1. Pendahuluan
Korupsi merupakan salah satu masalah sosial yang melanda berbagai negara di belahan
dunia, termasuk Indonesia. Dampak korupsi sangat merugikan, baik dari segi ekonomi, sosial,
maupun politik. Korupsi juga menjadi ancaman serius bagi pembangunan dan stabilitas suatu
negara. Berdasarkan data ICW, ada 579 kasus korupsi yang telah ditindak di Indonesia
sepanjang tahun 2022, dimana jumlah tersebut meningkat secara signifikan sebesar 8,63%
dibandingkan tahun sebelumnya yang terjadi sebanyak 533 kasus. Karena itu, upaya untuk
membangun budaya antikorupsi menjadi sangat penting guna mencegah penyebaran korupsi di
masa depan.
Korupsi adalah fenomena populer yang terjadi di masyarakat, dimana korupsi bisa
mengancam kepribadian remaja (Suyahman, 2016). Sejalan dengan pendapat (Ishaq Bhatti
2013), remaja adalah kelompok yang rentan terhadap korupsi karena kurangnya pemahaman
tentang konsekuensi buruk yang ditimbulkan oleh tindakan korupsi. Melalui Peraturan
Pemerintah Nomor 71 tahun 2000 tentang tata cara pelaksanaan peran serta masyarakat dan
pemberian penghargaan dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi,
pemerintah ingin mengajak masyarakat termasuk di dalamnya remaja turut membantu
pemberantasan tindak pidana korupsi dengan mencari, memperoleh, memberikan data atau
informasi terkait dengan tindak pidana korupsi. Oleh karena itu, perlu diberikan pendidikan
dan kesadaran yang memadai kepada remaja agar mereka dapat mengembangkan sikap yang
integritas dan menolak praktik korupsi. Dalam konteks ini, remaja sebagai generasi penerus
memiliki peran yang vital dalam menciptakan masyarakat yang bersih dari korupsi. (Daniel S.
Gómez-Suárez dan Pablo Vommaro), dalam penelitiannya menemukan bahwa partisipasi aktif
remaja dalam kegiatan sosial dan politik dapat membentuk pemahaman yang lebih baik
tentang tanggung jawab sosial dan memberikan kesadaran akan dampak korupsi dalam
masyarakat. Disisi lain, remaja memiliki peran penting dalam mendukung kebijakan
pemerintah disegala bidang, maka remaja harus diperdayakan menjadi sumber daya yang
berkualitas (Murtiningsih, dkk: 2022).
Pemberdayaan remaja di lingkup terdekatnya adalah dalam organisasi yang bergerak di
desa atau dinamakan karang taruna sebagai suatu wadah dan sarana untuk pengembangan diri
remaja desa. Sejalan dengan pendapat (Widodo, 2017), karang taruna merupakan wadah untuk
mendorong dan mengembangkan kreativitas generasi muda secara berkelanjutan dengan
tujuan memupuk rasa persaudaraan dan kebersamaan, serta menjadi mitra dalam menciptakan
karya-karya dengan integritas yang dijadikan sebagai contoh di masyarakat.
Penelitian ini akan fokus pada upaya membangun budaya antikorupsi pada remaja Karang
Taruna Karya Manunggal. Melalui keterlibatan dalam organisasi remaja karang taruna Karya
Manunggal, mereka dapat belajar nilai-nilai kejujuran, keadilan, dan transparansi, yang
merupakan landasan utama dari budaya antikorupsi. Hasil obervasi dan wawancara yang telah
dilakukan di Desa Podang adalah masih banyak sikap dan perilaku remaja di Karang Taruna
Karya Manunggal yang belum mencerminkan anti korupsi, seperti suka berkata tidak sesuai
dengan kejadian, tidak melakukan transparasi dana, tidak disiplin dalam menghadiri
pertemuan, tidak memiliki keberanian untuk mengakui kesalahan, acuh dengan lingkungan
sekitar, tidak menyelesaikan tugas dan tanggung jawab yang diberikan.
Melihat beberapa permasalahan tersebut, maka upaya untuk mengatasinya penting untuk
memahami perspektif remaja terkait korupsi dan strategi yang efektif dalam membangun
budaya antikorupsi di kalangan mereka. Maka, penelitian ini bermaksud untuk membahas