Academy of Education Journal
Vol. 15, No. 1, Januari 2024, Page: 74-84
ISSN: 1907-2341 (Print), ISSN: 2685-4031 (Online)
74
Yesita Amanda et.al (Strategi penanganan korban pelecehan seksual….)
Strategi penanganan korban kekerasan seksual pada
perempuan oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan,
Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan
Keluarga Berencana Kabupaten Karanganyar
Yesita Amanda
a,1
, Triana Rekejiningsih
b,2
, Erna Yuliandari
c,3
a,b,c
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Universitas Sebelas Maret, Jl. Ir. Sutami No. 36A, Jebres, Kota
Surakarta, Indonesia
1
yesitaamanda@student.uns.ac.id;
2
triana_rizq@staaff.uns.ac.id;
3
INFO ARTIKEL
ABSTRAK
Sejarah Artikel:
Diterima: 10 Maret 2023
Direvisi: 21 Juli 2023
Disetujui: 3 Oktober 2023
Tersedia Daring: 1 Januari 2024
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis: 1) Bagaimana strategi
penanganan korban kekerasan seksual pada perempuan oleh Dinas
Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk
dan Keluarga Berencana Kabupaten Karanganyar. 2) Apa permasalahan
yang ditemui dalam penanganan korban kekerasan seksual pada perempuan
dan solusinya. Pada penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif.
Pada penelitian ini ditemukan hasil: 1) strategi penanganan korban
kekerasan seksual pada perempuan oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan,
Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana
Kabupaten Karanganyar yaitu (1) penerimaan laporan, (2) penjangkauan
korban, (3) pengolahan kasus, (4) mediasi, (5) pendampingan medis,
psikologis, hukum, (6) pemulihan psikis dan trauma. 2) Permasalahan yang
ditemui dalam penanganan korban kekerasan seksual pada perempuan dan
solusinya yaitu (1) kurangnya tenaga pendamping yaitu dengan menggait
lembaga lain yang memiliki tujuan sejalan, (2) korban yang tidak terbuka,
diatasi dengan refreshing mind, (3) keluarga yang kurang kooperatif diberi
pemahaman, (4) kurangnya pemahaman masyarakat mengenai dinas yang
menangani kasus kekerasan seksual, diatasi dengan mengadakan sosialisasi.
Kata Kunci:
Perempuan
Kekerasan Seksual
Korban Kekerasan Seksual
ABSTRACT
Keywords:
Women
Sexual Violence
Victims of Sexual Violence
This study aims to analyze: 1) What is the strategy for handling victims of
sexual violence against women by the Office of Women's Empowerment, Child
Protection, Population Control and Family Planning, Karanganyar Regency. 2)
What are the problems encountered in handling victims of sexual violence
against women and the solutions. In this study using qualitative research
methods. In this study the results were found: 1) strategies for handling victims
of sexual violence against women by the Office of Women's Empowerment,
Child Protection, Population Control and Family Planning in Karanganyar
Regency, namely (1) receiving reports, (2) outreach to victims, (3) case
processing, ( 4) mediation, (5) medical, psychological, legal assistance, (6)
psychological and trauma recovery. 2) The problems encountered in handling
victims of sexual violence against women and their solutions are (1) lack of
companion staff, namely by engaging other institutions that have the same
goals, (2) victims who are not open, overcome with refreshing minds, (3)
families who lack cooperative given an understanding, (4) the lack of
understanding of the community about the agency that handles cases of sexual
violence, overcome by conducting socialization.
©2024, Yesita Amanda, Triana Rekejiningsih, Erna Yuliandari
This is an open access article under CC BY-SA license
Academy of Education Journal
Vol. 15, No. 1, Januari 2024, Page: 74-84
ISSN: 1907-2341 (Print), ISSN: 2685-4031 (Online)
75
Yesita Amanda et.al (Strategi penanganan korban pelecehan seksual….)
1. Pendahuluan
Pancasila merupakan dasar negara Indonesia. Pancasila mengajarkan mengenai ketuhanan,
kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan, selain itu Pancasila juga mengajarkan
mengenai sikap dan perbuatan saling menghargai sesama manusia. Namun saat ini marak terjadi
kasus kekerasan yang menjadi isu hangat dikalangan masyarakat. Kekerasan merupakan
tindakan secara sengaja yang dilakukan oleh seseorang atau disebut dengan pelaku terhadap
orang lain yaitu korban dengan tujuan untuk menyengsarakan sehingga mengakibatkan kerugian
baik secara fisik, psikis, ekonomi, dan sebagainya. Kekerasan merupakan tindakan yang
dilakukan sebagai bentuk dari tindak pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang telah
ditetapkan dalam konstitusi maupun peraturan perundang-undangan lainnya. Kekerasan dapat
terjadi kepada setiap orang dimanapun dan kapanpun, salah satunya kepada perempuan.
Perempuan merupakan salah satu subjek hukum yang rentan mendapat tindakan pelanggaran
terhadap Hak Asasinya (Purwanti & Zalianti, 2018:139). Perempuan kerap kali dianggap sebagai
manusia yang lemah dan tidak berdaya sehingga perempuan kerap menjadi korban kekerasan.
Kekerasan terhadap perempuan merupakan wujud dari ketimpangan relasi atau hubungan antara
kekuasaan laki-laki dan perempuan (Rahayu, 2021:10), sedangkan perempuan memiliki harkat
dan martabat yang harus dijaga dan dilindungi, tetapi dalam kenyataannya banyak kejadian-
kejadian yang dapat merampas harkat dan martabat perempuan.
Kekerasan terhadap perempuan sering dianggap permasalahan yang sepele dan biasa oleh
masyarakat. Hal ini dapat terjadi karena pemahaman masyarakat mengenai posisi perempuan
yang selalu di bawah laki-laki (subordasi) atau penomorduaan yang mampu menjadikan laki-laki
berfikir bahwa dirinya lebih kuat daripada perempuan karena menganggap posisinya berada
diatas perempuan sehingga sering memimbulkan sifat laki-laki yang memanfaatkan dan
menekan (dominasi) terhadap perempuan yang mampu menimbulkan kekerasan baik secara fisik
maupun psikis. Perempuan seringkali mendapat tindak diskriminasi, pelecehan hingga
perempuan ditempatkan sebagai objek kekerasan. Kekerasan terhadap perempuan biasanya
identik dengan kekerasan fisik misalnya penganiayaan dan kekerasan seksual (Silap C et al.,
2019: 3).
Kekerasan yang menimpa kaum perempuan salah satunya adalah kekerasan seksual.
Kekerasan seksual dapat diartikan sebagai tindakan yang merampas hak seorang perempuan
dilakukan oleh seorang pelaku terhadap korban kekerasan yang berkaitan dengan seksual,
tindakan ini dilakukan tanpa persetujuan salah satu pihak, dan juga tindak kekerasan seksual
sendiri ditandai dengan unsur paksaan, ancaman, intimidasi. Kekerasan seksual merupakan
tindak kejahatan terhadap kaum perempuan yang sangat buruk dan juga tindak kejahatan yang
telah melanggar Hak Asasi Manusia seseorang, dimana mayoritas korban tindak kekerasan
seksual merupakan perempuan (Adam, 2022: 552). Kekerasan seksual ini menjadi ancaman bagi
perempuan dan mengakibatkan perempuan merasa tidak aman (Meger, 2016).
Kekerasan seksual yang terjadi di Indonesia berdasarkan data dari Catatan Tahunan
(CATAHU) Komnas Perempuan, pada tahun 2010-2021 terdapat sebanyak 49.762 catatan kasus
kekerasan seksual. Sedangkan di tahun 2022 pada bulan Januari-November Komnas Perempuan
mencatat sebanyak 3.014 kasus kekerasan berbasis gender terhadap perempuan. Provinsi Jawa
Tengah juga tidak luput menyumbang angka kekerasan seksual terbukti sepanjang tahun 2022
kasus kekerasan seksual di provinsi jawa tengah mencapai 1.125 kasus dan sebesar 87,4%
merupakan kasus kekerasan seksual yang terjadi kepada perempuan dengan 983 korban. Kasus
kekerasan seksual pada perempuan terjadi pada setiap daerah, tidak terkecuali di Kabupaten
Karanganyar sendiri, di Kabupaten Karanganyar sendiri menurut Dinas Pemberdayaan
Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3APPKB)
pada tahun 2022 berjunlah 26 kasus.
Academy of Education Journal
Vol. 15, No. 1, Januari 2024, Page: 74-84
ISSN: 1907-2341 (Print), ISSN: 2685-4031 (Online)
76
Yesita Amanda et.al (Strategi penanganan korban pelecehan seksual….)
Perempuan yang menjadi korban kekerasan seksual mengalami dampak buruk terhadap
segala aspek di kehidupannya. Kekerasan seksual memberikan dampak terhadap kesehatan, baik
kesehatan fisik, kesehatan psikis, maupun trauma yang tidak hanya berdampak kepada korban
tetapi juga kepada keluarga korban yang dapat berlangsung selama bertahun-tahun (Muhid et al.,
2019). Dampak terhadap kesehatan fisik perempuan korban kekerasan seksual menyebabkan
cidera fisik, diantaranya: luka, lebam, keguguran, tekanan darah tinggi, sakit kronis, mengidap
penyakit menular (HIV), dan lain sebagainya. Dampak terhadap tingkah laku perempuan korban
kekerasan seksual, diantaranya: perempuan dapat berfikir untuk mengakhiri hidup,
penyalahgunaan obat-obatan terlarang, mengonsumsi alkohol, dll. Dampak terhadap kesehatan
mental perempuan korban kekerasan seksual, diantaranya: perempuan mengalami stress, trauma,
depresi, kehilangan rasa percaya diri, merasa tidak berguna, merasa terasing, tidak memiliki
harapan dan tujuan dalam hidupnya (Ali Said., et al, 2017: 21).
Kini kasus kekerasan seksual yang menimpa perempuan telah lebih diperhatikan oleh
pemerintah sebagai upaya pemenuhan hak warga negara. Dengan disahkannya Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual merupakan wujud nyata dari
tanggung jawab negara dalam mencegah, menangani dan memulihkan korban kekerasan seksual
(Nurisman, 2022). Dalam Pasal 68 Undang-Undang No 12 Tahun 2022 Tentang Tindak Pidana
Kekerasan Seksual, korban kekerasan seksual mendapatkan penanaganan sebagai perwujudan
hak yang diterima oleh korban kekerasan seksual. Dalam upaya menanganai korban kekerasan
seksual berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 diperlukan juga keterlibatan
pemerintah daerah. Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD
PPA) sebagai penyelenggara pelayanan terpadu bagi perempuan dan anak yang menjadi korban
kekerasan, deskriminasi, dan masalah-masalah lainnya. UPTD PPA tidak dapat berdiri sendiri
unit ini merupakan unit yang berinduk pada Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan
Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana atau biasa disebut (DP3APPKB)
sebagai perangkat daerah yang membantu tugas bupati dalam memberikan perlindungan
terhadap perempuan dan anak. Dengan demikian terlihat keseriusan dan tanggung jawab dari
negara atau pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dalam menangani korban kekerasan
seksual dengan melibatkan berbagai skateholder dan fasilitas milik pemerintah.
Dari permasalahan dan data yang telah dipaparkan diatas, maka peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian guna mengetahui lebih jauh mengenai bagaimana perempuan korban
kekerasan di Kabupaten Karanganyar mendapatkan penanganan oleh dinas terkait. Maka dengan
ini peneliti tertarik untuk mengambil judul penelitian Strategi Penanganan Korban
Kekerasan Seksual Pada Perempuan Oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan,
Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kabupaten
Karanganyar”.
2. Metode
Dalam menyelesaikan penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian deskriptif
kualitatif. Metode penelitian kualitatif ini merupakan metode penelitian yang digunakan peneliti
untuk meneliti objek dalam secara alamiah atau kondisi sesungguhnya tanpa rekayasa
(Sugiyono, 2015). Dengan menggunakan metode penelitian kualitatif penulis mengharapkan
dapat memahami serta menggali lebih banyak data dan informasi secara jelas, mendalam dan
tuntas untuk mendukung penelitian. Hasil yang diperoleh dari pengumpulan data tersebut
dianalisa dan dipaparkan dalam bentuk kalimat tertulis/ lisan yang telah disampaikan oleh
informan yang telah penulis amati sebelumnya.
Teknik pengumpulan data diartikan sebagai teknik yang digunakan oleh peneliti dengan
tujuan untuk memperoleh data yang diharapkan secara sistematis dan dapat dipertanggung
jawabkan keabsahannya. Peneliti menggunakan teknik wawancara untuk mengambil data
Academy of Education Journal
Vol. 15, No. 1, Januari 2024, Page: 74-84
ISSN: 1907-2341 (Print), ISSN: 2685-4031 (Online)
77
Yesita Amanda et.al (Strategi penanganan korban pelecehan seksual….)
lapangan secara lebih mendalam dengan mewawancarai informan yang sesuai dengan kriteria
telah ditentukan sebelumnya (Sugiyono, 2013: 137). observasi merupakan suatu tahapan
kompleks untuk mengumpulkan data yang tersusun dari proses psikologis dan biologis
diantaranya yang terpenting adalah melakukan pengamatan dan menggunakan ingatan.
Observasi yang dilakukan oleh peneliti merupakan proses pengamatan secara langsung terkait
dengan kajian penelitian (Sugiyono, 2013: 145). Studi dokumentasi dilakukan dengan mencari
dokumen-dokumen yang berkaitan dan mendukung penelitian, yaitu mencari data baik berupa
catatan, buku, majalah, surat kabar, notulen rapat. Dalam studi dokumentasi ini peneliti
mengamati benda mati yang dijadikan sebagai sumber dalam penelitiannya (Siyoto & Ali, 2015).
Dokumen yang digunakan pada penelitian ini berupa dokumen-dokumen yang telah tersedia dan
berkaitan dengan topik penelitian. Setelah peneliti mendapatkan data, maka dilakukan teknik uji
validitas data. Triangulasi merupakan uji validitas yang dilakukan peneliti dalam memeriksa
keabsahan/ validitas data, dengan menggunakan sesuatu yang berada diluar data, dengan tujuan
untuk mengkonfirmasi dan membandingkan terhadap data yang telah diperoleh. Teknik uji
validitas data yang digunakan peneliti ialah triangulasi sumber, yaitu mengkonformasi kembali
tingkat kebasahan informasi yang telah diperoleh yang berasal dari sumber yang berbeda.
3. Hasil dan Pembahasan
a. Strategi penanganan korban kekerasan seksual pada perempuan oleh Dinas
Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan
Keluarga Berencana Kabupaten Karanganyar
Hasil
Korban kekerasan seksual di Kabupaten Karanganyar semua mendapat penanganan
oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan
Keluarga Berencana atau biasa disebut (DP3APPKB). DP3APPKB memiliki bidang yang
khusus menangani kasus kekerasan terdahap perempuan dan anak, termasuk juga kasus
kekerasan seksual. Bidang tersebut yaitu Bidang Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak (PPPA). Bidang PPPA akan berkoodinasi dengan Pusat Pelayanan
Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) yang merupakan pusat pelaksana
teknis penanganan korban kekerasan seksual yang tersebar disetiap daerah, dan terintegrasi
dalam upaya memberikan perlindungan terhadap perempuan dan anak dari kekerasan,
diskrimiasi, tindak perdagangan orang yang dibentuk oleh pemerintah daerah. Penanganan
yang didapatkan berupa:
1) Penerimaan Aduan
Pengaduan kasus kekerasan seksual dapat dilakukan dengan dua cara, yang pertama
yaitu secara offline (aduan langsung) dan yang kedua secara online (secara tidak
langsung). Aduan secara langsung dapat dilakukan dengan mengunjungi langsung
Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan
Keluarga Berencana (DP3APPKB) Kabupaten Karanganyar yang beralamat di Jl. Lawu
No. 167, Tegalgede, Kecamatan Karanganyar, Jawa Tengah. Selain aduan secara
langsung (offline) tersebut DP3APPKB juga menerima aduan secara tidak langsung
(online), aduan secara tidak langsung ini bisa dimanfaatkan bagi korban yang malu
apabila harus datang ke dinas langsung dan bertemu banyak orang, aduan online dapat
dilakukan dengan mengakses website dp3appkb.karanganyar.go.id. atau dengan
menghubungi hotline yang tersedia. Aduan kasus kekerasan seksual juga datang dari
rujukan KOMNAS HAM, KPAI, KOMNAS Perempuan.
2) Penjangkauan Korban
Pengertian penjangkauan berdasarkan Prosedur Standar Operasional Satuan Tugas
Penanganan Masalah Perempuan dan Anak adalah tindakan yang dilakukan dalam
Academy of Education Journal
Vol. 15, No. 1, Januari 2024, Page: 74-84
ISSN: 1907-2341 (Print), ISSN: 2685-4031 (Online)
78
Yesita Amanda et.al (Strategi penanganan korban pelecehan seksual….)
memberikan respon adanya aduan yang diterima tentang tindak kekerasan terhadap
perempuan dan anak salah satunya adalah tindak kekerasan seksual yang perlu
dibuktikan kebenarannya. Penjangkauan ini dilakukan oleh P2TP2A setelah adanya
aduan yang diterima dari korban kekerasan seksual, setelah aduan diterima maka kasus
akan dianalisis dan apabila memerlukan penjangkauan maka akan dilakukan sesuai
dengan prosedur yaitu dengan dengan mendatangi kediaman korban kekerasan seksual
yang telah melapor untuk mengetahui bagaimana kondisi korban.
3) Pengolahan Kasus
Aduan yang telah diterima akan dilakukan pendataan identitas, identifikasi masalah
dan kronologi oleh Bidang Layanan Pengaduan dan Pendampingan P2TP2A. Setelah
dilakukan wawancara terhadap korban mengenai identitas, identifikasi masalah dan
juga kronologi yang telah terjadi sebenar-benarnya, kemudian korban akan diberi
layanan dan pendampingan sesuai dengan hasil kesimpulan yang telah ditetapkan, dan
tentunya sesuai dengan kebutuhan korban.
4) Mediasi
Mediasi dilakukan oleh korban dengan pelaku yang didampingi oleh P2TP2A.
Tidak semua kasus dapat dilakukan tindak mediasi ini. Mediasi hanya dilakukan apabila
korban maupun keluarga meminta untuk berdamai, dan dari pihak P2TP2A akan
memberikan mediator yang bertugas untuk memimpin proses mediasi tersebut. Mediasi
dilakukan dengan tujuan memberikan dampak positif bagi korban dan demi
kesejahteraan korban
5) Pendampingan
Pendampingan dapat berikan kepada korban setelah aduan kasus baik secara
langsung langsung (offline), tidak langsung (online), maupun dari kasus-kasus rujukan.
Setelah menerima aduan dilakukan pendataan identitas, identifikasi masalah dan
mengetahui bagaimana kronologi sebenar-benarnya dari korban oleh Bidang Layanan
Pengaduan dan Pendampingan. Pendampingan diberikan oleh seorang pendamping dari
P2TP2A sesuai dengan kebutuhan korban, sehingga pendampingan yang didapatkan
antar korban dapat berbeda, sesuai dengan kebutuhan. Layanan pendampingan yang
diberikan diantaranya berupa pendampingan medis, pendampingan psikologis,
pendampingan hukum.
Pendampingan Medis diberikan kepada korban yang akan melakukan pemeriksaan
kondisi fisik korban kekerasan seksual pasca kejadian selain itu, pendampingan medis
juga diberikan kepada korban yang hendak melakukan visum guna keperluan hukum.
Pendampingan psikologis, pendampingan ini diberikan oleh seorang psikolog kepada
korban kekerasan seksual yang mengalami trauma ringan ataupun berat pasca kejadian.
Pendampingan hukum, pendampingan ini diberikan kepada korban kekerasan yang
hendak menempuh jalur hukum atas kejadian yang menimpa dirinya
6) Pemulihan Psikis dan Trauma
Pemulihan psikis dan trauma ini dilakukan oleh Pusat Pelayanan Terpadu
Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Karaganyar dan bekerja
sama dengan Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Karanganyar.
Pemulihan psikis ini diperuntukkan kepada korban kekerasan seksual dampingan
P2TP2A. Kegiatan positif dalam pemulihan psikis ini diantaranya dengan pemberian
motivasi. Dengan adanya kegiatan ini diharapkan korban kekerasan seksual dapat
menjalin hubungan baik dengan para korban lainnya, menumbuhkan rasa percaya diri,
memulihkan trauma yang dialami dan juga korban diharapkan dapat menjadi diri
sendiri. Kegiatan ini digagas sebagai bentuk dari pasca pendampingan bagi korban
kekerasan seksual.
Academy of Education Journal
Vol. 15, No. 1, Januari 2024, Page: 74-84
ISSN: 1907-2341 (Print), ISSN: 2685-4031 (Online)
79
Yesita Amanda et.al (Strategi penanganan korban pelecehan seksual….)
Upaya yang dilakukan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan
Anak (P2TP2A) dalam melakukan pencegahan terhadap kekerasan seksual:
1) Sosialisasi
Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) adalah
lembaga bentuk perpanjangan tangan dari Dinas Pemberdayaan Perempuan,
Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3APPKB)
yang berindak secara operasional. Upaya pencegahan yang dilakukan yaitu berupa
sosialisasi. Sosialiasi ini dilakukan di sekolah (SD, SMP, SMA) di Kabupaten
Karanganyar dengan tujuan agar siswa mendapat pemahaman dan edukasi mengenai
kekerasan seksual bagaimana cara mengantisipasi dan menaggulanginya. Untuk
mencegah terjadinya tindak kekerasan seksual terhadap anak dan perempuan, dapat
dimulai dengan memberikan pemahaman-pemahan/edukasi yang berkaitan dengan seks
sedini mungkin, sehingga anak-anak tidak sungkan dan merasa tabuh mengenai seks.
Kegiatan sosialisasi ini dapat dilakukan secara berkesinambungan. Selain dilakukan
di sekolah-sekolah dengan sasaran anak-anak, kegiatan sosialisasi juga dilakukan
dengan sasaran perempuan. Sosialisasi dengan sasaran perempuan ini dilakukan di saat
ada kegiatan Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK). Melalui PKK sosialisasi
dilakukan dengan berkolaborasi bersama aparat desa setempat. Tujuan dilakukan
sosialisasi kepada perempuan ini adalah agar perempuan dapat memahami mengenai
tindak kekerasan seksual, sehingga anggota PKK yang notabene merupakan ibu rumah
tangga dapat lebih waspada dalam menjaga anak-anak agar terhindar dan tidak menjadi
korban tindak kekerasan seksual.
2) Melaksanakan kampanye 16 Hari Antikekerasan terhadap Perempuan (HaKTP)
Kampanye 16 Hari Antikekerasan terhadap Perempuan (16 Days of Activism
Against Gender Violence) ini dilakukan dengan tujuan untuk mendorong upaya-upaya
penghapusan tindak kekerasan termasuk kekerasan seksual di dunia. 16 Hari
Antikekerasan terhadap Perempuan (HaKTP) dilakukan satu tahun sekali setiap tanggal
25 November dan berakhir pada tanggal 10 Desember yang bertepatan dengan Hari Hak
Asasi Manusia (HAM) Internasional. Kampanye 16 Hari Antikekerasan terhadap
Perempuan (HaKTP) dilaksanakan oleh KOMNAS Perempuan.
Pada tingkat daerah yang melaksanakan kampanye 16 Hari Antikekerasan terhadap
Perempuan adalah Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak
(P2TP2A) Kabupaten Karanganyar yang melakukan kampanye dengan menyerukan
aksi damai. Aksi damai yang dilakukan oleh Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan
Perempuan dan Anak (P2TP2A) dengan terjun langsung ke pasar-pasar yang ada di
Kabupaten Karanganyar. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk memberi pemahaman
terhadap perempuan mengenai kekerasan seksual, menyadarkan masyarakat bahwa
kekerasan seksual merupakan bentuk pelanggaran HAM, mendorong kegiatan bersama
untuk memberi perlindungan kepada korban kekerasan seksual yang telah mampu
melamapaui dan bangkit lagi, mengajak semua orang untuk terlibat secara sadar dalam
upaya penghapusan kekerasan seksual terhadap perempuan.
b. Permasalahan yang ditemui dalam penanganan korban kekerasan seksual pada
perempuan dan solusinya
Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) menemui
berbagai permasalahan. Permasalahan yang ditemui dalam penanganan korban kekerasan
seksual ialah:
1) Korban yang tidak jujur dalam menyampaikan kasus yang dialaminya. Hal yang
dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan ini yaitu dengan refreshing mind
atau penyegaran pikiran, agar korban merasa tenang dan siap bercerita.
Academy of Education Journal
Vol. 15, No. 1, Januari 2024, Page: 74-84
ISSN: 1907-2341 (Print), ISSN: 2685-4031 (Online)
80
Yesita Amanda et.al (Strategi penanganan korban pelecehan seksual….)
2) Keluarga yang bertindak kurang kooperatif pada saat proses penanganan korban
kekerasan seksual dilakukan,pihak keluarga korbana yang hanya mengedepankan
emosi. Permasalahan ini diatasi dengan memberikan arahan kepada keluarga
korban dan memberikan pemahaman bahwa tindakan yang dilakukan bertujuan
untuk kebaikan korban.
3) Kurangnya tenaga pendamping. Tenaga pendamping ini sangat dibutuhkan dalam
penanganan kasus kekerasan seksual, dalam uapaya pemenuhan tenaga
pendamping P2TP2A mencoba menggandeng organiasi maupun lembaga yang
memiliki tujuan yang sama.
4) Kurangnya pemahaman masyarakat mengenai dinas yang memberi perlindungan
terhadap perempuan dan anak serta kurangnya pemahaman masyarakat mengenai
yang dimaksud disini adalah DP3APPKB dan P2TP2A yang berupa unit pelaksana
teknis pemberi penanganan korban kekerasan seksual. Masyarakat masih merasa
awam, sehingga apabila ada kasus kekerasan seksual masih kurang mengerti
bagaimana melapornya. Upaya yang dilakukan dalam memberikan pemahaman
dapat diberikan kepada masyarakat dengan sosialisasi.
Pembahasan
Penanganan yang dilakukan terhadap korban tentunya tidak bisa dilakukan sendiri dan
memerlukan kerjasama/koordinasi antar skateholder maupun pihak-pihak yang terlibat
dalam proses penanganan korban itu sendiri. Dalam penelitian ini penulis akan menganalisis
kerjasama yang dilakukan dalam memberikan hak penanganan bagi korban kekerasan
seksual dengan menggunakan teori collaborative governance menurut Ansell dan Gash
(2008):
a. Dialog tatap muka (face to face)
Dialog tatap muka meruupakan langkah penting yang dilakukan dalam proses
kolaborasi, dengan dilakukan dialog tatap muka, maka para pihak-pihak yang terlibat dalam
proses penanganan kekerasan seksual dapat berdiskusi dan berkomunikasi. Pada proses
pemberian penanganan kepada korban kekerasan seksual, dialog tatap muka dilakukan oleh
Bidang PPPA bersama dengan P2TP2A. Dialog tatap muka yang dilakukan oleh pihak-
pihak yang terlibat dalam proses penanganan kekerasan seksual sebagai bentuk tindak lanjut
aduan kasus kekerasan seksual yang telah diterima yaitu berupa rapat, musyawarah maupun
diskusi guna menganalisis kasus dan mencapai keputusan bersama mengenai pendampingan
yang akan diberikan kepada korban kekerasan seksual. Dialog tatap muka juga dilakukan
dalam merumuskan kebijakan-kebijakan penanganan oleh DP3APPKB Kabupaten
Karanganyar bersama dengan bidang yang bersangkutan berdasarkan peraturan yang
berlaku sebagai upaya pemenuhan hak korban kekerasan seksual. Lebih dari itu, dialog tatap
muka dilakukan pada saat melakukan koordinasi mengenai sosialisasi dan kampanye
sebagai upaya pencegahan tindak kekerasan seksual di Kabupaten Karanganyar. Dialog
tatap muka sangat penting dilakukan agar para pihak yang terlibat dalam proses penanganan
kekerasan seksual dapat percaya satu sama lain.
Dalam hal ini, pelaksanaan dialog tatap muka juga dilaksanakan oleh DP3APPKB dan
P2TP2A dalam menjalin hubungan kerjasama dengan masyarakat maupun lembaga-
lembaga seperti Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD), Rumah Sakit Jiwa Daerah (RSJD),
Kepolisian, Kejaksaan, Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK). Dengan melakukan
dialog tatap muka, akan terjalin komitmen antar pihak yang terlibat.
b. Membangun Kepercayaan (trust building)
Membangun kepercayaan penting untuk dilakukan. Dalam proses penanganan korban
kekerasan seksual, kepercayaan antar pihak sangat dibutuhkan. DP3APPKB
mempercayakan seluruh proses penanganan korban kekerasan seksual kepada P2TP2A
Academy of Education Journal
Vol. 15, No. 1, Januari 2024, Page: 74-84
ISSN: 1907-2341 (Print), ISSN: 2685-4031 (Online)
81
Yesita Amanda et.al (Strategi penanganan korban pelecehan seksual….)
Kabupaten Karanganyar khususnya Bidang Layanan Pengaduan dan Pendampingan. Dalam
melakukan penanganan tentunya P2TP2A berkoordinasi terlebih dahulu dengan Bidang
PPPA. Proses penanganan korban tidak dapat hanya dilakukan oleh P2TP2A sendiri,
diperlukan kerjasama dan bantuan dari pihak lain maka disini dilakukan kolaborasi antar
keorganisasian P2TP2A. Hal ini dilakukan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan
Perempuan Anak (P2TP2A) dengan membangun kepercayaan kepada tenaga ahli Rumah
Sakit Umum Daerah (RSUD) Kabupaten Karanganyar yang dipercayai untuk memberikan
pemeriksaan fisik dan perawatan medis kepada korban kekerasan seksual maupun dalam
melakukan proses visum guna kebutuhan hukum. Selanjutnya kepercayaan juga dibangun
kepada tenaga ahli Rumah Sakit Jiwa Daerah (RSJD) Surakarta, selaku pemberi pelayanan
psikologis kepada korban kekerasan seksual untuk memulihkan kondisi psikis korban pasca
terjadinya tindak kekerasan seksual P2TP2A juga membangun kepercayaan kepada Unit
PPA Polres Karanganyar selaku pemberi layanan bantuan hukum kepada korban kekerasan
seksual. Dengan membangun kepercayaan antar pihak yang terlibat maka proses
penanganan terhadap korban kekerasan seksual dapat berjalan sesuai harapan.
c. Komitmen terhadap proses (comitment of proces)
Komitmen terhadap proses dilakukan oleh pihak-pihak yang berperan dalam proses
penanganan korban kekerasan seksual. Komitmen ini merupakan bentuk tanggungjawab
dari para pihak yang terlibat, tanggung jawab dilakukan berupa melaksanakan peran sesuai
dengan ketentuan. Proses yang dilakukan dalam penanganan korban kekerasan seksual
diantaranya:
1) Penerimaan aduan
2) Penjangkauan korban
3) Pengolahan kasus
4) Mediasi
5) Pendampingan (pendampingan medis, psikologis dan hukum)
6) Pemulihan psikis dan trauma
Proses penanganan ini dilakukan kepada setiap korban kekerasan seksual yang melapor
ke DP3APPKB maupun langsung ke P2TP2A. Komitmen terhadap proses sangat
dibutuhkan pada saat memberikan penanganan terhadap korban kekerasn seksual, sehingga
dapat memberikan dampak positif terhadap korban. Selain proses penanganan, komitmen
berupa tanggungjawab juga diperlukan dalam proses pencegahan tindak kekerasan seksual
sehingga upaya-upaya yang dilakukan seperti sosialisasi dan kampanye dapat mencapai
tujuan utamanya.
d. Pemahaman Bersama (shared understanding)
Pemahaman bersama penting dilakukan dalam proses kolaborasi penanganan korban
kekerasan seksual yaitu dengan memahami visi, misi, tugas, fungsi pada masing-masing
pihak yang terlibat dalam penanganan guna mencapai tujuan bersama. Selain itu
pemahaman bersama juga dibutuhkan dalam memahami permasalahan mengenai kekerasan
seksual yang terjadi di Kabupaten Karanganyar. Disini dapat dilihat bagaimana tujuan
bersama yang diharapkan ialah menyelesaikan kasus kekerasan seksual di Kabupaten
Karanganyar baik dalam proses penanganan maupun pencegahan. Pemahaman bersama
dapat dilihat pada saat P2TP2A bersama dengan keanggotannya memberikan penanganan
terhadap korban kekerasan seksua1 sebagai upaya pemenuhan hak penanganan dalam
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, sesuai
dengan Pasal 2 Peraturan Daerah (PERDA) Kabupaten Karanganyar Nomor 3 Tahun 2017
tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Perempuan mengenai tujuan perlindungan dan
pemberdayaan perempuan. Dalam melakukan proses penanganan diperlukan persamaan
presepsi dalam keanggotaan P2TP2A agar tujuan yang diharapkan pada proses penanganan
Academy of Education Journal
Vol. 15, No. 1, Januari 2024, Page: 74-84
ISSN: 1907-2341 (Print), ISSN: 2685-4031 (Online)
82
Yesita Amanda et.al (Strategi penanganan korban pelecehan seksual….)
korban kekerasan seksual dapat tercapai. Sedangkan dalam proses pencegahan diperlukan
persamaan presepsi atau pemahaman bersama guna mencapai tujuan utama yaitu menekan
angka kasus kekerasan seksual.
e. Pencapaian Hasil (intermediate outcome)
Pencapaian hasil ditunjukkan dengan hasil nyata sebagai wujud dari keberhasilan
kolaborasi yang dilakukan antar pihak dalam pencapaian tujuan penanganan dan pencegah
an kasus kekerasan seksual di Kabupaten Karanganyar. Bentuk nyata dari keberhasilan
proses penanganan yang dilakukan oleh P2TP2A bersama dengan keanggotaannya sebagai
berikut:
1) Berhasil memulihkan luka fisik korban kekerasan seksual
Korban kekerasan seksual, tidak jarang memiliki luka fisik yang diakibatkan dari
tindak kekerasan seksual yang dilakukan oleh pelaku dan tentunya perlu disembuhkan.
Dalam proses pemulihan kondisi fisik, P2TP2A menggandeng pihak ahli dari Rumah
Sakit Umum Daerah (RSUD) Kabupaten Karanganyar sehingga diharapkan luka fisik
korban dapat sembuh dengan perawatan-perawatan yang diberikan.
2) Berhasil memulihkan kondisi psikologis korban kekerasan seksual
Korban kekerasan seksual mengalami trauma dikarenakan kejadian yang
menimpanya, dalam pross penanganan psikologis dilakukan dengan menggandeng
psikolog dari Rumah Sakit Jiwa Daerah (RSJD) Surakarta. Memulihkan kondisi
psikologis korban kekerasan seksual memanglah tidak mudah namun P2TP2A dan
psikolog dari Rumah Sakit Jiwa Daerah (RSJD) Surakarta berhasil menyembuhkan
psikologis korban walaupun dengan perawatan secara bertahap hingga kondisi
psikologis korban dapat normal kembali dan mampu melanjutkan kehidupannya.
Selain pencapaian hasil dari penanganan, dalam poses pencegahan kekerasan
seksual di Kabupaten Karanganyar juga membuahkan hasil. Pencegahan tindak
kekerasan seksual di Kabupaten Karanganyar dilakukan dengan sosialisasi di sekolah
maupun PKK Kecamatan, selain itu juga dilakukan kampaye 16 Hari Antikekerasan
terhadap Perempuan. Dengan dilakukan sosialisasi dan kampanye ini, hasil yang
didapatkan adalah masyarakat lebih mengetahui mengenai tindak kekerasan seksual
yang dapat menimpa semua orang terutama perempuan dari berbagai usia, selain itu
masyarakat mengetahui mengenai lembaga yang berperan dalam proses penanganan
kekerasan seksual, sehingga apabila ditemui kasus kekerasan seksual masyarakat tidak
sungkan untuk melapor dan diharapkan kasus-kasus kekerasan seksual yang masih
belum naik ke permukaan dapat terekspos sehingga korban mendapatkan pelayanan dan
pelaku dapat ditindak lanjuti.
4. Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan hasil dan pembahasan diatas, maka dapat ditarik kesimpulan akhir
berupa:
a. Penanganan perempuan korban kekerasan seksual oleh Dinas Pemberdayaan
Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana
Kabupaten Karanganyar
Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan
Keluarga Berencana (DP3APPKB) Kabupaten Karanganyar merupakan dinas yang
memberikan perlindungan kepada perempuan dan anak. Perlindungan terhadap perempuan
dan anak salah satunya yaitu memberikan penanganan. Penanganan korban kekerasan
seksual dilakukan oleh P2TP2A Kabupaten Karanganyar selaku pelaksana teknis yang
bertugas menangani secara langsung korban kekerasan seksual terhadap perempuan dan
Academy of Education Journal
Vol. 15, No. 1, Januari 2024, Page: 74-84
ISSN: 1907-2341 (Print), ISSN: 2685-4031 (Online)
83
Yesita Amanda et.al (Strategi penanganan korban pelecehan seksual….)
anak dibawah pengawasan DP3APPKB. Penanganan yang diberikan kepada korban
kekerasan seksual sebagai berikut:
1) Penerimaan aduan kasus
2) Penjangkauan korban
3) Pengolahan kasus
4) Mediasi
5) Pendampingan:
a) Pendampingan/ layanan medis
b) Pendampingan/ layanan psikologis
c) Pendampingan/ layanan hukum
6) Pemulihan psikis dan trauma
Strategi penanganan yang dilakukan oleh DP3APPKB Kabupaten Karanganyar
melalui P2TP2A lainnya dengan mengadakan sosialisasi. Sosialisasi diberikan kepada
masyarakat dengan tujuan untuk menekan angka kekerasan seksual di Kabupaten
Karanganyar dan mensosialisasikan mengenai lembaga yang menangani kasus
kekerasan seksual pada perempuan dan anak, sosialisasi dilakukan di sekolah-sekolah
dan PKK. Upaya pencegahan kekerasan seksual lainnya yaitu dengan ikut serta
program tahunan yang digalakkan oleh pemerintah melalui Komnas Perempuan yaitu
Kampanye 16 Hari Antikekerasan terhadap perempuan (16 Days of Activism Against
Gender Violance), kampanye ini merupakan ajang untuk memberikan pemahaman
kepada masyarakat mengenai tindak kekerasan seksual.
b. Permasalahan yang ditemui dalam penanganan korban kekerasan seksual pada
perempuan dan solusinya.
5. Daftar Pustaka
Adam Padillah, Muhammad Rizqi Nugroho, F. D. F. (2022). Upaya Perlindungan Hukum
Korban Pelecehan Seksual Berdasarkan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual
(TPKS). Lontar Merah, 5(2).
Meger, S. (2016). The fetishization of sexual violence in international security. International
Studies Quarterly, 60(1), 149159. https://doi.org/10.1093/isq/sqw003
Muhid, A., Fauziyah, N., Khariroh, L. M., & Andiarna, F. (2019). Quality of Life Perempuan
Penyintas Kekerasan Seksual: Studi Kualitatif. Journal of Health Science and Prevention,
3(1), 4755. https://doi.org/10.29080/jhsp.v3i1.185
Nurisman, E. (2022). Risalah Tantangan Penegakan Hukum Tindak Pidana Kekerasan Seksual
Pasca Lahirnya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022. Jurnal Pembangunan Hukum
Indonesia, 4(2), 170196. https://ejournal2.undip.ac.id/index.php/jphi/article/view/13859
Purwanti, A., & Zalianti, M. (2018). Strategi Penyelesaian Tindak Kekerasan Seksual Terhadap
Perempuan Dan Anak Melalui Ruu Kekerasan Seksual. Masalah-Masalah Hukum, 47(2),
138. https://doi.org/10.14710/mmh.47.2.2018.138-148
Rahayu, N. (2021). Politik Hukum Penghapusan Kekerasan Seksual di Indonesia. In Bhuana
Ilmu Populer.
Said, Ali., et al. (2017). Statistik Gender Tematik Mengakhiri Kekerasan Terhadap Perempuan
dan Anak Di Indonesia,. In Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan
Anak
Academy of Education Journal
Vol. 15, No. 1, Januari 2024, Page: 74-84
ISSN: 1907-2341 (Print), ISSN: 2685-4031 (Online)
84
Yesita Amanda et.al (Strategi penanganan korban pelecehan seksual….)
Silap C, Kasenda V, & Kumayas N. (2019). Peranan Dinas Pemberdayaan Perempuan Dan
Perlindungan Anak Dalam Menangani Kekerasan Terhadap Perempuan Di Kota Manado.
Jurnal Jurusan Ilmu Pemerintahan, 3(3), 4.
Siyoto, S., & Ali, M. (2015). Dasar Metodologi Penelitian Dr. Sandu Siyoto, SKM, M.Kes M.
Ali Sodik, M.A. 1. Dasar Metodologi Penelitian, 1109.
Sugiyono. (2015). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung. Metode Penelitian Pendidikan
(Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, Dan R&D), 308.