying.
Ratiyono, dalam Rachma (2022) mengemukakan dua strategi utama untuk mengatasi
bullying di sekolah. Pertama, strategi umum yang menekankan penciptaan budaya sekolah
yang sehat, melibatkan partisipasi aktif semua anggota sekolah untuk memahami dan
menyelesaikan permasalahan yang muncul. Kedua, strategi khusus yang fokus pada
identifikasi faktor internal dan eksternal yang menyebabkan bullying, aktivasi komponen-
komponen sekolah secara proporsional, penyusunan program tindakan berdasarkan analisis
menyeluruh, serta evaluasi dan pemantauan secara berkala untuk memastikan keberhasilan
program pencegahan dan penanggulangan bullying secara berkelanjutan.
Pencegahan perilaku bullying pada peserta didik perlu melibatkan berbagai unsur;
termasuk keluarga, sekolah, dan masyarakat. Peranan keluarga sebagai lingkungan terdekat
anak sangat penting, di mana tanggung jawabnya adalah mendidik dengan pendekatan asuh
AoEJ: Academy of Education Journal
Vol. 14 No 2 Tahun 2023
1530
yang tepat, menghindari pola asuh yang otoriter, dan menjadi teladan dalam perilaku serta
tindakan yang baik. Sekolah, sebagai lembaga pendidikan yang memiliki tanggung jawab
terhadap perkembangan anak, diharapkan mampu mengelola interaksi antar siswa dengan
bijaksana. Sedangkan peran masyarakat dalam hal ini adalah melakukan koordinasi dan
pengawasan terhadap kemungkinan terjadinya tindakan bullying di lingkungan sekolah.
Nation et al (2019) menyatakan bahwa pendidikan berbasis landasan pendidikan
memiliki peran krusial dalam menangani intimidasi di lingkungan sekolah. Integrasi
konsep seperti kesadaran sosial, empati, dan kemampuan komunikasi yang efektif ke
dalam kurikulum menjadi langkah awal yang penting dalam memberikan pemahaman yang
lebih baik kepada siswa mengenai intimidasi dan cara mengatasinya. Pentingnya landasan
pendidikan ini tidak hanya dalam memberikan pemahaman yang mendalam, tetapi juga
dalam membentuk fondasi yang kokoh bagi upaya pencegahan yang holistik dan inklusif
dalam lingkungan pendidikan. Integrasi ini menjadi kunci dalam menciptakan lingkungan
sekolah yang aman, mendukung, dan memberikan inspirasi bagi setiap siswa untuk
berkembang.
Espelage et al (2014) berpendapat bahwa implementasi landasan pendidikan
memainkan peran yang sangat vital dalam mengoptimalkan peran guru dan manajemen
sekolah dalam mencegah perundungan di lingkungan sekolah. Menurutnya, landasan
pendidikan yang kuat memberikan pondasi yang kokoh bagi pembentukan karakter, nilai-
nilai moral, serta etika bagi siswa dan seluruh anggota sekolah. Melalui landasan
pendidikan yang jelas, guru dapat mengintegrasikan pendekatan yang proaktif dalam
menyikapi masalah perundungan, memfasilitasi dialog yang terbuka, serta memberikan
pemahaman yang mendalam kepada siswa tentang dampak negatif dari perundungan.
Manajemen sekolah yang berbasis landasan pendidikan yang solid mampu
mengembangkan kebijakan yang efektif, memperkuat sistem pendukung, dan memberikan
pelatihan kepada staf dan siswa. Dengan memfokuskan pada landasan pendidikan, guru
dan manajemen sekolah mampu menciptakan lingkungan yang aman, inklusif, dan
mendukung bagi setiap individu di sekolah, meminimalkan risiko perundungan, dan
mempromosikan sikap yang menghargai perbedaan serta kerjasama yang positif di antara
seluruh anggota komunitas pendidikan.
SIMPULAN
Masalah bullying di lingkungan sekolah telah menjadi perbincangan yang umum
dalam berita selama waktu yang cukup lama. Bentuk kekerasan di sekolah dapat
AoEJ: Academy of Education Journal
Vol. 14 No 2 Tahun 2023
1531
melibatkan perilaku dari berbagai pihak, seperti guru, senior terhadap junior, dan antar
sesama murid, termasuk intimidasi dan perilaku bullying. Pelaku bullying menggunakan
kekuasaan atau superioritas mereka untuk menekan korban yang lebih lemah, menciptakan
situasi di mana korban merasa tidak berdaya dan enggan melawan. Penelitian
menunjukkan bahwa korban bullying sering kali enggan melaporkan insiden tersebut
karena takut akan stigma negatif dan khawatir hal tersebut hanya akan memperburuk
situasi. Dampaknya sangat serius, mencakup gangguan psikologis, tekanan mental,
ketidaknyamanan, perasaan rendah diri, hingga tingkat depresi yang tinggi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa landasan pendidikan memiliki peranan penting
dalam menghadapi tantangan intimidasi dan perundungan di lingkungan sekolah. Integrasi
konsep seperti kesadaran sosial, empati, dan kemampuan komunikasi efektif ke dalam
kurikulum menjadi langkah awal yang signifikan dalam memberikan pemahaman yang
lebih baik kepada siswa tentang masalah tersebut. Landasan pendidikan yang kokoh tidak
hanya memberikan pemahaman mendalam, tetapi juga membentuk pondasi yang solid bagi
upaya pencegahan yang holistik. Ini memungkinkan guru dan manajemen sekolah untuk
memainkan peran yang lebih efektif dalam mengoptimalkan lingkungan yang aman,
inklusif, serta mendukung bagi seluruh anggota komunitas pendidikan, serta dalam
meminimalkan risiko perundungan dan mempromosikan sikap yang menghargai perbedaan
dan kerjasama positif di sekolah..
Peran guru dan manajemen sekolah yang didukung oleh landasan pendidikan yang
kokoh memiliki peran penting dalam mencegah bullying di lingkungan sekolah. Guru tidak
hanya sebagai pengajar, tetapi juga sebagai contoh yang baik bagi siswa dalam hal
motivasi, nasihat, serta mendorong sikap saling menghormati. Sanksi seperti tugas menulis
sebagai bentuk hukuman diberikan kepada pelaku bullying, sementara guru juga bertindak
sebagai pembimbing dengan memberikan arahan kelompok, menjelaskan konsekuensi dari
perilaku bullying, dan memberikan nasihat agar siswa menjauhi tindakan tersebut.
Tanggung jawab untuk mencegah bullying bukan hanya pada guru tetapi juga harus
diemban bersama oleh semua pihak, termasuk orang tua siswa. Kolaborasi aktif dari
seluruh komponen sekolah, seperti guru, siswa, dan orang tua, menjadi kunci keberhasilan
dalam mengurangi kasus bullying. Diharapkan kesadaran dan partisipasi aktif dari semua
pihak dapat membentuk lingkungan sekolah yang aman dan inklusif.
AoEJ: Academy of Education Journal
Vol. 14 No 2 Tahun 2023
1532
SARAN
Untuk penelitian-penelitian selanjutnya terkait dengan implementasi landasan
pendidikan dalam mengoptimalkan peran guru dan manajemen sekolah dalam mencegah
perilaku bullying, beberapa rekomendasi dapat menjadi fokus perhatian. Pertama, studi
lebih lanjut dapat melibatkan penelitian longitudinal untuk melacak efektivitas strategi
pencegahan bullying yang berbasis pada landasan pendidikan. Penelitian ini dapat
memperluas wawasan terkait dampak jangka panjang dari program-program pencegahan
yang diimplementasikan di berbagai jenis sekolah. Kedua, penelitian dapat mengarah pada
penyelidikan yang lebih mendalam terkait peran orang tua dalam mendukung implementasi
landasan pendidikan dalam pencegahan bullying. Menyelidiki sejauh mana peran orang tua
dalam mendukung strategi pencegahan yang diterapkan di rumah dan dalam kerjasama
dengan sekolah dapat menjadi aspek penting dalam memperkuat upaya pencegahan. Selain
itu, penelitian yang membandingkan efektivitas berbagai strategi pencegahan yang berbeda
yang terintegrasi dengan landasan pendidikan juga penting. Pendekatan yang berbeda
seperti program pembelajaran kelas, mentoring siswa, pengembangan kurikulum yang
terfokus, atau pelatihan khusus bagi guru dan staf sekolah dapat dievaluasi untuk
menentukan metode yang paling efektif dalam menangani perilaku bullying. Selanjutnya,
penting untuk memperluas penelitian ini ke lingkungan sekolah yang berbeda baik dari
segi geografis maupun konteks budaya. Melibatkan sekolah-sekolah dari berbagai latar
belakang dapat memberikan wawasan yang lebih komprehensif tentang bagaimana
landasan pendidikan dapat diterapkan secara efektif dalam mencegah bullying di berbagai
konteks pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA
Adiyono, A., Adiyono, A., Irvan, I., & Rusanti, R. (2022). Peran Guru Dalam Mengatasi
Perilaku Bullying. Al-Madrasah: Jurnal Pendidikan Madrasah Ibtidaiyah, 6(3), 649.
https://doi.org/10.35931/am.v6i3.1050
Association, A. P., & others. (2000). Quick reference to the diagnostic criteria from DSM-
IV-TR. APA Washington, DC.
Astuti, P. R. (2008). Meredam Bullying: 3 Cara Efektif Mengatasi KPA (Kekerasan Pada
Anak), Jakarta. PT. Grasindo.
Coloroso, B. (2002). The Bully, The Bullied, and The Bystander Breaking the Cycle of
Violence. Kidareworthit.Com, 5.
Coloroso, B. (2007). Extraordinary Evil: A Brief History of Genocide... and Why It
Matters. Toronto, ON: Viking.
AoEJ: Academy of Education Journal
Vol. 14 No 2 Tahun 2023
1533
Dan A. Olweus. (2009). (PDF) Bullying in schools: facts and intervention. Bullying in
Schools: Facts and Intervention, January 2010, 729.
Dea Sri Damayanti, P., Handayani, F., Ramahwati, Y., Dian Cahyani, A., & Hikmah
Tilova, M. (2023). Peranan Psikologi Pendidikan untuk Pencegahan Perundungan
Siswa Sekolah Dasar The Role of Educational Psychology in Preventing Bullying of
Elementary School Students. Jurnal Bimbingan Konseling Pendidikan Islam, 4(1), 1
10.
Djuwita, R. (2011). Penanggulangan Bullying di Sekolah, Membentuk Masyarakat
Indonesia yang Resilien Melalui Pendidikan Karakter. Psychology Expo: Jakarta.
Espelage, D. L., & Swearer, S. M. (2010). Bullying in North American schools. Routledge.
Espelage, D. L., Polanin, J. R., & Low, S. K. (2014). Teacher and staff perceptions of
school environment as predictors of student aggression, victimization, and
willingness to intervene in bullying situations. School Psychology Quarterly, 29(3),
287305. https://doi.org/10.1037/spq0000072
Haris, A., & Herlina. (2023). Peran Guru Pendidikan Agama Islam dalam mengatasi
Perilaku Bullying di SMPN 2 Takalar. Educandum, Vol. 9(No. 1), hlm 49.
Hidayat, M. (2016). Strategi dan taktik mediasi berdasarkan Perma No. 1 Tahun 2016
tentang prosedur mediasi di pengadilan.
Hidayat, T., Lestari, N., Shara, Y., & Malik, A. (2023). Implementasi Manajemen Sekolah
Dalam Pencegahan Traditional Bullying Dan Cyberbullying Di SMP Swasta Bakti-II
Medan. 4(2), 18201824.
Indarwati, P. (2023). Gambaran kejadian bullying di sekolah menengah pertama.
Universitas Islam Sultan Agung Semarang.
Indonesia, R. (2003). UU Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional. In Jakarta. Sekretariat Negara.
Jan MPhil Scholar, Msa., & Husain Assistant Professor, S. (2015). Bullying in Elementary
Schools: Its Causes and Effects on Students. 6(19), 4357.
Jansen, P. W., Verlinden, M., Berkel, A. D., Mieloo, C., van der Ende, J., Veenstra, R.,
Verhulst, F. C., Jansen, W., & Tiemeier, H. (2012). Prevalence of bullying and
victimization among children in early elementary school: Do family and school
neighbourhood socioeconomic status matter? BMC Public Health, 12(1), 110.
Kumpulainen, K., & Räsänen, E. (2000). Children involved in bullying at elementary
school age: their psychiatric symptoms and deviance in adolescence: an
epidemiological sample. Child Abuse \& Neglect, 24(12), 15671577.
Kurnia, F., Ng, Y. H., Amal, R., Valanoor, N., & Hart, J. N. (2016). Defect engineering of
ZnS thin films for photoelectrochemical water-splitting under visible light. Solar
Energy Materials and Solar Cells, 153, 179185.
Maemunah, M., Sakban, A., & Kuniati, Z. (2023). Peran Guru PPKn Melalui
Pembimbingan Intensif Sebagai Upaya Pencegahan Bullying di Sekolah. CIVICUS:
Pendidikan-Penelitian-Pengabdian Pendidikan Pancasila Dan Kewarganegaraan,
11(1), 4350.
Maria Natalia Bete, A. (2023). Peran Guru Dalam Mengatasi Bullying Di Sma Negeri
Sasitamean Kecamatan Sasitamean Kabupaten Malaka. Jurnal Ilmu Pendidikan (JIP),
8(1), 1525.
AoEJ: Academy of Education Journal
Vol. 14 No 2 Tahun 2023
1534
Nation, D. A., Sweeney, M. D., Montagne, A., Sagare, A. P., D’Orazio, L. M., Pachicano,
M., Sepehrband, F., Nelson, A. R., Buennagel, D. P., Harrington, M. G., & others.
(2019). Blood--brain barrier breakdown is an early biomarker of human cognitive
dysfunction. Nature Medicine, 25(2), 270276.
Putri, D., & Konseling, J. B. (2017). Media anti bullying: pembimbingan anak usia dini
pada taman kanak-kanak di kota Singaraja. Jurnal Widya Laksana, 5(1), 29.
Rachma, A. W. (2022). Upaya Pencegahan Bullying Di Lingkup Sekolah. Jurnal Hukum
Dan Pembangunan Ekonomi, 10(2), 241. https://doi.org/10.20961/hpe.v10i2.62837
Riauskina, I. I., Djuwita, R., & Soesetio, S. R. (2005). Gencet-gencetan” di mata
siswa/siswi kelas 1 SMA: Naskah kognitif tentang arti, skenario, dan dampak”
gencet-gencetan”. Jurnal Psikologi Sosial, 12(01), 1–13.
Robison, B. Y. K., & Schools, M. P. (2010). Bullies and Victims : A Primer for Parents.
Helping Children at Home and School III, 46.
Saraswati, R., & Hadiyono, V. (2020). Pencegahan Perundungan/Bullying di Insititusi
Pendidikan: Pendekatan Norma Hukum dan Perubahan Perilaku. Jurnal Hukum,
Politik Dan Kekuasaan, 1(1), 1. https://doi.org/10.24167/jhpk.v1i1.2670
Satria, M. R. (2022). Peran Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Mengatasi Perilaku
Bullying Di Smpn 12 Bandar Lampung. 133.
Sidiq, U. (2018). Manajemen Madrasah. Ponorogo, Cv Nata Karya.
Swearer, S. M., Espelage, D. L., & Napolitano, S. A. (2009). Bullying prevention and
intervention: Realistic strategies for schools. Guilford press.
Tamadarage, P. S., & Arsyad, L. (2019). Peran Guru Pendidikan Agama Islam (PAI)
Dalam Meminimalisasi Bullying (Perundungan) Di MTs Negri 1 kota Gorontalo.
PEKERTI: Jurnal Pendidikan Agama Islam & Budi Pekerti, 1(2), 111.
UNICEF. (2020). BULLYING IN INDONESIA: Key Facts, Solutions, and
Recommendations. Unicef, 14.
Wahid, F. S., Setiyoko, D. T., Riono, S. B., & Saputra, A. A. (2020). Pengaruh lingkungan
keluarga dan lingkungan sekolah terhadap prestasi belajar siswa. Syntax Literate,
5(8), 555564.
Wibowo, H., Fijriani, F., & Krisnanda, V. D. (2021). Fenomena perilaku bullying di
sekolah. Orien: Cakrawala Ilmiah Mahasiswa, 1(2), 157166.
https://doi.org/10.30998/ocim.v1i2.5888
Widodo, S., & Wardani, R. K. (2020). Mengajarkan keterampilan abad 21 4C
(communication, collaboration, critical thinking and problem solving, creativity and
innovation) di sekolah dasar. MODELING: Jurnal Program Studi PGMI, 7(2), 185
197.
Yandri, H. (2014). Peran Guru BK/Konselor Dalam Pencegahan Tindakan Bullying Di
Sekolah. Jurnal Pelangi, 7(1). https://doi.org/10.22202/jp.2014.v7i1.155