manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis (huruf b UU No.
6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan).
Jika melihat definisi bencana dalam No. 24 Tahun 2007 tersebut, maka bencana terdiri atas:
bencana alam, bencana non-alam, dan bencana sosial. Sedangkan apabila dikaitkan dengan
covid-19 yang sedang melanda sekarang, maka dapat dilihat definsi bencana non-alam, yaitu
bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa nonalam yang antara lain
berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit.
Selanjutnya masih berkaitan denga keberadaan Pandemi seperti Covid-19 ini, sebelunya
telah lahir Undang-Undang No. 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Dimana
dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang a quo menyatakan bahwa, “Kedaruratan Kesehatan
Masyarakat adalah kejadian kesehatan masyarakat yang bersifat luar biasa dengan ditandai
penyebaran penyakit menular dan/atau kejadian yang disebabkan oleh radiasi nuklir,
pencemaran biologi, kontaminasi kimia, bioterorisme, dan pangan yang menimbulkan bahaya
kesehatan dan berpotensi menyebar lintas wilayah atau lintas negara”.
Pembahasan
Penerapan Teori Law As A Tool Of Social Engineering And Social Controle Dalam
Menejemen Pandemi Covid-19 di Indonesia. Penggunaan Instrumen hukum berupa peraturan-
perundangan dalam meminimalisir dampak Pendemi Covid-19 merupaan langkah kongkrit
yang dilakukan oleh Pemerintah di Indonesia selain upaya-upaya konkrit lainnya yang
diupayakan dan diusahakan oleh pemerintah. Tentunya jika diamati secara menyeluruh
pendekatan Instrumen hukum ini menjadi upaya utama dan urgen dilakukan oleh pemerintah
Indonesia, mengingat telah dikemukakan sebelumnya bahwasanya yang terkena dampak
Pendemi Covid-19 ini hampil melipti seluruh sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara yang meliputi aspek ekonomi, sosial budaya, perdagangan, pendidikan, transportasi,
ketenagakerjaan, keimigrasian, perpajakan dan bea cukai, kesehatan, jasa keuangan, peradilan,
dan tata kelola lembaga pemerintahan tidak luput dari dampak Pendemi Covid-19.
Mengingat dampak dari Pendemi Covid-19 ini sangatlah luas, dan kiranya sangat sangat
sulit untuk menhindari Pendemi Covid-19 tersebut. Dalam hal ini tentunya diperlukan upaya
nayata untuk dapat menghndari dampak destruktif dari Pendemi Covid-19 ini. Yaitu
diperlukan suatu rekayasa sosial berupa manajemen resiko yang baik agar dampak destruktif
tersebut tidak merajalela. Diperlukan suatu manajemen resiko yang jitu dalam menyikapi
Pendemi Covid-19 ini sehingga upaya untuk meminimalisir dampak destruktif dapat ditekan
seminim mungkin. Resiko merupakan ketidak pastian atau uncertainly yang mungkin
melahirkan kerugian. Hal ini sebagaimana pendapat yang dikemukakan oleh H.Abbas Salim,
(1998:4). Selanjutnya dikatakn oleh Herman Darmawi, (2006:21) bahwa sering kali risiko
dihubungkan dengan kemungkinan terjadinya akibat buruk (kerugian) yang tak diinginkan,
atau tidak terduga. Dengan kata lain “Kemungkinan” itu sudah menunjukkan adanya ketidak
pastian yang menyebabkan tumbuhnya risiko.
Selanjutnya manajemen merupakan suatu “proses perencanaan, pengorganisasian,
kepemimpinan dan pengendalian dari berbagai sumber daya organisasi untuk mencapai tujuan
secara efektif dan efisien. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Ismail Solihin, (2009: 4).
Senada dengan Ismail Solihin mengenai definisi manajemen ini, Mary Parker Follet (Ernie
Tisnawati Sule, 2010:5), mengemukakakan bahwa, “Management is the art of getting thing
done through people, dimana manajemen merupakan seni dalam menyelesaikan sesuatu
melalui orang lain. Melihat kedua definisi diatas, baik definisi resiko maupun manajemen, jika
disimpulkan kemudian digabungkan kedua penegrtian tersebu, maka dapatlah ditarik
kesimpulan bahwa manajemen risiko merupakan suatu metode yang logis dan sistematik
dalam identifikasi, kuantifikasi, menentukan sikap, menetapkan solusi, serta melakukan
monitor dan pelaporan risiko yang berlangsung pada setiap aktivitas atau proses.