Academy of Education Journal
Vol. 15, No. 1, Januari 2024, Page: 1-13
ISSN: 1907-2341 (Print), ISSN: 2685-4031 (Online)
1
Novia Damayanti et.al (Strategi pemenuhan hak pendidikan.)
Strategi pemenuhan hak pendidikan bagi semua anak
oleh komunitas belajar qaryah thayyibah Kota
Salatiga
Novia Damayanti
a,1
, Rima Vien P. H.
b,2
, Triyanto
c,3
a
Universitas Sebelas Maret, Jl. Ir Sutami No.36, Kec. Jebres, Kota Surakarta 57126, Indonesia
b
Universitas Sebelas Maret, Jl. Ir Sutami No.36, Kec. Jebres, Kota Surakarta 57126, Indonesia
c
Universitas Sebelas Maret, Jl. Ir Sutami No.36, Kec. Jebres, Kota Surakarta 57126, Indonesia
1
noviadamayanti@student.uns.ac.id;
2
3
INFO ARTIKEL
ABSTRAK
Sejarah Artikel:
Diterima: 7 Maret 2023
Direvisi: 24 Juli 2023
Disetujui: 28 Oktober 2023
Tersedia Daring: 1 Januari 2024
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana strategi
Komunitas Belajar Qaryah Thayyibah melakukan pemenuhan hak atas
pendidikan bagi anak dan apa kaitan strategi tersebut dengan civic
participation. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi,
wawancara, dan analisis dokumen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dua
strategi yang digunakan oleh Komunitas Belajar Qaryah Thayyibah yaitu
pembebasan biaya pendidikan dan kurikulum berbasis kebutuhan sangat baik
untuk membantu pemenuhan hak pendidikan bagi setiap anak, terutama anak
disekitar wilayah KBQT. Berdasarkan teori partisipasi masyarakat juga sejalan
dengan apa yang dilakukan oleh KBQT. Secara tidak langsung KBQT sudah
mewujudkan civic participation dengan cukup baik. Apa yang telah dilakukan
oleh KBQT sudah membantu pemerintah dalam rangka pemenuhan hak
pendidikan bagi setiap warga negara, di mana melalui undang-undang negara
juga membuka kesempatan sebesar-besarnya untuk masyarakat berpartisipasi
dalam pemenuhan hak pendidikan.
Kata Kunci:
Hak Pendidikan
Civic Participation
Pendidikan Untuk Semua
ABSTRACT
Keywords:
Education Rights
Civic Participation
Education for All
The purpose of this research is to find out how Komunitas Belajar Qaryah
Thayyibah strategy fulfills the right to education for children and to know
what is the factors that influence the strategy and also the relationship
between the strategy and civic participation. This study uses a qualitative
approach with descriptive qualitative. Data collection uses observation,
interviews, and document analysis. The results showed that the two strategies
used by the Komunitas Belajar Qaryah Thayyibah, namely education fee
waiver and a needs-based curriculum, were very good at helping fulfill the
right to education for every child, especially children around the KBQT area.
Based on the theory of community participation is also in line with what is
done by KBQT. Indirectly, KBQT has realized civic participation quite well.
What has been done by KBQT has assisted the government in fulfilling the right
to education for every citizen, where through state laws it also opens up as
many opportunities as possible for the community to participate in fulfilling
the right to education.
©2024, Novia Damayanti, Rima Vien P. H., Triyanto
This is an open access article under CC BY-SA license
1. Pendahuluan
Pendidikan merupakan suatu hal yang amat sangat penting. Menurut Neolaka (2019:12)
“pendidikan merupakan proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok
orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan.
Covell dan Howe (1999) menyebutkan bahwa pada dasarnya pemenuhan hak pendidikan
Academy of Education Journal
Vol. 15, No. 1, Januari 2024, Page: 1-13
ISSN: 1907-2341 (Print), ISSN: 2685-4031 (Online)
2
Novia Damayanti et.al (Strategi pemenuhan hak pendidikan.)
bukan hanya sekadar kewajiban terkait hukum saja tetapi juga terkait dengan potensinya untuk
meningkatkan sikap menghargai hak dan kewajiban orang lain, karena melalui pendidikan lah
hak dan kewajiban bisa diajarkan kepada anak. Sependapat dengan Covel dan Howe, dalam
jurnal Ann dan Mikael Quennerstedt (2014) juga menyebutkan bahwa hak untuk memiliki
akses ke dan menerima pendidikan adalah aspek hak utama dari pendidikan, tetapi elemen
pendidikan yang sama pentingnya adalah hak pendidikan dan peran pendidikan untuk
menghormati dan mengembangkan lebih lanjut kemampuan anak-anak dan remaja untuk
menikmati dan memberlakukan hak. Hak atas pendidikan erat kaitannya dengan institusi
pendidikan sebagai saluran hak, sehingga hak atas pendidikan adalah hal yang paling dasar
yang harus terpenuhi agar setiap orang dapat memperjuangkan haknya (McCowan, 2014).
Di Indonesia, hal tersebut dijamin oleh Undang-Undang Dasar 1945. UUD Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 pada Pasal 31 ayat 1 mengamanatkan bahwa setiap warga
negara berhak untuk mendapatkan pendidikan. Indonesia juga telah meratifikasi Kovenan
Internasional Ekonomi Sosial dan Budaya pada tahun 2005, hal tersebut mengakibatkan
Indonesia harus mengikuti ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan dalam kovenan tersebut.
Dalam Pasal 13 ayat 1 Kovenan Internasional Ekonomi Sosial dan Budaya disebutkan bahwa:
The states parties to the present covenant recognize the right of everyone to education.
They agree that education shall be directed to the full development of the human personality
and the sense of its dignity and shall strengthen the respect for human rights and fundamental
freedoms. They further agree that education shall enable all persons to participate effectively
in a free society, promote understanding, tolerance, and friendship among all nations and all
racial, ethnic, or religious groups, and further the activities of the United Nation for the
maintenance of peace.
Dengan demikian berdasarkan Kovenan Internasional tersebut Indonesia haruslah
mengakui hak pendidikan bagi semua warga negaranya sebagai bentuk penguatan
penghormatan terhadap hak asasi manusia. Selain itu UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak
Asasi Manusia juga menekankan pentingnya pemenuhan pendidikan. Hal itu dinyatakan pada
Pasal 12 yang isinya: “Setiap orang berhak atas perlindungan bagi pengembangan pribadinya,
untuk memperoleh pendidikan, mencerdaskan dirinya, dan meningkatkan kualitas hidupnya
agar menjadi manusia yang beriman, bertaqwa, bertanggung jawab, berakhlak mulia, bahagia,
dan sejahtera sesuai dengan hak asasi manusia.”
Komitmen pemerintah untuk melakukan pemenuhan hak pendidikan tidak hanya sebatas
tertuang didalam UUD saja, hal tersebut terealisasi melalui berbagai UU dan program
program kerja pemerintah. Salah satu amanat dalam UUD dan UU adalah terkait pembiayaan
dan beasiswa bagi anak-anak. Untuk melaksanakan amanat tersebut pemerintah
mencanangkan beberapa program diantaranya adalah BOS dan KIP. BOS adalah Bantuan
Operasional Sekolah yang termasuk kedalam program kompensasi pengurangan subsidi bahan
bakar minyak (PKPS-BBM) dalam bidang pendidikan. KIP adalah Kartu Indonesia Pintar
yang merupakan salah satu program dari Presiden Joko Widodo yang diberikan kepada
keluarga yang tidak mampu yang masih menyekolahkan anaknya yang berusia 7 18 tahun.
Namun meskipun pemerintah sudah berusaha semaksimal mungkin tetapi pada
kenyataannya belum semua anak mendapatkan akses pendidikan. Sampai saat ini di Indonesia,
angka putus sekolah masih cukup tinggi. Menurut data dari Tim Nasional Percepatan
Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) jumlah anak yang tidak bersekolah mencapai
4.586.332 anak. Sedangkan menurut data dari Kemendikbud hingga tahun 2018 jumlah anak
putus sekolah dari SD hingga SMA sekitar 300.000 anak. Angka dari TNP2K adalah angka
keseluruhan jumlah siswa yang tidak mengenyam bangku pendidikan, sedangkan angka dari
Kemendikbud adalah jumlah anak yang bersekolah namun putus ditengah jalan (tempo.co,
2019).
Academy of Education Journal
Vol. 15, No. 1, Januari 2024, Page: 1-13
ISSN: 1907-2341 (Print), ISSN: 2685-4031 (Online)
3
Novia Damayanti et.al (Strategi pemenuhan hak pendidikan.)
Di Salatiga jumlah anak putus sekolah dapat dikatakan cukup tinggi, padahal Salatiga
merupakan kota kecil yang akses pendidikannya cenderung cukup mudah. Akses mudah
tersebut terbukti dengan adanya banyak sekolah di Salatiga baik dari jenjang sekolah dasar,
menengah pertama, maupun menengah atas. Disetiap kelurahan setidaknya ada sekitar 3
sekolah ditingkat Sekolah Dasar. Jenjang Sekolah Menengah Pertama ada disetiap kecamatan.
Jenjang Sekolah Menengah Atas atau yang setara juga terdapat disetiap kecamatan. Dari segi
kualitas sekolahpun, sekolah di Salatiga juga dapat dikatakan baik. Beberapa sekolah di
Salatiga juga merupakan sekolah favorit yang mempunyai ranking yang bagus di tingkat Jawa
Tengah.
Jika terkait dengan pembiayaan, jumlah penduduk miskin hanya berkisar pada angka 5%,
sehingga seharusnya permasalahan ekonomi tidak menjadi masalah yang besar di Salatiga
(salatigakota.bps.go.id). Selain itu di Salatiga juga bantuan berupa BOS maupun KIP juga
dilaksanakan dengan baik. Bahkan banyak pula masyarakat yang mendapatkan bantuan
pemerintah melalui PKH (Program Keluarga Harapan) yang salah satu komponennya adalah
biaya pendidikan bagi anak. Namun, pada tahun 2017 angka putus sekolah di tingkat Sekolah
Menengah Atas sebesar 61,95% mengalami kenaikan yang sangat signifikan dibandingkan
dengan tahun 2016 yang hanya 16,44% (Badan Pusat Statisik, 2017).
Tingginya angka putus sekolah pada anak-anak ternyata tidak hanya disebabkan oleh satu
faktor tunggal, melainkan dipengaruhi oleh sejumlah faktor yang kompleks. Menurut laporan
dari Yayasan Sayangi Tunas Cilik (STC) yang dikutip dari tempo.co, selain kemiskinan,
terdapat beragam alasan lain yang menyebabkan angka putus sekolah tinggi. Beberapa di
antaranya adalah rendahnya dukungan orang tua terhadap anak-anak untuk bersekolah.
Kurangnya dorongan dan perhatian dari orang tua dapat membuat anak-anak kehilangan
semangat dalam mengejar pendidikan.
Selain itu, masalah komunikasi antara siswa dan tenaga pendidik di lingkungan sekolah
juga berperan penting. Jika interaksi dan komunikasi di sekolah tidak berjalan baik, siswa
mungkin merasa tidak nyaman dan kurang termotivasi untuk belajar. Hal ini dapat
mengakibatkan mereka putus sekolah lebih awal.
Pernikahan dini juga menjadi salah satu penyebab putus sekolah pada anak-anak. Praktik
pernikahan di usia yang masih sangat muda menyebabkan tanggung jawab keluarga datang
lebih cepat, dan anak-anak terpaksa menghentikan pendidikan mereka untuk memenuhi peran
sebagai pasangan atau orangtua.
Masalah lainnya adalah rasa malas bersekolah karena kesulitan dalam satu pelajaran
tertentu. Beberapa anak mungkin merasa putus asa dan menghindari sekolah karena kesulitan
mengatasi materi atau tugas tertentu di sekolah. Ini menyebabkan mereka kehilangan minat
dan semangat dalam belajar secara keseluruhan.
Hasil pra penelitian yang dilakukan oleh penulis di daerah Salatiga menemukan fakta
yang mendukung temuan Yayasan Sayangi Tunas Cilik. Saat melakukan wawancara dengan
anak-anak yang putus sekolah di daerah tersebut, sebagian di antaranya mengaku malas
bersekolah karena sering dimarahi oleh guru. Ada juga yang menyatakan bahwa mereka tidak
menyukai beberapa pelajaran yang diajarkan oleh guru dan merasa kurang percaya diri bahwa
mereka mampu menghadapinya. Sehingga mereka hanya tertarik untuk belajar di satu mata
pelajaran saja dan akhirnya kehilangan semangat untuk melanjutkan pendidikan.
Di sisi lain, beberapa anak yang terkena kasus kehamilan di luar nikah selama masa
sekolah juga menghadapi masalah serius yang menyebabkan mereka enggan melanjutkan
pendidikan. Rasa malu dan tekanan sosial dari lingkungan sekitar berdampak pada keputusan
mereka untuk menghentikan pendidikan, demi menghindari pandangan negatif dan stigma.
Untuk mengatasi masalah tingginya angka putus sekolah, perlu dilakukan pendekatan
yang holistik. Upaya harus dilakukan dalam meningkatkan kesadaran orang tua tentang
Academy of Education Journal
Vol. 15, No. 1, Januari 2024, Page: 1-13
ISSN: 1907-2341 (Print), ISSN: 2685-4031 (Online)
4
Novia Damayanti et.al (Strategi pemenuhan hak pendidikan.)
pentingnya pendidikan dan memberikan dukungan serta motivasi yang lebih untuk anak-anak
mereka.
Melihat fenomena tersebut, Komunitas Belajar Qaryah Thayyibah (KBQT) yang
merupakan sekolah alternatif yang berada di tingkatan sekolah menengah pertama dan sekolah
menengah atas di Salatiga yang berusaha mewujudkan pemenuhan pendidikan bagi semua
anak. Awal mula berdirinya KBQT yaitu pada tahun 2003 adalah berasal dari keresahan para
anggota Serikat Paguyuban Petani Qaryah Thayyibah (SPPQT) yang berada di daerah
Kalibening, Salatiga. Banyak anak dari anggota kelompok petani itu yang tidak bisa
melanjutkan sekolah ke jenjang berikutnya dikarenakan sekolah cukup mahal pada waktu itu,
sehingga mereka berinisiatif untuk mendirikan komunitas belajar tersebut agar anak anak
tetap dapat mengenyam pendidikan.
Ide itu diprakarsai oleh Ahmad Bahruddin, pada tahun 2003 itu Bahruddin akan
menyekolahkan anaknya masuk ke Sekolah Menengah Pertama di salah satu SMP favorit di
Salatiga. Pada saat melakukan pembayaran untuk sekolah anaknya Bahruddin atau yang kerap
disapa Pak Din ini terpikirkan bahwa sekolah amatlah mahal, belum lagi masih ada biaya
seragam dan lainnya. Mungkin bagi beliau masih sanggup untuk menyekolahkan anaknya,
tetapi mungkin tidak bagi para petani di paguyubannya. Hingga terciptalah KBQT yang
konsep sekolahnya diperuntukkan bagi siapa saja bahkan tanpa perlu memakai seragam
layaknya sekolah formal.
Namun dengan seiring perkembangannya, KBQT kini tidak hanya menampung anak
petani saja. Rata-rata saat sekarang ini petani di paguyuban Qaryah Thayyibah sudah hidup
cukup layak hingga mampu menyekolahkan anaknya di sekolah formal. KBQT saat ini
menampung siapapun yang ingin bersekolah, tidak peduli latar belakangnya apa dan berasal
dari mana. Misalnya saja anak yang terkendalan pelajaran di sekolahnya, KBQT dengan
senang hati akan menampung anak tersebut. Berdasarkan hasil pra penelitian yang telah
dilakukan oleh penulis, saat ini jumlah siswa di KBQT sejumlah 35 anak, 50%-nya justru
berasal dari luar Salatiga. Latar belakang dari siswa di KBQT juga bermacam-macam, tidak
hanya dari golongan tidak mampu saja tetapi siapa saja yang ingin belajar disana akan
ditampung dengan baik. Bagi pengurus KBQT semua anak dapat bersekolah disana yang
terpenting mereka punya niatan untuk bersekolah.
KBQT menyadari bahwa tanggung jawab pendidikan pada dasarnya tidak hanya ditangan
pemerintah saja, masyarakat sudah seharusnya juga turut mengambil peran. Masyarakat juga
mempunyai kewajiban untuk turut serta mengambil peran dalam usaha pemenuhan hak
pendidikan. Hetifah (Handayani 2006:39) berpendapat, “Partisipasi sebagai keterlibatan orang
secara sukarela tanpa tekanan dan jauh dari pemerintah kepentingan eksternal”. Peran dari
masyarakat bisa terwujud dalam berbagai bentuk, diantaranya adalah dengan mendukung
pemerintah untuk melakukan pemenuhan pendidikan bagi anak. Dukungan tersebut dapat
berupa bantuan biaya pendidikan, bantuan untuk memfasilitasi anak untuk mendapatkan akses
pendidikan dsb.
Dalam Pendidikan Kewarganegaraan, hal tersebut dikenal dengan istilah civic
responsibility yaitu partisipasi aktif dalam kehidupan publik suatu komunitas dengan cara
yang terinformasi, berkomitmen, dan konstruktif, dengan fokus pada kebaikan bersama. Lebih
spesifik, dikenal juga istilah civic participation yang lebih menitikberatkan pada keikutsertaan
setiap warga negara baik secara individu maupun melalui sebuah komunitas. Sehingga civic
participation lebih kepada tindakan nyata dari warga negara untuk turut serta dalam kebaikan
bersama. Keterlibatan ini dapat terjadi pada sejumlah tingkatan yang berbeda, mulai dari
mematuhi hukum komunitas hingga membantu membuat undang-undang.
Berdasarkan uraian di atas isu terkait pemenuhan pendidikan menjadi sangat penting.
Angka putus sekolah yang cukup tinggi cukup untuk dijadikan alasan yang kuat agar setiap
Academy of Education Journal
Vol. 15, No. 1, Januari 2024, Page: 1-13
ISSN: 1907-2341 (Print), ISSN: 2685-4031 (Online)
5
Novia Damayanti et.al (Strategi pemenuhan hak pendidikan.)
warga negara turut berpartisipasi dalam pemenuhan hak pendidikan bagi semua anak. Peran
KBQT untuk turut serta dalam pemenuhan hak pendidikan juga seharusnya dapat menjadi
contoh atau tolak ukur bagi warga negara yang ingin ambil bagian untuk memberikan solusi
terkait pemenuhan hak pendidikan bagi semua anak. Semakin banyak individu yang peduli
terhadap pemenuhan pendidikan semakin baik pula dampaknya bagi kemajuan pendidikan di
Indonesia.
2. Metode
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan metode
deskriptif kualitatif. Creswell (1998) mengemukakan bahwa penelitian kualitatif merupakan
proses penelitian ilmiah yang lebih dimaksudkan untuk memahami masalah manusia dalam
konteks social dengan menciptakan gambaran menyeluruh dan kompleks yang disajikan,
melaporkan pandangan terperinci dari sumber informasi, serta dilakukan dalam setting yang
alamiah tanpa adanya intervensi dari peneliti (Herdiansyah, 2010). Teknik analisis data
menggunakan analisis data interaktif Miles and Huberman (2007: 20) dengan tahap-tahap
sebagai berikut: (1) pengumpulan data, (2) reduksi data, (3) penyajian data, dan (4) verifikasi
atau penarikan kesimpulan. Penelitian dilakukan di Komunitas Belajar Qaryah Thayyibah
Salatiga pada rentang waktu Desember 2019-Maret 2020.
3. Hasil dan Pembahasan
3.1 Strategi Pemenuhan Hak Atas Pendidikan oleh KBQT
Sesuai dengan hasil penelitian yang telah didapatkan oleh penulis, selama kurang lebih 19
tahun Komunitas Belajar Qaryah Thayyibah (KBQT) berusaha memenuhi hak pendidikan
bagi anak, terutama pada anak-anak di sekitar lokasi KBQT. Pendirian KBQT tidak lepas dari
adanya Serikat Paguyuban Petani Qaryah Thayyibah (SPPQT) yang sadar dan peduli tentang
pemenuhan hak pendidikan bagi anak yang pada mulanya bertujuan untuk visinya yaitu untuk
mendirikan desa yang mandiri.
Berbagai strategi dilakukan oleh Komunitas Belajar Qaryah Thayyibah (KBQT) dalam
upaya memenuhi hak pendidikan. Mulai dari pembiayaan, bahkan hingga penerapan
kurikulum yang sesuai dengan para warga belajar.
Ada dua strategi utama yang dilakukan KBQT untuk memenuhi hak pendidikan bagi
anak, diantaranya adalah:
1. Pembebasan Biaya Belajar
Tujuan utama dari pendirian KBQT adalah atas keprihatinan Bapak Ahmad Bahruddin
yang melihat bahwa sekolah sangatlah mahal sehingga banyak anak sekitar di Desa
Kalibening yang tidak dapat bersekolah. Tidak hanya dari segi pembiayaan pendidikan,
sekolah formal pada umumnya juga mewajibkan para siswanya untuk menggunakan
seragam hingga sepatu sekolah. Hal tersebut juga tidak lepas dari perhatian Pak
Bahruddin.
Ahmad Bahruddin menyadari bahwa pendidikan amat sangat penting bagi setiap anak
dan hal tersebut merupakan hak dasar bagi setiap anak. Pendidikan juga erat kaitannya
dengan pengembangan ekonomi warga, kita tidak bisa memajukan kesejahteraan warga
tanpa melalui pendidikan. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Azyumardi Azra (2010:
12), pendidikan lebih dari sekedar pengajaran. Pendidikan adalah suatu proses dimana
suatu bangsa atau negara membina dan mengembangkan kesadaran diri diantara individu-
individu. Hak untuk memperoleh pendidikan merupakan bagian dari hak asasi manusia.
Pendidikan adalah suatu hal yang luar biasa pentingnya bagi sumber daya manusia
(SDM), demikian pula dengan perkembangan sosial ekonomi dari suatu negara.
Pendidikan juga merupakan bagian dari hak anak (Prinst, 2003: 25).
Academy of Education Journal
Vol. 15, No. 1, Januari 2024, Page: 1-13
ISSN: 1907-2341 (Print), ISSN: 2685-4031 (Online)
6
Novia Damayanti et.al (Strategi pemenuhan hak pendidikan.)
Oleh karenanya demi mewujudkan pendidikan bagi semua anak, KBQT menerapkan
sistem pembiayaan subsidi silang. Bagi anak yang tidak mampu, tidak dikenakan biaya
pendidikan. Namun demikian, KBQT menerima apabila ada orang tua/wali murid yang
bersedia membayar lebih pendidikannya. Uang tersebut nantinya akan digunakan untuk
membantu biaya pendidikan bagi anak yang kurang mampu.
Dengan konsep tersebut, diharapkan tidak ada anak yang tidak bisa sekolah hanya
karena faktor ekonomi, karena setiap orang berhak mendapat pendidikan. Pendidikan
harus dengan cuma-cuma, setidak-tidaknya dalam tingkatan rendah dan tingkatan dasar.
Pendidikan dasar harus diwajibkan. Pendidikan dalam tingkat dasar dan pendidikan
kekhususan harus terbuka bagi semua orang, dan pendidikan tinggi harus dapat dinikmati
dengan cara yang sama oleh semua orang (Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia, Pasal 26
ayat 1).
Apa yang dilakukan oleh Bapak Ahmad Bahruddin melalui KBQT juga sejalan
dengan Komentar Umum Kovenan Internasional Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya
Nomor 13 Tentang Hak Atas Pendidikan, yaitu terkait empat elemen mendasar yang harus
dipenuhi negara dan sekolah dalam proses belajar-mengajar diantaranya adalah a.
availibility (ketersediaan), b. accessibility (aksesibilitas), c. acceptability (penerimaan),
dan d. adaptability (kemampuan untuk beradaptasi).
Dengan strategi pembebasan biaya belajar, KBQT sudah menjalankan amanat
Komentar PBB Nomor 13 Tentang Hak Atas Pendidikan pada poin b yaitu aksesibilitas,
di mana pendidikan haruslah dapat diakses oleh semua orang tanpa terkecuali. Pada
Komentar PBB Nomor 13 juga disebutkan salah satu indikator aksesibilitas adalah
aksesibilitas ekonomi. KBQT membebaskan biaya belajar bagi anak tidak mampu,
khususnya bagi warga sekitaran KBQT berada. Di KBQT juga tidak ada seragam yang
digunakan oleh warga belajar. Warga belajar dibebaskan menggunakan pakaian apapun
yang mereka miliki.
Bapak Ahmad Bahruddin melalui KBQT juga telah membantu pemerintah dalam
pengimplementasian UU Nomor 20 tahun 2023 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal
12 ayat 2 pada poin c dan d yang menyatakan bahwa etiap peserta didik berhak untuk c.
mendapatkan beasiswa bagi yang berprestasi yang orang tuanya tidak mampu membiayai
pendidikannya, d. mendapatkan biaya pendidikan bagi mereka yang orang tuanya tidak
mampu membiayai pendidikannya.
KBQT tentu tidak tanpa alasan menerapkan strategi tersebut, Ahmad Bahruddin
menyadari bahwa melalui pendidikan lah peningkatan kesejahteraan masyarakat, bangsa,
dan negara dapat meningkat di masa yang akan datang. Anak adalah bagian dari generasi
muda merupakan penerus cita-cita perjuangan bangsa dan merupakan sumber daya
manusia bagi pembangunan nasional ke depan (Ediwarman, 2006).
2. Model Kurikulum Berbasis Kebutuhan
Selain terkendala biaya, menurut Ahmad Baharuddin, anak-anak di daerah pedesaan
khususnya di Kalibening dan sekitarnya alasan anak-anak tidak bersekolah bukan saja
hanya soal biaya. Namun, banyak orang tua yang enggan menyekolahkan anaknya karena
menilai sekolah formal kurang bermanfaat untuk kepentingan si anak. Banyak dari warga
yang berpikir lebih baik anak membantu orang tua mengelola usaha atau pertanian saja
yang justru lebih bermanfaat.
Melihat fenomena tersebut Ahmad Bahruddin melalui Komunitas Belajar Qaryah
Thayyibah mencoba mengembangkan kurikulum yang didasarkan pada aspirasi dan
kebutuhan warga belajar itu sendiri. Kurikulum adalah suatu rencana yang disusun untuk
melancarkan proses belajar mengajar di bawah bimbingan dan tanggung jawab sekolah
atau lembaga pendidikan beserta staf pengajarnya (Nasution, 1999). Dalam perencanaan
Academy of Education Journal
Vol. 15, No. 1, Januari 2024, Page: 1-13
ISSN: 1907-2341 (Print), ISSN: 2685-4031 (Online)
7
Novia Damayanti et.al (Strategi pemenuhan hak pendidikan.)
kurikulum itu Ahmad Bahruddin juga menekankan pada pembentukan pribadi siswa
secara utuh, terutama terkait kebermanfaatannya bagi masyarakat sekitar. Kurikulum ini
dikenal dengan nama Kurikulum Berbasis Kebutuhan.
Melalui kurikulum tersebut, warga belajar di KBQT bisa belajar sesuai dengan yang
mereka mau. Sesuai dengan hasil temuan peneliti di lapangan, setiap hari ketika warga
belajar datang ke KBQT mereka akan ditanyakan oleh masing-masing pendamping
mereka akan belajar apa pada hari tersebut. Pada awal tahun ajaran baru, setiap warga
belajar diminta untuk membuat target belajar masing-masing. Hal itulah yang menentukan
satu semester kedepan mereka akan mengerjakan apa.
Target belajar ini merupakan bagian dari struktur subjektif yang berarti struktur yang
berada dan bekerja di dalam diri (Karnanta, 2013). Dapat dikatakan demikian karena
target belajar menjadi rancangan aktivitas belajar yang direncanakan sendiri oleh warga
belajar (Damayanti A. F., 2020). Susanto (2017) juga mengatakan bahwa pendidikan
harus mengupayakan empowering (memberdayakan manusia sebagai makhluk yang
menyadari memiliki sejumlah potensi dan menyadari keterbatasannya) dengan cara
mengetahui apa dan mengapa, menghargai maksud dan akhir, mengalami, serta bertindak
dan berperilaku. Sehingga diharapkan target belajar yang telah mereka buat
mencerminkan potensi dan dapat disesuaikan dengan kemampuan mereka masing-masing.
Strategi penerapan kurikulum di KBQT telah sejalan dengan Komentar Umum
Kovenan Internasional Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya Nomor 13 Tentang Hak Atas
Pendidikan, dimana tiga elemen dari empat elemen mendasar yang harus dipenuhi telah
dipenuhi oleh KBQT, yaitu:
a. ketersediaan, KBQT telah menyediakan lembaga dengan kualitas yang memadai untuk
menjamin hak anak mendapatkan pendidikan yang nyaman dan aman. Hal tersebut
terlihat dari KBQT menyediakan tempat belajar yang menyenangkan yang sesuai
dengan kemauan dan potensi dari masing-masing warga belajar, mulai dari bangunan
hingga kurikulum yang diterapkan.
b. penerimaan, KBQT telah menyediakan kurikulum berbasis kompetensi di mana
bentuk dan isi pendidikan, termasuk kurikulum dan metode pengajaran yang sesuai
dengan budaya dan konteks lokal. Bahkan kurikulum KBQT juga dibuat atas dasar
permasalahan dari masyarakat sekitar yang diharapkan dengan adanya kurikulum
tersebut warga belajar di KBQT dapat membantu memberikan solusi kepada
masyarakat sekitar.
c. kemampuan untuk beradaptasi, pendidikan KBQT sangat fleksibel dan adaptif
terhadap perkembangan masyarakat, karena pada dasarnya memang tujuan awal dari
pembelajaran di KBQT adalah untuk menyejahterakan masyarakat berdasarkan
potensi dari masing-masing daerah. Keragaman juga menjadi hal yang diperhatikan di
KBQT, karena pada saat sekarang ini, warga belajar di KBQT tidak hanya warga
sekitar tetapi banyak juga yang berasal dari luar kota bahkan juga dari luar pulau.
KBQT juga telah melaksanakan amanat dari Pasal 12 UU Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional yang mengamanatkan setiap peserta didik pada setiap
satuan pendidikan berhak:
a. Mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya;
setiap warga belajar di KBQT memang melaksanakan pembelajaran sesuai dengan
bakat, minat, dan kemampuannya melalui target belajar yang sudah disusun oleh
masing-masing warga belajar sejak awal tahun ajaran.
b. Pindah ke program pendidikan pada jalur dan satuan pendidikan lain yang setara; pada
dasarnya KBQT sendiri merupakan sebuah lembaga pendidikan alternatif. Sebagai
pendidikan alternatif KBQT tidak berhak untuk menyelenggarakan ujian persamaan
Academy of Education Journal
Vol. 15, No. 1, Januari 2024, Page: 1-13
ISSN: 1907-2341 (Print), ISSN: 2685-4031 (Online)
8
Novia Damayanti et.al (Strategi pemenuhan hak pendidikan.)
sendiri. Namun, KBQT memfasilitasi warga belajar yang akan melaksanakan ujian
persamaan untuk sekolah lanjutannya.
c. Menyelesaikan program pendidikan sesuai dengan kecepatan belajar masing-masing
dan tidak menyimpang dari ketentuan batas waktu yang ditetapkan; seperti yang telah
disebutkan sebelumnya, KBQT meminta setiap warga belajar untuk menentukan target
belajar mereka. Sehingga setiap warga belajar akan mempunyai waktu untuk
menyelesaikan program pendidikan yang berbeda-beda.
3.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penerapan Strategi yang Digunakan Oleh
Komunitas Belajar Qaryah Thayyibah Dalam Pemenuhan Hak Pendidikan dan
Kaitan Strategi Tersebut dengan Civic Participation
Penerapan dua strategi utama KBQT dalam upaya melakukan pemenuhan hak pendidikan
bagi setiap anak tentu bukan tanpa alasan. Strategi pembebasan biaya belajar misalnya,
banyak faktor yang mempengaruhi penerapan strategi tersebut.
Tingkat ekonomi warga belajar yang beragam adalah salah satu faktornya. Pembebasan
biaya belajar dan/atau subsidi silang muncul karena adanya perbedaan tingkat ekonomi dari
warga belajar di KBQT. Ada warga belajar yang orang tuanya mampu secara materi untuk
membiaya pendidikan anaknya, namun beberapa orang tua lain bahkan untuk makan sehari-
hari saja susah. Padahal idealnya, pendidikan haruslah dapat diakses oleh semua anak
ditingkat manapun.
Selain itu, stigma masyarakat bahwa sekolah itu mahal juga menjadi faktor yang
mempengaruhi. Stigma sekolah itu mahal membuat orang tua enggan menyekolahkan
anaknya. Tidak hanya biaya pendidikan, namun pembelian seragam dan sepatu misalnya,
beberapa orang tua masih keberatan. Hal itu yang membuat KBQT membebaskan warga
belajar dari persoalan itu semua.
Hal ini selaras dengan pendapat Hadi (2017), yang menyatakan bahwa pendidikan
haruslah menjadi sarana untuk seseorang dapat mengembangkan dan meningkatkan kualitas
dirinya agar mereka yang terpinggirkan dapat mengangkat dirinya keluar dari lingkaran
kemiskinan (Hadi, 2017).
Keengganan masyarakat pedesaan untuk menyekolahkan anaknya karena dianggap
sekolah tidak implementatif terhadap kehidupan langsung juga menjadi salah satu faktor yang
mempengaruhi penerapan kurikulum berbasis kebutuhan di KBQT. KBQT ingin
membuktikan bahwa justru dengan bersekolah kemampuan anak dalam menyelesaikan
persoalan-persoalan masyarakat akan lebih terasah. Misalnya ketika ayahnya adalah seorang
petani misalnya, ketika anak belajar pertanian, akan lebih paham tentang seluk beluk
pertanian. Jauh kedepan, anak akan memunculkan teknologi pertanian yang mutakhir yang
tidak hanya berguna bagi ayahnya tetapi juga bagi masyarakat luas.
Penerapan dua strategi tersebut erat kaitannya dengan civic participation, yaitu
kemampuan berpartisipasi sebagai warga negara yang dilakukan secara sadar dan tanggung
jawab, juga bisa dikatakan mengikutsertakan atau ikut mengambil bagian. Sumardi
(Andreeyan, 2014) mengatakan bahwa partisipasi merupakan peran serta baik individu
maupun kelompok, baik dalam bentuk pernyataan maupun dalam bentuk kegiatan dengan
memberikan masukan pikiran, tenaga, waktu, keahlian, modal dan atau materi. Singkatnya
partisipasi dalam hal ini adalah mampu memberikan peran dan kontribusi terhadap perubahan
sosial kearah masyarakat yang lebih baik. Dalam hal pemenuhan hak atas pendidikan bagi
anak-anak juga perlu adanya civic participation.
Pendirian KBQT oleh Ahmad Bahruddin dan paguyuban petani SPPQT merupakan salah
satu wujud nyata dari civic participation. Atas swadaya masyarakat yang dipimpin oleh
Ahmad Bahruddin KBQT berdiri untuk menjawab rasa keprihatinan atas banyaknya anak
Academy of Education Journal
Vol. 15, No. 1, Januari 2024, Page: 1-13
ISSN: 1907-2341 (Print), ISSN: 2685-4031 (Online)
9
Novia Damayanti et.al (Strategi pemenuhan hak pendidikan.)
yang tidak dapat melanjutkan pendidikannya. Tidak hanya persoalan ekonomi, namun juga
stigma masyarakat pedesaan yang menganggap sekolah formal bukan hal yang penting.
Ahmad Bahruddin menyadari bahwa kita tidak dapat hanya berdiam diri dan hanya
mengandalkan pemerintah untuk memperbaiki sistem pendidikan, beliau juga menyadari
pentingnya partipasi masyarakat dalam pemenuhan pendidikan karena pendidikan adalah
tanggung jawab bersama antara orang tua, pemerintah, dan masyarakat. Hal tersebut sejalan
dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
menjelaskan tentang peran yang dapat dilakukan oleh masyarakat dalam penyelenggaran
pendidikan. Pada Pasal 8 Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan bahwa
masyarakat berhak untuk berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan
evaluasi program pendidikan.
Salah satu strategi KBQT adalah dengan adanya subsidi silang dan pembebasan biaya
belajar. Strategi ini sesuai dengan amanat Pasal 9 yang menyebutkan bahwa masyarakat wajib
memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan dan Pasal 46 yang
juga menyebutkan bahwa pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara
pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat. Selama 19 tahun sejak KBQT berdiri, KBQT
mengemban amanat dari undang-undang tersebut dengan amat sangat baik.
Dalam membangun KBQT, Ahmad Bahruddin tidaklah sendirian. Berjalannya KBQT
tidak lepas dari peran Serikat Paguyuban Petani Qaryah Thayyiban (SPPQT). SPPQT
membantu sejak awal berdirinya hingga KBQT berjalan seperti sekarang ini. Hal itu sesuai
dengan Pasal 54 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
menyebutkan bahwa: a) peran serta masyarakat dalam pendidikan meliputi peran serta
perorangan, kelompok, keluarga, organisasi profesi, pengusaha, dan organisasi
kemasyarakatan dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan, b)
masyarakat dapat berperan serta sebagai sumber, pelaksana, dan pengguna hasil pendidikan.
Hal tersebut juga selaras dengan Pasal 4 PP No. 39 Tahun 1992 menyebutkan bahwa
masyarakat dapat ikut serta berperan dalam pendidikan satu satunya dengan
menyelenggarakan pendidikan pada semua jenis pendidikan kecuali pendidikan kedinasan
dan memberikan bantuan tenaga kependidikan dalam pelaksanaan pengajaran. Dalam hal ini
KBQT menyelenggarakan pendidikan tingkat menengah yaitu setara SMP/MTs dan SMA/
MA.
KBQT didirikan oleh organisasi profesi yaitu serikat petani yang pada awalnya
berkembang di daerah Kalibening dan sekitarnya. Dengan kurikulum yang juga salah satunya
diambil dari permasalahan yang berkembang di masyarakat, maka secara tidak langsung
masyarakat sekitar KBQT juga menjadi pengguna hasil belajar dari warga belajar di KBQT.
Tidak hanya sebagai pengguna, masyarakat disekitar juga berperan aktif dalam proses
pembelajaran warga belajar jika ada warga belajar yang ingin terjun langsung ke masyarakat.
Hal tersebut juga akan menjaga kualitas dan meningkatkan kebermanfaatan pendidikan itu
sendiri. Dalam Putusan (Mahkamah Konstitusi, 2009), disebutkan bahwa pemerintah
mempunyai bertanggung jawab terhadap pendidikan yang dimiliki oleh warga negaranya,
namun dalam menjaga kualitas diri dari warga negara, maka warga negara harus ikut serta
bertanggung jawab terhadap diri sendiri dalam mencapai kualitas yang diharapkan. Ahmad
Bahruddin mengharapkan pendidikan itu haruslah sesuai dengan kondisi sekitar, sehingga
hasilnya dapat langsung diimplementasikan pada persoalan yang terjadi di sekitar.
Lebih lengkap Wolf, Kane, and Strickland (1997) menyatakan partisipasi masyarakat
memiliki sejumlah lima kekuatan, seperti : 1) efektivitas proyek meningkat, penggunaan
pengetahuan, keterampilan dan sumber dapat memperbaiki desain dan implementasi proyek,
2) efisiensi proyek membaik, keterlibatan masyarakat dapat mengarahkan penggunaan sumber
eksternal dan lokal yang lebih baik, 3) kepercayaan diri dan pemberdayaan masyarakat,
Academy of Education Journal
Vol. 15, No. 1, Januari 2024, Page: 1-13
ISSN: 1907-2341 (Print), ISSN: 2685-4031 (Online)
10
Novia Damayanti et.al (Strategi pemenuhan hak pendidikan.)
keterlibatan masyarakat dapat membantu mengurangi mentalitas ketergantungan, 4)
mencakup anggota masyarakat lebih luas, keterlibatan masyarakat dapat menghasilkan
distribusi keuntungan yang lebih merata bagi orang-orang yang terpinggirkan, misalnya orang
miskin, perempuan, minoritas, tak berdaya, dan sebagainya, dan 5) kesinambungan proyek
lebih terjamin, keterlibatan masyarakat daat membantu untuk menjamin bahwa proyek
melanjutkan fungsi secara benar.
Dari kelima kekuatan tersebut dapat dikatakan KBQT telah memenuhi semuanya.
Efektivitas dan efisiensi dari dari pendidikan di KBQT jelas terlihat dari kurikulum yang
diterapkan. Sedangkan keterlibatan masyarakat sejak dalam pembuatan kurikulum hingga
pada penggunaan hasil pendidikan oleh masyarakat itu sendiri sudah sangat relevan dengan
kelima kekuatan partisipasi masyarakat yang disampaikan oleh Wolf, Kane, dan Strickland.
Selain dari undang-undang partisipasi masyarakat juga dijelaskan dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 39 Tahun 1992 tentang Peran Serta Masyarakat dalam Pendidikan. Pada
Pasal 3 PP No. 39 Tahun 1992 disebutkan bahwa peran serta masyarakat dapat dilaksanakan
dalam berbagai bentuk seperti: (1) pendirian dan penyelenggaraan pendidikan, (2) pengadaan
dan pemberian bantuan tenaga kependidikan, (3) pengadaan dan pemberian bantuan tenaga
ahli, (4) pengadaan dan/atau penyelenggaraan program pendidikan yang belum dilaksanakan
pemerintah menunjang pendidikan nasional, (5) pengadaan dana dan pemberian bantuan
lainnya, (6) pengadaan dan pemberian bantuan sarana belajar (bangunan, buku), (7)
pemberian kesempatan untuk magang, (8) pemberian pemikiran dan pertimbangan, (9)
pemberian bantuan manajemen, dan (10) pemberian bantuan dalam bentuk kerjasama.
Dari sepuluh amanat Pasal 3 PP No. 39 Tahun 1992 diatas, Ahmad Baharuddin melalui
KBQT telah melaksakan separuhnya. Selain penyelanggaraan pendidikan, KBQT juga
membuka diri selebar-lebarnya untuk membuka pintu kerjasama dengan berbagai pihak, baik
sebagai objek maupun sebagai subjek.
Ahmad Bahruddin, sebagai pendiri KBQT tidak segan untuk membagi ilmu tentang
proses pendirian KBQT dan bagaimana perjalanan KBQT melalui seminar-seminar yang
sering beliau lakukan. KBQT juga mempersilakan bagi mahasiswa yang ingin magang di
sana, namun KBQT selalu menekankan bahwa bentuk pendidikan dan pembelajaran di sana
berbeda dengan sekolah-sekolah pada umumnya.
Melalui pemaparan yang telah penulis jelaskan diatas, strategi pemenuhan hak pendidikan
yang telah dilakukan oleh KBQT merupakan bentuk nyata dari perwujudan civic
participation.
4. Kesimpulan
Ada dua strategi utama yang digunakan oleh Komunitas Belajar Qaryah Thayyibah dalam
rangka pemenuhan hak pendidikan bagi anak, diantaranya adalah pembebasan biaya belajar dan
model kurikulum berbasis kebutuhan. Melalui dua strategi tersebut KBQT dapat dikatakan
sudah sangat bagus dalam upayanya untuk memenuhi hak pendidikan bagi setiap anak. Hal
tersebut terbukti dari empat indikator pada Komentar Umum Kovenan Internasional Hak
Ekonomi, Sosial, dan Budaya Nomor 13 Tentang Hak Atas Pendidikan yaitu availability
(ketersediaan), accessibility (aksesibilitas), acceptability (penerimaan), dan adaptability
(kemampuan beradaptasi), KBQT sudah memenuhi keempatnya.
Begitu pula dengan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 12.
Pada Pasal 12 tersebut terdapat enam indikator tentang hak anak pada satuan pendidikan.
Dengan kurikulum dan sistem pembelajaran yang telah dibentuk oleh KBQT, lima dari enam
indikator tersebut telah terpenuhi. Satu indikator yang belum terpenuhi adalah mendapatkan
pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang
seagama. KBQT bukan tidak ada pembelajaran pendidikan agama, namun karena sistem
Academy of Education Journal
Vol. 15, No. 1, Januari 2024, Page: 1-13
ISSN: 1907-2341 (Print), ISSN: 2685-4031 (Online)
11
Novia Damayanti et.al (Strategi pemenuhan hak pendidikan.)
pendidikan yang membebaskan pemilihan mata pelajaran, sehingga pendidikan agama sebatas
tentang akhlak perilaku mereka sehari-hari dan tidak diajarkan secara terstruktur.
Pelaksanaan dua strategi utama yang diterapkan KBQT bukanlah tanpa alasan. Beragamnya
tingkat ekonomi warga, hingga stigma masyarakat terkait pendidikan yang mahal dan tidak
secara langsung dapat diaplikasin dalam masyarakat menjadi faktor utama pelaksanaan strategi
pemenuhan hak atas pendidikan. KBQT menganggap tidak ada satu alasan pun yang dapat
dibenarkan untuk menghambat anak-anak mendapatkan pendidikan yang layak.
Apa yang dilakukan oleh Bapak Ahmad Bahruddin melalui KBQT merupakan sebuh bentuk
civic participation, yaitu kemampuan berpartisipasi sebagai warga negara yang dilakukan secara
sadar dan tanggung jawab, juga bisa dikatakan mengikutsertakan atau ikut mengambil bagian.
Dengan penjelasan tersebut KBQT secara tidak langsung telah mengambil bagian dari
memajukan pendidikan di Indonesia, khususnya bagi warga sekitar KBQT berada.
Selama 19 tahun berdiri, Ahmad Bahruddin bersama SPPQT melalui KBQT telah
melaksanakan civic participation dengan sangat baik. KBQT telah melaksanakan amanat
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional terkait partisipasi
masyarakat dalam pemenuhan hak pendidikan yaitu pada Pasal 8, Pasal 9, Pasal 46, dan Pasal
54 yang keempatnya berisikan hal yang hampir sama bahwa dalam partisipasi masyarakat dalam
pendidikan dapat dilakukan perseorangan maupun dalam bentuk organisasi, partisipasi
masyarakat juga terkait dengan pembiayaan pendidikan bagi anak. Dalam hal ini, strategi
KBQT dalam membebaskan biaya pendidikan tentu sudah sangat sejalan.
Bentuk partisipasi masyarakat terkait pendidikan juga terdapat pada Pasal 3 PP No. 39 Tahun
1992 yang menyebutkan adanya 10 bentuk partisipasi masyarakat. Dari 10 bentuk tersebut,
Ahmad Bahruddin dan KBQT setidaknya telah melaksanakan separuhnya, yaitu pendirian dan
penyelenggaraan pendidikan, pengadaan dan/atau penyelenggaraan program pendidikan yang
belum dilaksanakan pemerintah menunjang pendidikan nasional, pemberian kesempatan untuk
magang, pemberian pemikiran dan pertimbangan, dan pemberian bantuan dalam bentuk
kerjasama.
5. Daftar Pustaka
Ali, M. (2009). Pendidikan Untuk Pembangunan Nasional. Jakarta: Grasindo.
Andreeyan, R. (2014). Studi Tentang Partisipasi Masyarakat Dalam Pelaksanaan Pembangunan
di Kelurahan Sambutan Kecamatan Sambutan Kota Samarinda. eJournal Administrasi
Negara, 1940.
Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.
Azra, A. (2010). Paradigma Membangun Karakter Bangsa Melalui Pendidikan. Jakarta:
Kompas Gramedia.
Baharuddin, A. (2020). Menggalakkan Pendidikan Berbasis Konteks Kehidupan. Pendidikan
yang Membebaskan: Membalik Paradigma Pendidikan Urban (hal. 1-6). Salatiga:
Webminar Kongres Kebudayaan Desa Seri 3.
Covell, K., & Howe, R. B. (1999). The Impact Of Children’s Rights Education: A Canadian
Study. The International Journal of Children’s Rights, 171-183.
Damayanti, A. F. (2020). Model dan Habituasi Pendidikan Komunitas Belajar Qaryah
Kelurahan Kalibening Kecamatan Tingkir (Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, 2009)
Kota Salatiga. Universitas Negeri Semarang, 93.
Ediwarman. (2006). Peradilan Anak di Persimpangan Jalan dalam Prespektif Victimology.
Jurnal Mahkamah.
Academy of Education Journal
Vol. 15, No. 1, Januari 2024, Page: 1-13
ISSN: 1907-2341 (Print), ISSN: 2685-4031 (Online)
12
Novia Damayanti et.al (Strategi pemenuhan hak pendidikan.)
Herdiansyah, H. (2010). Metode Penelitian Kualitatif untuk Ilmu - Ilmu Sosial. Jakarta:
Salemba Humanika.
Handayani, S. (2006). Perlibatan Masyarakat Marginal Dalam Perencanaan dan Penganggaran
Partisipasi (Cetakan Pertama). Surakarta: Kompip Solo.
Karnanta, K. Y. (2013). Paradigma Teori Aerna Produksi Kultural Sastra: Kajian Terhadap
Pemikiran Pierre Bourdieu. Jurnal Poetika, 1 (1), 3-15.
Keith, S., & Girling, R. H. (1991). Education Management and Participation. Boston: Allyn
and Bacon.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. (2009). Komentar Umum: Kovenan Internasional Hak
Sipil dan Politik, Kovenan Internasional Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya. Jakarta:
Komnas HAM.
Kemdikbudristek. (2022). Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi
Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2022 tentang Standar Kompetensi Lulusan Pada
Pendidikan Anak Usia Dini, Jenjang Pendidikan Dasar, dan Jenjang Pendidikan
Menengah. Jakarta: Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 161.
Mahendra, Y. I. (1996). Dinamika Tata Negara Indonesia Kompilasi Aktual Masalah
Konstitusi Dewan Perwakilan dan Sistem Kepartaian. Jakarta: Gema Insani Press.
Mahkamah Konstitusi. (2009). Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 11-14-21-126 dan
136/PUU-VII/2009. Jakarta: Mahkamah Konsitusi.
McCowan, T. (2012). Human Rights Within Education: Assessing The Justifications.
Cambridge Journal of Education, 67-81.
Miles, M. B., Huberman, A. M., & Saldana, J. (2014). Qualitative Data Analysis. Los Angeles:
SAGE Publications.
Mujiati, Nasir, & Ashari, A. (2018). Faktor Faktor Penyebab Siswa Putus Sekolah. Didaktis:
Jurnal Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan, 271-281.
Nasution. (1999). Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
Nawawi, H. (2012). Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gadjah Mada University.
Neolaka, A. (2019). Isu Isu Kritis Pendidikan, Utama dan Tetap Penting Namun Terabaikan.
Jakarta: Prenamedia Group.
Nickel, J. W. (1987). Making Sense of Human Rights: Philosophical Reflections on the
Universal Declaration of Human Rights. California: University of California Press.
Pemerintah Indonesia. (1992). Peraturan Pemerintah No. 39 Tahun 1992 tentang Peranserta
Masyarakat Dalam Pendidikan Nasional. Jakarta: Sekretariat Negara.
Pemerintah Indonesia. (2003). Undang Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional. Jakarta: Sekretarian Negara.
Prihatin, F. (2011). Penyebab Putus Sekolah Usia Pendidikan Dasar (7-15 tahun) di Kecamatan
Labuhan Haji Kabupaten Lombok Timur. Singaraja.
Prinst, D. (2003). Hukum Anak Indonesia. Bandung: PT Citra Aditya Bakti.
Quennerstedt, A., & Quennerstedt, M. (2014). Researching Children’s Rights In Education:
Sociology Of Childhood Encountering Educational Theory. British Journal of Sociology
of Education, 115-132.
Academy of Education Journal
Vol. 15, No. 1, Januari 2024, Page: 1-13
ISSN: 1907-2341 (Print), ISSN: 2685-4031 (Online)
13
Novia Damayanti et.al (Strategi pemenuhan hak pendidikan.)
Samani, M., & Hariyanto. (2012). Pendidikan Karakter. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Sagala, S. (2013). Etika & Moralitas Pendidikan. Jakarta: Kencana.
Smith, R. K., & dkk. (2010). Hak Asasi Manusia. Yogyakarta: Pusat Studi Hak Asasi Manusia
Universitas Islam Indonesia.
Susanto, A. (2017). Proses Habituasi Nilai Disiplin Pada Anak Usia Dini dalam Rangka
Pembentukan Karakter Bangsa. Jurnal Sosioreligi, 26-35.
Sutopo, H. (2002). Metodologi Penelitian Kualitatif Dasar Teori dan Terapannya dalam
Penelitian. Surakarta: UNS Press.
Ulfatin, N. (2013). Eksplorasi Kesenjangan Gender pada Pendidikan Dasar Sampai Tinggi.
Jurnal Penelitian Kependidikan, 101-122.
Utari, R. (2010). Tantangan Kemitraan Orang Tua, Sekolah, dan Masyarakat. Jurnal
Manajemen Pendidikan, No. 02/Th VI/ Oktober, 93-107.
Widiarto, T., & Wuryani, E. (2019, November 2). Komunitas Belajar Qaryah Thayyibah
Salatiga. Diambil kembali dari Widyasari Press: https://widyasari-press.com/komunitas-
belajar-qaryah-thayyibah-salatiga/