Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) adalah Pembelajaran yang dapat membuat siswa
belajar melalui upaya penyelesaian permasalahan dunia nyata secara terstruktur untuk
mengonstruksi pengetahuan siswa ( Ridwan Abdullah (2014. 104). Pembelajaran ini menuntut
siswa untuk aktif melakukan penyelidikan dalam menyelesaikan permasalahan dan guru
berfungsi sebagai fasilitator atau pembimbing. Adapun langkah-langkah dalam pembelajaran
Problem Based Learning (PBL) menurut Arend dalam Trianto (2010 : 301) menyatakan bahwa
sintak pembelajaran berdasarkan masalah terdiri dari lima fase yaitu (a).Memberikan orientasi
tentang permasalahan kepada siswa, (b). Mengorganisasikan siswa untuk meneliti, (c).
Membantu investigasi secara mandiri maupun kelompok, (d). Mengembangkan dan
mempresentasikan artefak dan exhibit, (e). Menganalisis, mengevaluasi serta mengatasi
masalah.
Problem Based Learning (PBL) merupakan model pembelajaran yang berfokus pada
siswa atau student center dan diharapkan siswa dapat berperan aktif secara optimal, mampu
melakukan eksplorasi, investigasi, dan memecahkan masalah, mengevaluasi serta mengatasi
maslah, sehingga secara tidak langsung minat belajar akan tumbuh dengan sendirinya. Dengan
demikian siswa tidak hanya menerima saja materi pengajaran yang diberikan guru, melainkan
siswa dilatih untuk menggali dan mengembangkan materi dalam kelompok belajarnya. Para
siswa dapat berinteraksi dan belajar bersama dalam kelompok, hal tersebut akan mendorong
kerja sama dan membangun karakter positif (Hizmi, 2019). Kompetisi belajar antar kelompok
akan menumbuhkan motivasi belajar pada siswa, sehingga berpengaruh terhadap kemampuan
dan perkembangan siswa, dan hasil belajar siswa semakin meningkat.
2. Metode
Penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research). Arikunto
(dalam Fauziah, 2018, hlm. 19) menjelaskan PTK adalah penelitian tindakan kelas sebagai
suatu pengamatan terhadap kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh guru dengan tujuan
untuk memperbaiki suatu praktik pembelajaran. Tujuan dari penelitian tindakan kelas ini untuk
memperbaiki kinerjanya sebagai pendidik, sehingga hasil belajar peserta didik di dalam
kelasnya menjadi meningkat dan secara sistem mutu pendidikan juga meningkat. Penelitian ini
dilaksanakan dengan rancangan model siklus PTK yang berulang, tahapannya terdiri dari
perancangan, tindakan, observasi, refleksi. Penelitian ini dilaksanakan dalam 2 siklus, siklus
pertama dengan materi Teorema Sisa, dan materi pada siklus kedua adalah Teorema Faktor.
Menurut Arikunto (2015, hlm. 42) model atau desain penelitian tindakan kelas Kemmis
dan Mc Taggart banyak digunakan karena cukup sederhana sehingga mudah untuk dipahami.
Dalam siklus terdiri dari 4 komponen, yaitu: a) Perencanaan, mengembangkan rencana
tindakan yang secara mendalam untuk meningkatkan masalah yang terjadi, b) Pelaksanaan,
melakukan tindakan sesuai perencanaan yang sudah dibuat sebelumnya, c) Observasi,
mengamati hasil atau dampak yang terjadi di kelas setelah diberi tindakan, d) Refleksi,
menganalisis hasil yang sudah dicatat dalam observasi.
Subjek dalam penelitian ini yaitu peserta didik Kelas XI 2 SMAN 21 berjumlah 35
siswa, beranggotakan 13 laki-laki dan 22 perempuan. Penelitian ini menggunakan teknik
observasi, tes, dan dokumentasi untuk mengumpulkan data. Instrumen penelitian ini
termasuk pedoman wawancara, soal tes, dan lembar observasi. Validitas dan reliabilitas
setiap soal diuji untuk menguji kemantapan instrumen. Analisa yang digunakan adalah
kuantitatif dan kualiitatif. Adapaun hasil post test peserta didik dievaluasi dengan
menggunakan analisis kuantitatif dan penilaian hasil post test ini melibatkan perhitungan
skor gain yang dinormalisasi. Untuk lebih jelasnya seperti pada table 1 berikut ini: