AoEJ: Academy of Education Journal
Vol. 14 No 2 Tahun 2023
1457
ANALISIS PENGGUNAAN TEKNIK DASAR KONSELING TAHAP EKSPLORASI
MASALAH PADA KONSELOR SMP KABUPATEN KUBU RAYA
TAHUN AJARAN 2020/ 2021
Yuline
1
, Halida
2
Amallia Putri
3
1, 2, 3
Bimbingan dan Konseling, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Tanjungpura
Pontianak Jl. Profesor H. Hadari Nawawi, Bansir Laut, Kec. Pontianak Tenggara, Kota Pontianak,
Kalimantan Barat
Email: amalliapu[email protected]d
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan konselor dalam menggunakan teknik dasar
konseling dalam mengeksplorasi permasalahan yang dialami konseli. Metode yang digunakan
adalah deskriptif dengan bentuk penelitian survei. Alat pengumpulan data adalah angket dan
wawancara. Analisis data menggunakan rumus persentase dan analisis rasional. Populasi penelitian
adalah 30 orang konselor SMP yang tergabung dalam Musyawarah Guru Bimbingan dan Konseling
Kabupaten Kubu Raya. Penentuan sampel menggunakan teknik total sampling. Hasil belajar
konselor secara umum dalam penggunaan teknik dasar konseling biarkan tahap eksplorasi masalah
memperoleh skor 65% dengan kategori sedang. Artinya konselor belum maksimal dalam
menggunakan teknik dasar konseling pada tahap eksplorasi masalah. Jika dilihat dari subvariabel
yang memperoleh skor rendah, keterampilan merespons artinya konselor belum mampu
menggunakan keterampilan merespons isi, merespons perasaan, dan merespons makna.
Permasalahannya adalah konselor kurang memahami teknik dasar konseling pada tahap eksplorasi
masalah, kurang mengembangkan diri dan tidak terbiasa membaca literatur terkini. Saran perlu
bekerjasama dengan program studi Bimbingan dan Konseling atau pihak lain untuk mengadakan
pelatihan, seminar dan workshop
Kata Kunci: Teknik Dasar Konseling, Eksplorasi Masalah
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 CC BY-SA International License.
ABSTRACT
This study aims to determine the ability of counselors to use basic counseling techniques in
exploring the problems experienced by the counselee. The method used was descriptive survey
research form. Data collection tools are questionnaires and interviews. Data analysis uses the
percentage formula and rational analysis. The research population is 30 junior high school
counselors who are members of the Musyawarah Guru Bimbingan dan Konseling Kubu Raya
Regency. Determination of the sample using a total sampling technique. The general results of the
study of counselors in the use of basic counseling techniques let the problem exploration stage
obtained a score of 65% in the medium category. This means that the counselor has not been
maximal in using basic counseling techniques at the problem exploration stage. When viewed from
the sub-variables that get low scores, the skills to respond means that the counselor has not been
able to use the skills to respond to content, respond to feelings and respond to meaning. The
problem was that the counselor does not understand the basic techniques of counseling at the
exploration stage of the problem, lacks self-development and was not accustomed to reading the
latest literature. Suggestions need to collaborate with the Guidance and Counseling study program
or other parties to hold training, seminars and workshop
Keyword: Basic Techniques of Counseling, Problem Exploration
AoEJ: Academy of Education Journal
Vol. 14 No 2 Tahun 2023
1458
PENDAHULUAN
Salah satu tugas konselor di sekolah adalah melaksanakan layanan konseling
terhadap peserta didik yang mengalami masalah. Konselor (orang yang membantu
memecahkan masalah) diharapkan mampu mengentaskan permasalahan konseli dengan
tuntas, namun kenyataannya belum semua konselor dapat mengatasi masalah yang dialami
konseli (orang yang sedang mengalami permasalahan). Masih ada konselor dalam
melaksanakan konseling hanya berisikan nasehat, sehingga kurang dapat menyelesaikan
masalah dengan baik. Hal ini diperoleh data dari hasil pertemuan dengan konselor Sekolah
Menengah Pertama (SMP) se- Kabupaten Kubu Raya yang tergabung dalam Musyawarah
Guru Bimbingan dan Konseling (MGBK) pada saat mengikuti kegiatan Pengabdian
Kepada Masyarakat. Tujuan penelitian ini adalah menggali permasalahan yang dialami
konselor pada saat melaksanakan konseling pada tahap eksplorasi masalah.
Schertzer dan Stone (dalam Nurihsan, 2007) mengemukakan konseling adalah upaya
membantu individu melalui proses interaksi yang bersifat pribadi antara konselor dan
konseli agar konseli mampu memahami dirinya, mampu membuat keputusan dan
menentukan tujuan berdasarkan nilai yang diyakininya sehingga konseli merasa bahagia
dan efektif perilakunya. Konseling merupakan profesi yang bersifat membantu memiliki
landasan ilmu dan teknologi serta wilayah praktek yang jelas dapat dibedakan dengan
profesi-profesi lain yang bersifat membantu (Wibowo, 2018). Konseling merupakan suatu
kegiatan yang profesional oleh orang yang profesional. Kegiatan konseling merupakan
suatu kegiatan yang melibatkan hubungan antar pribadi antara konselor dengan konseli.
Konseling dalam pelaksanaannya mempunyai unsur seni, maksudnya dalam proses
konseling tidak terlalu ketat dan patuh pada sistematika atau mekanisme tertentu. Hal ini
mengingat bahwa dalam proses konseling akan banyak dipengaruhi oleh pribadi konselor,
pribadi konseli dan sifat dari masalah itu sendiri.
Layanan konseling ditandai adanya hubungan profesional antara konselor yang
memiliki kemampuan dan terlatih dengan konseli, dilakukan secara tatap muka (fece to
face). Kemampuan konselor bukan hanya menguasai teori-teori tentang psikologi, namun
juga dituntut mampu menghayati sikap dan menguasai teknikteknik dasar konseling. Hal
ini didukung oleh hasil penelitian yang mengungkapkan tentang perolehan skor dengan
kualifikasi cukup pada beberapa keterampilan konunikasi pada konselor disebabkan karena
terbatasnya pemahaman konselor terkait keterampilan yang dimaksud Mengingat
konseling adalah kegiatan yang profesional, maka sebagai konselor harus (Widodo, 2012).
li, karena melaksanakan konseling merupakan kegiatan yang unik, melibatkan kemampuan
AoEJ: Academy of Education Journal
Vol. 14 No 2 Tahun 2023
1459
pikir, kematangan dan kepekaan emosional, serta menuntut behavior repertoir dari
konselor. Keunikan itu disebabkan oleh keberadaan konseling yang di samping sebagai
ilmu juga kiat. Penguasaan teknik dasar konseling perlu ditempuh melalui latihan-latihan
secara sistematis dan prosedural, baik melalui adegan permainan peran maupun self-
instruction. Hasil latihan kemudian diinternalisasikan kedalam kepribadian konselor,
sehingga berbagai keterampilan konseling yang telah dipelajari menyatu ke dalam
pribadinya dan terwujud dalam bentuk unjuk kerja yang memadai pada saat melakukan
konseling.
Konselor dalam melaksanakan konseling harus mampu menguasai teknik-teknik
dasar konseling supaya dapat melaksanakan proses konseling dengan baik dan benar
mencapai tujuan yang diharapkan. Abimanyu S & Manrihu (2009), mengemukakan tahap-
tahap pelaksanakan konseling meliputi; pengembangan tata formasi hubungan konseling
awal, tahap eksplorasi masalah, tahap mempersonalisasi masalah, tahap mengembangkan
inisiatif, tahap mengakhiri serta menilai konseling. Jika konselor dalam melaksanakan
konseling kurang menguasai tahap-tahap dalam konseling, tentu hasilnya kurang
memuaskan bagi diri konseli. Karena antara tahap pertama sampai tahap akhir saling
keterkaitan. Penelitian ini hanya meneliti tentang tahap eksplorasi masalah sedangkan
tahap-tahap berikutnya akan diteliti lebih lanjut.
Tahap eksplorasi masalah merupakan kegiatan konselor dalam menggali
permasalahan yang ada pada diri konseli. Tahap ini sangat penting untuk kelanjutan tahap
konseling berikutnya. Jika dalam tahap ini konselor melakukan kesalahan dalam menggali
permasalahan konseli tentunya hasil dari konseling kurang dapat memberikan solusi yang
tepat. Konselor dalam mengeksplorasi masalah harus menggunakan teknikteknik dasar
konseling. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Isnaini (2019) tentang
implementasi teknik konseling eksplorasi masalah dalam layanan konseling individual di
Sekolah Menengah Atas Muhamadiyah 1 Pekanbaru, konselor menggunakan pertanyaan
persuasif untuk menggali eksplorasi perasaan, sedangkan untuk menggali pengalaman
konseli yang tersimpan menggunakan pertanyaan langsung.
Teknik dasar yang digunakan pada tahap mengeksplorasi masalah meliputi; kondisi-
kondisi inti, keterampilan mendukung dan keterampilan merespon (Abimanyu & Manrihu,
2009). Kondisi inti merupakan kegiatan yang sangat penting dilakukan konselor sebelum
masuk pada teknik dasar keterampilan mendukung. Kondisi inti meliputi; empati, respect,
kongkret (Carckhuf, 2008). Empati adalah kegiatan konselor yang ikut merasakan apa
yang sedang dirasakan oleh konseli, terkadang sering diabaikan padahal merupakan salah
AoEJ: Academy of Education Journal
Vol. 14 No 2 Tahun 2023
1460
satu aspek penting dalam proses konseling. Hal ini sejalan dengan ungkapan Duan (1996)
The decrease in empathy research in recent years appears attributable to the lack of clear
focus and effective research tools as well as the shift in interest from empathy to other
concepts such as the working alliance.” Melalui empati konselor mampu merespon sesuai
dengan apa yang sedang dialami oleh konseli. Harapannya konselor mampu menahan
frame of reference sehingga konseli merasa bebas mengekspresikan dirinya tanpa rasa
takut.
Selain empati konselor juga harus respect atau peduli terhadap kondisi konseli.
Konselor dalam membantu konseli tidak boleh terpaksa melainkan harus ikhlas dan jujur.
Konselor juga disarankan fokus terhadap masalah yang benar-benar sedang dialami oleh
konseli. Keberhasilan konselor dalam membantu konseli tidak terlepas dari hubungan yang
kuat antara konselor dan konseli yang dapat membuat konseli merasa nyaman saat
melakukan strategi monitoring diri (Baker, dkk. 2012).
Pelaksanaan konseling dilakukan melalui tahap demi tahap, antara tahap yang satu
dengan yang lainnya saling keterkaitan dan setiap tahap menggunakan teknik dasar
konseling. Salah satu tahap dalam konseling adalah tahap eksplorasi masalah yaitu
merupakan kegiatan konselor dalam menggali masalah yang ada pada diri konseli. Teknik
dasar konseling yang digunakan pada tahap eksplorasi masalah meliputi; kondisi inti,
keterampilan mendukung dan keterampilan merespon (Abimanyu S & Manrihu M.T,
2009). Kondisi inti adalah kegitan yang dilakukan konselor dalam mempersiapkan konseli
agar mau membuka diri tanpa rasa takut menceritakan masalahnya. Hal ini dilakukan agar
konseli merasa aman, tenang, nyaman, rileks tidak merasa tertekan, ataupun cemas.
Adapun yang perlu dilakukan dalam kegiatan ini adalah menunjukan rasa empati, respect,
tulus dan kongkret. Empati adalah kemampuan konselor ikut merasakan apa yang
dirasakan oleh konseli. Melalui empati konselor mampu menahan frame of reference
terhadap konseli,sehingga konseli merasa bebas mengeksplorasi dirinya sendiri tanpa rasa
ditekan. Selain empati konselor juga harus respect atau peduli terhadap permasalahan yang
dihadapi konseli. Sikap peduli harus ditunjukan dengan tulus/ ikhlas tidak terpaksa dan
tidak penuh dengan kepalsuan. Selanjutnya konselor juga harus mampu memilih mana
yang masalah primer dan mana yang sekunder, sehingga dalam proses konseling dapat
mencapai tujuan yang diharapkan. Keterampilan dasar mendukung merupakan kemampuan
konselor dalam menggunakan berbagai teknik dasar konseling untuk membantu
mengeksplor permasalahan yang ada pada diri konseli. Ada sejumlah keterampilan dasar
mendukung pada tahap eksplorasi yaitu keterampilan mengajak terbuka berbicara,
AoEJ: Academy of Education Journal
Vol. 14 No 2 Tahun 2023
1461
mengajukan pertanyaan terbuka, mendengarkan secara akurat,mengikuti pokok
pembicaraan, dorongan minimal, memparafrase dan merefleksi. Keterampilan merespon
adalah menanggapi apa yang diungkapkan oleh konseli pada saat proses konseling. Respon
konselor memungkinkan konseli melakukan eksplorasi terhadap apa yang sedang
dirasakannya untuk itu konselor harus mendengarkan pernyataan konseli baik-baik agar
dapat merespon dengan tepat. Merespon berarti memasuki frame of reference nya
konseli (Carkhuff 2008). Artinya bahwa konselor memasuki dunianya konseli dan melihat
dunia ini menurut kaca mata konseli setelah itu baru merespon apa yang konselor dengar.
Keterampilan merespon meliputi tiga macam,yaitu; 1) keterampilan merespon isi yaitu
merespon isi pembicaraan konseli 2) keterampilan merespon arti yaitu merespon arti dari
apa yang sedang terjadi pada diri konseli dan 3) keterampilan merespon perasaan yaitu
merespon perasaan yang sedang dirasakan konseli.
Kenyataannya apa yang sudah dipaparkan belum dilaksanakan secara maksimal oleh
konselor pada tahap eksplorasi masalah. Hal ini dikarenakan konselor kurang memahami
teknik-teknik tersebut sehingga belum terampil dalam penggunaannya. Pada latar belakang
tersebutlah peneliti ingin mendeskripskan bagaimana penggunaan teknik dasar konseling
tahap eksplorasi masalah pada konselor Sekolah Menengah Pertama Kabupaten Kubu
Raya Tahun Ajaran 2020/ 2021.
METODE PENELITIAN
Metode yang di gunakan metode kuantitatif deskriptif. Variabel penelitiannya adalah
penggunaan teknik dasar konseling tahap eksplorasi masalah. Subvariabelnya yaitu
kegiatan inti, keterampilan mendukung, keterampilan merespon,dan masalah yang
dihadapi konselor. Populasi dalam penelitian ini adalah konselor SMP Negeri dan Swasta
yang tergabung dalam MGBK Kabupaten Kubu Raya yang berjumlah 30 orang.
Berhubung populasi hanya berjumlah 30 orang maka seluruh populasi dijadikan sampel
(Sugiyono, 2017). Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan alat berupa angket
dan wawancara untuk memperoleh data tentang sub masalah satu sampai tiga yaitu
kegiatan inti, keterampilan mendukung dan keterampilan merespon menggunakan angket
sedangkan wawancara digunakan untuk menggali masalah-masalah yang dihadapi konselor
dalam menggunakan teknik dasar konseling pada tahap eksplorasi masalah.
AoEJ: Academy of Education Journal
Vol. 14 No 2 Tahun 2023
1462
Tabel 1 Kisi-Kisi Angket
Variabel
Subvariabel
Jumlah Butir
Eksplorasi
Masalah
Kegiatan inti
10
Keterampilan mendukung
18
Keterampilan merespon
12
Tabel 2 Kisi-Kisi Pedoman Wawancara
Analisis data menggunakan rumus persentase (Sudijono, 2014) seperti yang terlihat
pada rumus:
Keterangan: P adalah angka persentase; F adalah frekuensi yang sedang dicari
presentasenya; N adalah number of case (jumlah frekuensi/responden).
Selanjutnya untuk
mengetahui kualitas hasil perhitungan tersebut dikonsultasikan dengan kategori penilaian
hasil angket yang disusun seperti yang terlihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Tolok Ukur Penggunaan Eksplorasi Masalah
Persentase
Kategori
80% - 100%
Baik Sekali
70% - 79%
Baik
60% - 69%
Sedang
50% -59%
Kurang
<50%
Kurang Sekali
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian tentang penggunaan teknik dasar konseling tahap eksplorasi masalah
secara umum bertujuan untuk mendeskripsikan penggunaan teknik dasar konseling tahap
eksplorasi masalah pada konselor SMP Kabupaten Kubu Raya yang tergabung dalam
Musyawarah Guru Bimbingan Konseling (MGBK). Hasil dari analisis data diperoleh
Subvariabel
Aspek
Masalah yang dihadapi
konselor
Konselor kurang memahami keterampilan
mengeksplorasi masalah
Pengembangan diri konselor masih kurang
Literatur yg masih terbatas
AoEJ: Academy of Education Journal
Vol. 14 No 2 Tahun 2023
1463
temuan yang merupakan jawaban atas masalah dan tujuan penelitian yang telah di
rumuskan. Berdasarkan temuan secara umum tentang penggunaan teknik dasar konseling
tahap ekplorasi masalah pada konselor Sekolah Menengah Pertama Kabupaten Kubu Raya
diperoleh skor 65 % dengan kategori sedang. Hal ini menunjukan bahwa teknik-teknik
yang ada pada tahap eksplorasi masalah baru digunakan 65 %, masih ada yang belum
digunakan sesuai dengan teori. Dapat disimpulkan bahwa konselor masih belum
sepenuhnya mampu menciptakan kondisi inti, menggunakan keterampilan mendukung
serta belum mampu menggunakan keterampilan merespon dengan baik dan benar. Hal ini
juga dialami oleh para calon konselor dan alumni dari program studi Bimbingan konseling
di Aceh, hasil penelitian yang dilakukan oleh Bustaman (2016), tentang hasil pengukuran
aspek kognitif keterampilan dasar konseling menunjukan bahwa penguasaan konsep
attending, questioning, observing dan responding masih belum memuaskan. Keterampilan
dasar konseling sangat penting digunaakan pada saat melakukan konseling, karena dapat
membantu konseli untuk mengeksplorasi masalah yang sedang dirasakannya. Nelson-Jones
(2012) mengatakan tujuan utama menggunakan keterampilan konseling adalah untuk
membantu konseli mengembangkan keterampilan pribadi dan inner strength (kekuatan
batin) agar mereka dapat menciptakan kebahagiaan didalam kehidupannya sendiri dan
orang lain. Apa yang diungkapkan oleh ahli sangat jelas bahwa keterampilan konseling
merupakan bagian yang sangat integral dalam kegiatan konseling.
Secara khusus dijabarkan pada setiap aspek dengan cara di kelompokan menjadi
empat bagian yaitu: Petama kondisi-kondisi inti, Kedua keterampilan dasar mendukung,
Ketiga keterampilan dasar merespon, Keempat masalah yang dihadapi konselor.
Kondisi Inti
Keterampilan utama yang diperlukan pada kondisi inti adalah kemampuan
melakukan empati, respek,tulus dan ikhlas serta dapat mengkongkretkan masalah yang
sedang dialami konseli (Carkhuff, 2008). Kondisi inti pada tahap eksplorasi masalah
berfungsi untuk membantu konseli mengekslplorasikan masalah yang ada pada dirinya.
Melalui penciptaan kondisi inti oleh konselor dapat membantu konseli menceritakan
masalah yang sedang dialaminya. Kondisi inti didalammnya mencakup kegiatan attending
yang ditunjukan melalui : memberikan edukasi mengenai proses konseling,memberikan
motivasi kepada konseli agar mau terlibat dalam proses konseling, menemukan titik temu
antara pedoman konseling dan keinginan konseli (Wardah Nisa, 2015). Kondisi inti
didalammnya mencakup kegiatan empati yaitu merupakan salah satu teknik yang dipercaya
dapat meningkatkan efektifitas pelayanan konseling yang diberikan kepada konseli
AoEJ: Academy of Education Journal
Vol. 14 No 2 Tahun 2023
1464
(Handari, 201). Empati merupakan kecenderugan seseorang untuk mampu menempatkan
diri dalam fikiran dan perasaan pada orang lain (Sugiyatno, 2010). Kenyataannya konselor
Sekolah Menengah Pertama kabupaten Kubu Raya secara umum belum mampu secara
maksimal melakukan hal tersebut. Hal ini tentunya berpengaruh terhadap keberhasilan
dalam membantu konseli untuk memecahkan masalahnya. Merespon dengan diwujudkan
melalui empati yang dilakukan konselor dapat berfungsi untuk memotivasi konseli agar
mau aktif dan terbuka dalam proses konseling. Empati menurut Carkhuff (2008)
merupakan kata yang digunakan jika konselor memasuki dunia konseli dan kemudian
melihat dunia itu menurut pandangan konseli. Hal ini senanda juga dikemukakan oleh
Rogers (dalam Willis, 2011) mengatakan bahwa empati sebagai kemampuan yang dapat
merasakan dunia pribadi konseli tanpa kehilangan kesadaran diri. Empati tentunya tidak
mudah untuk dilakukan oleh konselor karena dituntut untuk merasakan apa yang sedang
dialami konseli tanpa larut pada permasalahan konseli. Pada tahap kondisi inti selain
empati, konselor juga harus memiliki respect dalam membantu memecahkan masalah
konseli. Menurut Patterson (1985) mengatakan bahwa respect merupakan penghargaan
tanpa syarat, sebagai salah satu kondisi untuk mengubah kepribadian secara konstruktif.
Respect merupakan kemampuan konselor dalam menghargai apa keputusan
konseli,menghormati pilihan konseli dan memberikan penilian apa adanya terhadap
konseli. Namun tidak semua konselor dapat melakukan respek dengan baik, hal ini dapat
diihat dari indikator hasil angket dimana sebagian besar konselor dalam melakukan
respect belum maksimal. Hal ini menunjukan bahwa konselor Sekolah Menengah Pertama
Kubu Raya belum semuanya mampu melakukan keterampilan tersebut. Konselor juga
dituntut harus tulus ikhlas dalam membantu konseli, artinya bahwa konselor dalam
membantu konseli tanpa tawar menawar mengajukan persyaratan tertentu. Pada
keterampilan ini konselor sebagian besar sudah melalukuan kegiatan tersebut. Pada tahap
kondisi inti yang terakhir yaitu mampu mengkongkritkan masalah yang dialami konseli,
maksudnya adalah konselor harus mampu mencegah konseli lari dari kenyatan yang
sedang dihadapi. Konselor dalam berbicara harus hati-hati jangan sampai pembicaraannya
tidak mempunyai nilai relevan bagi pribadi konseli yang dapat berdampak pada proses
konseling selanjutnya. Konselor harus mampu mengkongkritkan masalah yang ada pada
diri konseli sehingga konseli mampu mengungkapkan secara terbuka permasalahan yang
sedang dialaminya. Namun dari hasil penelitian konselor SMP kabupaten Kubu Raya
dalam tahap kondisi inti belum mampu melakukan empati, respect, tulus- ikhlas dan
AoEJ: Academy of Education Journal
Vol. 14 No 2 Tahun 2023
1465
mengkongritkan masalah yang dialami konseli secara maksimal. Hal ini tentu berdampak
pada kurang tercapainya pelaksanaan konseling sesuai dengan tujuan yang diharapkan.
Keterampilan Mendukung
Keterampilan mendukung adalah kemampuan konselor dalam menggunakan
berbagai jenis respon untuk membantu konseli agar dapat mengungkapkan
permasalahannya. Keterampilan ini meliputi; mengajak konseli terbuka untuk berbicara,
menggunakan pertanyaan terbuka, mendengarkan secara akurat, mengikuti pokok
pembicaraan,melakukan dorongan minimal dan mampu memparaphrase serta merefleksi.
Hasil penelitian konselor SMP Kabupaten Kubu Raya menunjukan bahwa dalam
menggunakan keterampilan mendukung sudah tergolong baik. Artinya bahwa konselor
melakukuan proses konseling sudah menggunakan berbagai keterampilan yang dapat
membantu konseli mengeksplorasikan masalahnya. Namun jika dilihat dari setiap aspek
masih terdapat indikator keterampilan mendukung yang belum dilakukan oleh konselor
secara maksimal yaitu paraphrase dan refleksi. Keterampilan Paraphrase merupakan
keterampilan mendukung yang berfungsi untuk menguatkan kembali kata-kata konseli
namun jarang dilakukan oleh konselor. Keterampilan paraphrase sangat penting dilakukan
pada saat proses konseling karena dapat mengetes pemahaman konselor tentang apa yang
telah dikatakan konseli,dan mengkomunikasikannya pada konseli bahwa konselor benar-
benar memahaminya. Cormier (l985) mengemukakan bahwa tujuan paraphrase adalah
untuk mengelaborasi ide-ide kunci atau pemikirannya, dan membantu konseli mefokuskan
pembicaraan pada situasi atau kejadian-kejadian yang penting serta membantu konseli
dalam membuat keputusan. Paraphrase yaitu menyatakan kembali katakata atau pikiran
pikiran pokok konseli. Pada keterampilan paraphrase konselor menyatakan ide pokok
konseli dengan katakata sendiri, tidak sekedar menirukan katakata yang di ucapakan
konseli Hariastuti (2007). Pendapat dua ahli tersebut cukup jelas bahwa keterampilan
paraphrase sangat penting untuk dipahami dan dikuasi oleh konselor agar dalam
menggunakan pilihan kata yang tepat sehingga membantu mengeluarkan ide penting yang
diungkapkan konseli. Selain keterampilan paraphrase, keterampilan merefleksi perasaan
juga jarang digunakan oleh konselor. Keadaan semacam ini menggambarkan bahwa
konselor masih ada yang belum memahami cara menggunakan keterampilan refleksi
perasaan. Menurut Geldard (2015) perasaan adalah emosi, bukan pikiran. Merefleksikan
perasaan adalah cara yang bermanfaat untuk membantu pelepasan beban emosional dengan
efek penyembuhan. Sedangkan menurut Asmani (2010) refleksi adalah teknik untuk
memantulkan kembali kepada konseli tentang perasaan, pikiran, dan pengalaman sebagai
AoEJ: Academy of Education Journal
Vol. 14 No 2 Tahun 2023
1466
hasil pengamatan terhadap perilaku verbal dan non verbal.Jadi apa yang dikemukakan para
ahli menunjukan bahwa refleksi sangat berguna untuk mengurangi perasaan yang sedang
bergejolak pada diri konseli. Keterampilan refleksi dan paraphrase sangat bermanfaat
untuk membantu konseli pada tahap eksplorasi masalah. Penggunakan keterampilan
paraphrase dan refleksi perasaan menunjukan bahwa konselor benar-benar berempati dan
memahami apa yang konseli rasakan, hal ini dapat memotivasi konseli untuk lebih terbuka
dan aktif dalam proses konseling.
Keterampilan Merespon
Keterampilan merespon merupakan salah satu teknik dasar konseling yang
digunakan pada tahap eksplorasi masalah. Willis (2011) mengatakan bahwa keterampilan
dasar konseling merupakan kunci keberhasilan agar tujuan konseling dapat tercapai. Hasil
penelitian menunjukan bahwa keterampilan merespon yang dilakukan konselor masih
rendah yaitu memperoleh skor 57%. Hal ini menggambarkan bahwa konselor dalam
melakukan konseling jarang sekali menggunakan keterampilan merespon. Respon adalah
istilah yang digunakan oleh psikologi untuk menanamkan reaksi terhadap rangsang yang
diterima oleh panca indra. Respon biasanya diujudkan dalam bentuk perilaku yang muncul
setelah dilakukan rangsangan dari lingkungan. Merespon itu artinya memberikan sinyal
kepada konseli bahwa kita telah serius dalam mendengarkan pembicaraan dan
keluhannya.Sebagai konselor tentunya dituntut untuk memiliki kemampuan dalam
menggunakan berbagai jenis teknik dasar konseling dan salah satunya adalah merespon.
Agar konselor dalam merespon dapat diterima oleh konseli harus memperhatikan hal-hal
sebagai berikut: a) Berusaha membuat konseli senang sehingga termotivasi untuk
berbicara lebih terbuka tentang masalahnya dengan demikian mampu mendalami perasaan
dan fikiran yang berhubungan dengan masalahnya b)Konseli diarahkan mengubah sikap,
pandangan,kebiasaan dan perilaku yang menyebabkan terjadinya masalah c) Menggunakan
Bahasa yang mudah dipahami oleh konseli d) Cara berbicara jangan memojokan atau
menekan yang dapat mengakibatkan konseli resisten.
Permasalahan yang Dialami Konselor
Menggali permasalahan yang dihadapi konselor SMP Kubu Raya yang tergabung
dalam wadah MGBK dilakukan melalui wawancara. Adapun hasilnya sebagai berikut: a)
Konselor kurang memahami tentang teknik dasar konseling yang harus digunakan pada
tahap ekplorasi masalah,sehingga mereka dalam melakukan konseling kurang maksimal
menggunakan keterampilan tersebut. b) Pengembangan diri konselor masih kurang,jarang
mengikuti kegiatan ilmiah baik ditingkat kabupaten, propinsi maupun tingkat nasional.c)
AoEJ: Academy of Education Journal
Vol. 14 No 2 Tahun 2023
1467
Konselor kurang terbiasa membaca literatur tentang Bimbingan dan Konseling terutama
literatur terbaru, mereka merasakan bahwa masih kurang dalam hal penguasaan teori
maupun praktek dalam konseling.
SIMPULAN DAN SARAN
Hasil penelitian secara umum penggunaan teknik dasar konseling pada tahap
eksplorasi masalah yang terdiri dari kondisi inti, keterampilan mendukung dan
keterampilan merespon diperoleh kategori sedang .Hal ini menunjukan konselor SMP
Kabupaten Kubu Raya yang tergabung dalam Musyawarah Guru Bimbingan Konseling
(MGBK) belum mampu menggunakan teknik dasar konseling secara maksimal pada tahap
eksplorasi masalah. Permasalahan yang dialami konselor masih kurang menguasai
keterampilan dasar konsling pada tahap eksplorasi masalah, kurang pengembangan diri
dan belum terbiasa membaca literatur-literatur yang terbaru. Diperlukan adanya kerjasama
dengan program studi Bimbingan dan Konseling atau lembaga lain yang kompeten dengan
mengadakan pelatihan, seminar dan workhshop untuk konselor sekolah khususnya Guru
Bimbingan dan Konseling di SMP Kubu Raya.
DAFTAR PUSTAKA
Abimanyu,S & Manrihu,M.T (2009). Teknik dan Laboratorium Konseling Makassar:
Badan Penerbit Universitas Negeri Makasar.
Asmani, JMM (2010). Panduan efektif bimbingan dan konseling di sekolah. Jogjakarta:
Diva Press, Jamal Ma'mur.
Baker, SB, Tyler, RE, Lupton-Smith, HS, Wang, AB, Allen, AH, Wapner, KH, ... & Isaac,
ST (2012). Self-Monitoring sebagai Ajaran Konseling dan Strategi Akuntabilitas
dalam https://www.penyuluhan.org/docs/default-source/vistas/self-monitoring-as-a-
conseling-technique-and-an-accountability-strategy. pdf? sfvrsn = 8. Diakes 23
Agustus 2021.
Bustaman,N.(2016). Keterampilan Dasar Konseling: Laporan Tes dan Langkah Beriktnya.
Jurnal Suloh: Jurnal Bimbingan dan Konseling FKIP Unsyiah,1(1),27-35
Carkhuff, R R, (2008). The Art of Helping. Nint Edition.Amhers,MA: Posibilities
Publishing.Inc.
Cormier, L. J., & Cormier, L. S. (1985). Interviewing Strategies for Helpers Second
Edition, Monterey, California: Brooks/Code Publ.
Duan, C., & Hill, C. E. (1996). The current state of empathy research. Journal of
counseling psychology, 43(3), 261.
Geldard.K. (2015). Membantu Memecahkan Masalah Orang Lain Dengan Teknik
Konseling,) Penerjemah Agung Prihantoro Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Handari, S. (2016). Empati Sebagai Pengembangan Seni Konseling Untuk Efektivitas
Pelayanan Konseling. Lentera: Jurnal Ilmu Dakwah dan Komunikasi, 18(1), 145627.
Hariastuti, RT. (2007). KeterampilanKeterampilan Dasar dalam Konseling: Unesa
University Press.
AoEJ: Academy of Education Journal
Vol. 14 No 2 Tahun 2023
1468
Isnaini, W. M. (2020). Implementasi Teknik Konseling Eksplorasi Dalam Layanan
Konseling Individual Di Sekolah Menengah Atas Muhammadiyah 1 Pekanbaru
(Doctoral dissertation, Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau).
Ma‘mur Asmani,Jamal. (2010). Panduan Efektif Bimbingan dan Konseling di sekolah
Yogyakarta: Diva Press.
Nelson _Jones,R (2012). Teori dan Praktek Konseling dan Terapi.Edisi
Keempat.Penerjemah H.P.Soetjipto dan S.M.Soetjipto.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Nisa Wardah (2015). Analisis Keterampilan Attendig Calon Konselor dalam Membangun
Rapport Dengan Konseli, Journal edu.SPs UniversitasPendidikan Indonesia
Nurihsan, A. J. (2016). Bimbingan dan Konseling: dalam berbagai latar kehidupan. Refika
Aditama.
Patterson (1985). Respect (Unconditional Positive Regard). The Therapeutic Relationship
Monterey. CA: Brooks/Cole pp.50-63
Sudijono,A.(2014). Pengantar Evaluasi Pendidikan Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Sugiyatno, S. (2010). Kekerasan Di Sekolah Bagian Masalah Pendidikan Sosial-
Emosional: Paradigma, 5 (09).
Sugiyatno,A.(2012). Komunikasi Interpersonal yang Empatis Membentuk Kompetensi
Konselor Profesional dalam Layanan Konseling. Proseding Seminar Internasional
Bimbingan dan Konseling Universitas Negeri Jogyakarta.
Sugiyono, (2017). Metode Penelitian Kuantitatif Bandung: Alfabeta.
Wibowo,E.M.(2018). Profesi Konselor Abad 21, Semarang: UNNES Press.
Widodo,B. (2012). Aplikasi Keterampilan Komunikasi Konselor dalam Proses Konseling
di SMPN Kota Madium. Widiya Warta: Jurnal Ilmiah Universitas Katolik Widya
Mandala Madium,36 (01), 52-65
Willis, Sofyan S (2011). Konseling Individual Teori dan Praktek, Bandung: Alfabeta.