Perempuan yang menjadi korban kekerasan seksual mengalami dampak buruk terhadap
segala aspek di kehidupannya. Kekerasan seksual memberikan dampak terhadap kesehatan, baik
kesehatan fisik, kesehatan psikis, maupun trauma yang tidak hanya berdampak kepada korban
tetapi juga kepada keluarga korban yang dapat berlangsung selama bertahun-tahun (Muhid et al.,
2019). Dampak terhadap kesehatan fisik perempuan korban kekerasan seksual menyebabkan
cidera fisik, diantaranya: luka, lebam, keguguran, tekanan darah tinggi, sakit kronis, mengidap
penyakit menular (HIV), dan lain sebagainya. Dampak terhadap tingkah laku perempuan korban
kekerasan seksual, diantaranya: perempuan dapat berfikir untuk mengakhiri hidup,
penyalahgunaan obat-obatan terlarang, mengonsumsi alkohol, dll. Dampak terhadap kesehatan
mental perempuan korban kekerasan seksual, diantaranya: perempuan mengalami stress, trauma,
depresi, kehilangan rasa percaya diri, merasa tidak berguna, merasa terasing, tidak memiliki
harapan dan tujuan dalam hidupnya (Ali Said., et al, 2017: 21).
Kini kasus kekerasan seksual yang menimpa perempuan telah lebih diperhatikan oleh
pemerintah sebagai upaya pemenuhan hak warga negara. Dengan disahkannya Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual merupakan wujud nyata dari
tanggung jawab negara dalam mencegah, menangani dan memulihkan korban kekerasan seksual
(Nurisman, 2022). Dalam Pasal 68 Undang-Undang No 12 Tahun 2022 Tentang Tindak Pidana
Kekerasan Seksual, korban kekerasan seksual mendapatkan penanaganan sebagai perwujudan
hak yang diterima oleh korban kekerasan seksual. Dalam upaya menanganai korban kekerasan
seksual berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 diperlukan juga keterlibatan
pemerintah daerah. Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD
PPA) sebagai penyelenggara pelayanan terpadu bagi perempuan dan anak yang menjadi korban
kekerasan, deskriminasi, dan masalah-masalah lainnya. UPTD PPA tidak dapat berdiri sendiri
unit ini merupakan unit yang berinduk pada Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan
Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana atau biasa disebut (DP3APPKB)
sebagai perangkat daerah yang membantu tugas bupati dalam memberikan perlindungan
terhadap perempuan dan anak. Dengan demikian terlihat keseriusan dan tanggung jawab dari
negara atau pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dalam menangani korban kekerasan
seksual dengan melibatkan berbagai skateholder dan fasilitas milik pemerintah.
Dari permasalahan dan data yang telah dipaparkan diatas, maka peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian guna mengetahui lebih jauh mengenai bagaimana perempuan korban
kekerasan di Kabupaten Karanganyar mendapatkan penanganan oleh dinas terkait. Maka dengan
ini peneliti tertarik untuk mengambil judul penelitian “Strategi Penanganan Korban
Kekerasan Seksual Pada Perempuan Oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan,
Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kabupaten
Karanganyar”.
2. Metode
Dalam menyelesaikan penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian deskriptif
kualitatif. Metode penelitian kualitatif ini merupakan metode penelitian yang digunakan peneliti
untuk meneliti objek dalam secara alamiah atau kondisi sesungguhnya tanpa rekayasa
(Sugiyono, 2015). Dengan menggunakan metode penelitian kualitatif penulis mengharapkan
dapat memahami serta menggali lebih banyak data dan informasi secara jelas, mendalam dan
tuntas untuk mendukung penelitian. Hasil yang diperoleh dari pengumpulan data tersebut
dianalisa dan dipaparkan dalam bentuk kalimat tertulis/ lisan yang telah disampaikan oleh
informan yang telah penulis amati sebelumnya.
Teknik pengumpulan data diartikan sebagai teknik yang digunakan oleh peneliti dengan
tujuan untuk memperoleh data yang diharapkan secara sistematis dan dapat dipertanggung
jawabkan keabsahannya. Peneliti menggunakan teknik wawancara untuk mengambil data