AoEJ: Academy of Education Journal
Vol. 14 No 2 Tahun 2023
635
ANALISIS STRATEGI GURU DALAM MENGEMBANGKAN RANAH
AFEKTIF PESERTA DIDIK DI SEKOLAH DASAR
Nurhandayani Hasanah
1
, Darwisa
2
, Indah Aminatuz Zuhriyah
3
1,2
Mahasiswa PGMI Pascasarjana Universitas Islam Maulana Malik Ibrahim Malang
3
Dosen Pascasarjana Universitas Islam Maulana Malik Ibrahim Malang
Jl. Raya Dadaprejo No.1, Dadaprejo, Kec. Junrejo, Kota Batu, Indonesia, (0341) 551354
1
2
3
ABSTRAK
Dalam mengembangkan penilaian sikap di sekolah dasar, seorang guru perlu menerapkan strategi
yang efektif. Guru dapat menggunakan berbagai teknik observasi secara rutin untuk mengamati
perilaku siswa dalam konteks kelas dan kegiatan di luar kelas. Guru juga dapat melibatkan siswa
dalam refleksi diri dan penilaian teman sebaya untuk memperoleh pemahaman yang lebih holistik
tentang sikap mereka. Metode yang digunakan menggunakan penelitian study literatur, yang
dimana peneliti memeperoleh informasi melalui dokumen seperti jurnal, buku dan kajian Pustaka
lainnya. Hasil penelitian ini yaitu dengan menganalisis secara mendalam, ranah afektif mengacu
pada salah satu dari tiga ranah dalam taksonomi Bloom yang dikenal sebagai Taksonomi Bloom
Revisi. Ranah ini berkaitan dengan aspek emosi, sikap, dan nilai dalam pembelajaran. Strategi guru
dalam mengembangkan ranah afektif siswa, perlu menggunakan berbagai strategi yang melibatkan
menciptakan lingkungan yang mendukung, menjadi contoh yang positif, mengintegrasikan nilai-
nilai dalam pengajaran, memberikan waktu dan ruang untuk refleksi dan diskusi.
Kata Kunci: Analisis Pengembangan; Strategi Guru; Ranah Afektif.
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 CC BY-SA International License.
ABSTRACT
A teacher needs to implement effective strategies in developing attitude assessments in primary schools.
Teachers can use a variety of observation techniques on a regular basis to observe student behavior in the
classroom context and activities outside the classroom. Teachers can also engage students in self-reflection
and peer assessment to better understand their attitudes. The method used uses literature study research,
where researchers obtain information through documents such as journals, books, and other literature
reviews. The result of this study is that by analyzing in-depth, the affective realm refers to one of three
domains in Bloom's taxonomy known as Bloom's Revised Taxonomy. This field deals with aspects of
emotions, attitudes, and values in learning. A teacher needs to use a variety of strategies that involve
creating a supportive environment, setting a positive example, integrating values in teaching, and providing
time and space for reflection and discussion.
Keywords: Teacher strategy; affective realm; primary school
PENDAHULUAN
Pendidikan adalah sebagai tempat wadah untuk menciptakan peserta didik dengan
memiliki kepribadian yang lebih baik. Pendidikan tidak hanya tentang mentransfer
pengetahuan dan keterampilan yang mengembangkan kecerdasan interlektual siswa, tetapi
juga tentang membentuk karakter atau sikap individu. Memiliki kualitas sikap moral yang
baik, seperti integritas, kejujuran, empati, rasa hormat, dan keadilan, membantu siswa
AoEJ: Academy of Education Journal
Vol. 14 No 2 Tahun 2023
636
tumbuh menjadi individu yang bertanggung jawab, beretika, toleransi dan berkontribusi
positif dalam masyarakat. Pendidikan yang berfokus pada aspek moral membantu siswa
dalam menggunakan pengetahuan dan keterampilan yang mereka miliki secara bijaksana.
Mereka diajarkan untuk memahami implikasi etis dari tindakan mereka, mengambil
keputusan yang bertanggung jawab, dan mempertimbangkan dampaknya terhadap diri
sendiri dan orang lain (Purnomo, 2014).
Kegagalan pendidikan disebabkan oleh fokus guru yang terlalu kuat pada
pengembangan dan hasil dari aspek kognitif semata, sementara aspek afektif yang
berkaitan dengan pembentukan sikap dan nilai-nilai agama diabaikan. Penting untuk
memahami bahwa pendidikan agama tidak hanya tentang pemahaman konsep dan doktrin
agama, tetapi juga tentang mengembangkan sikap, moralitas, dan nilai-nilai yang
terkandung dalam agama tersebut. Jika guru hanya menekankan aspek kognitif dalam
pendidikan dan tidak memperhatikan aspek afektif, ini dapat mengakibatkan
ketidakseimbangan dalam perkembangan siswa. Penting untuk diingat bahwa pendidikan
yang holistik harus mencakup pengembangan baik aspek kognitif maupun afektif siswa
(Safiqo, 2020).
Dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 pasal 3 tentang sistem sistem
Pendidikan nasional yang mengatakan bahwa “Tujuan utama pendidikan nasional adalah
menciptakan kecakapan dan membangun sikap serta perilaku yang baik, menciptakan
kemampuan peserta didik dengan tujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, dan
membentuk manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki
akhla yang mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan membentuk warga negara
yang demokratis serta bertanggung jawab” (Danial, 2019).
Evaluasi pembelajaran merupakan proses untuk mengukur dan mengevaluasi sejauh
mana tujuan pembelajaran telah tercapai. Evaluasi pembelajaran melibatkan pengumpulan
data dan informasi mengenai pemahaman siswa, keterampilan, dan sikap mereka terhadap
materi pembelajaran. Hal ini dapat dilakukan melalui berbagai metode evaluasi, seperti tes
tertulis, proyek, tugas, observasi, atau penilaian praktik. Evaluasi pembelajaran dapat
dilakukan secara formatif (selama proses pembelajaran) dan sumatif (setelah proses
pembelajaran selesai). Ranah afektif, kognitif, dan psikomotorik adalah tiga domain yang
digunakan untuk menggambarkan berbagai jenis tujuan pembelajaran dan kemampuan
yang ingin dievaluasi dalam konteks Pendidikan (Lia Triani, dkk, 2023).
Penilaian afektif merupakan penilaian yang penting dalam pendidikan. Meskipun
penilaian sering kali terfokus pada aspek kognitif, penilaian afektif memainkan peran
AoEJ: Academy of Education Journal
Vol. 14 No 2 Tahun 2023
637
penting dalam pengembangan holistik siswa. Ranah afektif selalu berikaitan dengan sikap
dan tingkah laku yang dilakukan oleh peserta didik saat pembelajaran berlangsung,
maupun saat di luar proses pembelajaran sekolah misalnya saat keluar main atau masih
dalam lingkungan sekolah (Hadiati et al., 2020). Penilaian afektif membantu mengukur dan
mengevaluasi perkembangan sikap, nilai-nilai, dan moralitas siswa. Dengan
memperhatikan aspek ini, pendidikan dapat secara aktif membantu dalam pembentukan
karakter siswa, seperti mengembangkan empati, kejujuran, tanggung jawab, rasa hormat,
dan kepedulian sosial (Riswati Ashifa, dkk, 2021).
Kurikulum pendidikan yang tidak memberikan penekanan yang cukup pada
pembinaan moral dapat menyebabkan generasi muda kurang memiliki pemahaman yang
kuat tentang nilai-nilai moral dan etika. Kurangnya perhatian pada pengembangan karakter
dan pembentukan sikap positif dapat menjadi masalah dalam perkembangan moral
generasi muda (Julaeha, 2019). Terdapat kasus yang sering terjadi di lingkungan sekolah
seperti bullying, bolos, mencontek, tawuran, pengeroyokan dan lain sebagainya yang
mengakibatkan kekhawatiran terhadap guru, orang tua maupun pemangku bangsa dan
negara (Intan Kusumawati, dkk, 2021) Indonesia berada pada urutan yang ke-29, dengan
tingkat kesopanan yang rendah dari 32 negara yang ada, ini berarti bahwa tingkat moral
atau sopan santun orang Indonesia terutama yang terjadi pada generasi muda dikatakan
rendah (Kompas.com 13-06-2023, 17.20 WIB).
Dalam membentuk kepribadian peserta didik khususnya dalam ranah afektif, guru
memiliki peran yang sangat penting. Guru berperan penting dalam membentuk karakter
siswa. Mereka tidak hanya mengajar konsep dan pengetahuan, tetapi juga mengajarkan
nilai-nilai, etika, dan perilaku yang baik. Dengan memberikan contoh yang baik dan
memberikan pembinaan moral, guru membantu siswa menjadi individu yang bertanggung
jawab, berempati, dan memiliki integritas (Yeri Nofrianti, Arifmiboy, 2021). Guru
memiliki peran penting sebagai role model atau contoh teladan dalam pembelajaran. Guru
yang menjadi role model dapat membantu siswa mengembangkan sikap dan nilai positif.
Melalui perilaku dan tindakan mereka sehari-hari, guru memberikan contoh tentang etika,
integritas, kerja keras, kejujuran, tanggung jawab, dan nilai-nilai lainnya yang dihargai
dalam masyarakat. Siswa akan terinspirasi untuk mengadopsi sikap dan nilai-nilai tersebut
(Kandiri & Arfandi, 2021).
Guru sebagai pendidik harus mampu melihat dan memahami kondisi psikologi siswa.
Hal ini sangat penting dalam pembentukan moral siswa karena psikologi siswa
mempengaruhi perilaku, sikap, dan nilai-nilai yang mereka anut. Dalam melihat kondisi
AoEJ: Academy of Education Journal
Vol. 14 No 2 Tahun 2023
638
psikologi siswa, guru dapat mengidentifikasi adanya masalah psikologis atau emosional
yang mungkin mempengaruhi pembelajaran dan perkembangan mereka. Guru dapat
melihat tanda-tanda stres, kecemasan, depresi, atau masalah lainnya yang perlu ditangani
secara tepat agar siswa dapat berkembang dengan baik. Guru yang memperhatikan kondisi
psikologi siswa dapat mengadaptasi pendekatan pembelajaran dengan tepat. Mereka dapat
memilih strategi pembelajaran yang sesuai dengan gaya belajar siswa dan memberikan
bantuan yang dibutuhkan dalam mengatasi tantangan belajar. Hal ini membantu siswa
merasa lebih terlibat dan termotivasi dalam proses pembelajaran (Wulan et al., 2021).
Berdasarkan uraian masalah di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
tentang Analisis Strategi Guru dalam Mengembangkan Ranah Afektif Peserta Didik di
Sekolah Dasar. Tujuan penelitian ini adalah: 1) Untuk menganalisis konsep dari penilaian
ranah afektif, 2) Menganalisis bagaimana strategi guru dalam mengembangkan ranah
afektif di sekolah dasar. 3) Kendala serta solusi yang dilakukan guru dalam
mengembangkan ranah afektif peserta didik di sekolah dasar.
METODE PENELITIAN
Metode penelitian ini menggunakan studi kepustakaan. Menurut Nazir studi Pustaka
ialah menentukan topik penelitian yang mengkaji tentang teori sesuai dengan topik dan
tema dari penelitian (Moh. Nazir, 2013). Peneliti akan mencari dan mengumpulkan kajian
teori. Tujuan dari menggunakan metode ini adalah untuk mengungkapkan berbagai teori
dari peneliti atau para ahli terhadulu yang relevan. Dengan metode website (mengakses
situs internet) juga dilakukan dalam penelitian ini yang dilakukan dengan penelusuran
website/ situs yang terdapat banyak data, informasi-informasi yang berkaitan dengan
permasalahan yang sedang diteliti yaitu memfokuskan terhadap “Analisis Strategi Guru
Dalam Mengembangkan Ranah Afektif Peserta Didik Di Sekolah Dasar”.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dengan memilih strategi yang tepat dan sesuai akan berdampak besar terhadap
tercapainya tujuan dalam pembelajaran. Strategi guru dalam mengembangkan ranah afektif
peserta didik di Sekolah Dasar melibatkan serangkaian langkah yang bertujuan untuk
membantu siswa mengembangkan keterampilan emosional, sosial, dan moral. Salah satu
strategi yang digunakan adalah menciptakan lingkungan yang positif di kelas. Guru dapat
menciptakan suasana yang nyaman, terbuka, dan inklusif. Mereka menetapkan aturan dan
norma yang jelas, serta memberikan perhatian individual kepada setiap siswa. Dengan
AoEJ: Academy of Education Journal
Vol. 14 No 2 Tahun 2023
639
menciptakan rasa aman dan dukungan, guru membantu siswa merasa nyaman untuk
mengungkapkan emosi dan ide-ide mereka. Selain itu, guru juga berperan sebagai contoh
yang baik dengan perilaku dan sikap yang positif (Erviana Diah Pratama, dkk, 2023).
1. Konsep Dari Penilaian Ranah Afektif
Ranah afektif meliputi evaluasi karakteristik perilaku seperti sikap, minat, citra diri,
nilai, dan moralitas. Keterampilan afektif berkaitan erat dengan minat dan sikap, yang
dapat berupa tanggung jawab, kerja sama, disiplin, komitmen, percaya diri, jujur,
menghargai pendapat orang lain, dan pengendalian diri. Ranah afektif dapat menentukan
keberhasilan belajar. Oleh karena itu, satuan pendidikan harus membuat program penilaian
yang mengoptimalkan area afektif. Penilaian ini mempertimbangkan sikap, minat, nilai dan
moral siswa selama proses pembelajaran (Saftari & Fajriah, 2019). Penilaian ranah afektif
adalah metode untuk mengukur dan mengevaluasi aspek-aspek afektif atau emosional dari
individu. Konsep penilaian ranah afektif didasarkan pada pemahaman bahwa emosi, sikap,
dan nilai-nilai yang kita miliki memainkan peran penting dalam pengalaman dan perilaku
kita (Hutapea, 2019). Berikut adalah beberapa konsep utama dalam penilaian ranah afektif:
a. Emosi: Emosi merujuk pada pengalaman subjektif yang melibatkan perasaan
seperti sukacita, sedih, marah, takut, atau kaget. Penilaian ranah afektif mencoba
untuk mengidentifikasi dan mengukur berbagai jenis emosi yang mungkin muncul
dalam suatu konteks tertentu.
b. Sikap: Sikap mencakup penilaian atau evaluasi emosional individu terhadap objek,
orang, gagasan, atau situasi tertentu. Penilaian ranah afektif dapat digunakan untuk
mengukur sikap individu terhadap berbagai hal, seperti merek produk, kebijakan
politik, atau topik sosial.
c. Nilai-nilai: Nilai-nilai mencerminkan keyakinan atau prinsip yang dipegang oleh
individu. Penilaian ranah afektif dapat memperhatikan nilai-nilai yang mendasari
emosi dan sikap individu, serta mencoba untuk mengidentifikasi dan mengukur
nilai-nilai yang relevan dalam suatu konteks.
d. Pengukuran: Pengukuran dalam penilaian ranah afektif dapat dilakukan
menggunakan berbagai metode, termasuk kuesioner, skala likert, wawancara, atau
observasi perilaku. Pengukuran ini sering kali meminta individu untuk
menyampaikan perasaan, evaluasi, atau preferensi mereka melalui respons verbal
atau nonverbal.
e. Analisis data: Data yang dikumpulkan dari penilaian ranah afektif kemudian
dianalisis untuk mengidentifikasi pola atau tren dalam emosi, sikap, atau nilai-nilai
AoEJ: Academy of Education Journal
Vol. 14 No 2 Tahun 2023
640
individu. Ini dapat melibatkan metode statistik atau analisis kualitatif untuk
mendapatkan wawasan tentang respons afektif individu atau kelompok.
Penting untuk dicatat bahwa penilaian ranah afektif tidak hanya terbatas pada
pengukuran emosi positif atau negatif. Hal ini juga melibatkan pemahaman yang lebih
dalam tentang kompleksitas emosi manusia, perubahan emosi seiring waktu, serta faktor-
faktor sosial, budaya, dan kontekstual yang mempengaruhi pengalaman afektif seseorang.
Sering kita jumpai bahwa latihan rutin dilakukan di sekolah untuk mendorong
perubahan perilaku secara umum, baik kognitif, afektif maupun psikomotorik. Namun
dalam praktiknya, proses pembelajaran di sekolah tampaknya lebih berorientasi pada
perubahan aspek kognitif (intelektual), yang dicapai melalui berbagai bentuk pendekatan,
strategi, dan model pembelajaran tertentu. Di sisi lain, tampaknya kurang diperhatikan
pelatihan yang secara khusus berorientasi pada pengembangan keterampilan afektif, yaitu
dalam hal penilaian. Karena hal ini jelas akan membutuhkan proses pengelolaan biaya
yang sangat panjang. Oleh karena itu, penilaian afektif hanya digunakan sebagai efek
pendidikan atau program tersembunyi yang tertanam dalam kegiatan pembelajaran dasar,
yaitu pembelajaran kognitif atau pembelajaran psikomotorik.
Padahal kita semua tahu bahwa pembelajaran afektif dan evaluasinya merupakan
pengaruh terbesar bagi kesuksesan seseorang, baik secara nyata (segera) maupun di masa
mendatang. Namun pada kenyataannya, pembelajaran dan penilaian di sekolah kurang
diperhatikan, terkadang guru mengajarkan pembelajaran afektif, dan deskripsi penilaian
disembunyikan dalam materi apersepsi setiap bab mata pelajaran yang berbeda, bahkan ada
yang melupakannya. Ada juga yang hanya mempercayakan pekerjaan rumah kepada
siswanya, tidak menghadiri kelas, tetapi menuntut kualitas moral dan pribadi yang ketat
dari siswanya. Upaya untuk mem-bully siswa yang gagal sekarang disebut “bullying”.
Untuk menenangkan kemarahan para siswa. Ingatlah bahwa sekolah bukanlah
"lembaga peradilan" yang dirancang untuk menjual hukuman kepada siswa yang memiliki
masalah perilaku. Sebagai lembaga pendidikan, perhatian utamanya adalah berusaha
memperbaiki perilaku abnormal para siswanya. Pemecahannya dimulai dengan
pembelajaran afektif, menggunakan metode pembelajaran dan menilai hasil belajar yang
berbeda dengan pembelajaran kognitif dan pembelajaran keterampilan, bukan
pembelajaran intelektual dan pembelajaran keterampilan, karena aspek afektif sangat
subyektif, lebih beragam dan kurang spesifik dari pembelajaran (Olivia Herlina Hanggi,
n.d.).
AoEJ: Academy of Education Journal
Vol. 14 No 2 Tahun 2023
641
2. Strategi Guru Dalam Mengembangkan Ranah Afektif Di Sekolah Dasar
Pemilihan strategi pembelajaran merupakan langkah yang sangat penting dalam
desain pembelajaran. Strategi pembelajaran yang tepat dapat mempengaruhi efektivitas
proses pembelajaran serta hasil belajar siswa. Strategi pembelajaran yang baik akan
mempertimbangkan karakteristik peserta didik, tujuan pembelajaran, konten yang
diajarkan, serta kondisi dan sumber daya yang tersedia. Dengan memilih strategi
pembelajaran yang sesuai, guru dapat menciptakan lingkungan belajar yang interaktif,
menarik, dan relevan bagi siswa, sehingga meningkatkan motivasi, pemahaman, dan
keterampilan siswa.(Alifah, 2019) Selain itu, strategi pembelajaran yang bervariasi juga
dapat membantu mengakomodasi gaya belajar yang berbeda pada siswa, sehingga
memberikan kesempatan yang lebih besar bagi setiap siswa untuk mencapai hasil belajar
yang optimal. Oleh karena itu, pemilihan strategi pembelajaran yang tepat merupakan
faktor kunci dalam menciptakan pengalaman belajar yang efektif dan bermakna bagi siswa
(Rudi Haryadi, dkk, 2023).
Dalam pembelajaran, istilah strategi pembelajaran mengacu pada rencana dan
pendekatan yang digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Ini melibatkan
pemilihan metode, pendekatan, dan langkah-langkah yang sesuai untuk mencapai hasil
pembelajaran yang diinginkan. Dalam konteks strategi pembelajaran, taktik merujuk pada
langkah-langkah atau teknik spesifik yang digunakan dalam proses belajar-mengajar untuk
mencapai tujuan pembelajaran. Ini bisa termasuk penggunaan alat bantu pengajaran,
strategi kelas, pendekatan pembelajaran aktif, dan sebagainya (Haudi, 2021).
Strategi pembelajaran dapat dipahami sebagai pola aktivitas yang direncanakan dan
ditetapkan secara sengaja oleh guru dan siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran yang
telah ditetapkan. Ini melibatkan pemilihan metode, pendekatan, dan langkah-langkah yang
efektif dan efisien dalam melaksanakan pembelajaran di kelas. Strategi pembelajaran
melibatkan pemikiran yang cermat tentang bagaimana menyampaikan materi
pembelajaran, merangsang partisipasi siswa, memfasilitasi pemahaman, dan mendorong
pencapaian tujuan pembelajaran. Guru dapat menggunakan berbagai teknik dan metode,
seperti ceramah, diskusi kelompok, proyek kolaboratif, penugasan individu, atau
penggunaan teknologi pembelajaran, sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik siswa
(Arin Tantrim Mawati, dkk, 2021).
Strategi itu penting dalam mengembangkan afektif siswa seperti halnya dalam
membantu guru dalam perkembangan siswa dan memberikan pedoman tentang cara
mengembangkannya secara efektif. Strategi juga membantu guru untuk
AoEJ: Academy of Education Journal
Vol. 14 No 2 Tahun 2023
642
mengkomunikasikan pentingnya aspek afektif kepada siswa, sehingga mereka menjadi
lebih sadar dan terlibat dalam pengembangan diri mereka secara emosional dan sosial.
Dengan adanya strategi yang terencana, guru dapat mengatur kegiatan, mengembangkan
kurikulum, dan mengimplementasikan praktik pembelajaran yang mendukung
pengembangan afektif. Ini membantu guru dalam memastikan bahwa upaya mereka
konsisten dan terarah. Strategi yang tepat dapat membantu guru meningkatkan efektivitas
pembelajaran afektif siswa. Dengan memiliki pendekatan yang terstruktur, guru dapat
menggunakan metode dan teknik yang relevan untuk mengajar keterampilan afektif secara
efektif.
Strategi juga membantu guru dalam merencanakan kegiatan, menyediakan umpan
balik, dan mengevaluasi perkembangan afektif siswa secara sistematis. Dengan memiliki
strategi yang jelas, guru dapat menggunakan metode penilaian yang sesuai untuk
mengukur kemajuan siswa dalam ranah afektif. Ini membantu guru dalam menentukan
keberhasilan siswa, mengidentifikasi area yang perlu ditingkatkan, dan memberikan umpan
balik yang konstruktif. serta dapat memberikan konsistensi hal ini dapat membantu guru
untuk menciptakan konsistensi dalam pendekatan mereka terhadap pengembangan afektif
siswa. Dengan memiliki strategi yang terencana, guru dapat mengajarkan keterampilan
afektif secara konsisten dan terintegrasi dalam berbagai konteks pembelajaran. Konsistensi
ini membantu siswa untuk menginternalisasi keterampilan afektif dan mengaplikasikannya
dalam kehidupan sehari-hari. Secara keseluruhan, strategi yang baik dalam pengembangan
afektif siswa memainkan peran penting dalam menciptakan lingkungan belajar yang
mendukung, membantu siswa mengembangkan keterampilan sosial dan emosional, serta
mempersiapkan mereka untuk berhasil dalam kehidupan pribadi dan sosial.(Afrilia, 2021).
Berikut adalah beberapa strategi yang dapat digunakan oleh guru untuk
mengembangkan ranah afektif di sekolah dasar, (Kadir, 2015) menjelaskan:
a. Mendengarkan dan memberi perhatian: Guru perlu mendengarkan dengan penuh
perhatian ketika siswa berbagi cerita, masalah, atau perasaan mereka. Hal ini
menunjukkan empati dan kepedulian terhadap siswa, yang dapat membantu
membangun hubungan yang kuat dan mengembangkan keterampilan sosial.
b. Membangun komunitas kelas yang inklusif: Guru dapat membantu siswa merasa
diterima dan dihargai dengan menciptakan komunitas kelas yang inklusif.
Mendorong kerjasama, menghormati perbedaan, dan mempromosikan toleransi
akan membantu siswa merasa nyaman dan berkontribusi dalam lingkungan yang
aman dan mendukung.
AoEJ: Academy of Education Journal
Vol. 14 No 2 Tahun 2023
643
c. Mengajarkan keterampilan sosial dan emosional: Guru dapat secara eksplisit
mengajarkan keterampilan sosial dan emosional kepada siswa. Ini termasuk
mengajar mereka tentang pengelolaan emosi, berkomunikasi dengan baik, bekerja
dalam tim, memecahkan masalah, dan mengembangkan empati. Melalui latihan dan
peran-teladan, guru dapat membantu siswa memahami dan menguasai
keterampilan-keterampilan ini.
d. Menerapkan pembelajaran yang berpusat pada siswa: Mengadopsi pendekatan
pembelajaran yang berpusat pada siswa dapat membantu dalam pengembangan
ranah afektif. Memungkinkan siswa untuk mengemukakan pendapat, mengambil
inisiatif, dan mengambil tanggung jawab atas pembelajaran mereka dapat
meningkatkan rasa memiliki dan penghargaan diri.
e. Menggunakan cerita dan literatur yang emosional: Guru dapat menggunakan cerita
dan literatur yang emosional untuk menggali perasaan dan pemahaman emosional
siswa. Melalui membaca cerita dan buku yang melibatkan emosi seperti sukacita,
kesedihan, atau kecemasan, siswa dapat belajar mengidentifikasi dan memahami
emosi mereka sendiri serta emosi orang lain.
f. Menggunakan pemodelan perilaku yang positif: Guru perlu menjadi contoh yang
baik dengan menunjukkan perilaku yang positif dalam mengelola emosi dan
berinteraksi dengan siswa dan orang lain. Hal ini dapat melibatkan penggunaan
strategi pengendalian diri, pemecahan masalah yang efektif, dan menunjukkan
empati dalam situasi yang relevan.
g. Menggunakan teknik refleksi dan evaluasi: Guru dapat menggunakan teknik
refleksi dan evaluasi untuk membantu siswa mengenali dan memahami perasaan
mereka sendiri. Ini dapat melibatkan praktik seperti jurnal harian, diskusi
kelompok, atau sesi refleksi kelas yang terstruktur. Melalui refleksi, siswa dapat
belajar mengenali emosi mereka, mengidentifikasi pemicu emosi, dan
mengembangkan strategi pengelolaan emosi yang sehat.
h. Mendorong partisipasi aktif dan tanggung jawab: Memberikan kesempatan kepada
siswa untuk aktif berpartisipasi dalam pengambilan keputusan kelas, kegiatan
sosial, dan proyek kolaboratif akan membantu mereka merasa dihargai dan penting.
Dengan mempercayakan siswa dengan tanggung jawab, guru membantu mereka
mengembangkan keterampilan kepemimpinan, kerja tim, dan pemecahan masalah.
i. Membangun hubungan yang positif dengan orang tua: Guru dapat berkomunikasi
secara teratur dengan orang tua siswa dan melibatkan mereka dalam proses
AoEJ: Academy of Education Journal
Vol. 14 No 2 Tahun 2023
644
pendidikan. Kolaborasi dengan orang tua dapat membantu dalam memahami
kebutuhan emosional siswa dan menciptakan konsistensi dalam pendekatan yang
digunakan di sekolah dan di rumah.
j. Menyediakan waktu dan ruang untuk berekspresi: Guru perlu memberikan waktu
dan ruang bagi siswa untuk berekspresi secara kreatif, baik melalui seni, musik,
gerakan, atau kegiatan lainnya. Ini memungkinkan siswa untuk mengungkapkan
emosi, mengembangkan kreativitas, dan mengenali kekuatan dan minat pribadi
mereka.
Strategi-strategi ini membantu guru dalam membangun lingkungan yang mendukung
perkembangan afektif siswa di sekolah dasar. Melalui pendekatan yang holistik, guru dapat
membantu siswa mengenali, memahami, dan mengelola emosi mereka dengan baik, serta
membantu mereka membentuk hubungan yang positif dengan orang lain.
3. Kendala Serta Solusi Yang Dilakukan Guru Dalam Mengembangkan Ranah
Afektif Peserta Didik Di Sekolah Dasar
Dalam dunia pendidikan tidak akan pernah lepas dari problem-problem yang terjadi,
sebagai manusia yang masuk dalam dunia pendidikan selalu berusaha untuk mengurangi
bahkan menghindari terjadinya suatu masalah. Ada banyak permasalahan yang biasa
terjadi di sekolah hal ini akan dibahas terkait ranah afektif siswa: Beberapa siswa mungkin
menghadapi tantangan. Hal ini dapat disebabkan oleh intimidasi, perundungan, atau
gangguan emosional yang dialami oleh siswa di sekolah. Perasaan tidak aman atau tidak
nyaman dapat menghambat perkembangan afektif siswa. Adakalanya Siswa mungkin
mengalami kesulitan dalam mengatur dan mengelola emosi. Mereka mungkin memiliki
ledakan emosi yang tidak terkendali, sulit mengatasi stres, atau kesulitan dalam
mengidentifikasi dan mengungkapkan emosi mereka secara tepat. Masalah regulasi emosi
ini dapat mempengaruhi interaksi sosial dan kesejahteraan emosional siswa (Akbar &
Purwanto, 2016).
Dan biasa juga terjadi Konflik interpersonal, seperti pertengkaran atau ketegangan
antara siswa, dapat menjadi masalah yang mempengaruhi ranah afektif. Konflik
interpersonal yang tidak ditangani dengan baik dapat berdampak negatif pada
kesejahteraan emosional siswa dan menciptakan lingkungan yang tidak mendukung untuk
pengembangan afektif. kemudian siswa mungkin mengalami rendahnya rasa harga diri
atau kurangnya kepercayaan diri. Hal ini dapat mempengaruhi kesejahteraan emosional
dan kemampuan siswa untuk berpartisipasi aktif dalam aktivitas sosial dan belajar. Ini
semua contoh-contoh problem yang dihadapi siswa ketika berada di sekolah, Penting bagi
AoEJ: Academy of Education Journal
Vol. 14 No 2 Tahun 2023
645
sekolah dan guru untuk mengenali permasalahan-permasalahan ini dan menyediakan
dukungan yang sesuai bagi siswa. Melalui pendekatan yang holistik, pemberian perhatian
khusus, dan intervensi yang tepat, permasalahan-permasalahan ini dapat diatasi dan ranah
afektif siswa dapat berkembang dengan baik (Silvi Ananda Putri Devi, 2021).
Dalam mengembangkan ranah afektif peserta didik di sekolah dasar, guru dapat
menghadapi beberapa kendala. Berikut adalah beberapa kendala yang mungkin terjadi,
beserta solusi yang dapat dilakukan oleh guru (DWI KUSWIANTO, 2011):
a. Kurangnya pemahaman dan kesadaran: Beberapa guru mungkin memiliki
pemahaman yang terbatas tentang pentingnya pengembangan ranah afektif atau
tidak sepenuhnya menyadari dampaknya pada kesejahteraan dan perkembangan
siswa. Solusinya adalah dengan meningkatkan pemahaman guru melalui pelatihan
dan pendidikan kontinu tentang pentingnya ranah afektif dalam pendidikan.
b. Keterbatasan waktu: Guru seringkali menghadapi keterbatasan waktu dalam
kurikulum yang padat. Ini dapat membuat sulit bagi mereka untuk menyediakan
waktu yang cukup untuk mengembangkan ranah afektif peserta didik. Solusinya
adalah dengan mengintegrasikan pengembangan ranah afektif ke dalam mata
pelajaran yang ada, sehingga tidak memerlukan waktu tambahan yang signifikan.
Guru juga dapat menggunakan momen-momen sehari-hari, seperti selama transisi
kelas atau kegiatan non-akademik, untuk membahas dan mempraktikkan
keterampilan afektif.
c. Kurangnya sumber daya dan materi: Terbatasnya sumber daya dan materi yang
didedikasikan khusus untuk pengembangan ranah afektif dapat menjadi kendala
bagi guru. Solusinya adalah dengan mencari sumber daya yang tersedia secara
daring atau memanfaatkan sumber daya yang ada di sekitar mereka, seperti mitra
komunitas, organisasi non-pemerintah, atau kolega yang berpengalaman. Guru juga
dapat mengembangkan sumber daya mereka sendiri, misalnya dengan membuat
kegiatan kelas atau modul belajar yang menargetkan pengembangan ranah afektif.
d. Variasi kebutuhan individu: Setiap siswa memiliki kebutuhan afektif yang berbeda,
dan guru mungkin menghadapi tantangan dalam memenuhi kebutuhan individu
mereka dalam konteks kelas yang besar. Solusinya adalah dengan menciptakan
lingkungan inklusif yang mendorong partisipasi dan kolaborasi. Guru dapat
menggunakan pendekatan diferensiasi, memberikan dukungan individual atau
kelompok kecil, dan melakukan observasi dan evaluasi berkelanjutan untuk
memahami dan merespons kebutuhan siswa secara khusus.
AoEJ: Academy of Education Journal
Vol. 14 No 2 Tahun 2023
646
e. Tantangan dalam menilai perkembangan afektif: Penilaian ranah afektif dapat lebih
subjektif dan sulit diukur dibandingkan dengan penilaian ranah kognitif. Guru
mungkin menghadapi kesulitan dalam menilai perkembangan afektif siswa secara
objektif. Solusinya adalah dengan menggunakan berbagai metode penilaian, seperti
observasi langsung, refleksi siswa, jurnal emosi, atau portofolio karya siswa. Guru
juga dapat melibatkan siswa dalam proses penilaian dengan memberikan mereka
kesempatan untuk merefleksikan dan mengevaluasi perkembangan afektif mereka
sendiri.
Dalam menghadapi kendala-kendala ini, penting bagi guru untuk tetap fleksibel,
kreatif, dan terbuka terhadap perubahan. Kolaborasi dengan kolega, melibatkan orang tua,
dan mengambil manfaat dari sumber daya yang ada akan membantu guru dalam mengatasi
kendala-kendala tersebut dan mengembangkan ranah afektif peserta didik secara efektif.
SIMPULAN
Penilaian ranah afektif merupakan alat penting dalam pendidikan untuk mengukur
dan memahami aspek emosional dan sikap siswa. Dengan menggunakan penilaian ini, guru
dapat membantu siswa mengembangkan kompetensi sosial, nilai-nilai positif, dan motivasi
dalam proses belajar. Penilaian ranah afektif tidak hanya berfokus pada hasil akademik,
tetapi juga pada pertumbuhan dan perkembangan siswa secara keseluruhan. Strategi guru
dalam mengembangkan ranah afektif di sekolah dasar melibatkan penerapan model peran,
kegiatan kolaboratif, umpan balik yang konstruktif, serta menciptakan lingkungan inklusif.
Dengan menerapkan strategi-strategi ini, guru membantu siswa mengembangkan
kemampuan sosial, emosi yang sehat, dan sikap positif yang akan membantu mereka
tumbuh dan berkembang secara holistik. Guru di sekolah dasar menghadapi kendala dalam
mengembangkan ranah afektif peserta didik. Namun, dengan mengintegrasikan aspek
afektif ke dalam aktivitas sehari-hari, membangun hubungan yang baik dengan siswa,
mengembangkan pengetahuan dan keterampilan melalui pelatihan, serta mencari dukungan
dari lingkungan, guru dapat menemukan solusi yang efektif. Mengembangkan ranah afektif
yang sehat pada siswa akan membantu mereka tumbuh dan berkembang secara
menyeluruh.
SARAN
Dalam artikel ini, disarankan kepada guru untuk membangun hubungan yang
empatik dan saling percaya dengan peserta didik, karena lingkungan yang aman dan
AoEJ: Academy of Education Journal
Vol. 14 No 2 Tahun 2023
647
inklusif merupakan landasan penting dalam mengembangkan ranah afektif. Guru perlu
mendengarkan dengan empati, menunjukkan perhatian terhadap perasaan peserta didik,
dan menciptakan hubungan yang saling percaya. Dengan demikian, peserta didik akan
merasa diterima dan dihargai, yang pada gilirannya akan membantu mereka dalam
mengembangkan empati, nilai-nilai moral, dan pengelolaan emosi yang sehat.
DAFTAR PUSTAKA
Afrilia, D. (2021). STRATEGI GURU DALAM MELAKSANAKAN PENILAIAN
PEMBELAJARAN PADA MASA PANDEMI COVID-19.
Akbar, I. T., & Purwanto, H. (2016). Problematika penilaian afektif pada mata pelajaran
pendidikan agama islam. 14(2).
Alifah, F. N. (2019). Pengembangan Strategi Pembelajaran Afektif. Tadrib, 5(1), 6886.
https://doi.org/10.19109/tadrib.v5i1.2587
Arin Tantrim Mawati, dkk. (2021). Strategi Pembelajaran. Yayasan Kita Menulis.
Ashifa, R., & Dewi, D. (2021). IMPLEMENTASI NILAI-NILAI PANCASILA SEBAGAI
STRATEGI PEMBANGUNAN KARAKTER BANGSA DI ERA GLOBALISASI.
Academy of Education Journal, 12(2), 215-226.
https://doi.org/10.47200/aoej.v12i2.682
Danial, V. (2019). Membentuk Karakter Melalui Pembelajaran Ranah Afektif Peserta
Didik Di SMP Negeri 8 Gorontalo. PAKERTI: Jurnal Pendidikan Agama Islam dan
Budi Pekerti, 1(2).
DWI KUSWIANTO. (2011). UPAYA GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM
MENGEMBANGKAN RANAH AFEKTIF PESERTA DIDIK DI SMP NEGERI 4
PURWANEGARA BANJARNEGARA. Skripsi Thesis, UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta.
Hadiati, S., Anita, A., & Pramuda, A. (2020). Pengembangan Instrumen Penilaian Afektif
Pada Asisten Praktikum Laboratorium Fisika. Radiasi : Jurnal Berkala Pendidikan
Fisika, 13(2), 3539. https://doi.org/10.37729/radiasi.v13i2.263
Haudi. (2021). Strategi Pembelajaran. Insan Cendikia Mandiri.
Haryadi, R., & Nurmala, R. (2023). PENGARUH PENGGUNAAN APLIKASI QUIZIZZ
SEBAGAI ALAT EVALUASI PEMBELAJARAN FISIKA. Academy of Education
Journal, 14(1), 133-141. https://doi.org/10.47200/aoej.v14i1.1371
Hutapea, R. H. (2019). Instrumen Evaluasi Non-Tes dalam Penilaian Hasil Belajar Ranah
Afektif dan Psikomotorik. BIA’: Jurnal Teologi Dan Pendidikan Kristen
Kontekstual, 2(2), 151165. https://doi.org/10.34307/b.v2i2.94
Julaeha, S. (2019). Problematika Kurikulum dan Pembelajaran Pendidikan Karakter. Jurnal
Penelitian Pendidikan Islam, 7(2), 157. https://doi.org/10.36667/jppi.v7i2.367
Kadir. (2015). Strategi Pembelajaran Afektif Untuk Meningkatkan Pendidikan Masa
Depan. Jurnal Al-Ta’dib, 8(2), 135149.
AoEJ: Academy of Education Journal
Vol. 14 No 2 Tahun 2023
648
Kandiri, K., & Arfandi, A. (2021). GURU SEBAGAI MODEL DAN TELADAN DALAM
MENINGKATKAN MORALITAS SISWA. Edupedia : Jurnal Studi Pendidikan dan
Pedagogi Islam, 6(1), 18. https://doi.org/10.35316/edupedia.v6i1.1258
Kusumawati, I., & Zuchdi, D. (2019). PENDIDIKAN MORAL ANAK USIA DINI
MELALUI PENDEKATAN KONSTRUKTIVIS. Academy of Education Journal,
10(01), 63-75. https://doi.org/10.47200/aoej.v10i01.272
Olivia Herlina Hanggi. (n.d.). Konsep Penilaian Afektif sebagai Inspirasi Cerdas dari
Diklat Online Guru Melek IT (DOGMIT) Angkatan 15.
https://www.kompasiana.com/olive.hanggi/5839d7428823bd55058b4574/konsep-
penilaian-afektif-sebagai-inspirasi-cerdas-dari-diklat-online-guru-melek-it-dogmit-
angkatan-15?lgn_method=google
Purnomo, S. (2014). ANALISIS PERAN GURU DALAM MENANAMKAN RANAH
AFEKTIF PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN PADA
KELAS XI ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (SEKOLAH MENENGAH ATAS
NEGERI 01 PENGKADAN). 5(1).
Pratama, E., Patmisari, P., & Muthali’in, A. (2023). STRATEGI GURU DALAM
MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN KEWARGANEGARAAN (CIVIC
SKILLS) SISWA. Academy of Education Journal, 14(2), 245-255.
https://doi.org/10.47200/aoej.v14i2.1642
Safiqo, T. (2020). Pendidikan Afektif Dan Penerapannya Dalam Pembelajaran Di Sekolah.
Tasyri` : Jurnal Tarbiyah-Syari`ah-Islamiyah, 27(2), 5160.
https://doi.org/10.52166/tasyri.v27i2.99
Saftari, M., & Fajriah, N. (2019). Penilaian Ranah Afektif Dalam Bentuk Penilaian Skala
Sikap Untuk Menilai Hasil Belajar. Edutainment : Jurnal Ilmu Pendidikan Dan
Kependidikan, 7(1), 7181. https://doi.org/10.35438/e.v7i1.164
Silvi Ananda Putri Devi, H. P. (2021). Penyelesaian Permasalahan Penilaian Ranah Afektif
Dalam Pembelajaran Jarak Jauh. Jurnal Amal Pendidikan, 2(2), 118129.
Triani, L., Marlina, R., & Riak, S. (2023). ANALISIS BUTIR SOAL ULANGAN
HARIAN KEMAGNETAN DAN INDUKSI ELEKTROMAGNETIK KELAS IX
SMP. Academy of Education Journal, 14(1), 83-94.
https://doi.org/10.47200/aoej.v14i1.1401
Wulan, D. R., Rosita, C. D., & Nopriana, T. (2021). Kondisi Psikologi Siswa SMP dalam
Pembelajaran Matematika pada Masa Pandemi Covid-19. JNPM (Jurnal Nasional
Pendidikan Matematika), 5(1), 51. https://doi.org/10.33603/jnpm.v5i1.4392
Yeri Nofrianti, Arifmiboy. (2021). Peran Kompetensi Kepribadian Guru Pai Dalam
Meningkatkan Ranah Afektif Siswa di Madrasah Ibtidaiyah Swasta (MIS) Piladang.
Jurnal Kajian Dan Pengembangan Umat, 4(2).