1. Pendahuluan
Manusia dari lahir memiliki bermacam emosi yang dianugrahkan oleh Tuhan. Emosi
berkembang sesuai dengan keadaan diri, pengalaman dan pengaruh lingkungan. Emosi kurang
stabil dapat terjadi kepada semua orang, baik laki-laki maupun perempuan, anak-anak, remaja
dan orangtua. Meluapkan emosi bagi individu sah-sah saja karena dapat meringankan sesak di
dada. Namun yang perlu diperhatikan yaitu emosi yang terlalu meledak-ledak. Emosi yang
terlalu meledak-ledak dikaitkan dengan mental yang tidak sehat.
Emosi yang berlebihan mempunyai efek buruk lainnya yaitu timbul perasaan marah yang
berlebihan, agresif, suka tersinggung, takut untuk mengemukakan pendapat, kurang percaya diri
dan menarik diri dari pergaulan (Irani et al., 2018; Jariah, 2019; Sembiring et al., 2015). Emosi
yang diakibatkan terjadinya perceraian orangtua bagi peserta didik terasa sangat menyakitkan
perasaan. Dimana seharusnya mereka bisa hidup bersama penuh kehangatan harus berpisah
karena ketidakharmonisan orangtua sehingga berdampak pada psikis, emosi, interaksi dan
akademis (Pragholapati, 2020). Emosi dapat dikenali yaitu dari ekspresi yang ditampakkan pada
waktu itu. Penampakan tersebut berupa perubahan wajah, nada suara atas perilakunya (Nadhiroh,
Yahdinil, 2017).
Seseorang yang marah atau emosi berlebihan biasanya sedang mengalami permasalahan.
Bisa disebabkan karena beban pikiran yang menumpuk sehingga terjadinya stress dan depresi.
Kestabilan emosi memegang peranan penting dalam kehidupan manusia, khususnya untuk
meredam emosi yang bergejolak. Emosi berlebihan menyebabkan ketidakseimbangan hormonal
dan terjadi ketegangan psikis (Farid Rifai et al., 2020).
Berdasarkan wawancara yang dilakukan kepada Guru BK terkait kestabilan emosi yang
dilakukan pada tanggal 7 April dan 14 April 2023 didapat hasil bahwa beberapa siswa
mengalami emosi. Apa yang disampaikan Guru BK tersebut didukung oleh data hasil penelitian,
selama Covid 19 terjadi lonjakan perceraian di Indonesia (Wijayanti, 2021). Perceraian yang
terjadi menyebabkan emosi anak kurang stabil, anak menjadi pendiam, murung, sedih bahkan
berperilaku secara berlebihan (Pragholapati, 2020; Untari et al., 2018; Zeratsion et al., 2015).
Untuk mengatasi masalah emosi kepada peserta didik di sekolah, di sekolah disediakan
layanan bimbingan dan konseling oleh Guru BK. Diharapkan dengan adanya layanan bimbingan
dan konseling dapat membantu peserta didik meraih kebahagiaan dan kesejahteraan sebagai
individu dan makhluk sosial. Bimbingan dan Konseling pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan
Menengah, berisi aspek pribadi terdiri dari pemahaman diri, pengembangan kelebihan diri,
pengentasan kelemahan diri, keselarasan dan pengembangan perkembangan cipta- rasa- karsa
dan aktualisasi diri secara bertanggung jawab. (Permendikbud, 2014).
Melalui konseling individu, individu dapat mengarahkan pemikiran, sikap maupun perilaku
agar dapat mencari solusi dari setiap permasalahan (Berg et al., 2006; Brabendar & April, 2009).
Untuk menjadi individu yang utuh, layanan bimbingan dan konseling sangat berperan dalam
mengoptimalkan penyesuaian sosial, emosi, dan intelektual siswa (Gysbers & Henderson, 2012)
Pelaksanaan konseling individu menggunakan video karena lebih efektif, video bisa
diulang-ulang saat belum fokus menontonnya. Melalui media video, Guru BK dapat
memvariasikan layanan. Layanan konseling sangat manjur karena mendapatkan kelebihan,
diantarannya mampu mencegah depresi (Gladstone et al., 2015). Melalui video dalam pemberian
layanan konseling, sosial individu lebih baik lagi (Catterall, 1987; Hoogerheide et al., 2016).
Selanjutnya isi video yang dikemukakan dapat memecahkan masalah atau memberikan solusi
(Păsărelu & Dobrean, 2018). Video berisi film pendek, dapat membantu para terapis dalam
pemberian layanan.
Selain beberapa keunggulan video di atas, video juga mampu membina dan membantu
individu mengalami tekanan sosial dikarenakan ras, karier, dan gender (Tamm & Tulviste,
2015). Video juga membantu individu mampu memahami diri dalam mengembangkan potensi
yang dimiliki (Costuchen & Dimitrova, 2022; Poonsawad et al., 2022). Video dalam penelitian