AoEJ: Academy of Education Journal
Vol. 14 No 2 Tahun 2023
1477
MEREDUKSI AGRESIFITAS DENGAN COGNITIVE BEHAVIORAL ART
TERAPY PADA SISWA SMPN 14 PONTIANAK
Amallia Putri
1
, Yuline
2
1, 2
Bimbingan dan Konseling, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Tanjungpura
Pontianak Jl. Profesor H. Hadari Nawawi, Bansir Laut, Kec. Pontianak Tenggara, Kota Pontianak,
Kalimantan Barat
Email: amalliapu[email protected]
ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji efektifitas konseling kelompok dengan cognitive
behavioral art terapy dalam mereduksi agresifitas dengan menggunakan mixedmethods model
embedded experimental. Skala yang digunakan adalah skala agresivitas Buss dan Pery (Garofalo,
2018) dengan total 30 item pernyataan. Berdasarkan analisis data nilai rata-rata pretest adalah 83,7
dan setelah diberi perlakuan CBAT nilai posttest adalah 57,8 dengan nilai uji Wilcoxon signed-rank
test nilai Z sebesar -2,201, dengan nilai p sebesar 0,028, yang berarti nilai p lebih kecil dari 0,05.
Maka dapat disimpulkan bahwa Ha diterima dan Ho ditolak yang berarti konseling kelompok
cognitive behavioral art terapy efektif dalam mereduksi agresifitas siswa. Dilihat secara kualitatif
dari analisis percakapan konseling dengan agresifitas yang tinggi merujuk pada berkata kasar,
pemarah, bertengkar, tidak dampat mengontrol emosi. Perubahan yang terjadi pada kategori sedang
sampai rendah, hal ini menunjukkan bahwa konseling kelompok cognitive behaviral art terapy
memberikan dampak terapeutik pada anggota kelompok yang menjadi konseli.
Kata Kunci: Agresifitas, Cognitive behavioral art terapy, siswa
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 CC BY-SA International License.
ABSTRACT
The aim of this study was to test the effectiveness of group counseling with cognitive behavioral art
therapy in reducing aggression using a mixed methods model embedded in an experiment. The
scale used is the Buss and Pery aggressiveness scale (Garofalo, 2018) with a total of 30 statement
items. Based on data analysis, the average pretest value was 83.7 and after being given CBAT
treatment the posttest value was 57.8 with a Wilcoxon sign-rank test Z value of -2.201, with a p
value of 0.028, which means the p value is smaller than 0.05. So it can be concluded that Ha is
accepted and Ho is rejected, which means that cognitive behavioral art therapy group counseling
is effective in reducing student aggression. Viewed qualitatively analysis of counseling
conversations with high aggressiveness Referring to harsh words, being angry, negotiating, does
not reduce emotional control. The changes that occur are in the moderate to low category, this
shows that cognitive behavioral art therapy group counseling has a therapeutic impact on group
members who are counselees.
Keyword: Aggressiveness, Cognitive behavioral art therapy, students
PENDAHULUAN
Anak yang memasuki masa remaja berada pada fase pencarian identitas diri
(Santrock, 2010). Dalam masa perkembangan anak megalami berbagai permasalahan
perilaku yang dapat merugikan dirinya maupun orang lain. Perilaku yang dicerminkan
dapat berupa perilaku yang positif dan perilaku yang negatif, salah satunya yaitu berupa
perilaku kenakalan. Kenakalan pada anak dimaknai sebagai suatu bentuk perilaku yang
tidak sesuai dengan normanorma yang hidup di tengah masyarakat. Menurut Kartono
AoEJ: Academy of Education Journal
Vol. 14 No 2 Tahun 2023
1478
(2008) kenakalan merupakan produk konstitusi defektif dari mental dan emosi, yaitu
mental dan emosi anak yang belum matang (labil) dan rusak (defektif) sebagai akibat
proses pengkondisian oleh lingkungan yang buruk.
Salah satu jenis kenakalan yang sering terjadi adalah perilaku agresi. Pada masa
perkembangan perilaku agresi dapat terjadi, karena pada masa inilah seorang anak sudah
mulai merasa ingin mengetahui dan ingin melakukan sesuatu yang dia inginkan walaupun
tanpa dia sadari sesuatu yang dia lakukan itu dapat berdampak negatif pada dirinya sendiri
ataupun pada orang lain (Santrock, 2010). Perilaku agresi secara psikologis cenderung
menyerang sesuatu yang dipandang sebagai hal yang mengecewakan, menghalangi atau
menghambat Pengertian tentang agresi dikemukakan oleh Berkowitz (Armstrong, 2005)
agresi merupakan segala bentuk perilaku yang dimaksudkan untuk menyakiti seseorang
baik secara fisik maupun mental, atau mencelakakan individu lain yang tingkah lakunya
tidak diinginkan.
Agresifitas pada remaja seringkali menjadi masalah yang memengaruhi kehidupan
sosial mereka. Agresifitas yang berlebihan pada remaja dapat mengakibatkan dampak yang
negatif baik bagi individu itu sendiri maupun lingkungan sekitarnya. Salah satu faktor yang
dapat memengaruhi agresifitas pada remaja adalah stres yang dialaminya, termasuk stres
akademik dan sosial. Berkowitz (Nisbett, 2017) menjelaskan bahwa perilaku agresi
merupakan tindakan non verbal ataupun verbal yang memiliki tujuan menyakiti orang lain.
Perilaku agresi secara fisik (nonverbal) antara lain memukul, menggigit, mencubit,
menendang, menginjak, melempari orang dengan benda, dan sebagainya. Sedangkan
secara psikis (verbal), diantaranya mengucapkan kata-kata hinaan atau mengejek, memaki
dengan kata-kata kotor, melecehkan, mengancam, membentak orang yang lebih tua, atau
bahkan memerintah orang lain seenaknya.
Pendidikan merupakan faktor penting dalam membentuk karakter siswa. Oleh karena
itu, sekolah sebagai lingkungan pendidikan dapat membantu dalam mengatasi masalah
agresifitas pada siswa SMP yang masuk dalam kategori perkembangan usia remaja. Pohan
(1986) mengungkapkan bahwa masa remaja yang memiliki emosi yang tidak stabil
seringkali menjadi masa-masa rawan terjadinya perilaku agresi yang diakibatkan
kurangnya bimbingan orang tua, kurangnya perhatian guru, pengaruh lingkungan,
pergaulan yang tidak baik atau kurangnya perhatian dari orang tua karena adanya pola asuh
yang dapat mempengaruhi semua ini.
Cognitive Behavioral Art Terapy (CBAT) adalah salah satu metode terapi yang
menggabungkan terapi kognitif, perilaku, dan seni untuk membantu individu mengatasi
AoEJ: Academy of Education Journal
Vol. 14 No 2 Tahun 2023
1479
masalah psikologis, termasuk agresifitas. Oleh sebab itu pada remaja perlu memahami
strategi dalam penyelesaian masalah dan penanganan emosional untuk dapat secara adaptif
mengatasi emosi-emosi negatif dengan cara menghindari situasi negatif yang membuat
marah dan terlibat dalam aktivitas yang dapat mengalihkan perhatiannya seperti dengan
menggunakan intervensi cognitive behavioral art therapy (CBAT).
CBAT merupakan salah satu bentuk terapi yang menggunakan gambar sebagai
media dan cognitive behavioral therapy sebagai pendekatannya. Secara konseptual,
menggambar adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan menggunakan media gambar,
dimana klien dapat menyampaikan keadaan pikiran dan perasaannya secara bebas tanpa
adanya rasa cemas dan tidak nyaman akibat dari pengaruh lingkungan (Morris, 2014; Oster
& Crone, 2004; Rubin, 2001). CBAT adalah bentuk terapi di mana klien terlibat dalam
cara berpikir tentang masalah mereka. Klien dapat mempersepsikan masalah mereka dari
perspektif baru melalui gambar dan sadar terhadap perasaan dan pikirannya (Alavinezhad,
Mousavi, & Sohrabi, 2014).
Dengan metode terapi cognitive behavioral art therapy (CBAT) diharapkan siswa
dapat mengendalikan rasa marah (anger management) sehingga dapat menurunkan
kecenderungan perilaku agresi remaja yang seringkali menampilkan perilaku negatif
seperti marah, kasar, mengejek, atau memukul serta siswa dapat belajar mengekspresikan
perasaan dengan bentuk gambar dengan cara partisipan memahami bagaimana perasaan
marah dan agresi dapat mempengaruhi tindakan, serta dapat mengubah emosi negatif
dengan mengekspresikannya dengan cara yang lebih positif, dan menyelesaikan masalah
serta belajar cara melakukan relaksasi. Berdasarkan latar belakang dan fenomena yang ada
diatas, peneliti merasa perlu untuk merancang sebuah penelitian dengan judul Penerapan
Cognitive Behavioral Art Terapy (CBAT) untuk mereduksi Agresifitas pada siswa SMPN
14 Pontianak”. Sehingga, argumentasi peneliti dapat dibuktikan dalam prosedur penelitian
ilmiah.
Remaja merupakan periode transisi antara masa anak-anak dan masa dewasa yang
melibatkan perubahan-perubahan pada aspek biologis, kognitif maupun psikososial
(Fahlevi, dkk, 2019). Menurut Santrock (2010) anak dengan usi ini berada pada fase
pencarian identitas diri. Dalam pencarian identitas diri banyak dari mereka mengalami
berbagai hambatan dan permsalahan. Permasalahan ini dapat berakibat negative bagi diri
mereka bahkan bagi orang lain. Berbagai permsalahan yang ditemukan ini dapat membuat
anak melakukan kenakalan sebagai suatu bentuk perilaku yang tidak sesuai dengan norma
norma yang hidup di tengah masyarakat Kartono (2008) mengungkapkan bahwa kenakalan
AoEJ: Academy of Education Journal
Vol. 14 No 2 Tahun 2023
1480
merupakan produk konstitusi defektif dari mental dan emosi, yaitu mental dan emosi anak
yang belum matang (labil) dan rusak (defektif) sebagai akibat proses pengkondisian oleh
lingkungan yang buruk.
Salah satu jenis kenakalan yang terjadi pada anak adalah perilaku agresi. Perilaku
agresi pada remaja dapat didefinisikan sebagai tindakan yang dilakukan oleh remaja yang
bertujuan untuk menyakiti atau melukai orang lain secara fisik, verbal, atau psikologis.
Perilaku agresi pada remaja dapat muncul dalam berbagai bentuk, termasuk tindakan
kekerasan fisik seperti pemukulan, tendangan, dan serangan fisik lainnya, serta tindakan
agresi verbal seperti ejekan, hinaan, dan ancaman. Pengertian tentang agresi dikemukakan
oleh Berkowitz (Armstrong, 2005) agresi merupakan segala bentuk perilaku yang
dimaksudkan untuk menyakiti seseorang baik secara fisik maupun mental, atau
mencelakakan individu lain yang tingkah lakunya tidak diinginkan.
Menurut Hurlock (2004) Perilaku agresi pada remaja muncul ketika remaja merasa
adanya ancaman, marah, gusar, atau frustrasi. Selain itu, Perilaku agresi pada remaja juga
dapat dipicu oleh berbagai faktor, seperti lingkungan sosial, masalah emosional, dan faktor
biologis. Faktor lingkungan sosial dapat mencakup kekerasan dalam keluarga, konflik
dengan teman sebaya, atau pengaruh dari media yang menampilkan tindakan kekerasan.
Masalah emosional seperti stres, kecemasan, dan depresi juga dapat berkontribusi terhadap
perilaku agresi pada remaja. Faktor biologis seperti ketidakseimbangan hormon dan
gangguan kesehatan mental juga dapat mempengaruhi perilaku agresi pada remaja.
Perilaku agresi merupakan tindakan non verbal ataupun verbal yang memiliki tujuan
menyakiti orang lain (Berkowitz dalam Nisbett, 2017). Memukul, menggigit, mencubit,
menendang, menginjak, melempari orang merupakan jenis perilaku agresi fisik (non
verbal). Sedangkan yang merupakan agresi secara psikis (verbal), yaitu menghina atau
mengejek, mengancam, membentak, memaki dengan kata kotor, melecehkan, dll.
Perkembangan remaja pada usia anak SMP dengan berbagai perubahan yang terjadi
biologis, psikologis maupun sosial membuat masa remaja yang memiliki emosi yang tidak
stabil seringkali menjadi masa-masa rawan terjadinya perilaku agresi. Oleh sebab itu
remaja hendakmya dapat diberikan pendampingan dalam memahami strategi untuk
penyelesaian masalah dan menangani permsalahan emosional agar dapat secara adaptif
mengatasi emosi-emosi negatif yang dapat dirubah menjadi aktivitas yang lebih positif
seperti dengan menggunakan intervensi cognitive behavioral art therapy (CBAT).
Pendekatan CBAT diharapkan mampu mengatasi perilaku agresi dengan merubah emosi
AoEJ: Academy of Education Journal
Vol. 14 No 2 Tahun 2023
1481
negatif dengan mengekspresikannya dengan cara yang lebih positif, dan menyelesaikan
masalah serta belajar cara melakukan relaksasi.
Cognitive Behavioral Art Therapy (CBAT) merupakan kombinasi dari dua terapi,
yaitu cognitive behavioral therapy dan art therapy. CBAT adalah terapi yang
menggabungkan teknik-teknik terapi kognitif dan perilaku dengan seni, seperti gambar,
lukisan, atau seni patung. Terapi ini bertujuan untuk membantu individu memahami pola
pikir dan perilaku yang tidak sehat dan menggantinya dengan pola pikir dan perilaku yang
lebih positif. CBAT merupakan terapi di mana klien terlibat dalam cara berpikir tentang
masalah mereka serta dapat mempersepsikan masalah mereka dari perspektif baru melalui
gambar dan sadar terhadap perasaan dan pikirannya (Alavinezhad, Mousavi, & Sohrabi,
2014). Secara konseptual, menggambar adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
menggunakan media gambar, dimana klien dapat menyampaikan keadaan pikiran dan
perasaannya secara bebas tanpa adanya rasa cemas dan tidak nyaman akibat dari pengaruh
lingkungan (Morris, 2014; Oster & Crone, 2004; Rubin, 2001).
Penerapan CBAT dalam mereduksi agresifitas siswa didasarkan pada beberapa teori
pendukung, antara lain: 1) Teori Kognitif: Teori ini mengemukakan bahwa emosi dan
perilaku dipengaruhi oleh cara seseorang memahami dan menafsirkan situasi. Dalam
CBAT, terapis membantu siswa memahami pikiran dan emosi yang mendasari perilaku
agresif mereka, dan mengganti pola pikir tersebut dengan pola pikir yang lebih positif. 2)
Teori Perilaku: Teori ini mengemukakan bahwa perilaku dipelajari melalui pengalaman
dan lingkungan. Dalam CBAT, terapis membantu siswa mengidentifikasi situasi atau
faktor lingkungan yang memicu perilaku agresif, dan membantu siswa mengembangkan
strategi untuk mengatasi situasi tersebut. 3) Teori Seni Terapi: Teori ini mengemukakan
bahwa seni dapat membantu individu mengungkapkan emosi dan pengalaman yang sulit
diungkapkan dengan kata-kata. Dalam CBAT, seni digunakan sebagai alat untuk
membantu siswa mengungkapkan emosi dan pengalaman mereka, dan membantu mereka
mengembangkan keterampilan sosial dan emosional yang lebih baik. CBAT memiliki
fungsi dalam hal ini untuk menyediakan beberapa macam keterampilan (skills) untuk
melibatkan kemampuan dalam fungsi kognitif dan meningkatkan pola pikir dan cara
penyelesaian masalah dengan menggunakan media seni (art) (Rosal, 2018).
Menurut Liebmann (2008) dengan menggunakan art therapy dapat mengarahkan
kemarahan ke dalam bentuk gambar (image) dan juga individu dapat mengekspresikan
perasaannya dengan cara tidak melakukan kekerasan (non violent) dengan cara dialihkan
melalui bentuk atau simbol dan juga melalui proses berpikir agar individu dapat
AoEJ: Academy of Education Journal
Vol. 14 No 2 Tahun 2023
1482
menyalurkan ide dan solusi. Pada Penelitian (Breiner et al., 2011) penggunaan CBAT
untuk manajeman marah pada tahanan di US menggunakan metode CBT dengan
menambahkan art therapy untuk mempermudah klien mengekspresikan pikiran dan
perasaannya. Penelitian art therapy diintegrasikan dengan CBT pun dilakukan dalam
penelitian (alavinezhad et al., 2014) dalam penanganan emosi marah dan harga diri pada
anak dengan agresi menunjukkan bahwa art therapy dan CBT efektif dapat menurunkan
kemarahan dan meningkatkan harga diri pada anak yang memiliki perilaku agresi.
Siswa diharapkan dapat belajar mengekspresikan perasaan dengan bentuk gambar
dengan cara siswa memahami bagaimana perasaan marah dan agresi dapat mempengaruhi
tindakan melalui metode terapi cognitive behavioral art therapy (CBAT). Selain itu melalui
intervensi yang dilakukan dalam setting kelompok siswa dapat mendapatkan kesadaran
akan perilaku agresi serta dapat melepaskan perasaan dan emosi negatif melalui strategi
yang lebih baik seperti mengeskspresikan perasaan dengan cara yang positif,
meningkatkan kemampuan untuk menyelesaikan masalah dan mempelajari cara melakukan
relaksasi.
METODE PENELITIAN
Desain embedded metode campuran dengan embedded experimental model dipilih
oleh peneliti sebagai desain utama dari penelitian ini. Dengan menggunakan embedded
experimental model maka di dalam penelitian ini studi eksperimen (kuantitatif) digunakan
untuk mendapatkan data atau informasi hasil dari eksperimen penerapan Cognitive
Behavioral Art Terapy (CBAT) dalam mereduksi agresifitas siswa, sedangkan metode
kualitatif digunakan untuk memahami bagaimana proses dan intervensi eksperimen bekerja
atau proses penerapan Cognitive Behavioral Art Terapy (CBAT) berdasarkan ungkapan
dari siswa yang memiliki perilaku agresif. Skala yang digunakan adalah skala agresivitas
Buss dan Pery (Garofalo, 2018) dengan total 30 item pernyataan. Subjek penelitian merupakan
siswa dengan kriteria sebagai berikut: 1) Terdaftar sebagai siswa SMPN 14 Pontianak; 2)
Rekomendasi dari guru bimbingan dan konseling yang dilihat dari buku kasus
permasalahan siswa agresif. 3) Memiliki hasil pre-test dengan kategori sedang-tinggi dari
hasil angket agresif
Di dalam tahapan ini pelaksanaan penelitian dilakukan sepuluh kali pertemuan.
Tahapan pelaksanaan kuasi eksperimen dilakukan dengan langkah-langkah sebagai
berikut:
AoEJ: Academy of Education Journal
Vol. 14 No 2 Tahun 2023
1483
1) Tahap I Kualitatif
Melakukan identifikasi masalah dan wawancara awal
2) Tahap II Kuantitatif
Memberikan pre-test dengan skala agresifitas, melakukan intervensi konseling
kelompok dengan 10 kali sesi sekaligus mengambilan data kualitatif selama proses
dari ungkapan konseli dilanjutkan dengan pemberian post-test skala agresifitas.
3) Tahap III Kualitatif
Pelaksanaan Focused Group Discussion
4) Tahap IV Mixed
Melakukan interpretasi hasil mixed data kuantitatif sebagai data utama dan data
kualitatif sebagai data pendukung
Teknik analisis data merupakan suatu bagian dari proses penelitian yang mencoba
menyusun secara sistematis atau mengklasifikasikan data-data yang telah didapat.
Digunakan analisis deskriptif kualitatif untuk menyertai dan melengkapi gambaran yang
diperoleh dari analisis data kuantitatif (Arikunto, 2013: 282). Tujuan dari analisis data
kualitatif adalah untuk mendukung analisis data kuantitatif. Hal yang akan dianalisis yaitu
gambaran agresifitas sebelum dan sesudah diberikan layanan konseling kelompok
Cognitive Behavioral Art Terapy (CBAT). Analisis kualitatif yang digunakan dalam
penelitian ini adalah Model Miles dan Huberman. Menurut Sugiyono (2012) Analisis
model Miles dan Huberman meliputi tiga tahapan yaitu data reduction, data display, dan
conclusion drawing/ verification. Selanjutnya untuk analisis data kuantitatif Peneliti
menggunakan analisis deskriptif dengan melihat rata-rata (mean) dan Standar Deviasi (SD)
dengan bantuan SPSS untuk mengetahui data empiris tentang tingkatan agresifitas sebelum
dan sesudah diberikan treatment yaitu layanan konseling kelompok Cognitive Behavioral
Art Terapy (CBAT), dengan rumus presentase dan menggunakan kategori tinggi, sedang,
rendah. Kemudian dilanjutkan dengan melakukan uji hipotesis. Analisis data mixed
method sebagaimana yang diungkapkan oleh Creswell (2010) analisis data mixed method
salah satu nya dengan membuat matriks/tabel. Megkombinasikan informasi-informasi yang
diperoleh dari pengumpulan data kuantitatif dan kualitatif kedalam bentuk matriks atau
tabel. Matriks/tabel tersebut akan menampilkan analisis data kualitatif dan kuantitatif
terkombinasi. Data kuantitatif yang dijabarkan secara vertical diikuti dan direlasikan pada
data kualitatif disebelahya sebagai pendukung data kuantitatif.
AoEJ: Academy of Education Journal
Vol. 14 No 2 Tahun 2023
1484
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan maka akan diuraikan data yang
meliputi:1) Hasil analisis kuantitatif mengenai tingkat kecemasan akademik baik sebelum
(pre-test) maupun sesudah intervensi (post-test), dan uji hipotesis(analisis wilcoxon) untuk
melihat keefektifan konseling kelompok Cognitive Behavioral Art Terapy untuk mereduksi
agresifitas siswa SMP 14 Pontianak secara kuantitatif. 2) Hasil analisis deskriptif kualitatif,
yaitu kualitatif pre-intervensi (intake interview), proses (during intervention), dan setelah
intervensi (Focused Group Discussion) untuk melihat ungkapan siswa yang memiliki
agresifitas yang tinggi setelah diberikan konseling kelompok Cognitive Behavioral Art
Terapy secara kualitatif 3) Dilanjutkan dengan Analisis Mixed yaitu analisis gabungan dari
dua sumber data tersebut (kualitatif dan kuantitatif). Data yang didapatkan dari dua hasil
analisis baik kuantitatif dan kualitatif akan direlasikan dan dibandingkan hasilnya dalam
sebuah matriks, untuk melihat pola agresifitas sebelum dan sesudah diberikan konseling
kelompok Cognitive Behavioral Art Terapy.
1. Analisis Data Kuantitatif
Didalam analisis kuantitatif akan dipaparkan mengenai tingkat agresifitas siswa
sebelum (pre-test) maupun sesudah intervensi (post-test), dan uji hipotesis (analisis
wilcoxon) untuk melihat keefektifan konseling kelompok CBAT dalam mereduksi
agresifitas siswa SMP 14 Pontianak secara kuantitatif
a) Keefektifan Konseling Kelompok Cognitive Behavioral Art Terapy Dalam
Mereduksi Agresifitas Siswa
Keefektifan kelompok Cognitive Behavioral Art Terapy dalam mereduksi Agresifitas
siswa menggunakan: 1) Analisis deskriptif kuantitatif untuk melihat tingkat agresif
sebelum (pre-test) dan sesudah di berikan intervensi (post-test) dan, 2) Uji hipotesis
dengan analisis wilcoxon untuk melihat keefektifan intervensi.
1) Analisis Deskriptif Kuantitatif
Siswa yang dipilih berdasarkan karakteristik subjek penelitian dengan total 6 siswa
diberikan skala agresivitas Buss dan Pery (Garofalo, 2018). Berikut adalah sajian kondisi
awal tingkat agresifitas 6 siswa sesuai karakteristik penelitian yang dipaparkan pada tabel
1, berikut ini:
AoEJ: Academy of Education Journal
Vol. 14 No 2 Tahun 2023
1485
Tingkat Agresifitas Siswa
Pre-Test
83,67
Post-Test
57,83
83,67
57,83
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
Tabel 1
Kategori agresifitas siswa SMPN 14 Pontianak
No
Inisial
Skor
Kategori
1
RYV
92
Tinggi
2
D
82
Sedang
3
MFA
78
Sedang
4
AF
88
Sedang
5
AA
90
Tinggi
6
RB
72
Sedang
Terlihat pada diatas, bahwa terdapat 2 siswa dalam kategori agresifitas tinggi dan 4
siswa dalam kategori agresifitas sedang. Keenam siswa akan mendapatkan perlakuan atau
treatment layanan konseling kelompok CBAT sebanyak 10 kali pertemuan, selanjutnya
siswa diberikan post test untuk mengetahui tingkat agresifitas setelah dilakukan kegiatan
konseling kelompok CBAT berakhir. Data hasil pretest dan posttest diperoleh dari hasil
penyebaran alat ukur agresivitas Buss dan Pery (Garofalo, 2018) pada kelompok setelah
diberikan tretment untuk mengetahui keefektifan teknik CBAT. Rata-rata hasil pretest
kelompok eksperimen sebelum diberikanya perlakuan diperoleh nilai rata-rata =83,67 dan
setelah diberikanya perlakuan berupa layanan konseling kelompok diperoleh rata-rata
postest =57,83.
Berdasarkan skor tingkat agresifitas, apabila digambarkan dalam bentuk grafik
diperoleh visualisasi gambar 1.
Gambar 1 Grafik penurunan tingkat Agresifitas Siswa
Dari hasil visualisasi 4.1 dapat dilihat bahwa setelah diberikanya perlakuaan siswa
dalam kelompok eksperimen mengalami penurunan agresifitas, dengan penurunan skor
sebanyak 25,84. Untuk melihat perubahan penurunan tingkat agresifitas masing-masing
siswa terdapat dalam pada tabel 2, berikut ini:
AoEJ: Academy of Education Journal
Vol. 14 No 2 Tahun 2023
1486
Tabel 2 Pola perubahan penurunan tingkat agresifitas siswa
Mahasiswa
Skor
Pretest
Kriteria
Skor
Postest
%
Kriteria
RYV
92
Tinggi
69
57 %
Sedang
D
82
Sedang
55
45 %
Rendah
MFA
78
Sedang
50
42 %
Rendah
AF
88
Sedang
64
53 %
Sedang
AA
90
Tinggi
52
43 %
Rendah
RB
72
Sedang
57
47 %
Rendah
Mean = 83,7
57,8
Dari tabel 2 dapat dilihat terjadi penurunan perilaku agresif pada siswa SMPN 14
Pontianak. Dari 6 siswa yang diberikan perlakuan berupa konseling kelompok CBAT 4
orang yang masuk dalam kriteria rendah dan dan 2 orang termasuk kriteria sedang dan
dilihat dari selisih rata-rata, maka jumlah perubahan rata-rata pretest dan postest adalah
sebesar 25,9.
1) Hasil Uji Hipotesis
Pengujian hipotesis dilakukan untuk menjawab permasalahan penelitian. Dalam
penelitian ini digunakan uji statistik non-parametrik dengan menggunakan wilcoxon
signed-rank test untuk menganalisa secara statstik hipotesis penelitian. Pengujian ini
dilakukan untuk mengetahui perbedaan agresifitas konseli sebelum (pre-test) dan sesudah
(post-test) diberikan intervensi konseling CBAT dengan bantuan SPSS versi 25. Dalam
pengujian hipotesis ini, peneliti mengambil taraf kesalahan sebesar 5%, (m=0,05) sebagai
syarat dasar tingkat kepercayaan suatu kebenaran dalam penelitian sosial. Tabel 4.3 akan
menunjukkan hasil uji wilcoxon untuk data kecemasan akademik sebagai berikut:
Tabel 3
Uji Hipotesis Kecemasan Akademik
N
Z
p
Ket
6
-2,201
0,028
Eks
Berdasarkan hasil uji wilcoxon signed-rank test untuk kecemasan akademik
kelompok eksperimen pada tabel 4.3, terlihat nilai Z= -2,201 dengan nilai p sebesar 0,028.
Dapat dilihat nilai p lebih kecil dari pada 0,05 (0,028 < 0,05), dengan demikian maka Ha
diterima dan Ho ditolak, yang berarti bahwa konseling Cognitif Behavior Art Therapy
efektif untuk mereduksi Agresifitas siswa SMPN 14 Pontianak.
Pengambilan keputusan terhadap hasil uji hipotesis dilakukan degan melihat nilai
signifikansi (p). Apabila nilai p lebih besar dari 0,05 (p > 0,05), maka hipotesis nol (Ho)
dapat diterima dan hipotesis alternative (Ha) ditolak. Sedangkan apabila nilai p lebih kecil
dari 0,05 (p < 0,05), maka hipotesis nol (Ho) ditolak dan hipotesis alternative (Ha)
AoEJ: Academy of Education Journal
Vol. 14 No 2 Tahun 2023
1487
diterima.Dari uji hipotesis yang dilakukan terdapat perbedaan tingkat agresifitas siswa
sebelum (pre-test) dan sesudah (post-test) pemberian konseling kelompok CBAT, sehingga
dapat disimpulkan bahwa konseling kelompok Cognitif Behavior Art Therapy efektif untuk
mereduksi Agresifitas siswa SMPN 14 Pontianak.
2. Analisis Data Kualitatif
Dalam penelitian ini data kualitatif dipaparkan dalam tiga bagian sesuai dengan
desain penelitian yang digunakan yaitu embedded eksperimental dengan tiga aktivitas
pokok, yaitu sebelum intervensi (intake-interview), selama intervensi (analisis
percakapan), dan setelah intervensi (focused group discussion). Berikut dipaparkan
masing-masing analisis deskriptif data kualitatif tiap bagian:
a) Bentuk Ungkapan siswa Sebelum, Selama, dan Setelah Intervensi Dengan
Konseling Kelompok CBAT Dalam Mereduksi Agresiftas Siswa
(1) Sebelum Intervensi (Pre-Intervention)
Penjaringan subjek pada tahap awal dilakukan dengan wawancara dan studi
dokumentasi kasus siswa dari buku kasus yang dipegang guru BK. Selanjutnya
berdasarkan karakteristik yang sudah ditetapkan dalam penelitian, peneliti mendapatkan 6
subjek kasus yang akan dijadikan subjek penelitian dalam penelitian ini kemudian
diberikan intake interview yang bermuatkan pertanyaan untuk penggalian data kualitatif
terkait agresifitas siswa. Dari hasil intake interview ditemukan bahwa calon konseli
memiliki pola ungkapan umum sebagai berikut ditunjukkan dalam tabel 4.4 dibawah ini :
Tabel 4 Pola Ungkapan Umum Perilaku Agresif Subjek Penelitian Sebelum
Diberikan Konseling Kelompok CBAT
No
Agresifitas
Pola Umum
1
Agresif Fisik (Physical
Aggression
a. Menyakiti orang lain secara fisik
b. Merusak barang-barang didekat mereka
2
Agresif Verbal
(Verbal Aggression)
a. Membantah/ tidak sepaham dan marah
b. Menghina teman
c. Menyebarkan berita yang bukan merupakan
kejadian sebenarnya
3
Kemarahan
(Anger)
a. Marah
b. Cepat Tersulut Emosi
4
Permusuhan
(Hostility)
a. Curiga kepada teman
b. Merasa selalu dibicarakan
c. Merasa iri
Intake interview memberikan temuan bahwa konseli memiliki permasalahan yang
biasa sampai tingkat yang mengkhawatirkan. Ada yang agresi hanya sebatas kemarahan,
agresi verbal dan permusuhan bahkan juga ada yang sampai masuk ke agresi fisik dan
perkelahian. Secara umum mereka memang memiliki perilaku agresifitas mulai dari
sedang sampai pada kategori tinggi, sebagaimana yang tertera pada tabel diatas konseli
AoEJ: Academy of Education Journal
Vol. 14 No 2 Tahun 2023
1488
yang melakukan intake interview mengungkapkan perilaku agresifnya baik yg verbal
maupun nonverbal.
(2) Proses Intervensi (During Intervention)
Untuk mendapatkan data kualitatif dalam proses intervensi peneliti melakukan
analisis percakapan (conversation analysis) yang digunakan untuk mengetahui ungkapan
yang disampaikan konseli selama proses konseling kelompok berlangsung dengan CBAT.
Analisis percakapan yang dipaparkan memuat perubahan tuturan dari konseli selama
proses intervensi dengan konseling kelompok CBAT.
Analisis percakapan yang akan disajikan hanya memuat cuplikan yang menunjukan
ungkapan konseli yang terkait dengan perilaku agresifnya. Berikut akan dipaparkan
analisis percakapan berdasarkan masing-masing konseli yang menjadi anggota kelompok
terdiri dari 6 siswa SMPN 16 Pontianak yag diberikan intervensi konseling kelompok
CBAT.
(a) Analisis Percakapan Konseli RYV
RYV merupakan peserta didik yang seringkali berkata kasar, hal tersebut terlihat
saat proses layanan konseling kelompok berlangsung. Seperti ketika RYV tidak
sependapat dengan anggota konseling lainnya ia berkata “anjing mana ada kayak
gitu”. Saat melaksanakan layanan RYV juga terlihat gelisah dan sering keceplosan
berkata kasar pada anggota lainnya, seperti salah satunya lagi adalah “bodoh benar kau
ni,masa kayak gitu jak ndak paham”. Banyak sekali kalimat yang tidak sopan terlontar
dari mulut RYV. Peneliti bertanya kenapa ia sering kali berkata kasar, RYV menjawab
“Kesal benar liat dia tu bu, di kasi tau ndak paham-paham bah buat emosi jak”.
Setelah dilaksanakan layanan konseling kelompok ketika marah RYV lebih sering
diam dan tidak mau menjawab pertanyaan dari temannya. Perubahan ini sangat terlihat
saat melaksanakan layanan konseling kelompok di pertemua terakhir, ketika sesi
diskusi RYV lebih banyak berdiam. Saat peneliti bertanya kenapa RYV diam, RYV
menjawab “Diam jaklah bu, dari pada nanti saya ngomong kasar ngelukain perasaan
teman yang lainnya.
(b) Analisis Percakapan Konseli D
D merupakan peserta didik yang sering kali terkait dengan perkelahian apalagi pada
angkatannya di sekolah tersebut. D selalu saja ikut campur dalam perkelahian dalam
membela temannya tanpa mencari tahu terebih dahulu temannya benar atau salah. Hal
tersebut membuat D terkenal sebagai biang kericuhan dan sangat nakal di sekolah. D
tidak dapat mengontrol emosinya dalam keadaan apapun. Saat melaksanakan layanan
AoEJ: Academy of Education Journal
Vol. 14 No 2 Tahun 2023
1489
konseling kelompok D mengatakan bahwa saya seringkali kelai karena membela
teman saya dan tidak terima jika teman saya di cacimaki oleh orang lain”.
D juga mengungkapkan bahwa temannya seringkali bercerita tentang keluhan
terhadapat teman lainnya yang membuat emosinya meluap sehingga saya tidak
segan-segan untuk memukul orang yang membuat teman dekat saya bersedih”.
Meskipun demikian D merupakan peserta didik yang suka bergaul dengan peserta
didik lainnya tanpa membedakan kelas dan juga umur. Setelah melaksanakan
konseling kelompok D menjadi seseorang yang tidak sering ikut campur terhadap
masalah temannya dan lebih berfikir dahulu sebelum bertindak dan diungkapkan D
pada pertemuan terakhir dalam pelaksanaan konseling kelompok CBAT
(c) Analisis Percakapan Konseli MFA
MFA sering memanggil temannya dengan kalimat kasar yang sangat tidak sopan
seperti nam singkatan dari jahanam, sat yang merupakan singkatan dari bangsat, njing
merupakan singkatan dari anjing dan masih banyak lagi. Ini terlihat ketika konseling di
pertemuan pertama ketika MFA tidak mengenal anggota lainnya, MFA memanggil
anggota lainnya dengan kalimat yang tidak sopan tersebut. Peneliti bertanya kenapa
MFA memanggil seseorang dengan sebutan yang tidak sopan tersebut, MFA menjawab
“dilingkungan saya biasa jak manggil kayak gitu bu, soalnyakan ndak tau nama dia
siapa”. Saat layanan konseling kelompok berlangsung, peneliti bertanya apakah
panggilan tersebut MFA gunakan pada orang tidak MFA kenal saja atau ke semua
orang.
MFA menjawab “sama semua orangl bu kecuali sama guru dan orang tua. Lagian
di lingkungan saya kadang mereka semua memanggil seperti itu biar keliatan gaul.”.
Setelah dilaksanakan konseling kelompok, MFA tidak lagi memanggil teman-
temannya dengan sebutan yang tidak sopan. Ketika MFA tidak kenal dengan orang
tersebut MFA akan menanyakan namanya
(d) Analisis Percakapan Konseli AF
AF merupakan peserta didik yang sering mengganggu temannya meskipun AF
yang mengganggu temannya terlebih dahulu tetapi AF lah yang selalu emosi terhadap
respon teman-temannya. Saat melaksanakan layanan konseling kelompok AF berkata
bahwa ia merasa bosan saat di kelas maka dari itu ia mengganggu temannya, namun
temannya memberikan respon berlebihan yang membuat AF mendorong temannya
dan berujung berkelahi. Peneliti meminta AF memberikan contoh dari perlakuan
tersebut, AF berkata “Ketika bosan terkadang saya mencolek-colek bahun teman yang
AoEJ: Academy of Education Journal
Vol. 14 No 2 Tahun 2023
1490
ada di sebelah atau di depan saya. Dia balas colekan saya, tapi saya ngerasa
colekannya sedikit keras yang buat bahu saya merasa sedikit sakit jadi saya balas lebih
keras lagi. Setelah itu dia bilang saya jangan colek keras-keras. Saya ndak terima,
karena yang colek keras-keras dulukan dia. Jadi saya marahlah. Dia ndak terima saya
marah dan jadinya kelai.”. Setelah dilaksanakannya layanan konseling kelompok pada
AF, ia sedikit demi sedikit mengarah kepada hal yang lebih positif seperti jarang
mengganggu temannya seperti dulu.
(e) Analisis Percakapan Konseli AA
AA sedikit berbeda dengan anggota lainnya, AA tidak mengganggu teman lainnya
dan tidak senakal anggota lainnya. AA menjadi salah satu anggota dalam layanan
konseling kelompok ini dikarenakan AA yang selalu memberikan respon berlebihan
ketika temannya bercanda dan juga menganggunya. AA berkata bahwa ia tidak suka di
ganggu. AA berkata bahwa teman-teman yang cowok tu kadang suka main dorong-
dorongan secara berlebihan yang buat saya merasa sakit, jadi saya balaslah biar dia
ngerasa sakit. Waktu itu pernah salah satu dari mereka sampai luka saya dorong karena
dianya jak terlalu lemah. Masa di dorong gitu jak langsung jatuh dan luka padahalkan
dia duluan yang dorong saya.”. AA juga berkata bahwa “kadang teman saya suka
sembunyiin pulpen saya di kelas, saya kan perlu pulpen jadi saya ambil paksalah
pulpennya. Lagian pun itu pulpen saya bukan pulpen dia.”.
Setelah dilaksanakan konseling kelompok AA berkata bahwa “kalau teman ambil
pulpen saya, saya bilanglah lagi malas kelai jadi mending balekkan jak langsung. Terus
kalau teman-teman lagi main dorong-dorongan saya menghindar jak. Ada kemarin
yang tetap dorong saya, saya bilang kalau masih dorong-dorong saya lagi bakalan saya
dorong lebih keras jadinya teman saya takut dan ndak mau dorong-dorong saya lagi”.
Peneliti bertanya apakah jika teman-temannya tidak menanggapi kalimat darinya dan
tetap saja mengganggu RB apakah RB benar-benar akan membalas lebih kasar lagi. RB
menjawab “saya ndak akan ngelakuin itu. Kalau mereka masih mengganggu saya, saya
lapor ke guru BK biar ndak salah paham kayak hari-hari kemarin. Soalnya selama ini
saya masuk BK karena balas mereka yang mengganggu saya. Dari pada masuk BK lagi
mending laporin jak mereka yang sering ganggu saya ke guru BK.”
(f) Analisis Percakapan Konseli RB
RB merupakan peserta didik kelas VIII yang sudah terlihat agresif dari kelas VII.
Guru BK di sekolah tersebut mengatakan bahwa perilaku agresif ini selalu berawal dari
RB yang selalu memotong pembicaraan orang lain dengan sangat kasar padahal ia tidak
AoEJ: Academy of Education Journal
Vol. 14 No 2 Tahun 2023
1491
terkait dalam pembicaraan tersebut. Perilaku agresif ini terlihat jelas saat melaksanakan
layanan konseling kelompok. Peneliti sedang bertanya kepada salah satu anggota secara
bergantian ketika anggota lain menjawab, RB memotong pembicaran tersebut dengan
berkata “benar kah nam? kau bohong kali.” ada juga kalimat lainnya seperti “Aaaa
banyak bacot yak kau”. Hal ini membuat anggota lain menjadi kesal pada RB dan RB
tidak menyukai kekesalan tersebut dan mengajak anggota lain untuk berkelahi saja
dengan dirinya. Setelah dilaksanakan layanan konseling kelompok dengan beberapa kali
pertemuan, terlihat pada saat layanan konseling kelompok dipertemuan terakhir bahwa
RB tidak lagi memotong pembicaraan dan tidak berkata kasar.
Dapat disimpulkan bahwa secara umum, percakapan konseling antara konselor dan
konseli dengan perilaku agresifitas dari tingkat sedang sampai tinggi terfokus pada agresif
fisik, agresif verbal, kemarahan, dan permusuhan.
(3) Setelah Intervensi (Post-Intervention)
Setelah proses intervensi dengan konseling kelompok CBAT dilaksanakan,
dilanjutkan dengan pelaksanaan Focused Group Discussion. Tujuan FGD adalah untuk
mengetahui perubahan pada diri mahasiswa yang memiliki perilaku agresifitas setelah
mengikuti konseling kelompok CBAT, dan melihat secara kualitatif keefektifan konseling
kelompok CBAT dalam mereduksi perilaku agresif siswa SMPN 14. Berikut merupakan
hasil dari penyelenggarakan FGD:
(a) Secara umum konseli mengungkapkan bahwa mereka sering berkata kasar sebagai
bentuk agresi verbal, beberapa konseli juga sering berkelahi sebagai bentuk agresi
fisik, melakukan luapan emosi dengan kemarahan dan melakukan permusuhan.
(b) Secara umum tujuan konseli yang mengikuti konseling kelompok CBAT yaitu untuk
merubah kebiasan perilaku agresif mereka karena sebenarnya siswa yang tergabung
dalam knseling kelompok ini menyadari banyak masalah yang ditimbulkan dari
perilaku agresif yang mereka lakukan namun masih merasa kesulitan untuk
merubahnya. Pencapaian tujuan dengan eksplorasi terkait kejadian atau situasi yang
membuat konseli menjadi frustasi dan marah. Kemudian intervensi cognitive
behavioral art therapy (CBAT) dilakukan untuk mengurangi perasaan marah dan
pikiran agresif para partisipan ketika merasa frustasi dan marah.
(c) Seluruh konseli mengungkapkan bahwa pelaksanaan konseling kelompok CBAT
memberikan manfaat dalam mereduksi agresifitas pada diri mereka. Manfaat yang
dirasakan dengan adanya perubahan yang lebih baik yang mereka rasakan baik dari
AoEJ: Academy of Education Journal
Vol. 14 No 2 Tahun 2023
1492
pola pikir maupun perasaan mereka, meskipun tidak semua masalah secara tuntas
terselesaikan.
Dari hasil focus group discussion ditemukan bahwa konseli yang telah diberikan
intervensi merasakan pemberian konseling kelompok CBAT memberikan perubahan pada
diri mereka.
3. Analisis Data Mixed
Embedded experimental design digunakan dalam menganalisis data berdasarkan dua
sumber data yang sebelumnya telah dianalisis. Dua sumber data yang dimaksud adalah
analisis data kuantitatif dengan menggunakan statistik dan analisis data kualitatif dengan
menggunakan analisis percakapan. Setelah analisis dua sumber data tersebut didapatkan
maka selanjutnya akan dilakukan analisis gabungan dari dua sumber data tersebut.
Data yang didapatkan dari dua hasil analisis baik kuantitatif dan kualitatif akan
direlasikan dan dibandingkan hasilnya dalam sebuah matriks. Berdasarkan matriks tersebut
dapat terlihat sejauh mana hipotesis penelitian dapat terjawab. Matriks akan disajikan
dalam tabel 5 dibawah ini:
Tabel 5 Hasil Analisis Data Mixed Kuantitatif Dan Kualitatif
(Analisis ungkapan/ Peryataan)
Kode
Konsel
i
Hasil
Statistik
Hasil Pretest dan
Posttest Perilaku
Agresifitas
Hasil Pernyataan Data Kualitatif
Perilaku Agresifitas
Pretest
Posttest
Tinggi &
Sedang
Sedang &
Rendah
RYV
Z= -2,201
92/ 76%
Tingkat
kategori
agresif =
Tinggi
69/ 57%
Tingkat
kategori
agresif =
Sedang
Berkata
Kasar
Pemarah
memilih diam
dari pada berkata
kaasar Ketika
marah
D
82/ 68%
Tingkat
kategori
agresif =
Sedang
55/ 45%
Tingkat
kategori
agresif =
Rendah
Bertengkar
Ikut campur
urusan orang
lain
Tidak dapat
mengontrol
emosi
Tidak ikut
campur masalah
orang lain
Dapat berfikir
sebelum
bertindak
MFA
78/ 65%
Tingkat
kategori
agresif =
Sedang
50/ 42%
Tingkat
kategori
agresif =
Rendah
Memanggil
teman
dengan nama
julukan kasar
Tidak
memanggil
teman dengan
julukan kasar
AF
88/ 73%
Tingkat
kategori
agresif =
64/ 53%
Tingkat
kategori
agresif =
Mengganggu
teman
Emosi
Bertengkar
Jarang
mengganggu
teman
AoEJ: Academy of Education Journal
Vol. 14 No 2 Tahun 2023
1493
Sedang
Sedang
AA
90/ 75%
Tingkat
kategori
agresif =
Tinggi
52/ 43%
Tingkat
kategori
agresif =
Rendah
Tidak dapat
mengontrol
emosi
Tidak dapat
mengutaraka
n peraasaan
dengan baik
Dapat sedikit
mengontrol
emosi
Belajar
mengutarakan
perasaan
RB
72/ 60%
Tingkat
kategori
agresif =
Sedang
57/ 47%
Tingkat
kategori
agresif =
Rendah
Memotong
obrolan
secara tidak
sopan
Bertengkar
Emosi
Tidak memotong
obrolan orang lain
Berdasarkan matriks diatas dapat dilihat bahwa hasil analisis kuantitatif berelasi
dengan hasil analisis kualitatif. Analisis data kuantitatif yang diukur dan disajikan dalam
bentuk angka didukung dengan data kualitatif dalam bentuk tuturan konseli saat konseling
kelompok CBAT. Perubahan yang terjadi dalam pemberian perlakuan pada umumnya
mengarah dalam kategori sedang/tinggi ke kategori sedang sampai rendah. Hal ini
didukung oleh tuturan konseli dari yang menunjukan perilaku agresif sedang-tinggi menuju
ke perilaku agresif sedang-rendah. Hal ini menunjukan bahwa proses intervensi konseling
kelompok CBAT memiliki dampak perubahan terapeutik terhadap diri konseli. Perubahan
tersebut ditunjukan pada tuturan konseli secara kualitatif serta data kuantitatif dari hasil
pengisian angket.
Salah satu jenis kenakalan yang terjadi pada anak adalah perilaku agresi. Perilaku
agresi pada remaja dapat didefinisikan sebagai tindakan yang dilakukan oleh remaja yang
bertujuan untuk menyakiti atau melukai orang lain secara fisik, verbal, atau psikologis.
Perilaku agresi pada remaja dapat muncul dalam berbagai bentuk, termasuk tindakan
kekerasan fisik seperti pemukulan, tendangan, dan serangan fisik lainnya, serta tindakan
agresi verbal seperti ejekan, hinaan, dan ancaman. Pengertian tentang agresi dikemukakan
oleh Berkowitz (Armstrong, 2005) agresi merupakan segala bentuk perilaku yang
dimaksudkan untuk menyakiti seseorang baik secara fisik maupun mental, atau
mencelakakan individu lain yang tingkah lakunya tidak diinginkan.
Berdasarkan hasil angket agresivitas Buss dan Perry (Garofalo, 2018) terjadi perunan
perilaku agresif pada semua anggota kelompok yang mengikuti layanan konseling
kelompok CBAT. Penurunan tingkat agresifitas terbanyak terjadi pada AA dengan skor 90
kategori tinggi menjadi skor 52 kategori rendah. Sedangkan konseli lain mengalami
penurunan pula namun tidak sebanyak AA. RVY dari kategori tinggi ke kategori sedang, D
AoEJ: Academy of Education Journal
Vol. 14 No 2 Tahun 2023
1494
dari kategori sedang ke rendah, MFA dari kategori sedang ke kategori rendah, AF tidak
mengalami perubahan kategori tetap dalam kategori sedang namun terjadi penurunan skor
sebanyak 24 dan RB berubah kategori dari sedang ke rendah. Hal ini sejalan Menurut
Liebmann (2008) dengan menggunakan art therapy dapat mengarahkan kemarahan ke
dalam bentuk gambar (image) dan juga individu dapat mengekspresikan perasaannya
dengan cara tidak melakukan kekerasan (non violent) dengan cara dialihkan melalui bentuk
atau simbol dan juga melalui proses berpikir agar individu dapat menyalurkan ide dan
solusi.
Mengamati perubahan perilaku agresif melalui gambar yang dibuat oleh siswa dalam
penerapan konseling kelompok Cognitive Behavioral Art Therapy (CBAT) dapat
memberikan wawasan yang berharga. Terapi seni kognitif perilaku menggabungkan
elemen-elemen terapi seni visual dengan prinsip-prinsip psikologi kognitif dan perilaku
untuk membantu individu mengatasi masalah emosional dan perilaku.Hal hal yang diamati
dan dievaluasi dari gambar yang siswa menggambarkan situasi atau emosi yang mungkin
menjadi pemicu perilaku agresif sebelumnya. Selanjutnya dengan warna-warna yang
digunakan dan ekspresi artistik dalam gambar. Perubahan dari warna gelap atau agresif ke
warna-warna yang lebih cerah atau harmonis dapat mencerminkan perubahan emosional.
Selanjutnya pola warna dan bentuk yang digunakan dalam gambar. Perubahan dari pola
yang kacau atau konflik ke pola yang lebih teratur dan harmonis dapat mencerminkan
perubahan dalam cara siswa mengorganisasi pikiran mereka. Hal ini tergambarkan dalam
proses pembuatan hewan dari plastisin dan menggambar yang dilakukan siswa.
Evaluasi terhadap gambar perlu dilakukan dengan hati-hati karena dikhawatirkan
akan bersifat subjektifitas. Selain itu, konseling kelompok dan terapi seni kognitif perilaku
memerlukan pemahaman mendalam tentang konteks individu dan interaksi kelompok
untuk memberikan interpretasi yang akurat. Proses tersebut dianggap sebagai cara untuk
berkomunikasi yang menekankan pada gambar dan memfasilitasi proses berpikir untuk
mengeksplorasi perasaan, mendamaikan konflik emosional, lebih membuat seseorang
aware terhadap dirinya, mengelola perilaku, mengembangkan keterampilan sosial,
meningkatkan orientasi realitas, mengurangi kecemasan, serta meningkatkan harga diri
(Burt, 2012; Farokhi, 2011; O’lenic & Arman, 2005; Ul-Hasanah, Borualogo, & Wahyudi,
2018). Setetelah beberapa pertemuan konseli menjadi lebih terbuka dan mampu melakukan
pengelolaan emosi yang ada dalam diri mereka.
AoEJ: Academy of Education Journal
Vol. 14 No 2 Tahun 2023
1495
SIMPULAN DAN SARAN
Dibawah ini akan dipaparkan mengenai hasil penelitian keefektifan konseling
kelompok Cognitive Behavioral Art Therapy untuk mereduksi agresifitas siswa SMPN 14
Pontianak adalah sebagai berikut: 1) Agresifitas siswa SMPN 14 Pontianak sebelum
diberikan intervensi konseling kelompok Cognitive Behavioral Art Therapy berada dalam
kategori sedang sampai tinggi. 2)Intervensi dengan konseling kelompok Cognitive
Behavioral Art Therapy efektif untuk mereduksi agresifitas siswa SMPN 14 Pontianak.
Berdasarkan hasil simpulan diatas peneliti menyampaikan beberapa saran untuk
menjadi masukan kepada pihak-pihak terkait penelitian, saran yang diajukan adalah
sebagai berikut: 1) Kepada Dosen Program Studi Bimbingan dan Konseling hendaknya
untuk melakukan pelatihan dengan Cognitive Behavioral Art Therapy pada mahasiswa
agar mereka dapat memberikan intervensi dengan pendekatan tersebut, dan ini dapat
dijadikan rekomendasi dalam mengatasi permasalahan serupa. 2) Kepada Peneliti
Selanjutnya penelitian ini bisa dijadikan dasar oleh peneliti selanjutnya untuk
menyempurnakan keterbatasan penelitian. Peneliti merekomendasikan agar peneliti
selanjutnya menggunakan kelompok control dan desain pengukuran yang merencanakan
follow-up (repeated measure) untuk melihat dampak intervensi yang diberikan dalam
jangka waktu yang lebih lama terhadap perilaku agresif siswa.
DAFTAR PUSTAKA
Alavinezhad, R., Mousavi, M., & Sohrabi, N. (2014). Effects of Art Therapy on Anger and
Self-esteem in Aggressive Children. Procedia-Social and Behavioral Sciences, 113,
111117. https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2014.01.016
ASMIYARTI, Y (2019). EFEKTIVITAS KONSELING KELOMPOK DENGAN
TEKNIK SELFMANAGEMENT UNTUK MEREDUKSI PERILAKU
MEMBOLOS PESERTA DIDIK KELAS X DI …., repository.radenintan.ac.id,
http://repository.radenintan.ac.id/6917/1/Skripsi%20Full.pdf
Barus, G (2021). Examining the self-leadership ability of future Guidance and Counselling
teachers: which one is better, male-students or female-students?. Jurnal Psikologi
Pendidikan &Konseling Vol, repository.usd.ac.id,
https://repository.usd.ac.id/41510/1/7637_Artikel%2BBarus_Examining%2Bthe%2B
self-leadership%2Bability..._Des%2B2021_JPPK%2BSinta%2B3.pdf
Breiner, M. J., Gussak, D. E., Aufderheide, D., Bouyea, E., & Tuomisto, L. (2011).
Creating an Art Therapy Anger Management Protocol for Male Inmates Through a
Collaborative Relationship. International Journal of Offender Therapy and
Comparative Criminology, 56(7), 11241143.
https://doi.org/10.1177/0306624x11417362
Creswell, J. 2010. Research Design: Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif fan Mixed.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
AoEJ: Academy of Education Journal
Vol. 14 No 2 Tahun 2023
1496
Diogo, MGN, Lasan, BB, & Hambali, IM (2021). Pengembangan panduan pelatihan teknik
self control untuk mereduksi perilaku agresif fisik siswa sma. Jurnal Pendidikan:
Teori …, journal.um.ac.id, http://journal.um.ac.id/index.php/jptpp/article/view/15140
Fahlevi, Reza; Basaria, Debora; Pranawati, Santi Yanuar (2019). Penerapan Cognitive
Behavioral Art Therapy (CBAT) Untuk Menurunkan Agresivitas Pada Remaja Lpka
X. Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, Dan Seni. Vol. 3, No. 2, Oktober 2019:
Hlm 385-395.
Hamilton, M. A. (2011). Verbal agression: understanding the psychological antecendents
and social consequense. Journal of Language and Social Social Consequences, 31,1-
8. https://doi.org/10.1177/0261927X11425032.
Hurlock, E.B. (2004). Psikolologi perkembangan suatu pendekatan sepanjang rentang
kehidupan. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Nisbeet, R.E. (2017). Though and feeling: cognitive alteration of feeling states. United
Kingdom: Routledge.
Patandean, ST (2018). THE EFFECTIVENESS OF COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY
TO REDUCE THE ANXIETY OF NARRIVES TOWARDS FREE IN THE CLASS
II A PAMEKASAN …. Journal of Correctional Issues, journal.poltekip.ac.id,
https://journal.poltekip.ac.id/jci/article/view/9
Pohan, M.I. (1986). Masalah anak dan anak bermasalah. Jakarta: Intermedia.
Rohmadani, ZV, & Khoiryasdien, AD (2022). PENGARUH RITUAL AGAMA UNTUK
MENURUNKAN STRES PADA MAHASISWA BARU. Jurnal Sudut Pandang,
thejournalish.com,
http://thejournalish.com/ojs/index.php/sudutpandang/article/view/414
Shokiyah, NN (2021). MEMBATIK SEBAGAI MEDIA DALAM MENURUNKAN
PERILAKU AGRESIF ANAK. Brikolase: Jurnal Kajian Teori, Praktik dan …,
jurnal.isi-ska.ac.id, https://jurnal.isi-ska.ac.id/index.php/brikolase/article/view/3356
Thohar, SF (2018). Pengaruh Mindfulness Terhadap Agresivitas Melalui Regulasi Emosi
Pada Warga Binaan Lembaga Pembinaan Khusus Anak Kelas I Blitar. … (Journal of
Psychology and Islamic Science), jurnalfuda.iainkediri.ac.id,
https://jurnalfuda.iainkediri.ac.id/index.php/happiness/article/view/337
Tyndall-lind, A., Landreth, G. L., & Giordano, M. A. (2001). Intensive group play therapy
with child witnesses of domestic violence. International Journal of Play Therapy,
10(1), 5383. https://psycnet.apa.org/doi/1\0.1037/h0089443