AoEJ: Academy of Education Journal
Vol. 14 No 2 Tahun 2023
267
NASIONALISME MUDA PADA KOMUNITAS K-POPERS MELALUI ANALISIS
SIKAP DAN ETIKA MORAL WARGA NEGARA INDONESIA
Rizky Hasanah
1
dan Jagad Aditya Dewantara
2
1,2
Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Universitas Tanjungpura
Jl. Prof. Dr. H Jl. Profesor Dokter H. Hadari Nawawi, Bansir Laut, Kec. Pontianak
Tenggara, Kota Pontianak, Kalimantan Barat 78124
1
2
ABSTRAK
K-Pop atau Korean Pop adalah sebuah industri hiburan Korea Selatan yang sedang banyak disukai oleh
banyak orang di dunia. Kebudayaan K-Pop banyak disukai oleh anak muda. Korean Pop adalah salah satu
bagian dari Korean Wave yaitu dalam industri musik. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk menganalisis
sikap nasionalisme terhadap Pancasila yang berkembang di kalangan anak muda khususnya K-Popers
Pontianak dan menganalisis pergeseran sikap dan etika moral anak muda pada komunitas K-Popers akibat
pengaruh budaya asing seperti budaya K-Pop. Jenis penelitian yang digunakan ialah deskriptif kualitatif.
Jumlah informan adalah 16 orang dari berbagai komunitas K-Popers di Pontianak dengan rentang usia 17-
22 tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komunitas K-Popers Pontianak tetap nasionalis, meski telah
kehilangan identitas lokalnya dengan tetap mempertahankan status kewarganegaraannya sebagai warga
negara Indonesia dan tetap membela negara Indonesia jika ada yang menghina dan merendahkan harkat
martabat bangsa Indonesia. K-Popers juga tetap menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupannya,
akan tetapi ada beberapa sikap yang bertentangan dengan nilai Pancasila. Untuk itu, masyarakat Indonesia
harus mampu memfilter budaya asing yang masuk ke Indonesia dengan berpacu pada nilai-nilai Pancasila.
Kata Kunci: Nasionalisme, Komunitas K-Popers, Sikap dan Etika Moral Warga Negara Indonesia.
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 CC BY-SA International License.
ABSTRACT
K-Pop or Korean Pop is a South Korean entertainment industry that is being liked by many people in the
world. K-Pop culture is much liked by young people. Korean Pop is a part of the Korean Wave, namely in
the music industry. The purpose of this study is to analyze the attitude of nationalism towards Pancasila
that is developing among young people, especially Pontianak K-Popers and to analyze the shift in attitudes
and moral ethics of young people in the K-Popers community due to the influence of foreign cultures such
as K-Pop culture. The type of research used is descriptive qualitative. The number of informants was 16
people from various K-Popers communities in Pontianak with an age range of 17-22 years. The results of
the study show that the Pontianak K-Popers community remains nationalist, even though it has lost its local
identity by retaining its citizenship status as an Indonesian citizen and continuing to defend the Indonesian
state if someone insults and demeans the dignity of the Indonesian nation. K-Popers also continue to apply
Pancasila values in their lives, but there are several attitudes that are contrary to Pancasila values. For
this reason, Indonesian people must be able to filter foreign cultures that enter Indonesia by racing on
Pancasila values.
Keywords: Nationalism, K-Popers Community, Attitudes and Moral Ethics of Indonesian Citizens.
PENDAHULUAN
K-Pop atau Korean Pop adalah sebuah industri hiburan Korea Selatan yang sedang banyak
disukai oleh banyak orang di dunia. Masyarakat luas mengenal K-Pop itu dari adanya boygrup dan
girlgrup Korea seperti Treasure, NCT, Itzy, Twice, New Jeans, Blackpink, BTS, dan masih banyak
lagi. Selain itu, Korean drama yang sangat terkenal ialah Squid Game, serta gaya fashion Korea
AoEJ: Academy of Education Journal
Vol. 14 No 2 Tahun 2023
268
selatan yang unik dan menarik perhatian dunia. Gaya berpakaian dan make up yang sederhana
namun dapat terlihat elegan, menjadikan trend center diseluruh dunia, terutama untuk kaum
perempuan (Al-Khouja et al., 2020). Banyak sekali world tour music yang diadakan oleh para idol
Korea di Indonesia. Hal itu dikarenakan, masyarakat Indonesia terutama kalangan anak muda
banyak yang menyukai K-Pop, baik itu lagu-lagunya maupun series dramanya. IPTEK (Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi) semakin maju membuat tersebarnya budaya K-Pop semakin kencang
ke seluruh penjuru dunia (Panjaitan & Sundawa, 2016). K-Pop digilai oleh kalangan anak-anak
muda karena dinilai bahwa orang-orang Korea itu seperti titisan bangsa langit yang begitu
sempurna dalam segala hal. Kumpulan K-Popers ini terbagi menjadi beberapa fandom yang
disebut komunitas K-Popers didalamnya diisi berbagai kegiatan yang berhubungan dengan Korea
seperti tarian dan nyanyian, kegiatan perayaan ulang tahun member idol, dan lainnya. Mereka
sangat terlihat mencintai K-Pop dengan segala sikap perbuatan dan ekspresi yang mereka
tunjukkan (Ellis, 2002). Hal tersebut ditakutkan terkikisnya nasionalisme yang ada dalam diri
masing-masing K-Popers dan tidak mengindahkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-
hari mereka lagi (Adams, 2013). K-Popers sangat mudah dilihat identitasnya, karena secara fisik
dalam hal berpakaian, gaya rambut, dan aksesoris yang mereka gunakan sangat mencolok.
Literatur lainnya tentang K-Pop kebanyakan hanya memberikan penjelasan mengenai apa itu K-
Popers dan jarang mengkaji dari sisi sikap Pancasila K-Popers, sehingga pada kajian kali ini adalah
menganalisis perilaku dalam mempertahankan nilai Pancasila yang ditinjau melalui sikap terhadap
minimnya rasa nasionalisme pada K-Popers. Penelitian ini berfokus pada bagaimana dampak
kebudayaan K-Pop kepada kehidupan K-Popers terhadap nilai-nilai Pancasila.
METODE
Pengumpulan data penelitian ini diawali dengan menggunakan tahapan observasi langsung
di lapangan. Observasi menunjukkan bahwa di Kota Pontianak terdapat banyak komunitas K-
Popers. Penelitian dilakukan di Jl. Moh. Isa, Bansir Laut, Kec. Pontianak Tenggara, Kota
Pontianak, Kalimantan Barat 78124. Melalui identifikasi, peneliti mengambil calon informan
dengan menggunakan teknik purposive sampling terhadap ketua WWS, wakil ketua WWS,
anggota dari komunitas WWS, anggota dari komunitas Max Imperium, dan Stay Pontianak.
Jumlah keseluruhan anggota dari komunitas K-Popers Pontianak tidak diketahui pasti, tetapi
berdasarkan informasi dari ketua WWS menyatakan bahwa anggota dari komunitas K-Popers
Pontianak kurang lebih 100 member. Penelitian kualitatif tidak memiliki jumlah minimum untuk
sampel, tetapi umumnya menggunakan jumlah sampel kecil. Tujuan dari teknik purposive
sampling yaitu agar menghasilkan sampel yang secara logis dapat mewakili suatu populasi secara
AoEJ: Academy of Education Journal
Vol. 14 No 2 Tahun 2023
269
representatif. Teknik pengambilan data riset dilakukan dengan teknik purposive sampling dengan
beberapa kriteria, diantaranya pria atau wanitausia 17-22 tahun, tergabung dalam komunitas K-
Popers, menyukai K-Pop, dan anak muda K- Popers yang gemar berkumpul dengan K- Popers
lainnya. Informan dalam penelitian ini berjumlah 16 orang yang terdiri dari 8 laki-laki dan 8
perempuan, diantaranya yaitu 1 ketua komunitas WWS, 1 wakil ketua komunitas WWS, 9 anggota
komunitas WWS, 4 anggota komunitas Max Imperium, dan 1 anggota komunitas Stay Pontianak.
Penelitian menggunakan pendekatan studi kasus bertujuan untuk menguji pertanyaan peneliti,
mengkaji fenomena yang sedang trend diperbincangkan dimasyarakat, serta dapat mengetahui sisi
positif, sisi negatif, serta kekhasan yang didapatkan dalam penelitian (John W. Creswell, 2014).
Teknik yang digunakan dalam penelitian ini berupa keabsahan data yaitu terdiri dari triangulasi,
meningkatkan ketekunan artinya melakukan pengamatan lebih teliti serta berkesinambungan
dengan membaca kembali hasil catatan penelitian sehingga dapat diketahui kesalahan maupun
kekurangannya, kemudian melakukan member check. Teknik pengolahan dan analisis data
diantaranya adalah reduksi data, menyajikan data, dan menarik kesimpulan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penerapan Pancasila Komunitas K-Popers Indonesia
Pancasila memiliki fungsi sebagai pengatur dalam hidup bernegara dan penyelenggaraan
negara. Selain itu, Pancasila juga dijadikan masyarakat Indonesia sebagai pedoman bertingkah
laku dan pengambilan keputusan. Pancasila mempunyai lima sila yang bermakna untuk kebaikan
negara. Sila pertama berbunyi ‘Ke-Tuhanan Yang Maha Esa’bermakna bahwa bangsa Indonesia
adalah bangsa beragama dan bertakwa kepada Tuhan, sila kedua berbunyi ‘Kemanusiaan Yang
Adil dan Beradab’ bermakna generasi penerus bangsa yang beradab, sila ketiga berbunyi
‘Persatuan Indonesia’ bermakna tempat berteduh dan perlindungan, sila keempat berbunyi
‘Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan’
bermakna keputusan diambil dengan musyawarah, dan sila kelima berbunyi ‘Keadilan Sosial Bagi
Seluruh Rakyat Indonesia’ bermakna keadilan yang harus ditegakkan dalam hal apapun.
Memasuki era globalisasi seperti sekarang ini membuat Pancasila mulai terlupakan oleh generasi
muda Indonesia. Hal itu dikarenakan, budaya asing dengan mudahnya masuk dan berkembang
melalui sosial media yang merubah cara pandang anak muda mengenai kebudayaan asli
negaranya. Sila keempat tercerminkan melalui cara mereka menyelesaikan suatu permasalahan
dengan melakukan musyawarah ketika akan membuat agenda untuk kegiatan berikutnya, bahkan
jika ada yang tidak hadir mereka akan meminta pendapat member lainnya melalui chat. Sila kelima
juga terlihat pada komunitas K-Popers Pontianak bahwa mereka tidak melihat ras atau golongan
AoEJ: Academy of Education Journal
Vol. 14 No 2 Tahun 2023
270
tertentu untuk bisa gabung ke grup mereka, selain itu ketua komunitas K-Popers juga tidak pilih
kasih terhadap anggota lainnya. Terdapat hal positif dan negatif pada setiap sila, akan tetapi
permasalahan paling banyak ditemui pada sila pertama yaitu menggunakan pakaian yang terlalu
terbuka dan laki-laki menyerupai perempuan, disisi lain sebagian besar K-Popers tidak mau tinggal
menetap di Korea karena negara yang tidak beragama, sila kedua mengenai body shaming antar
fans dan idol karena standar kecantikan atau ketampanan yaitu harus memiliki kulit putih, kaki
jenjang, tubuh langsing, dan wajah tirus, terakhir sila ketiga adanya perpecahan antar fans K-Pop
karena terlalu berlebihan membela idolnya, hal itu yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila
dan adat kebiasaan Indonesia (Sibarani, 2018) Moellendorf & Widdows, 2014). Jadi,
kesimpulannya yaitu sikap komunitas K-Popers Pontianak terhadap Pancasila ternyata banyak
tergeser karena kebudayaan Korea (Tagoe, 2009; Mitonga-Monga et al., 2016). Indonesia
membutuhkan Pancasila sebagai pedoman dalam bernegara agar tidak jatuh terlalu dalam di era
globalisasi.
Upaya K-Popers Memperkuat Nasionalisme
Beberapa upaya memperkuat nasionalisme yang bisa dilakukan K-Popers ialah dengan
menggunakan produk-produk Indonesia, bangga sebagai warga negara Indonesia, menggunakan
bahasa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari, memiliki etika sopan santun, dan lainnya. Upaya-
upaya yang telah dilakukan K-Popers diantaranya yaitu K-Popers tetap menggunakan produk
dalam negeri, karena harganya yang murah, akan tetapi dilubuk hatinya mengakui bahwa kualitas
produk Korea lebih bagus. K-Popers juga menegaskan bahwa mereka bangga sebagai WNI
(Warga Negara Indonesia) karena mempunyai aneka macam kebudayaan, akan tetapi mereka
sedikit kecewa dengan Indonesia karena masyarakatnya yang tidak suka menyaring kebenaran dari
sebuah berita terlebih dahulu. K-Popers menggunakan bahasa Indonesia, akan tetapi lebih sering
menggunakan bahasa daerah dalam kehidupan sehari-hari, mereka juga sering menyelipkan
beberapa bahasa Korea dalam percakapan antar K-Popers, K-Popers menegaskan: “Saya biasanya
memang suka mencampurkan bahasa Korea dalam kehidupan sehari-hari” (Responden 4).
Etika adalah ilmu yang mempelajari adat kebiasaan, termasuk di dalamnya moral yang
mengandung nilai dan norma yang menjadi pegangan hidup seseorang atau sekelompok orang bagi
pengaturan tingkah lakunya (Ross, 2017). Orang Korea lebih beretika dengan orang yang lebih
tua, hingga ketika berkomunikasi dengan yang lebih tua setahun juga harus tetap menggunakan
bahasa formal Korea seperti “Annyeonghasibnikka” ketika menyapa, karena akan dianggap tidak
sopan jika tetap menggunakan bahasa tidak formal seperti “Annyeong”. Hal itu bisa menjadi
contoh bagi orang Indonesia yang sudah mulai memudar etikanya terhadap orang yang lebih tua
bahkan biasanya hanya memanggil nama kepada orang yang lebih tua. Penanaman semangat
AoEJ: Academy of Education Journal
Vol. 14 No 2 Tahun 2023
271
nasionalisme dibentuk sedari kecil maka mereka akan lebih tangguh dalam menghadapi pengaruh
negatif maupun positif dan perubahan moral yang meluas di era globalisasi dapat lebih disaring
lagi. Memperkuat moralitas dan etika melalui sebuah pendidikan Pancasila generasi muda
diharapkan lebih siap untuk menghadapi globalisasi dan mempertahankan identitas Indonesia
diwaktu bersamaan (Haidt, 2013). Nasionalisme menekankan untuk lebih mencintai negeri sendiri,
akan tetapi nasionalisme tidak mengajarkan untuk membenci serta tidak menghargai negara lain
atau mempunyai semangat nasionalisme berlebihan (chauvinisme), sehingga warga negara
menjadi tidak manusiawi dan tidak bermoral (Reyna et al., 2006). Sikap saling menghargai,
menghormati, bela negara, dan mengutamakan kerukunan hidup bersama merupakan cerminan
dari nilai-nilai budaya Indonesia (Snow, 2018).
Pergeseran Sikap Kebudayaan dan Solusi Mempertahankan Nasionalisme K-Popers
Indonesia.
K-Popers mengalami suatu permasalahan pada sila 2 dan 3 Pancasila yaitu penyimpangan
dalam pola pikir mereka. Sila kedua yaitu Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab”, mereka tetap
peduli dengan kesulitan yang dialami oleh Indonesia, akan tetapi disisi lain K-Popers sering
melakukan body shaming terhadap idol K-Pop yang dinilai mereka tidak langsing, berkulit gelap,
dan pendek, sehingga banyak sekali idol K-Pop yang bunuh diri akibat body shaming dari netizen
K-Popers seperti salah satunya Sulli anggota dari girlgroup F(X). Hal ini sejalan dengan hasil
penelitian (Epstein & Joo, 2012), yang menunjukkan bahwa K-Popers berimajinasi idol K- Pop
memiliki kaki panjang, tubuh langsing / tubuh seperti olahragawan, berkulit putih, dan memiliki
wajah simetris, sehingga idol K-Pop juga selalu berusaha keras untuk bisa memenuhi ekspetasi
para penggemar. Indonesia memiliki beragam ras, seharusnya K-Popers Indonesia memiliki
penilaian standar kecantikan yang lebih luas lagi (Fazal, 2012). Dilanjutkan, sila ketiga Pancasila
yaitu “Persatuan Indonesia”, dimana pengamalan sila ketiga dalam dunia K- Popers belum terlihat
dikarenakan seringnya perang virtual antar penggemar. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian
(Andriani et al., 2021), yang menunjukkan bahwa informan cyberbullying yaitu remaja usia 12-22
tahun dan didominasi oleh penggemar K-Pop wanita.
Mereka tidak menerima pendapat berbeda tentang idolnya baik itu dari sesama K-Popers
maupun nonK-Popers. Akan tetapi disisi lain mereka tetap membela negara Indonesia jika dihina
oleh siapapun walaupun idol K-Pop yang mereka sukai melakukannya. Dari ketiga permasalahan
yang telah dipaparkan diatas seharusnya generasi muda dapat memfilter nilai-nilai budaya asing
yang tidak sesuai dengan Pancasila, serta membuka pikiran dan wawasan lebih luas lagi agar tidak
memandang keindahan hanya satu sudut saja, karena dunia itu luas dan heterogen. Adanya dasar
negara Pancasila, maka masyarakat Indonesia dalam bernegara mempunyai dasar atau fondasi
AoEJ: Academy of Education Journal
Vol. 14 No 2 Tahun 2023
272
yang kuat, sehingga tidak mudah dipengaruhi oleh bangsa lain (Lestari et al., 2019). Nilai
Pancasila berisikan nilai-nilai dasar yang ideal, komitmen bangsa, identitas bangsa, dan menjadi
dasar pembangunan karakter keIndonesiaan. Berdasarkan pada perspektif mengenai teori
fungsionalisme struktural, suatu negara multikultural seperti Indonesia memang membutuhkan
nilai kebersamaan yang dijadikan nilai pengikat integrasi (Integrative Value), titik temu (Common
Denominator), jati diri bangsa (National Identity), dan nilai yang dianggap baik untuk diwujudkan
(Ideal Value) (Mutiani, 2016).
Generasi muda memiliki semangat untuk mengabdi kepada Indonesia dan tetap tinggal di
Indonesia apapun alasannya serta tidak memiliki keinginan untuk menyumbangkan keahliannya
ke negara asing seperti komunitas K- Popers Pontianak yang ingin menjadi idol K-Pop (Brennan,
2012). Sikap pada umumnya sering diartikan sebagai suatu reaksi atau respon yang muncul dari
seorang individu terhadap objek yang kemudian memunculkan perilaku individu terhadap objek
tersebut dengan cara-cara tertentu. Terdapat tiga hal penting yang terkandung didalam sikap, yaitu
aspek afeksi (perasaan), aspek kognisi (keyakinan), dan aspek perilaku dalam bentuk nyata
ataupun kecenderungan. Aspek afeksi dari sikap terlihat dengan adanya penilaian dan perasaan
terhadap suatu objek bila seseorang bersikap. Perasaan yang ditujukan bisa positif, bisa juga
negatif. Perkataan yang berhubungan dengan kekaguman, pujian, ataupun penghargaan
merupakan sebagian dari contoh perasaan positif yang ditujukan secara verbal. Sedangkan,
senyuman pupil yang melebar, rona yang cerah adalah contoh dari ekspresi sikap positif yang non-
verbal. Contoh perasaan negatif yang diekspresikan secara verbal yaitu cemoohan, sedangkan
kerutan dahi dan wajah cemberut merupakan contoh dari ekspresi sikap negatif non-verbal.
Ekspresi non-verbal dari aspek kognisi, baik positif ataupun negatif, lebih sulit dilihat
daripada ekspresi verbalnya. bahwa respon-respon positif kognitif merupakan ekspresi dari (Howe
& Krosnick, 2017). Sesuai dengan sifat dari keyakinan, maka keyakinan ini tidak semata-mata
berisi pengetahuan yang sesuai dengan kenyataan atau fakta, tetapi pengetahuan yang dimaksud
terutama merupakan opini mengenai suatu hal yang belum tentu sesuai dengan kenyataan.
Demikian juga faktor-faktor yang mempengaruhi hubungan antara niat dengan perbuatan. Aspek
perilaku bisa berupa kecenderungan perilaku, intensi (niat), komitmen atau perbuatan respektif
kepada objek sikap. Aspek ini bisa dalam bentuk positif maupun negatif. Sikap-sikap tertentu
dapat dibentuk sejak usia dini. Mengubah sikap, masalah mendasar yang harus ada adalah
penerimaan isi komunikasi. Secara keseluruhan, faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan
komunikasi, terutama komunikasi persuasif yaitu komunikator, isi komunikasi dan situasi, serta
penerimaan. Hal yang penting dari komunikator yang harus diperhatikan ialah karakteristik
komunikator, semakin tinggi kredibilitasnya maka semakin besar kemungkinan dapat mengubah
AoEJ: Academy of Education Journal
Vol. 14 No 2 Tahun 2023
273
sikap. Nasionalisme Indonesia tercipta dengan kesadaran warganya untuk terlepas dari jeratan
penjajah serta berbagai bentuk eksploitasi dan diskriminasi yang mengganggu stabilitas politik,
ekonomi, kebudayaan, maupun agama sekalipun (Sudargini & Purwanto, 2020; Ningsih &
Rohman, 2018). Titik fokus nasionalisme ada pada identitas nasional Indonesia. Identitas nasional
menunjukkan ciri khas suatu bangsa dimana seseorang merasa memiliki negara tersebut
diantaranya yaitu bahasa, lambang negara, bendera, dasar negara, tradisi, budaya yang hanya
dimiliki oleh suatu negara tersebut (Marta & Rieuwpassa, 2018; Uberoi, 2018). Tetapi, identitas
lokal telah memudar seiring dengan perkembangan zaman yang semakin canggih.
Para anggota grup yang berparaskan cantik dan tampan serta kemampuan mereka dalam hal
bernyanyi dan menari yang sudah tidak diragukan lagi dikarenakan mereka sudah dilatih bertahun-
tahun sebelum debut, memudahkan mereka diterima dikalangan masyarakat dunia termasuk
Indonesia apalagi dikalangan anak muda Indonesia. Adapun sub karakter nilai nasionalis yang
harus dipertahankan diantaranya yaitu disiplin, cinta tanah air, semangat kebangsaan, cinta damai,
peduli lingkungan, menghargai prestasi, serta toleransi dengan bentuk menghormati keberagaman
budaya, suku, dan agama lain. Sedangkan, yang hilang dari komunitas K-Popers adalah identitas
lokalnya saja. Para member komunitas K-Popers sudah tidak mempopulerkan budaya daerah
Indonesia lagi semenjak bergabung di komunitas K-Popers. Hal ini sejalan dengan para anggota
komunitas K-Popers yang menilai bahwa orang-orang Korea lebih baik dari orang-orang
Indonesia. Selain tarian K-Pop yang unik, berenergi, dan mudah diingat, orang Korea dinilai lebih
pantas untuk dikagumi dikarenakan sifatnya yang pekerja keras dan sempurna secara fisik,
sehingga K-Popers mengikuti segala hal berbau Korea termasuk cara berpakaian dan gaya rambut
ala Korea yang khas seperti pria maupun wanita yang memiliki poni rambut, dan tingkah laku imut
merupakan salah satu ciri khas K-Popers yang mudah dikenali. Beberapa solusi untuk komunitas
K-Popers sendiri yaitu mereka menjalin pertemanan tidak hanya dengan sesama pecinta K-Popers
saja, hal itu membantu mereka untuk melihat Indonesia lebih luas lagi dan mereka juga harus
menyadari bahwa Indonesia multiras dengan tidak memutlakkan standar kecantikan seperti orang
Korea.
DISKUSI
Penanaman Nilai-Nilai Pancasila dalam Era Globalisasi
Mayoritas anggota komunitas K-Popers Pontianak terpengaruh K-Pop oleh lingkungan
keluarga dan dari lingkungan sekolah. Begitu pula yang terjadi dengan komunitas K-Popers
Pontianak ini, setelah menjadi K-Popers kepercayaan diri mereka meningkat dan mereka merasa
lebih bisa mengekspresikan diri mereka dengan mengikuti komunitas K-Popers tersebut. Adanya
arus globalisasi dapat membuat seseorang mengalami krisis identitas lokal jika tidak diimbangi
AoEJ: Academy of Education Journal
Vol. 14 No 2 Tahun 2023
274
oleh kegiatan-kegiatan kebudayaan seperti kesenian tari dan lagu daerah. Selain itu, tetap
berpegang teguh terhadap Pancasila dengan menjalankan kehidupan adat atau kebiasaan
masyarakat Indonesia serta berpola pikir sebagai orang Indonesia. Identitas lokal atau kearifan
lokal ialah pandangan hidup atau pengetahuan serta berbagai strategi kehidupan yang berwujud
aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat lokal dalam memenuhi kebutuhan mereka. Artinya,
kearifan lokal merupakan adat kebiasaan yang telah mentradisi yang dilakukan oleh sekelompok
masyarakat secara turun-temurun hingga saat ini masih dipertahankan keberadaannya oleh
masyarakat hukum adat tertentu di suatu daerah. Penanaman Pancasila dapat dilakukan
dilingkungan masyarakat, caranya yaitu dengan menggalakkan pendidikan Pancasila dalam
berbagai lembaga pendidikan dan tegas untuk melakukan penindakan terhadap apapun yang
bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila. Pancasila merupakan panduan bangsa Indonesia.
Adanya Pancasila, masyarakat Indonesia diharapkan mampu untuk menghadapi ancaman-
ancaman yang menghadang negara dan bangsa Indonesia.
SIMPULAN
Sikap nasionalisme yang berkembang dikalangan K-Popers itu sebenarnya ada walaupun
sedikit, karena pada kenyataannya mereka tidak memiliki visi dan misi untuk mempertahankan
identitas nasionalisme sebagai warga negara Indonesia. Selain itu, mereka tidak pernah
menggunakan unsur budaya daerah lokal pada setiap penampilannya, sehingga mereka hanya
dikenal sebagai komunitas yang mempopulerkan budaya seni Korea saja. Mereka tetap berperilaku
sebagai warga negara Indonesia hanya karena mereka tumbuh dan berkembang di negara
Indonesia, sehingga mereka tetap menerapkan nilai-nilai Pancasila walaupun tidak semua sila
diterapkan dalam kehidupan mereka dalam berkomunitas. Selain itu, mereka sebenarnya memilih
Korea akan tetapi mereka tidak bisa tinggal disana karena berbagai faktor. Komunitas K-Popers
Pontianak tetap nasionalis dikarenakan tumbuh dan berkembang di Indonesia, namun disisi lain
kehilangan identitas lokal. Mereka masih melakukan gotong-royong dan menggalang dana untuk
Indonesia. Hal itu menunjukkan bahwa mereka hanya tidak tertarik pada budaya Indonesia saja,
namun mereka masih peduli dengan masyarakat Indonesia lainnya. Pergeseran sikap lainnya
terlihat pada pakaian yang mereka gunakan pada setiap performancenya, rata-rata wanita-wanita
mengenakan pakaian terlalu pendek dan hal itu tidak sesuai dengan Indonesia yang menjunjung
tinggi sopan santun apalagi mengenai cara berpakaian. Dan sebagian besar anggota komunitas K-
Popers Pontianak terpengaruh K-Pop oleh lingkungan keluarga dan dari lingkungan sekolah. Akan
tetapi, mereka tetap meminimalisir dengan tetap membela negara Indonesia, berpola pikir seperti
orang Indonesia, menerima masyarakat Indonesia yang multi ras dan budaya. Penelitian ini
AoEJ: Academy of Education Journal
Vol. 14 No 2 Tahun 2023
275
diharapkan dapat memberikan pandangan serta pengetahuan kepada masyarakat mengenai
dampak negatif dan positif dari menyukai budaya asing serta dapat menjadi rujukan untuk
pengembangan dan kemajuan penelitian berikutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Adams, D. (2013). Education For A Culture Of Peace : The Culture Of
Peace News Network As A Case Study. Journal of Peace Education, 10(3), 230
241. https://doi.org/10.1080/17400201.2013.846564
Al-Khouja, M., Graham, L., Weinstein, N., & Zheng, Y. (2020). How autonomy support and
ethical value alignment influences attitudes towards diversity in English police.
Journal of Moral Education, 49(3), 365380.
https://doi.org/10.1080/03057240.2019.1697867
Andriani, A., Anwar, C. R., Akram, N., & Alimuddin, N. A. (2021). Cyberbullying Among
Teenage K-Pop Fans. Jurnal Kajian Psikologi Pendidikan Dan Bimbingan Konseling,
6(2), 917. https://doi.org/10.26858/jppk.v6i2.16696
Brennan, J. (2012). For-Profit Business as Civic Virtue. Journal of Business Ethics, 106(3), 313
324. https://doi.org/10.1007/s10551-011-0998-3
Ellis, S. J. (2002). Moral Reasoning and Homosexuality : The Acceptability of Arguments
About Lesbian and Gay Issues. Journal of Moral Education, 31(4), 455467.
https://doi.org/10.1080/0305724022000029671
Epstein, S., & Joo, R. M. (2012). Multiple Exposures : Korean Bodies and The Transnational
Imagination. The Asia-Pacific Journal | Japan Focus, 10(33).
Fazal, T. (2012). Minorities and Their Nationalism(S): The Terms of A Discourse In South Asia.
South Asian History and Culture, 3(2), 163176.
https://doi.org/10.1080/19472498.2012.664420
Haidt, J. (2013). Moral Psychology For The Twenty-First Century. Journal Of Moral Education,
42(3), 281297. https://doi.org/10.1080/03057240.2013.817327
Howe, L. C., & Krosnick, J. A. (2017). Attitude Strength. Annual Review of Psychology,
68(August 2016), 327351. https://doi.org/10.1146/annurev-psych-122414-033600
John W. Creswell. (2014). Research Design : Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods
Approaches. (Vicki Knight (Ed.); 4th Ed.). UK: (SAGE) Publications Asia-Pacific.
Lestari, E. Y., Janah, M., & Wardanai, P. K. (2019). Menumbuhkan Kesadaran Nasionalisme
Generasi Muda Di Era Globalisasi Melalui Penerapan Nilai-Nilai Pancasila. Adil
Indonesia Jurnal, 1(1), 2027.
Marta, R. F., & Rieuwpassa, J. S. (2018). Identifikasi Nilai Kemajemukan Indonesia Sebagai
Identitas Bangsa dalam Iklan Mixagrip Versi Keragaman Budaya. Jurnal Kajian
Komunikasi, 6(1), 37. https://doi.org/10.24198/jkk.v6i1.15416
Mitonga-Monga, J., Flotman, A. P., & Cilliers, F. (2016). Workplace Ethics Culture
and Work Engagement : The Mediating Effect of Ethical Leadership In
A Developing World Context. Journal Of Psychology in Africa, 26(4), 326333.
https://doi.org/10.1080/14330237.2016.1208928
AoEJ: Academy of Education Journal
Vol. 14 No 2 Tahun 2023
276
Moellendorf, D., & Widdows, H. (2014). Global Ethics : A Short
Reflection On Then and Now. Journal of Global Ethics, 10(3), 319325.
https://doi.org/10.1080/17449626.2014.971191
Mutiani, M. (2016). Reaktualisasi Pengamalan Nilai Pancasila Untuk Demokrasi
Indonesia. Sosio Didaktika : Social Science Education Journal, 2(2), 176183.
https://doi.org/10.15408/sd.v2i2.2822
Ningsih, Y. E., & Rohman, A. (2018). Pendidikan Multikultural : Penguatan Identitas
Nasional Di Era Revolusi Industri 4.0. UNWAHA Jombang, 1(September), 4450.
http://ejournal.unwaha.ac.id/index.php/snami/article/view/261
Panjaitan, L. M., & Sundawa, D. (2016). Pelestarian Nilai-Nilai Civic Culture dalam Memperkuat
Identitas Budaya Masyarakat: Makna Simbolik Ulos dalam Pelaksanaan Perkawinan
Masyarakat Batak Toba di Sitorang. Journal of Urban Society’s Arts, 3(2), 6472.
https://doi.org/10.24821/jousa.v3i2.1481
Reyna, C., Henry, P. J., Korfmacher, W., & Tucker, A. (2006). Examining The Principles In
Principled Conservatism: The Role Of Responsibility Stereotypes As Cues For
Deservingness In Racial Policy Decisions. Journal Of Personality And Social
Psychology, 90(1), 109128. https://doi.org/10.1037/0022-3514.90.1.109
Ross, D. G. (2017). The Role of Ethics, Culture, and Artistry in
Scientific Illustration. Technical Communication Quarterly of Journal, 26(2), 145
172. https://doi.org/10.1080/10572252.2017.1287376
Sibarani, R. (2018). International Journal of Human Rights in Healthcare Batak Toba Society ’ s
Local Wisdom of Mutual Cooperation in Toba Lake Area : A linguistic Anthropology
Study. International Journal of Humanities and Social Science, 3.
Snow, N. E. (2018). Hope as a Democratic Civic Virtue. Metaphilosophy, 49(3), 407427.
https://doi.org/10.1111/meta.12299
Sudargini, Y., & Purwanto, A. (2020). Pendidikan Pendekatan Multikultural Untuk Membentuk
Karakter dan Identitas Nasional di Era Revolusi Industri 4.0 : A Literature Review.
Journal Industrial Engineering & Management Research (Jiemar), 1(3), 27228878.
https://doi.org/10.7777/jiemar
Tagoe, M. (2009). Trends In Indigenous Forms of Mutual Cooperation : Cases From
Ghana. Journal of Organisational Transformation & Social Change, 6(3), 221242.
https://doi.org/10.1386/jots.6.3.221/1
Uberoi, V. (2018). National Identity A Multiculturalist’s Approach. Critical
Review of International Social and Political Philosophy, 21(1), 4664.
https://doi.org/10.1080/13698230.2017.1398475