AoSSaGCJ, Vol. 4, Issue 1, (2024) page 12-20
Academy of Social Science and Global Citizenship Journal
ISSN: 2988-7968 (Online)
Journal Homepage: https://jurnal.ucy.ac.id/index.php/AoSSaGCJ/index
12
10.47200/AoSSaGCJ. v4i1.2378 aossagcj@gmail.com
Tinjauan ontologis terhadap objek pengetahuan
dalam filsafat ilmu
Rika Yohana Sari
a,1
, Jasrial
b,2
, Sulastri
c,3
abc
Universitas Negeri Padang, Jalan Prof. Dr. Hamka, Air Tawar Padang, Sumatera Barat
1
rikayohana46@gmail.com;
2
jasrial@fip.unp.ac.id ;
3
*
rikayohana46@gmail.com
INFO ARTIKEL
ABSTRAK
Sejarah Artikel:
Diterima: 14 Maret 2024
Direvisi: 31 Maret 2024
Disetujui: 17 Mei 2024
Tersedia Daring: 6 Juni 2024
Filsafat ilmu mencakup pemikiran reflektif tentang landasan ilmu dan
hubungannya dengan kehidupan manusia. Tujuan penulisan ini adalah
untuk menguraikan pandangan ontologis terhadap objek pengetahuan
dalam filsafat ilmu. Metode yang dipakai dalam penelitian adalah studi
literatur, di mana penulis melakukan tinjauan terhadap berbagai buku
dan karya ilmiah terkait. Hasil analisis menyimpulkan bahwa studi
filsafat melibatkan eksplorasi integrasi berbagai jenis ilmu melalui
pemeriksaan aspek ontologis. Hal ini menjelaskan bahwa ruang lingkup
objek pengetahuan tidak hanya terbatas pada yang konkret, tetapi juga
mencakup aspek metafisik atau abstrak. Keduanya, baik konkrit
maupun abstrak, merupakan bagian dari bidang studi yang saling
terkait. Ilmu pengetahuan memiliki peran penting dalam kehidupan
sosial manusia, menjadi indikator progres suatu negara. Oleh karena
itu, penting bagi ahli filsafat untuk merumuskan landasan berpikir yang
rasional dan terstruktur terkait dengan penelitian keilmuan. Dorongan
ini menginspirasi lahirnya filsafat ilmu, cabang ilmu yang secara
spesifik mengkaji esensi pengetahuan itu sendiri. Dampaknya,
menghasilkan ragam bidang pengetahuan, termasuk di antaranya ilmu
sosial beserta semua cabangnya. Dalam konteksnya, ontologi
menekankan esensi dari suatu pengetahuan, dengan tujuan
memperkuat kebenaran dari pengetahuan tersebut
Kata Kunci:
Filsafat
Ilmu
Ontologi
ABSTRACT
Keywords:
Philosophy
Science
Ontology
Philosophy of science encompasses reflective thinking about the
foundations of science and its relationship with human life. The purpose
of this writing is to elaborate ontological views on the objects of
knowledge in the philosophy of science. The method used in the research
is literature study, where the author conducts a review of various books
and related scholarly works. The analysis results conclude that
philosophical studies involve exploring the integration of various types of
knowledge through an examination of ontological aspects. This explains
that the scope of objects of knowledge is not only limited to the concrete,
but also includes metaphysical or abstract aspects. Both, concrete and
abstract, are part of interrelated fields of study. Science plays a crucial
role in human social life, serving as an indicator of a nation's progress.
Therefore, it is important for philosophers to formulate rational and
structured frameworks related to scholarly research. This impetus
inspires the emergence of the philosophy of science, a branch of
knowledge specifically examining the essence of knowledge itself. As a
result, it generates various fields of knowledge, including social sciences
and all their branches. In its context, ontology emphasizes the essence of
knowledge, with the aim of strengthening the truth of that knowledge.
Academy of Social Science and Global Citizenship Journal
Vol. 4, No. 1, Juni 2024, page: 12-20
13
Rika Yohana Sari et.al (Tinjauan ontologis terhadap ....)
© 2024, Rika Yohana Sari, Jasrial, Sulastri
This is an open access article under CC BY-SA license
1. Pendahuluan
Pengetahuan berasal dari eksplorasi dan rasa ingin tahu dari manusia terhadap berbagai
hal. Setiap bentuk pengetahuan memiliki ciri khasnya sendiri tergantung pada metode
perolehannya dan subjek yang menjadi fokusnya. Manusia mengembangkan pengetahuan
karena dua faktor utama: Pertama, kemampuan bahasa manusia untuk menyampaikan ide dan
konsep yang mendasari informasi tersebut. Kedua, kemampuan manusia untuk berpikir secara
logis dan mengikuti alur penalaran yang sistematis. (Yasin, et. al. 2018)
Manusia, sebagai ciptaan Ilahi, diberi anugerah berupa kapasitas fisik, spiritual, dan
kecerdasan kognitif yang membedakannya dari entitas lainnya. Tambahan, manusia
diidentifikasi sebagai entitas pertama yang mengadopsi sistem bahasa. Keunikan ini
menjadikan manusia memiliki tiga dimensi unik dibandingkan dengan entitas lainnya, yakni
penguasaan bahasa, kemampuan rasionalitas, dan keanggunan fisik. Berkat keistimewaan ini,
manusia memperoleh pengetahuan melalui proses pemikiran, pengalaman, dan persepsi.
Dalam kerangka pengetahuan, ada berbagai jenis, salah satunya ialah ilmu. Ilmu, sebagai
bagian dari pengetahuan, menekankan pada realitas empiris sebagai basis kebenarannya.
Untuk memperoleh pengetahuan, ilmu menggunakan metode ilmiah yang menggabungkan
logika deduktif dan induktif (Salam, 2019)
Pengetahuan ilmiah adalah ekspresi dari pemahaman manusia tentang alam semesta, yang
diungkapkan melalui proses formulasi yang terorganisir dan logis. Ada tiga faktor yang
mendorong kemajuan pengetahuan ilmiah: Pertama, keinginan untuk mengeksplorasi yang
timbul dari kebutuhan mendasar untuk bertahan hidup. Kedua, keinginan untuk memahami
lebih dalam dan mencari pola yang mendasari kehidupan. Ketiga, keinginan untuk
merenungkan tempat manusia dalam konteks realitasnya. Seperti yang diuraikan oleh Nadia
(Farin. 2022,). Kemajuan pesat dalam ilmu pengetahuan dan teknologi dapat menghasilkan
penemuan-penemuan yang mengagumkan, yang memiliki dampak signifikan pada
perkembangan kehidupan manusia.
Manusia dan ilmu pengetahuan hadir sebagai manifestasi dari dorongan batin manusia
untuk memahami dan mengeksplorasi alam semesta ini. Ilmu pengetahuan, sebagai hasil dari
refleksi pikiran manusia, menjadi cahaya penerang dalam perjalanan peradaban, membantu
manusia memahami eksistensinya dan meraih kesempurnaan hidup. Ketika manusia
dihadapkan pada masalah, mereka terdorong untuk bertanya, mencari jawaban, dan
menemukan kebenaran di sekitar mereka. Dengan demikian, manusia telah menjadi entitas
yang mampu menjelajahi bidang pengetahuan, mencari pencerahan dalam setiap aspek
kehidupan. Ilmu pengetahuan, sebagai jawaban atas rasa ingin tahu manusia, terus
berkembang seiring dengan perkembangan manusia itu sendiri, menjadi alat yang digunakan
untuk menjawab segala pertanyaan yang timbul dalam perjalanan kehidupan. Dengan
demikian, perkembangan ilmu pengetahuan dapat dilihat sebagai hasil dari dorongan alami
manusia untuk memahami dunia di sekitarnya serta menggali kebenaran yang tersembunyi di
balik misteri kehidupan (Rokhmah, 2021)
Academy of Social Science and Global Citizenship Journal
Vol. 4, No. 1, Juni 2024, page: 12-20
14
Rika Yohana Sari et.al (Tinjauan ontologis terhadap ....)
Secara mendasar, filsafat memiliki peran yang tak terpisahkan dalam pengembangan ilmu
pengetahuan. Filsafat memegang peran kunci dalam memberikan landasan bagi pemikiran
manusia dalam memperluas pengetahuan mereka. Filsafat secara mendalam menggali dan
mengeksplorasi segala aspek alam semesta untuk memahami esensi yang terkandung di
dalamnya. Dalam konteks ini, filsafat dianggap sebagai sumber utama dari semua pengetahuan
yang ada. Sedangkan ilmu bertugas untuk menggambarkan fenomena alam semesta, filsafat
bertanggung jawab untuk menjelaskan dan memberikan pemahaman yang mendalam tentang
fenomena tersebut berdasarkan refleksi dan pemikiran yang luas. Dengan demikian,
perkembangan ilmu pengetahuan tidak dapat dilepaskan dari Kehadiran filsafat sangat penting,
karena inti dari kegiatan filsafat adalah mencari kebenaran yang mendasari segala hal. (Lubis,
et. al. 2023)
Dalam ranah ilmiah, aktivitas ini didorong oleh tiga pertanyaan pokok: apa yang ingin
diketahui, bagaimana cara memperoleh pengetahuan tersebut, dan apa nilai dari pengetahuan
tersebut. Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan ini, diperlukan pendekatan berpikir yang
radikal, sistematis, dan universal, yang merupakan esensi dari filsafat ilmu. Selain sebagai
pendekatan hidup dan metode berpikir, filsafat juga dianggap sebagai cabang ilmu yang
berupaya untuk menemukan hakikat atau inti dari sebuah fenomena. Inti tersebut seringkali
sangat dalam dan hanya dapat dimengerti melalui akal manusia. Oleh karena itu, dalam upaya
memahami hakikat sebuah fenomena, abstraksi menjadi kunci, di mana akal manusia berusaha
menghilangkan aspek-aspek tertentu untuk mengungkap esensi atau sifat mendasar. Seiring
berjalannya waktu, ilmu itu sendiri terbagi menjadi berbagai disiplin, masing-masing dengan
metode, sifat, objek, tujuan, dan kriteria yang berbeda (Ibrahim, 2017)
Beberapa ahli telah menjelaskan konsep filsafat ilmu. Contohnya, Liang Gie menyatakan
bahwa filsafat ilmu meliputi segala pemikiran yang bersifat reflektif terhadap pertanyaan-
pertanyaan tentang dasar-dasar pengetahuan serta hubungannya dengan berbagai aspek
kehidupan manusia. Di sisi lain, menurut Jujun S. Suriasumantri, tujuan dari filsafat ilmu
adalah untuk menyelidiki dan menilai metode-metode berpikir ilmiah, serta berusaha untuk
menemukan nilai dan arti penting dari upaya ilmiah secara menyeluruh. (Pesoko, 2018)
Filsafat ilmu membimbing setiap langkah dalam usaha memperoleh pengetahuan yang sah
secara ilmiah. Dalam konteks ini, segala hal yang termasuk dalam ranah ilmu dikenal sebagai
pengetahuan ilmiah. Pengetahuan ini merupakan hasil dari pengumpulan data yang telah
disusun dengan rapi dan terstruktur, mengikuti prinsip-prosedur, metodologi, teknis, dan
normatif akademis. Dengan demikian, pengetahuan ilmiah telah melewati serangkaian uji
kebenaran dan telah diverifikasi keakuratannya karena diperoleh melalui proses yang
disengaja, aktif, terstruktur, dan sistematis, serta telah diperiksa secara cermat untuk
memastikan kevalidannya. (Sanprayogi, et. al. 2017)
Ketika memahami prinsip-prinsip filsafat ilmu, sangatlah penting untuk mengakui tiga
elemen utama yang menjadi pijakan dalam menjalankan proses berfilsafat, yakni ontologi,
epistemologi, dan aksiologi. Ketiga elemen ini menjadi dasar yang komprehensif dalam
memahami sifat dan ruang lingkup ilmu. Dalam konteks ilmu, terdapat beragam elemen
seperti objek, pernyataan, proposisi, dan karakteristik yang sesungguhnya menjadi titik fokus
dalam ketiga aspek filsafat tersebut. Filsafat ilmu memberikan sumbangan yang signifikan
dalam pengembangan ilmu serta memberikan pandangan yang mendalam terkait dengan aspek
moral yang terkandung dalam setiap disiplin ilmu, baik secara ontologis, epistemologis,
maupun aksiologis. Setiap disiplin ilmu memiliki identitasnya sendiri yang menjelaskan
tentang objek yang dikaji (ontologi), metode memperoleh pengetahuan tentang objek tersebut
(epistemologi), dan nilai-nilai yang dimiliki oleh disiplin ilmu tersebut (aksiologi). Tiga aspek
ini saling berkaitan, di mana pembahasan mengenai epistemologi ilmu harus
mempertimbangkan ontologi dan aksiologi ilmu juga. Dalam konteks ini, pemahaman ontologi
ilmu sangatlah terkait dengan pemahaman epistemologi ilmu, dan pengembangan epistemologi
Academy of Social Science and Global Citizenship Journal
Vol. 4, No. 1, Juni 2024, page: 12-20
15
Rika Yohana Sari et.al (Tinjauan ontologis terhadap ....)
ilmu sangatlah dipengaruhi oleh nilai-nilai yang terkandung dalam aksiologi ilmu, dan
seterusnya. Pengembangan filsafat ilmu didasarkan pada pendekatan berpikir sistematik yang
mengharuskan integrasi yang konsisten antara ketiga aspek ini. Oleh karena itu, ontologi,
epistemologi, dan aksiologi tidak bisa dipisahkan satu sama lain dalam kajian filsafat ilmu.
(Rokhmah, 2021)
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa dalam diskusi mengenai filsafat ilmu, tidak
dapat dipisahkan dari tiga aspek utama yaitu ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Penelitian
ini akan difokuskan pada tinjauan ontologi dalam konteks filsafat ilmu. Sebagai hasilnya,
penulis merasa tertarik untuk menjelajahi topik tersebut lebih dalam dan mengekspresikannya
melalui sebuah artikel yang berjudul "Tinjauan Ontologis terhadap Objek Pengetahuan dalam
Filsafat Ilmu ”. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk menjelaskan Tinjauan Ontologis
terhadap Objek Pengetahuan dalam Filsafat Ilmu.
2. Metode
Dalam penelitian ini, peneliti menerapkan metode studi literatur dengan menganalisis
berbagai sumber seperti buku dan artikel ilmiah yang berkaitan dengan topik yang dibahas,
yaitu Ontologis terhadap Objek Pengetahuan dalam Filsafat Ilmu. Penulisan artikel ini
mengandalkan informasi sekunder yang diperoleh dari literatur yang relevan penelitian
sebelumnya dan disitir sesuai dengan norma-norma ilmiah. Tujuan dari kajian ini adalah untuk
mengevaluasi perkembangan terkini terkait dengan topik tersebut, dengan harapan dapat
menghasilkan wawasan baru dan memberikan sumbangan yang berarti bagi kemajuan ilmu
pengetahuan
3. Hasil dan Pembahasan
A. Integrasi Ilmu Pengetahuan Berdasarkan Aspek Ontologi
Ontologi merupakan ilmu yang mempelajari batas-batas ruang lingkup yang menjadi
fokus penelitian dan interpretasi esensi dari realitas atau hakikat keberadaan sesuatu. Artinya
ontologi menggambarkan keberadaan atau kenyataan yang diperlihatkan hakikat kebenaran
sesuatu (Hayati, 2021). Ontologi membahas masalah-masalah mengenai hakikat ilmu, meliputi
apa itu ilmu dan bagaimana ilmu itu bekerja. Menyebut ontologi saja akan menjawab
pertanyaan tentang apa, apa yang bisa terjadi diketahui apa sebenarnya sains itu? (Salabi,
2021).
Lalu, sebenarnya apa yang dimaksud dengan subjek atau objek ilmu pengetahuan? Ini
ada dalam teologi serta ilmu pengetahuan umum. Ketika membahas pokok bahasan ilmu
pengetahuan, hal itu perlu untuk memasukkan segala sesuatu yang ada di alam. Sudut pandang
tentang integrasi ilmu pengetahuan dari sudut pandang ontologi sudah tertera dalam firman
Allah SWT dalam QS. Al-Hashar ayat 22 yang berbunyi:
Terjemahan “Dialah Allah SWT, tidak ada Tuhan yang lain siapa yang mengetahui baik yang
gaib maupun yang kelihatan. Dialah Yang Maha Pemurah dan Maha Penyayang”. (QS. Al-
Hashar: 22)
Pandangan ontologi ilmu juga didasarkan pada Al-Qur’an dalam QS. Al-Alaq ayat 1-5.
Academy of Social Science and Global Citizenship Journal
Vol. 4, No. 1, Juni 2024, page: 12-20
16
Rika Yohana Sari et.al (Tinjauan ontologis terhadap ....)
Terjemahan: 1) Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan. 2) Menciptakan
manusia dari kemelekatan zat. 3) Bacalah, dan Tuhanmu Maha Pemurah. 4) Siapa yang diajar
dengan pena. 5) Mengajari manusia apa yang tidak diketahuinya”( QS. Al-Alaq: 1-5)
Dari ayat inilah Allah SWT adalah Dzat Yang Maha Mengetahui semuanya. Hal ini
menggambarkan bahwa manusia mempelajari aspek abstrak dan konkrit atas petunjuk Allah
SWT. Artinya, kajian ilmu tidak hanya menyangkut hal itu saja dengan alam semesta yang
berkemampuan indra, tetapi juga dengan alam semesta abstrak yang memerlukan analisa dan
kajian mendalam. Dengan demikian, ontologi ilmu mencakup keduanya hal-hal yang abstrak
dan konkrit, atau hal-hal yang bersifat materi dan immateri. Artinya, objeknya Kajian ilmiah
bukan hanya yang kasat mata namun juga tak kasat mata. Ilmu-ilmu umum lahir dari objek
kajian yang kasat mata atau konkrit, begitu pula ilmu-ilmu agama lahir dari kajian abstrak.
Armahedi Mahzar menyebutkan bahwa iqra' (membaca) merupakan petunjuk tentang
integrasi. Perintah ini menjelaskan evolusi ilmu pengetahuan. Membaca, baik tekstual maupun
kontekstual, membantu dalam pengembangan pengetahuan. Wahyu dalam bentuk tekstual dan
alam semesta melalui bentuk kontekstual maka adalah istilah “Rabi”. Ini menegaskan
perkembangan moral atau agama dalam upaya memahaminya petunjuk Allah SWT. Lebih
lanjut seperti yang dikatakan Armahedi Mahzar isu sentral integrasi ada dalam sejarah Islam
pada masa itu Periode Bani Umayyah dan Abbasiyah (Slamet, 2019).
B. Tinjauan Ontologis terhadap Objek Pengetahuan dalam Filsafat Ilmu
Ontologi, secara etimologi, berasal dari Bahasa Yunani dengan akar kata "Ontos" yang
berarti "yang terdapat" dan "Logos" yang berarti "ilmu". Secara sederhana, ontologi dapat
dianggap sebagai ilmu yang mempertanyakan eksistensi dan keberadaan segala sesuatu. Dalam
konteks sebutannya, ontologi menjadi bagian dari ilmu metafisika yang membahas tentang
hakikat kehidupan dan meliputi segala sesuatu yang ada atau mungkin ada. (Mahfud, 2018)
Perspektif ontologi menyoroti pentingnya pemahaman terhadap apa yang ingin kita
ketahui dan sejauh mana kita ingin mengeksplorasi pengetahuan tersebut. Ontologi mendalami
teori-teori yang ada, yang pada dasarnya menjelaskan objek-objek yang menjadi fokus kajian
dalam suatu ilmu. Secara umum, ontologi sering dihubungkan dengan metafisika karena
menangani hakikat dari apa yang ada. Pembahasan ontologi menjadi sentral dalam bidang
filsafat karena membahas tentang esensi dari realitas atau kenyataan. Fokus utamanya adalah
memahami aspek-aspek rasional dari keberadaan atau subjek subjek yang ingin kita ketahui
sejauh mana.
Menurut Jujun S. Suriasumantri, awalnya filsafat memfokuskan perhatiannya pada
berbagai bidang seperti logika, etika, metafisika, dan politik. Seiring berjalannya waktu,
cabang-cabang filsafat yang lebih spesifik pun mulai berkembang, termasuk di dalamnya
filsafat ilmu. Penggunaan istilah "ilmu" sendiri berasal dari Bahasa Arab, "Alima," yang secara
harfiah berarti "pengetahuan." Dalam konteks Bahasa Indonesia, istilah tersebut dikenal
dengan "Science," yang juga memiliki arti yang sama, yaitu "pengetahuan.". Dengan demikian,
ilmu dapat dipahami sebagai pengetahuan yang meliputi berbagai bidang kajian (Wahyudi, et.
al. 2024)
Kajian ontologi dalam konteks pandangan Islam menghubungkan dengan sifat objek
ilmu, yang dapat dibagi menjadi dua kategori utama. Pertama, terdapat objek ilmu yang
memiliki sifat materi, yang dapat diamati, diraba, dan dirasakan. Contoh-contoh termasuk
berbagai cabang ilmu, seperti sains, eksak, politik, sosial, budaya, dan psikologi, membentuk
lanskap pengetahuan manusia. Selain itu, terdapat aspek non-materi dalam ilmu yang tidak
dapat diobservasi atau diraba secara langsung, namun lebih berkaitan dengan dimensi spiritual.
Contohnya adalah objek yang membahas tentang ruh, sifat, dan wujud Tuhan. Pada intinya,
ontologi membahas esensi "keberadaan" dari ilmu pengetahuan, objek pengetahuan, dan
hubungan antara subjek dan objek ilmu. Dalam konteks ilmu pengetahuan, pembahasan
ontologis menitikberatkan pada keberadaan substansial ilmu pengetahuan itu sendiri, menjajaki
Academy of Social Science and Global Citizenship Journal
Vol. 4, No. 1, Juni 2024, page: 12-20
17
Rika Yohana Sari et.al (Tinjauan ontologis terhadap ....)
apakah ilmu pengetahuan tersebut bersifat nyata atau abstrak. Sebagai contoh, dalam bidang
Manajemen Pendidikan Islam, pendekatan ontologis akan mempertimbangkan apakah
Manajemen Pendidikan Islam tidak hanya merupakan sebuah program studi, tetapi juga
memiliki substansi ilmu yang diberikan di dalamnya. Dengan demikian, studi ontologis
bertujuan untuk menguji dan mengesahkan eksistensi suatu cabang ilmu pengetahuan.
Ontologi ilmu memperhitungkan semua aspek kehidupan yang dapat dikenali melalui
indra manusia. Ilmu berfokus pada objek-objek empiris seperti batuan, binatang, tumbuhan,
manusia, serta berbagai fenomena atau peristiwa yang penting bagi kehidupan manusia. Dalam
lingkup objeknya, ilmu digambarkan sebagai pengetahuan empiris di mana objek yang tidak
dapat diakses manusia tidak termasuk dalam cakupan penelitian.
Konsep dasar tentang ontologi pertama kali diperkenalkan oleh Plato melalui teori idea.
Menurut pandangannya, setiap entitas dalam alam semesta memiliki ideanya sendiri. Plato
menjelaskan bahwa idea adalah konsep universal dari setiap entitas.yang menjadi hakikat atau
esensi dari wujudnya. Idea tersebut eksis di balik realitas yang nyata dan dianggap abadi oleh
Plato. Oleh karena itu, perubahan yang terjadi pada benda-benda yang diamati atau ditangkap
oleh pancaindra manusia dianggap sebagai bayangan dari ide-ide tersebut. Sehingga, apa yang
tampak oleh pancaindra manusia hanyalah ilusi belaka, bukan hakikat sesungguhnya (Rokhmah,
2021)
St. Augustine juga menyampaikan argumennya tentang ontologi, yang menyatakan
bahwa manusia, melalui pengalamannya, menyadari adanya kebenaran yang tersirat dalam alam
semesta ini. Meskipun begitu, terkadang manusia merasa yakin bahwa apa yang dia pahami
adalah benar, tetapi juga seringkali merasa ragu tentang kebenaran tersebut. Bagi Augustine, akal
manusia pada dasarnya menyadari bahwa di luar dirinya ada suatu kebenaran yang tetap, yang
menjadi sumber pengetahuan manusia tentang apa yang benar. Kebenaran yang tetap ini
dianggap oleh Augustine sebagai kebenaran yang mutlak, yang ia identifikasi sebagai Tuhan.
Ontologi adalah cabang ilmu yang mempertimbangkan hakikat suatu kenyataan atau
eksistensi dari dua perspektif utama: pertama, secara kuantitatif, dengan mempertimbangkan
apakah kenyataan tersebut bersifat individual atau kolektif; kedua, secara kualitatif, dengan
mengeksplorasi apakah kenyataan tersebut memiliki atribut-atribut tertentu. Secara sederhana,
ontologi dapat didefinisikan sebagai studi yang secara kritis mengeksplorasi realitas atau
kenyataan yang konkret.. Aspek-aspek ontologi dari suatu disiplin ilmu seharusnya dijelaskan
dengan berbagai cara, termasuk menggunakan metode ilmiah, memiliki struktur yang sistematis
dan terhubung satu sama lain dalam suatu keseluruhan, konsisten tanpa adanya kontradiksi,
didasarkan pada logika yang benar, melihat objek secara holistik atau multidimensional,
menyelami akar persoalan atau esensi dari objek tersebut, dan memiliki relevansi yang universal
yang berlaku di berbagai konteks. (Rokhmah, 2021)
Aspek ontologi dari suatu bidang ilmu seharusnya disusun secara metodis, sistematis,
koheren, rasional, komprehensif, radikal, dan universal memiliki makna sebagai berikut:
1. Metodis: Pengkajian ontologis haruslah dilakukan dengan menggunakan metode ilmiah
yang teruji dan teratur, sehingga langkah-langkah penelitian dapat direplikasi dan diuji
kebenarannya.
2. Sistematis: Penyusunan ontologi haruslah dilakukan secara terstruktur dan terorganisir, di
mana konsep-konsep yang ada saling berkaitan dan membentuk suatu keseluruhan yang
koheren.
3. Koheren: Setiap unsur dalam ontologi haruslah saling mendukung dan tidak mengandung
kontradiksi, sehingga tidak ada kebingungan atau ketidakjelasan dalam pemahaman hakikat
suatu kenyataan.
4. Rasional: Konstruksi ontologi haruslah didasarkan pada logika dan kaidah berpikir yang
benar, sehingga dapat dipahami dan diterima secara intelektual.
Academy of Social Science and Global Citizenship Journal
Vol. 4, No. 1, Juni 2024, page: 12-20
18
Rika Yohana Sari et.al (Tinjauan ontologis terhadap ....)
5. Komprehensif: Ontologi harus mampu melihat objek kajian dari berbagai sudut pandang
atau dimensi yang relevan, sehingga pemahaman terhadap realitas menjadi lebih lengkap
dan mendalam.
6. Radikal: Penyusunan ontologi harus mengupas hingga ke akar persoalan atau esensi dari
suatu kenyataan, tanpa menyisakan aspek yang belum terungkap atau dipahami.
7. Universal: Ontologi yang dibangun harus memiliki muatan kebenaran yang berlaku secara
umum dan relevan di berbagai konteks atau situasi, sehingga memiliki nilai atau kegunaan
yang luas.
Ontologi ilmu pengetahuan memiliki karakteristik yang mencakup beberapa aspek.
Pertama, ilmu berasal dari proses penelitian yang sistematis. Kedua, ontologi ini didasarkan
pada konsep pengetahuan empiris, tanpa adanya konsep wahyu. Ketiga, pengetahuan dalam
ontologi ilmu pengetahuan cenderung berbasis pada pemikiran yang rasional, objektif, dan
sistematik, serta dijalankan dengan metodologi yang observatif dan netral. Selanjutnya, prinsip-
prinsip seperti verifikasi, eksplanatif, dan keterbukaan terhadap pengujian ulang, serta sikap
skeptisisme yang radikal, menjadi landasan penting dalam pendekatan ini. Fokusnya adalah
pada penelitian kausalitas dan implementasi ilmu pengetahuan dalam perkembangan teknologi.
Ontologi ini juga mengakui sifat relatif dari pengetahuan dan konsep, dan menerapkan logika
ilmiah sebagai landasan utama. Selain itu, pendekatan ini mempertimbangkan berbagai hipotesis
dan teori ilmiah yang relevan, sambil tetap memperhatikan konsep tentang hukum-hukum alam
yang telah terbukti melalui berbagai bukti empiris. (Adib dalam Rokhmah, 2021)
Objek pengetahuan sering kali merupakan representasi yang disederhanakan dari
kompleksitas kejadian empiris, yang memerlukan penyederhanaan karena keberagaman sampel
dan faktor yang terlibat di dalamnya. Ilmu tidak hanya bertujuan untuk mereproduksi kejadian,
melainkan untuk memahami alasan di baliknya dan membatasi aspek-aspek esensialnya. Proses
ilmiah bertujuan untuk mengungkap inti pengetahuan mengenai objek tersebut, dengan
membuat asumsi-asumsi yang mendukung arah dan pendekatan ilmiah. Suatu ilmu dapat
diterima selama asumsi-asumsi yang dibuat tentang objek penelitiannya terbukti benar.
Ontologi, sebagai bagian penting dari ilmu pengetahuan, mencoba untuk merumuskan esensi
dari objek pengetahuan itu sendiri, memberikan kerangka konseptual yang menjelaskan
hubungan antara konsep-konsep dalam suatu bidang ilmu. Dengan demikian, ontologi
merupakan landasan yang penting bagi berbagai bidang ilmu empiris seperti fisika, sosiologi,
antropologi, kedokteran, dan lainnya, karena ia menguraikan esensi dari konsep-konsep yang
dipelajari dalam bidang tersebut. (
Utama, 2021)
4. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari uraian tinjauan filosofis tersebut dan analisis
integrasi ilmu pengetahuan menunjukkan bahwa studi tentang filsafat memerlukan
mengeksplorasi integrasi ilmu pengetahuan melalui penyelidikan aspek ontologI menjelaskan
bahwa objek kajian atau bidang kajian ilmu pengetahuan tidak terbatas pada hanya yang
bersifat fisik atau konkrit, tetapi juga metafisik atau abstrak. Konkret dan ilmu-ilmu abstrak
keduanya merupakan bidang studi yang terintegrasi. Ilmu pengetahuan telah menjadi elemen
vital dalam kehidupan sosial suatu masyarakat, menjadi indikator kemajuan atau kemunduran
suatu bangsa. Tingkat kemajuan suatu bangsa seringkali berkorelasi dengan tingkat
pengetahuan yang dimilikinya; semakin tinggi tingkat ilmu pengetahuan suatu bangsa,
semakin modern pula kehidupan sosial masyarakatnya. Sebaliknya, rendahnya tingkat
pengetahuan dapat mengakibatkan rendahnya kualitas hidup masyarakat. Maka, pentingnya
peran ilmu pengetahuan dalam masyarakat mendorong masyarakat untuk bersungguh-
sungguh dalam memperdalam pengetahuan tersebut. Kebutuhan akan ilmu pengetahuan juga
mendorong filosof untuk membangun pola pikir yang logis dan sistematis dalam memahami
dan mengkaji ilmu pengetahuan. Inilah yang inisiator filsafat ilmu sebagai cabang ilmu
Academy of Social Science and Global Citizenship Journal
Vol. 4, No. 1, Juni 2024, page: 12-20
19
Rika Yohana Sari et.al (Tinjauan ontologis terhadap ....)
pengetahuan yang secara khusus membahas tentang sifat dan hakikat ilmu itu sendiri. Dalam
konteks ini, ontologi sebagai bagian dari filsafat ilmu berfokus pada hakikat dari suatu
pengetahuan, berusaha membuktikan dan menganalisis kebenaran dari ilmu pengetahuan
tersebut.
5. Daftar Pustaka
Farin, S. E. (2022). Peranan Filsafat Bagi Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Keterampilan
Ilmu Sosial. Tugas Mata Kuliah Mahasiswa, 309318.
http://publikasipips.ulm.ac.id/index.php/tmkm/article/view/177
Hayati, N. (2021). Konsep Manusia Berdasarkan Tinjauan Filsafat (Telaah Aspek Ontologi,
Epistemologi dan Aksiologi Manusia). Forum Paedagogik, 12(1), [23 p.]
Ibrahim, Duski. 2017. Filsafat Ilmu dari Penumpang Asing untuk Para Tamu (Palembang: NoerFikri,
2017), 19
Khomsatun, Novi. 2019. Pendidikan Islam Dalam Tinjauan Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi,
EDUCREATIVE: Jurnal Pendidikan Kreatif Anak, Vol. 4, No. 2, 2019, 229-231.
Lubis, et. al. 2023. Philosophy Of Science As The Historical Basis Of The Development Of
Science And Knowledge. 2023. Dharmawangsa: International Journals of The Social
Science, Education and Humanities. P - ISSN : 2716-5132, E - ISSN : 2723-0783 Vol.
4 No. 2 August 2023 Page: 47 50
Mahfud. 2018. Mengenal Ontologi, Epistemologi, Aksiologi dalam Pendidikan Islam,
Cendekian: Jurnal Studi Keislaman, Vol. 4, No.1, 2018.
Pesoko, Herowati. 2018.Ilmu Filsafat dalam Perspektif Filsafat Ilmu (Yogyakarta: LaksBang
Pressindo, 2018),
25-26.
Rokhmah, Dewi. 2021.
Ilmu Dalam Tinjauan Filsafat:
Ontologi, Epistemologi, Dan Aksiologi.
CENDEKIA : Jurnal Studi Keislaman Volume 7, Nomor 2, Desember 2021; P-ISSN
2443-2741; E-ISSN 2579-5503
Salabi, A. S. (2021). Konstruksi Keilmuan Islam (Studi Pemikiran Ibnu Rusyd tentang
Ontologi dan Epistimologi). ITQAN: Jurnal Ilmu-Ilmu Kependidikan, 12(1), 4766.
https://doi.org/https://doi.org/10.47766/itqan.v12i1.188
Salam, Safrin. 2019. Rekonstruksi Paradigma Filsafat Ilmu: Studi Kritis Terhadap Ilmu Hukum
Sebagai Ilmu,
EKSPOSE: Jurnal Penelitian Hukum dan Pendidikan, Vol. 18, No. 2, 2019,
886-887.
Sanprayogi, et. al. 2017. Aksiologi Filsafat Ilmu dalam Pengembangan Keilmuan, AL
MURABBI,
Vol. 4, No. 1, 2017, 106-108.
Slamet. (2019). Konsep Integrasi Ilmu dan Agama. As-Salam Jurnal Ilmiah IlmuIlmu
Keislaman, II(03), 231245.
Utama, I Gusti Bagus Rai. 2021. Filsafat Ilmu dan Logika Manajemen dan Pariwisata (Yogyakarta:
Deepublish,
2021), 7-10.
Wahyudi, et. al. 2024. Tinjauan Cabang Filsafat (Ontologi, Epistimologi, dan Aksiologi) dalam
Buku Bahasa Indonesia Kelas IV SDN Patengteng 1. Jurnal Kajian dan Penelitian
Umum Vol.2, No.1 Februari 2024 e-ISSN: 2985-8666; p-ISSN: 2985-9573, Hal 34-45
DOI: https://doi.org/10.47861/jkpu-nalanda.v2i1.625
Academy of Social Science and Global Citizenship Journal
Vol. 4, No. 1, Juni 2024, page: 12-20
20
Rika Yohana Sari et.al (Tinjauan ontologis terhadap ....)
Yasin, et. al. 2018. Filsafat Logika dan Ontologi Ilmu Komputer, JISAMAR: Journal of
Information
System, Applied, Management, Accounting and Research, Vol. 2, No. 2,
2018, 68-69.
)