Academy of Education Journal
Vol. 15, No. 1, Januari 2024, Page: 1-13
ISSN: 1907-2341 (Print), ISSN: 2685-4031 (Online)
1
Novia Damayanti et.al (Strategi pemenuhan hak pendidikan.)
Strategi pemenuhan hak pendidikan bagi semua anak
oleh komunitas belajar qaryah thayyibah Kota
Salatiga
Novia Damayanti
a,1
, Rima Vien P. H.
b,2
, Triyanto
c,3
a
Universitas Sebelas Maret, Jl. Ir Sutami No.36, Kec. Jebres, Kota Surakarta 57126, Indonesia
b
Universitas Sebelas Maret, Jl. Ir Sutami No.36, Kec. Jebres, Kota Surakarta 57126, Indonesia
c
Universitas Sebelas Maret, Jl. Ir Sutami No.36, Kec. Jebres, Kota Surakarta 57126, Indonesia
1
noviadamayanti@student.uns.ac.id;
2
3
INFO ARTIKEL
ABSTRAK
Sejarah Artikel:
Diterima: 7 Maret 2023
Direvisi: 24 Juli 2023
Disetujui: 28 Oktober 2023
Tersedia Daring: 1 Januari 2024
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana strategi
Komunitas Belajar Qaryah Thayyibah melakukan pemenuhan hak atas
pendidikan bagi anak dan apa kaitan strategi tersebut dengan civic
participation. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi,
wawancara, dan analisis dokumen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dua
strategi yang digunakan oleh Komunitas Belajar Qaryah Thayyibah yaitu
pembebasan biaya pendidikan dan kurikulum berbasis kebutuhan sangat baik
untuk membantu pemenuhan hak pendidikan bagi setiap anak, terutama anak
disekitar wilayah KBQT. Berdasarkan teori partisipasi masyarakat juga sejalan
dengan apa yang dilakukan oleh KBQT. Secara tidak langsung KBQT sudah
mewujudkan civic participation dengan cukup baik. Apa yang telah dilakukan
oleh KBQT sudah membantu pemerintah dalam rangka pemenuhan hak
pendidikan bagi setiap warga negara, di mana melalui undang-undang negara
juga membuka kesempatan sebesar-besarnya untuk masyarakat berpartisipasi
dalam pemenuhan hak pendidikan.
Kata Kunci:
Hak Pendidikan
Civic Participation
Pendidikan Untuk Semua
ABSTRACT
Keywords:
Education Rights
Civic Participation
Education for All
The purpose of this research is to find out how Komunitas Belajar Qaryah
Thayyibah strategy fulfills the right to education for children and to know
what is the factors that influence the strategy and also the relationship
between the strategy and civic participation. This study uses a qualitative
approach with descriptive qualitative. Data collection uses observation,
interviews, and document analysis. The results showed that the two strategies
used by the Komunitas Belajar Qaryah Thayyibah, namely education fee
waiver and a needs-based curriculum, were very good at helping fulfill the
right to education for every child, especially children around the KBQT area.
Based on the theory of community participation is also in line with what is
done by KBQT. Indirectly, KBQT has realized civic participation quite well.
What has been done by KBQT has assisted the government in fulfilling the right
to education for every citizen, where through state laws it also opens up as
many opportunities as possible for the community to participate in fulfilling
the right to education.
©2024, Novia Damayanti, Rima Vien P. H., Triyanto
This is an open access article under CC BY-SA license
1. Pendahuluan
Pendidikan merupakan suatu hal yang amat sangat penting. Menurut Neolaka (2019:12)
“pendidikan merupakan proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok
orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan.
Covell dan Howe (1999) menyebutkan bahwa pada dasarnya pemenuhan hak pendidikan
Academy of Education Journal
Vol. 15, No. 1, Januari 2024, Page: 1-13
ISSN: 1907-2341 (Print), ISSN: 2685-4031 (Online)
2
Novia Damayanti et.al (Strategi pemenuhan hak pendidikan.)
bukan hanya sekadar kewajiban terkait hukum saja tetapi juga terkait dengan potensinya untuk
meningkatkan sikap menghargai hak dan kewajiban orang lain, karena melalui pendidikan lah
hak dan kewajiban bisa diajarkan kepada anak. Sependapat dengan Covel dan Howe, dalam
jurnal Ann dan Mikael Quennerstedt (2014) juga menyebutkan bahwa hak untuk memiliki
akses ke dan menerima pendidikan adalah aspek hak utama dari pendidikan, tetapi elemen
pendidikan yang sama pentingnya adalah hak pendidikan dan peran pendidikan untuk
menghormati dan mengembangkan lebih lanjut kemampuan anak-anak dan remaja untuk
menikmati dan memberlakukan hak. Hak atas pendidikan erat kaitannya dengan institusi
pendidikan sebagai saluran hak, sehingga hak atas pendidikan adalah hal yang paling dasar
yang harus terpenuhi agar setiap orang dapat memperjuangkan haknya (McCowan, 2014).
Di Indonesia, hal tersebut dijamin oleh Undang-Undang Dasar 1945. UUD Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 pada Pasal 31 ayat 1 mengamanatkan bahwa setiap warga
negara berhak untuk mendapatkan pendidikan. Indonesia juga telah meratifikasi Kovenan
Internasional Ekonomi Sosial dan Budaya pada tahun 2005, hal tersebut mengakibatkan
Indonesia harus mengikuti ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan dalam kovenan tersebut.
Dalam Pasal 13 ayat 1 Kovenan Internasional Ekonomi Sosial dan Budaya disebutkan bahwa:
The states parties to the present covenant recognize the right of everyone to education.
They agree that education shall be directed to the full development of the human personality
and the sense of its dignity and shall strengthen the respect for human rights and fundamental
freedoms. They further agree that education shall enable all persons to participate effectively
in a free society, promote understanding, tolerance, and friendship among all nations and all
racial, ethnic, or religious groups, and further the activities of the United Nation for the
maintenance of peace.
Dengan demikian berdasarkan Kovenan Internasional tersebut Indonesia haruslah
mengakui hak pendidikan bagi semua warga negaranya sebagai bentuk penguatan
penghormatan terhadap hak asasi manusia. Selain itu UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak
Asasi Manusia juga menekankan pentingnya pemenuhan pendidikan. Hal itu dinyatakan pada
Pasal 12 yang isinya: “Setiap orang berhak atas perlindungan bagi pengembangan pribadinya,
untuk memperoleh pendidikan, mencerdaskan dirinya, dan meningkatkan kualitas hidupnya
agar menjadi manusia yang beriman, bertaqwa, bertanggung jawab, berakhlak mulia, bahagia,
dan sejahtera sesuai dengan hak asasi manusia.”
Komitmen pemerintah untuk melakukan pemenuhan hak pendidikan tidak hanya sebatas
tertuang didalam UUD saja, hal tersebut terealisasi melalui berbagai UU dan program
program kerja pemerintah. Salah satu amanat dalam UUD dan UU adalah terkait pembiayaan
dan beasiswa bagi anak-anak. Untuk melaksanakan amanat tersebut pemerintah
mencanangkan beberapa program diantaranya adalah BOS dan KIP. BOS adalah Bantuan
Operasional Sekolah yang termasuk kedalam program kompensasi pengurangan subsidi bahan
bakar minyak (PKPS-BBM) dalam bidang pendidikan. KIP adalah Kartu Indonesia Pintar
yang merupakan salah satu program dari Presiden Joko Widodo yang diberikan kepada
keluarga yang tidak mampu yang masih menyekolahkan anaknya yang berusia 7 18 tahun.
Namun meskipun pemerintah sudah berusaha semaksimal mungkin tetapi pada
kenyataannya belum semua anak mendapatkan akses pendidikan. Sampai saat ini di Indonesia,
angka putus sekolah masih cukup tinggi. Menurut data dari Tim Nasional Percepatan
Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) jumlah anak yang tidak bersekolah mencapai
4.586.332 anak. Sedangkan menurut data dari Kemendikbud hingga tahun 2018 jumlah anak
putus sekolah dari SD hingga SMA sekitar 300.000 anak. Angka dari TNP2K adalah angka
keseluruhan jumlah siswa yang tidak mengenyam bangku pendidikan, sedangkan angka dari
Kemendikbud adalah jumlah anak yang bersekolah namun putus ditengah jalan (tempo.co,
2019).
Academy of Education Journal
Vol. 15, No. 1, Januari 2024, Page: 1-13
ISSN: 1907-2341 (Print), ISSN: 2685-4031 (Online)
3
Novia Damayanti et.al (Strategi pemenuhan hak pendidikan.)
Di Salatiga jumlah anak putus sekolah dapat dikatakan cukup tinggi, padahal Salatiga
merupakan kota kecil yang akses pendidikannya cenderung cukup mudah. Akses mudah
tersebut terbukti dengan adanya banyak sekolah di Salatiga baik dari jenjang sekolah dasar,
menengah pertama, maupun menengah atas. Disetiap kelurahan setidaknya ada sekitar 3
sekolah ditingkat Sekolah Dasar. Jenjang Sekolah Menengah Pertama ada disetiap kecamatan.
Jenjang Sekolah Menengah Atas atau yang setara juga terdapat disetiap kecamatan. Dari segi
kualitas sekolahpun, sekolah di Salatiga juga dapat dikatakan baik. Beberapa sekolah di
Salatiga juga merupakan sekolah favorit yang mempunyai ranking yang bagus di tingkat Jawa
Tengah.
Jika terkait dengan pembiayaan, jumlah penduduk miskin hanya berkisar pada angka 5%,
sehingga seharusnya permasalahan ekonomi tidak menjadi masalah yang besar di Salatiga
(salatigakota.bps.go.id). Selain itu di Salatiga juga bantuan berupa BOS maupun KIP juga
dilaksanakan dengan baik. Bahkan banyak pula masyarakat yang mendapatkan bantuan
pemerintah melalui PKH (Program Keluarga Harapan) yang salah satu komponennya adalah
biaya pendidikan bagi anak. Namun, pada tahun 2017 angka putus sekolah di tingkat Sekolah
Menengah Atas sebesar 61,95% mengalami kenaikan yang sangat signifikan dibandingkan
dengan tahun 2016 yang hanya 16,44% (Badan Pusat Statisik, 2017).
Tingginya angka putus sekolah pada anak-anak ternyata tidak hanya disebabkan oleh satu
faktor tunggal, melainkan dipengaruhi oleh sejumlah faktor yang kompleks. Menurut laporan
dari Yayasan Sayangi Tunas Cilik (STC) yang dikutip dari tempo.co, selain kemiskinan,
terdapat beragam alasan lain yang menyebabkan angka putus sekolah tinggi. Beberapa di
antaranya adalah rendahnya dukungan orang tua terhadap anak-anak untuk bersekolah.
Kurangnya dorongan dan perhatian dari orang tua dapat membuat anak-anak kehilangan
semangat dalam mengejar pendidikan.
Selain itu, masalah komunikasi antara siswa dan tenaga pendidik di lingkungan sekolah
juga berperan penting. Jika interaksi dan komunikasi di sekolah tidak berjalan baik, siswa
mungkin merasa tidak nyaman dan kurang termotivasi untuk belajar. Hal ini dapat
mengakibatkan mereka putus sekolah lebih awal.
Pernikahan dini juga menjadi salah satu penyebab putus sekolah pada anak-anak. Praktik
pernikahan di usia yang masih sangat muda menyebabkan tanggung jawab keluarga datang
lebih cepat, dan anak-anak terpaksa menghentikan pendidikan mereka untuk memenuhi peran
sebagai pasangan atau orangtua.
Masalah lainnya adalah rasa malas bersekolah karena kesulitan dalam satu pelajaran
tertentu. Beberapa anak mungkin merasa putus asa dan menghindari sekolah karena kesulitan
mengatasi materi atau tugas tertentu di sekolah. Ini menyebabkan mereka kehilangan minat
dan semangat dalam belajar secara keseluruhan.
Hasil pra penelitian yang dilakukan oleh penulis di daerah Salatiga menemukan fakta
yang mendukung temuan Yayasan Sayangi Tunas Cilik. Saat melakukan wawancara dengan
anak-anak yang putus sekolah di daerah tersebut, sebagian di antaranya mengaku malas
bersekolah karena sering dimarahi oleh guru. Ada juga yang menyatakan bahwa mereka tidak
menyukai beberapa pelajaran yang diajarkan oleh guru dan merasa kurang percaya diri bahwa
mereka mampu menghadapinya. Sehingga mereka hanya tertarik untuk belajar di satu mata
pelajaran saja dan akhirnya kehilangan semangat untuk melanjutkan pendidikan.
Di sisi lain, beberapa anak yang terkena kasus kehamilan di luar nikah selama masa
sekolah juga menghadapi masalah serius yang menyebabkan mereka enggan melanjutkan
pendidikan. Rasa malu dan tekanan sosial dari lingkungan sekitar berdampak pada keputusan
mereka untuk menghentikan pendidikan, demi menghindari pandangan negatif dan stigma.
Untuk mengatasi masalah tingginya angka putus sekolah, perlu dilakukan pendekatan
yang holistik. Upaya harus dilakukan dalam meningkatkan kesadaran orang tua tentang
Academy of Education Journal
Vol. 15, No. 1, Januari 2024, Page: 1-13
ISSN: 1907-2341 (Print), ISSN: 2685-4031 (Online)
4
Novia Damayanti et.al (Strategi pemenuhan hak pendidikan.)
pentingnya pendidikan dan memberikan dukungan serta motivasi yang lebih untuk anak-anak
mereka.
Melihat fenomena tersebut, Komunitas Belajar Qaryah Thayyibah (KBQT) yang
merupakan sekolah alternatif yang berada di tingkatan sekolah menengah pertama dan sekolah
menengah atas di Salatiga yang berusaha mewujudkan pemenuhan pendidikan bagi semua
anak. Awal mula berdirinya KBQT yaitu pada tahun 2003 adalah berasal dari keresahan para
anggota Serikat Paguyuban Petani Qaryah Thayyibah (SPPQT) yang berada di daerah
Kalibening, Salatiga. Banyak anak dari anggota kelompok petani itu yang tidak bisa
melanjutkan sekolah ke jenjang berikutnya dikarenakan sekolah cukup mahal pada waktu itu,
sehingga mereka berinisiatif untuk mendirikan komunitas belajar tersebut agar anak anak
tetap dapat mengenyam pendidikan.
Ide itu diprakarsai oleh Ahmad Bahruddin, pada tahun 2003 itu Bahruddin akan
menyekolahkan anaknya masuk ke Sekolah Menengah Pertama di salah satu SMP favorit di
Salatiga. Pada saat melakukan pembayaran untuk sekolah anaknya Bahruddin atau yang kerap
disapa Pak Din ini terpikirkan bahwa sekolah amatlah mahal, belum lagi masih ada biaya
seragam dan lainnya. Mungkin bagi beliau masih sanggup untuk menyekolahkan anaknya,
tetapi mungkin tidak bagi para petani di paguyubannya. Hingga terciptalah KBQT yang
konsep sekolahnya diperuntukkan bagi siapa saja bahkan tanpa perlu memakai seragam
layaknya sekolah formal.
Namun dengan seiring perkembangannya, KBQT kini tidak hanya menampung anak
petani saja. Rata-rata saat sekarang ini petani di paguyuban Qaryah Thayyibah sudah hidup
cukup layak hingga mampu menyekolahkan anaknya di sekolah formal. KBQT saat ini
menampung siapapun yang ingin bersekolah, tidak peduli latar belakangnya apa dan berasal
dari mana. Misalnya saja anak yang terkendalan pelajaran di sekolahnya, KBQT dengan
senang hati akan menampung anak tersebut. Berdasarkan hasil pra penelitian yang telah
dilakukan oleh penulis, saat ini jumlah siswa di KBQT sejumlah 35 anak, 50%-nya justru
berasal dari luar Salatiga. Latar belakang dari siswa di KBQT juga bermacam-macam, tidak
hanya dari golongan tidak mampu saja tetapi siapa saja yang ingin belajar disana akan
ditampung dengan baik. Bagi pengurus KBQT semua anak dapat bersekolah disana yang
terpenting mereka punya niatan untuk bersekolah.
KBQT menyadari bahwa tanggung jawab pendidikan pada dasarnya tidak hanya ditangan
pemerintah saja, masyarakat sudah seharusnya juga turut mengambil peran. Masyarakat juga
mempunyai kewajiban untuk turut serta mengambil peran dalam usaha pemenuhan hak
pendidikan. Hetifah (Handayani 2006:39) berpendapat, “Partisipasi sebagai keterlibatan orang
secara sukarela tanpa tekanan dan jauh dari pemerintah kepentingan eksternal”. Peran dari
masyarakat bisa terwujud dalam berbagai bentuk, diantaranya adalah dengan mendukung
pemerintah untuk melakukan pemenuhan pendidikan bagi anak. Dukungan tersebut dapat
berupa bantuan biaya pendidikan, bantuan untuk memfasilitasi anak untuk mendapatkan akses
pendidikan dsb.
Dalam Pendidikan Kewarganegaraan, hal tersebut dikenal dengan istilah civic
responsibility yaitu partisipasi aktif dalam kehidupan publik suatu komunitas dengan cara
yang terinformasi, berkomitmen, dan konstruktif, dengan fokus pada kebaikan bersama. Lebih
spesifik, dikenal juga istilah civic participation yang lebih menitikberatkan pada keikutsertaan
setiap warga negara baik secara individu maupun melalui sebuah komunitas. Sehingga civic
participation lebih kepada tindakan nyata dari warga negara untuk turut serta dalam kebaikan
bersama. Keterlibatan ini dapat terjadi pada sejumlah tingkatan yang berbeda, mulai dari
mematuhi hukum komunitas hingga membantu membuat undang-undang.
Berdasarkan uraian di atas isu terkait pemenuhan pendidikan menjadi sangat penting.
Angka putus sekolah yang cukup tinggi cukup untuk dijadikan alasan yang kuat agar setiap
Academy of Education Journal
Vol. 15, No. 1, Januari 2024, Page: 1-13
ISSN: 1907-2341 (Print), ISSN: 2685-4031 (Online)
5
Novia Damayanti et.al (Strategi pemenuhan hak pendidikan.)
warga negara turut berpartisipasi dalam pemenuhan hak pendidikan bagi semua anak. Peran
KBQT untuk turut serta dalam pemenuhan hak pendidikan juga seharusnya dapat menjadi
contoh atau tolak ukur bagi warga negara yang ingin ambil bagian untuk memberikan solusi
terkait pemenuhan hak pendidikan bagi semua anak. Semakin banyak individu yang peduli
terhadap pemenuhan pendidikan semakin baik pula dampaknya bagi kemajuan pendidikan di
Indonesia.
2. Metode
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan metode
deskriptif kualitatif. Creswell (1998) mengemukakan bahwa penelitian kualitatif merupakan
proses penelitian ilmiah yang lebih dimaksudkan untuk memahami masalah manusia dalam
konteks social dengan menciptakan gambaran menyeluruh dan kompleks yang disajikan,
melaporkan pandangan terperinci dari sumber informasi, serta dilakukan dalam setting yang
alamiah tanpa adanya intervensi dari peneliti (Herdiansyah, 2010). Teknik analisis data
menggunakan analisis data interaktif Miles and Huberman (2007: 20) dengan tahap-tahap
sebagai berikut: (1) pengumpulan data, (2) reduksi data, (3) penyajian data, dan (4) verifikasi
atau penarikan kesimpulan. Penelitian dilakukan di Komunitas Belajar Qaryah Thayyibah
Salatiga pada rentang waktu Desember 2019-Maret 2020.
3. Hasil dan Pembahasan
3.1 Strategi Pemenuhan Hak Atas Pendidikan oleh KBQT
Sesuai dengan hasil penelitian yang telah didapatkan oleh penulis, selama kurang lebih 19
tahun Komunitas Belajar Qaryah Thayyibah (KBQT) berusaha memenuhi hak pendidikan
bagi anak, terutama pada anak-anak di sekitar lokasi KBQT. Pendirian KBQT tidak lepas dari
adanya Serikat Paguyuban Petani Qaryah Thayyibah (SPPQT) yang sadar dan peduli tentang
pemenuhan hak pendidikan bagi anak yang pada mulanya bertujuan untuk visinya yaitu untuk
mendirikan desa yang mandiri.
Berbagai strategi dilakukan oleh Komunitas Belajar Qaryah Thayyibah (KBQT) dalam
upaya memenuhi hak pendidikan. Mulai dari pembiayaan, bahkan hingga penerapan
kurikulum yang sesuai dengan para warga belajar.
Ada dua strategi utama yang dilakukan KBQT untuk memenuhi hak pendidikan bagi
anak, diantaranya adalah:
1. Pembebasan Biaya Belajar
Tujuan utama dari pendirian KBQT adalah atas keprihatinan Bapak Ahmad Bahruddin
yang melihat bahwa sekolah sangatlah mahal sehingga banyak anak sekitar di Desa
Kalibening yang tidak dapat bersekolah. Tidak hanya dari segi pembiayaan pendidikan,
sekolah formal pada umumnya juga mewajibkan para siswanya untuk menggunakan
seragam hingga sepatu sekolah. Hal tersebut juga tidak lepas dari perhatian Pak
Bahruddin.
Ahmad Bahruddin menyadari bahwa pendidikan amat sangat penting bagi setiap anak
dan hal tersebut merupakan hak dasar bagi setiap anak. Pendidikan juga erat kaitannya
dengan pengembangan ekonomi warga, kita tidak bisa memajukan kesejahteraan warga
tanpa melalui pendidikan. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Azyumardi Azra (2010:
12), pendidikan lebih dari sekedar pengajaran. Pendidikan adalah suatu proses dimana
suatu bangsa atau negara membina dan mengembangkan kesadaran diri diantara individu-
individu. Hak untuk memperoleh pendidikan merupakan bagian dari hak asasi manusia.
Pendidikan adalah suatu hal yang luar biasa pentingnya bagi sumber daya manusia
(SDM), demikian pula dengan perkembangan sosial ekonomi dari suatu negara.
Pendidikan juga merupakan bagian dari hak anak (Prinst, 2003: 25).
Academy of Education Journal
Vol. 15, No. 1, Januari 2024, Page: 1-13
ISSN: 1907-2341 (Print), ISSN: 2685-4031 (Online)
6
Novia Damayanti et.al (Strategi pemenuhan hak pendidikan.)
Oleh karenanya demi mewujudkan pendidikan bagi semua anak, KBQT menerapkan
sistem pembiayaan subsidi silang. Bagi anak yang tidak mampu, tidak dikenakan biaya
pendidikan. Namun demikian, KBQT menerima apabila ada orang tua/wali murid yang
bersedia membayar lebih pendidikannya. Uang tersebut nantinya akan digunakan untuk
membantu biaya pendidikan bagi anak yang kurang mampu.
Dengan konsep tersebut, diharapkan tidak ada anak yang tidak bisa sekolah hanya
karena faktor ekonomi, karena setiap orang berhak mendapat pendidikan. Pendidikan
harus dengan cuma-cuma, setidak-tidaknya dalam tingkatan rendah dan tingkatan dasar.
Pendidikan dasar harus diwajibkan. Pendidikan dalam tingkat dasar dan pendidikan
kekhususan harus terbuka bagi semua orang, dan pendidikan tinggi harus dapat dinikmati
dengan cara yang sama oleh semua orang (Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia, Pasal 26
ayat 1).
Apa yang dilakukan oleh Bapak Ahmad Bahruddin