AoSSaGCJ, Vol. 1, Issue 2, (2021) page 83-90
Academy of Social Science and Global Citizenship Journal
ISSN: xxxx-xxxx (Print) xxxx-xxxx (Online)
Journal Homepage: https://jurnal.ucy.ac.id/index.php/AoSSaGCJ/index
83
10.47200/AoSSaGCJ.v1i2.1855 aossagcj@gmail.com
Agama Sebagai Benteng Untuk Mencegah Kasus
Kekerasan Seksual Anak Sejak Dini
Ulfa Khoirothul Ummah
a,1
, Heri Kurnia
b,2
a b
Universitas Cokroaminoto Yogyakarta, Jl. Perintis Kemerdekaan, Gambiran, Umbulharjo, Kota Yogyakarta
55161, Indonesia
1
ulfaummah19@gmail.com ;
2
herikurnia312@gmail.com
*
Corresponding Author: ulfaummah19@gmail.com
INFO ARTIKEL
ABSTRAK
Sejarah Artikel:
Diterima: 25 Agustus 2021
Direvisi: 17 Oktober 2021
Disetujui: 4 November 2021
Tersedia Daring: 1 Desember
2021
Tindak kekerasan merupakan bagian yang berkaitan erat dengan
kefrustasian dan keagresifan seseorang. Pelaku melampiaskan rasa
kekesalan emosi terhadap dirinya yang dengan sengaja mencederai
pihak lain. Dalam penelitian ini menggunakan studi kajian literatur
atau literature review dimana sebuah kajian yang relevan dengan
topik tertentu yang memberikan tinjauan mengenai apa yang dibahas
dan dibicarakan.agama sebagai solusi. Sebagaimana adanya agama
adalah untuk kebaikan umat manusia sendiri, melindungi segala
macam kepentingan manusia, mengajak kebenaran, dan melarang
untuk berbuat kejahatan. Diantara hal yang menjadi solusi
pencegahan kasus kekerasan seksual adalah Pertama, membekali diri
dengan pemahaman agama yang utuh. Kedua, berikan keteladanan
yang baik dari orang tua. Ketiga, membekali anak dengan ilmu
pengetahuan. Keempat, mencari lingkungan yang baik. Banyaknya
kasus pelecehan seksual dan kekerasan seksual yang disandingkan
dalam proses pendidikan, maka dalam masalah ini sangat perlu
sebagai bangsa untuk melihat permasalahan dengan lebih kompleks.
Kata Kunci:
Kekerasan seksual
Agama
Solusi
ABSTRACT
Keywords:
Sexual violence
Religion
Solution
Violence is a part that is closely related to a person's frustration and
aggressiveness. The perpetrator vents a sense of emotional resentment
towards himself who deliberately injures the other party. In this study
using a literature review study or literature review where a study
relevant to a particular topic that provides an overview of what is
discussed and discussed.religion as a solution. As religion exists it is for
mankind's own good, protecting all kinds of human interests, inviting
righteousness, and forbidding evil. Among the things that become
solutions to prevent cases of sexual violence are First, equipping
themselves with a complete understanding of religion. Second, set a
good example from parents. Third, equip children with knowledge.
Fourth, look for a good environment. With so many cases of sexual
harassment and sexual violence juxtaposed in the education process, it
is very necessary as a nation to see the problem more complexly.
© 2021, Ummah, U., et.al
This is an open access article under CC BY-SA license
How to Cite: Ummah, U., & Kurnia, H. (2021). Agama sebagai Benteng untuk Mencegah Kasus
Kekerasan Seksual Anak Sejak Dini. Academy of Social Science and Global
Citizenship Journal, 1(2), 83-90. https://doi.org/10.47200/aossagcj.v1i2.1855
AoSSaGCJ, Vol. 1, Issue 2, (2021) page 83-90
Academy of Social Science and Global Citizenship Journal
ISSN: xxxx-xxxx (Print) xxxx-xxxx (Online)
Journal Homepage: https://jurnal.ucy.ac.id/index.php/AoSSaGCJ/index
84
10.47200/AoSSaGCJ.v1i2.1855 aossagcj@gmail.com
1. Pendahuluan
Tindak kekerasan merupakan bagian yang berkaitan erat dengan kefrustasian dan
keagresifan seseorang. Pelaku melampiaskan rasa kekesalan emosi terhadap dirinya yang
dengan sengaja mencederai pihak lain baik pada penderitaan lahir maupun batin untuk
dijadikan sebagai sasarannya (Lewoleba & Fahrozi, 2020). Di Indonesia, kasus pelecehan
seksual meningkat dari tahun ke tahun. Menurut data dari Kementerian Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak dalam data kasus kekerasan yang telah diinput pada
tanggal 1 Januari sampai Juni 2023 bahwa terdata 6.183 kasus kekerasan seksual yang paling
tinggi jika dibandingkan dengan kasus kekerasan lainnya seperti fisik, psikis, trafficking, dan
penelantaran. Korban berusia antara 13-17 tahun menempati titik tertinggi dengan jumlah
5.276 kasus kekerasan (KemenPPPA, 2023). Kasus ini meliputi hampir seluruh provinsi
wilayah di Indonesia.
Dalam kasus kekerasan seksual yaitu seorang anak dipergunakan sebagai alat pemuas
nafsu baik dari hasil hubungan seorang anak dengan orang yang lebih dewasa, orang asing,
teman, saudara kandung, atau bahkan orang tua sekalipun (Lewoleba & Fahrozi, 2020). Hal
inilah yang berdampak sangat buruk bagi si anak pada kesehatan fisik, emosional, dan
psikologis. Pelecehan seksual, penyerangan seksual, kekerasan hingga perkosaan yang
dialami oleh seorang anak sebagai korban, secara psikologis mereka akan mendapat
pengalaman traumatik. Karenanya pada kasus kekerasan seksual korban akan lebih
mengalami trauma psikis yang lebih berat daripada sakit fisik. Karena akibat dari trauma
psikis tersebut dapat menimbulkan gangguan jiwa yang disebut stres pascatrauma (Lewoleba
& Fahrozi, 2020).
Pada realita dunia masa kini melalui berita yang memberitahukan kasus pelecehan
seksual dan kekerasan seksual terbukti bisa terjadi dimana saja dan kapan saja. Baik hal yang
akan menimpa diri sendiri maupun orang lain. Yang dilakukan oleh pelaku yang memiliki
hubungan paling dekat maupun pelaku jauh sekali pun. Baik dilakukan oleh per satu individu
maupun dengan gerombolan. Tak terbatas oleh waktu dan dimana ia berada. Karakter buruk
inilah yang menjadikan kita memandang bahwa dalam realita nyata saat ini merupakan
bagian dari proses ketidakberhasilan pendidikan masa kini. Padahal dalam tolak ukur
kemajuan suatu bangsa adalah diukur dari sumber daya manusia diantaranya adalah sehat,
cerdas, dan berkarakter baik. Mengingat pendidikan memiliki posisi yang amat sangat
penting, tolak ukur keberhasilan suatu negara adalah dapat dilihat dari keberhasilan Sumber
Daya Manusia (SDM) di dalamnya (Izzah, 2018). Dan PR kita sebagai bangsa saat ini adalah
melakukan pendidikan dengan sebaik-baiknya. Bagian dari tugas orang dewasa saat ini yang
dibutuhkan.
Pendidikan merupakan bagian dari proses pendewasaan seseorang (Hendayani, 2019).
Di dalam Undang-Undang Republik Indonesia No 20 Tahun 2003 mengenai Sistem
Pendidikan Nasional dalam Pasal 1 ayat 1 disebutkan bahwa setiap warga negara harus
memiliki hak yang sama dalam memperoleh pendidikan yang bermutu. Dan saat ini
Indonesia mengalami tantangan tidak hanya kecerdasan yang patut untuk diutamakan
melainkan sikap perilaku moral yang harus lebih didahulukan. Dimana pendidikan yang
diharapkan dapat melahirkan generasi-generasi bangsa dengan akhlak yang bermoral (Izzah,
2018). Sehingga pendidikan dapat melahirkan karakter-karakter yang bermutu, manusia yang
berkarakter, menciptakan lingkungan pendidikan sosial yang memiliki daya mental dan
kepercayaan diri yang lebih baik (Izzah, 2018). Apalagi yang akan diharapkan oleh suatu
bangsa selain dapat meningkatkan moral dan akhlak dari proses pembelajaran. Juga
bertambah dari proses tumbuh dan kembangnya ia dapat memelihara dan merawat
keekstitensinya (Izzah, 2018).
Academy of Social Science and Global Citizenship Journal
Vol. 1, No. 2, Desember 2021, page: 83-90
85
Melalui pendidikan, sokongan agama yang diterapkan untuk membentuk manusia untuk
taat kepada Tuhannya, beribadah lurus kepadaNya, agama membimbing manusia untuk
membentuk manusia yang lebih baik. Filsafat Islam tentang akal yang diberikan Allah SWT
kepada manusia, yaitu untuk mengangkat harkat dan martabat hidupnya, untuk
mempertahankan dirinya dan untuk menjalankan fungsi sebagai 'abd dan khalifah Allah
SWT (Azmi & Zulkifli, 2018). Melalui proses pendidikan untuk menangani keruntuhan
moral saat ini, tidak hanya diupayakan untuk kuat dan cemerlang dari segi akademik,
melainkan juga berpadu pada segi intelek, rohani, emosi, dan jasmani berdasarkan
kepatuhan, dan keteladanan Rasulullah SAW untuk menciptakan kehidupan masyarakat yang
harmoni dan berakhlak (Karim et al., 2021). Dan mendorong agar bagian dari proses
pembelajaran dapat diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Tidak hanya mampu
mendengar dan mampu membaca ayat Al-Qur’an, melainkan pada pemahaman literasi
aqidah yang kuat, dan pengamalan nilai ajaran islam dalam kehidupan sehari-hari (Nurjaman,
2020).
Larangan dalam kasus kejahatan seksual Allah berfirman dalam Q.S An-Nur: 33 yang
artinya “.. Dan janganlah kamu paksa hamba sahaya perempuanmu untuk melakukan
pelacuran, sedang mereka sendiri menginginkan kesucian, karena kamu hendak mencari
keuntungan kehidupan duniawi..”. Dalam kasus kekerasan seksual seolah kasus ini
merupakan penyakit yang terus ada dan masih sukar disembuhkan. Pergaulan anak-anak
antara sesama jenis dan lawan jenis harus tetap dibimbing dan diawasi baik dalam pergaulan
orang dewasa, sebaya, dan menjalin hubungan dengan orang asing. Akhlak baik akan
membawa kepada kebaikan dan akhlak buruk akan membawa kemaksiatan. Apapun yang
menjadi tontonan, kegiatan, atau hal-hal yang akan ditonton oleh seorang anak akan
mengalami proses internalisasi ke dalam dirinya yang juga akan berpengaruh pada jiwa dan
perilakunya. Maka memang utamanya lingkungan pergaulan sang anak harus tetap dijaga,
termasuk pada contoh yang diberikan oleh orang tuanya atau bahkan guru di sekolah. Dalam
dalil di Al-Quran QS Al-Baqarah: 148 Allah SWT berfirman


 

yang artinya
“Berlomba-lombalah dalam kebaikan”, yaitu dalam arti yang kita maknai bahwa selain tetap
menjaga kepatuhan kepada Allah SWT, kepada kita (umat manusia) juga diperintahkan
untuk berbuat kebaikan kepada orang lain, dan bersungguh-sungguh dalam melakukannya.
Memahami manusia berarti memahami diri sendiri. Dalam referensi mengenai manusia
banyak disebutkan dalam Al-Quran dan dapat dijadikan sebagai sumber referensi dan dalam
pedoman sehari-hari manusia dalam bertingkah laku yang benar (Albina & Aziz, 2022).
Di dalam artikel ini akan diterangkan bahwa agama dapat menjadi solusi pencegahan
pada kasus kekerasan seksual. Tentunya dengan berbekal berbagai macam referensi dimana
ilmu pengetahuan agama dapat diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Banyaknya
kasus pelecehan seksual dan kekerasan seksual yang disandingkan dalam proses pendidikan,
maka dalam masalah ini sangat perlu sebagai bangsa untuk lebih membuka diri, melihat
permasalahan dengan lebih kompleks sesuai dengan tuntunan agama sebagaimana yang
tertuang di dalam Sila kesatu dalam Ketuhanan Yang Maha Esa, bahwa tidak hanya
berpedoman bahwa warga negara untuk menyandang status identitas keagamaan saja, tetapi
juga agama tersebut juga merupakan bagian dari solusi segala permasalahan di dalam
kehidupan manusia itu sendiri, karena di dalam hal apapun yang terjadi dalam kehidupan
manusia adalah berasal akibat dari manusia itu sendiri dalam berbuat.
2. Metode
Dalam penelitian ini menggunakan studi kajian literatur atau literature review dimana
sebuah kajian yang relevan dengan topik tertentu yang memberikan tinjauan mengenai apa
yang dibahas dan dibicarakan oleh peneliti atau penulis sesuai dengan teori dan hipotesis
yang mendukung (Suardi, 2019). Proses ini melibatkan proses analisis dan sintesis informasi
Academy of Social Science and Global Citizenship Journal
Vol. 1, No. 2, Desember 2021, page: 83-90
86
Ummah, U., et.al (Agama sebagai Benteng untuk... )
pada pemusatan perhatian pada temuan-temuan kutipan bibliografi-bibliografi yang
sederhana, proses meringkas pada konten literatur, dan mengambil kesimpulan dari suatu
literatur tersebut.
Di dalam kajian ini tidak cukup pada rangkuman-rangkuman apa saja yang dimuat
melainkan juga memaparkan beberapa bahan-bahan yang berbeda sehingga akan menemukan
titik pusat kunci/tema kunci. Dalam penelitian ini akan disusun berdasarkan teori-teori
pendukung hal yang mendai landasan suatu permasalahan, juga membahas berdasarkan hasil-
hasil riset sebelumnya pada topik yang sejenis (Suardi, 2019).
3. Hasil dan Pembahasan
Semakin marak kasus kekerasan seksual di Indonesia baik yang menimpa anak yang
berjenis kelamin laki-laki maupun perempuan. Tidak bisa ditebak siapa yang akan menjadi
pelaku bahkan orang yang paling dekat dengan korban juga bisa menjadi salah satunya
(Wulandari & Suteja, 2019). Umumnya hal yang menjadi faktor penyebab adanya kekerasan
seksual pada anak-anak yaitu sikap kekerasan tersebut. Pelaku memulai aksi kekerasan
seksualnya adalah dengan cara mengancam terlebih dahulu, dan ini dimaksudkan agar pelaku
dapat mempercayai pada benarnya ancaman yang dilontarkan pelaku sehingga pelaku dapat
mewujudkan apa yang akan menjadi keinginannya (Lewoleba & Fahrozi, 2020). Selain aksi
kekerasan seksual terdapat aksi pelecehan seksual. Tidak hanya dimana pelecehan seksual
tidak melulu terkait dengan sentuhan fisik atau secara verbal melalui ucapan yang bernada
cabul, siulan atau kedipan mata juga termasuk dalam kategori pelecehan seksual (Lewoleba &
Fahrozi, 2020).
Khususnya pada usia anak-anak yang selalu kita anggap ia memiliki dunia yang indah,
bahagia, aman, dan jauh dari masalah. Kelalaian orang tua yang terkadang membuat mereka
dalam kondisi yang tidak aman. Dan pada usia dini kita melihat anak-anak sudah menjadi
korban bejat dari para pelaku. Keterbatasan verbal dan masih kurangnya kemampuan untuk
mengungkapkan apa yang dirasakan dan dialami secara detail dan terperinci. Kondisi ini
semakin diperkuat dengan ketidakpahaman anak usia dini pada bagian tubuh mereka yang
boleh disentuh dan tidak serta tindakan apa yang harus mereka lakukan saat kondisi tidak
menyenangkan itu terjadi. Oleh karena itu memberikan pendidikan seks pada anak usia dini
menjadi penting, agar kejadian pelecehan pada anak usia dini yang dapat mengakibatkan injury
jangka panjang dapat dihindari. Pendidikan seks pada anak usia dini disajikan tentunya dengan
mengikuti usia perkembangan mereka dan sarana media pembelajaran yang sesuai pada anak
usia dini (Alucyana et al., 2020).
Dalam artikel ilmiah yang berjudul Studi Faktor-Faktor Terjadinya Tindak Kekerasan
Seksual pada Anak-Anak, dari End Child Prostitution In Asia Tourism (ECPAT) yaitu
organinasi Internasional yang bekerja untuk menghapuskan bentuk-bentuk eksploitasi seksual
anak bahwa kekerasan seksual pada anak tidaklah secara langsung anak-anak menjadi korban,
tetapi juga dalam bentuk kekerasan seksual itu sendiri adalah dari tindakan perkosaan dan
pencabulan (Lewoleba & Fahrozi, 2020). Sangat miris pada kasus pelecehan seksual anak yang
terus saja meningkat dan masih saja berlanjut. Belum ada pukulan yang efektif untuk
menengahi permasalahan hal ini. Pascatrauma yang diderita oleh korban mengalami situasi
yang berat pada efek jangka panjang setelahnya. Diantara gejala-gejala stres pascatrauma
adalah terdapat stres yang berat dan jelas (kekerasan perkosaan) menimbulkan gejala
penderitaan yang berat bagi hampir tiap korban. Penghayatan yang berulang-ulang dari trauma
itu yang dibuktikan oleh terdapatnya paling sedikit satu dari hal berikut, ingatan berulang dan
menonjol tentang peristiwa tersebut, mimpi-mimpi berulang dari peristiwa tersebut, timbulnya
secara tiba-tiba perlakuan atau perasaan seolah-olahlah peristiwa traumatik itu timbul kembali,
karena berkaitan dengan suatu gagasan atau stimulus/ rangsangan lingkungan anak.
Academy of Social Science and Global Citizenship Journal
Vol. 1, No. 2, Desember 2021, page: 83-90
87
Batasan kekerasan seksual atau pelecehan dipengaruhi oleh nilai-nilai budaya dan
pandangan pribadi seseorang tentang seksualitas. Kekerasan seksual terhadap anak-anak adalah
masalah kejahatan kesusilaan atau moral offenses dan pelecehan seksual atau pelecehan
seksual merupakan dua bentuk pelanggaran atas kesusilaan yang bukan saja merupakan dua
bentuk masalah (hukum) nasional suatu negara melainkan sudah merupakan masalah (hukum)
semua negara di dunia atau merupakan masalah global. Masalah kejahatan kesusilaan dan
pelecehan seksual terhadap anak-anak bukan dominasi mereka yang berasal dari golongan
ekonomi menengah atau rendah dan apalagi kurang atau tidak berpendidikan sama sekali,
melainkan pelakunya sudah menembus semua strata sosial dari strata terendah sampai tertinggi
(Lewoleba & Fahrozi, 2020). Kekerasan seksual yang terjadi pada anak-anak dari pedoman
pengertian kriminologi oleh pendekatan sebab akibat dan fakta kriminal.
Manusia sebagai makhluk seksual. Penyerangan pencabulan dan seksualitas terhadap anak
bisa diakibatkan oleh hal yang telah dirasakan pelaku dari semenjak kecil oleh ibunya. Hal
inilah menurut pandangan Sigmund Freud bahwa tentang hal yang paling terkenal mengenai
alam bawah sadar yang mengendalikan sebagian besar perilaku pelaku (Lewoleba & Fahrozi,
2020). Dan dalam penyaluran seksual ini terkadang terpenjara oleh adanya norma-norma yang
berlaku seperti norma agama, kesusilaan, adat istiadat, sopan santun, dan norma hukum. Dan
ini diatur dimana tidak dapat menunjukkan nafsu birahi melalui bahasa tubuh atau kapan
diperbolehkannya melakukan hubungan seksual (Lewoleba & Fahrozi, 2020). Terdapat
beberapa faktor yang mempengaruhi pelaku kejahatan seksual dalam melakukan aksi
kejahatannya antara lain menurut artikel yang berjudul Studi Faktor-Faktor Terjadinya Tindak
Kekerasan Seksual Pada Anak-Anak (Lewoleba & Fahrozi, 2020) yaitu terdapat 2 jenis faktor
yaitu Faktor Interen dan Faktor Ekstern. Diantara yang menjadi faktor intern pelaku antara lain:
1. Faktor kejiwaan
2. Faktor biologis
3. Faktor moral
4. Faktor balas dendam dan trauma masa lalu
Sedangkan yang menjadi penyebab faktor eksternal, hal yang berada di luar diri pelaku
antara lain:
1. Faktor budaya
2. Faktor kondisi ekonomi
3. Minimnya kesadaran kolektif terhadap perlindungan anak di lingkungan pendidikan
4. Paparan pornografi anak dan pornografi dewasa yang mengorbankan anak
5. Lemahnya penegakan hukum dan ancaman hukuman yang relatif ringan
6. Anak dalam situasi bencana dan gawat darurat
7. Dampak pengembangan industri pariwisata
Banyaknya faktor internal maupun eksternal yang menyebabkan kasus kekerasan seksual ini
perlu menjadi perhatian. Terdapat beberapa tips sebagai bekal pendidikan yang harus diberikan
mengenai konseling pendidikan seks bagi anak, dalam artikel yang berjudul Konseling
Pendidikan Seks dalam Pencegahan Kekerasan Seksual Anak diantaranya beberapa hal sebagai
berikut pada aspek-aspek yang perlu diperhatikan a. Pengajaran mengenai penjelasan organ
reproduksi laki-laki dan perempuan, sesuai dengan perkembangannya jika sudah remaja dapat
disampaikan mengenai kehamilan, ihtilam (mimpi basah), haid, dan keputihan, b. Penanaman
rasa malu kepada anak, bahwa harus menjaga pandangan mata, menjauhi ikhtilat dan khalwat,
juga memilih tayangan yang bagus dari apa saja yang akan ditonton oleh anak, c. Penjelasan
kepada anak mengenai Infeksi Menular Seksual (IMS) (Wulandari & Suteja, 2019). Hal ini
tidak akan mudah jika tidak dilalui dengan adanya pembiasaan dalam kehidupan sehari-
harinya, bantuan keteladanan orang dewasa di sekitarnya, memilih lingkungan yang baik,
bahkan juga teladan dari orang tuanya (Nasiruddin, 2018).
Academy of Social Science and Global Citizenship Journal
Vol. 1, No. 2, Desember 2021, page: 83-90
88
Ummah, U., et.al (Agama sebagai Benteng untuk... )
Islam telah memberikan contoh terbaik dalam perkembangan abad saat ini. Tidak hanya
pada masa Rasulullah SAW dalam mencontohkan perilaku akhlak yang baik, tetapi juga hal ini
berlaku pada zaman masa kini yang tidak terbatas oleh masa. Dalam pendidikan Islam, tujuan
evaluasi yang dimuat adalah menjadikan manusia sebagai al-Insan al-Kamil atau pribadi
manusia seutuhnya (Anwar, 2022). Demikian pula, tujuan dalam pendidikan islam adalah
mendidik anak untuk beriman, bertaqwa, mengembangkan mentalitas keagamaan, menguasai
ilmu pengetahuan, dan mampu menerapkan apa yang telah dipelajari di sekolah untuk
menyesuaikan diri dengan kehidupan masyarakat yang lebih luas (Nurjaman, 2020).
Merupakan wahyu Allah SWT bahwa bersikap dan berkarakter yang baik merupakan ciri
yang patut diutamakan. Dalam Al-Quran Surat Al-Hujurat: 13 Allah SWT berfirman

yang artinya “Sesungguhnya yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah
orang yang bertaqwa. Taqwa artinya saat kita dapat menjalankan perintah-perintah Allah
dengan bentuk ketaatan kita kepada-Nya dan menjauhi segala larangan macam apapun yang
dikatakan oleh Allah SWT. Sebagaimana adanya agama adalah untuk kebaikan umat manusia
sendiri, melindungi segala macam kepentingan manusia, mengajak kebenaran, dan melarang
untuk berbuat kejahatan (Nasution, 2021). Di dalam Al-Qur’an Q.S Ali-Imran: 110 Allah
SWT berfirman 
















yang artinya “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh
kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah”. Dan ini
terbukti adanya islam adalah untuk kemaslahatan umatnya. Dan apapun yang terjadi pada
manusia adalah berasal dari perbuatan manusia itu sendiri. Allah berfirman dalam Q.S An-
Nisa’: 79







yang artinya: "Apa saja nikmat yang
kamu peroleh adalah dari Allâh, dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan)
dirimu sendiri."
Akhlak yang harus diberikan kepada anak-anak sebagai pencegahan kasus kekerasan
seksual adalah Pertama, membekali diri dengan pemahaman agama yang utuh. Dalam Islam
hal-hal yang dilarang dan diperbolehkan untuk dilakukan adalah untuk kebaikan manusia itu
sendiri. Iman terkadang dapat naik juga dapat turun. Pembekalan diri terhadap ilmu patut
diutamakan sebelum adanya amal. Dengan itu memang tidak salah suatu pepatah arab
dikatakan Tuntutlah ilmu dari buaian hingga liang lahat” yang berarti selama kita hidup
janganlah berputus asa dalam menimba ilmu, kuatkan diri dengan iman, sebagaimana Allah
SWT berfirman dalam Q.S Al-Hijr: 39-40












yang artinya “Ia (Iblis) berkata, "Tuhanku, oleh karena Engkau telah
memutuskan bahwa aku sesat, aku pasti akan jadikan (kejahatan) terasa indah bagi mereka di
bumi, dan aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba-Mu yang terpilih di
antara mereka."”. Segala bentuk kejahatan dan kemunkaran adalah bagian dari godaan setan
untuk membuat manusia jatuh, lemah, sehingga menyerah. Dalam suatu tafsir Kementerian
Agama disebutkan bahwa setan akan membuat menyesatkan manusia dengan menjadikan
perbuatan jahat menjadi baik menurut pandangannya. Dengan hawa nafsunya, maka kuatkan
diri dengan pemahaman agama yang baik, berbuat ikhlash, dan selalu membekali diri dengan
lingkungan yang baik. Kedua, keteladanan orang tua. Sangat memberikan pengaruh kepada
anak jika orang tua dapat memberikan keteladanan. Setiap hari anak berinteraksi dengan orang
tua, bahkan dari umur 0 pun orang tua yang memberikan pendidikan kepada anak. Jika orang
tua tidak dapat memberikan pendidikan yang baik, mencontohkan hal yang baik, maka
bagaimana seorang anak akan dapat terbentuk pada sikap yang baik. Ketiga, pembekalan ilmu
yang cukup. Jika hanya agama sebagai bekal kehidupan anak tentu tidaklah cukup agar anak
dapat berani bertingkah laku secara cukup dalam menjalani seluruh aktivitas sosialnya perlu
ilmu mengenai bagaimana menjalani hidup dalam ilmu melakukan, prinsip-prinsip hidup dalam
hidup bersosial, membantu, tolong-menolong, saling mengenal, dan itu membutuhkan ilmu
penerapan. Keempat, mencari lingkungan yang baik. Pendidikan tidak hanya diberikan kepada
Academy of Social Science and Global Citizenship Journal
Vol. 1, No. 2, Desember 2021, page: 83-90
89
seorang anak di dalam lingkungan keluarga saja, melainkan di dalam aktivitas kehidupan
sehari-hari mereka seperti di sekolah, di masyarakat, dan dalam circle pertemanan mereka.
Lingkungan bagaikan wadah yang akan membentuk setiap individu di dalamnya dengan
berbagai macam interaksi sosial yang dilakukan, sistem kehidupan sehari-hari yang mereka
hadapi dan mereka sibukkan, juga berbagai macam risiko yang dihadapi, serta efek positif dan
negatifnya.
4. Kesimpulan
Pendidikan dapat melahirkan karakter-karakter yang bermutu, manusia yang berkarakter,
menciptakan lingkungan pendidikan sosial yang memiliki daya mental dan kepercayaan diri
yang lebih baik. Banyaknya kasus pelecehan seksual dan kekerasan seksual yang disandingkan
dalam proses pendidikan, maka dalam masalah ini sangat perlu sebagai bangsa untuk melihat
permasalahan dengan lebih kompleks. Sesuai dengan Sila kesatu dalam Pancasila yaitu
Ketuhanan Yang Maha Esa, bahwa tidak hanya berpedoman bahwa warga negara untuk
menyandang status identitas keagamaan saja, tetapi juga agama tersebut juga merupakan bagian
dari solusi segala permasalahan di dalam kehidupan manusia itu sendiri, karena di dalam hal
apapun yang terjadi dalam kehidupan manusia adalah berasal akibat dari manusia itu.
Diantara hal yang menjadi solusi pencegahan kasus kekerasan seksual adalah Pertama,
membekali diri dengan pemahaman agama yang utuh. Segala bentuk kejahatan dan kemunkaran
adalah bagian dari godaan setan untuk membuat manusia jatuh, lemah, sehingga menyerah.
Kedua, berikan keteladanan yang baik dari orang tua. Bagaimana aktivitas dan interaksi orang
tua kepada anak akan memberikan pengaruh gambaran kedepannya bagaimana kehidupan sang
anak. Ketiga, membekali anak dengan ilmu pengetahuan bahwa ilmu pengetahuan akan terus
berkembang, seperti dalam kasus pelecehan seksual agar seorang anak dapat menghindari
masalah tersebut terdapat beberapa hal diantaranya mengetahui ilmu tentang alat-alat
reproduksi pria dan wanita, menjaga ikhtilat, menjaga tontonan, dan sebagainya. Keempat,
mencari lingkungan yang baik. Sebagaimana lingkungan adalah wadah yang akan membentuk
setiap individu di dalamnya, maka sangat berpengaruh lingkungan menjadi faktor utama pada
perkembangan dan pertumbuhan sang anak
5. Ucapan Terima Kasih
Di dalam penelitian ini merupakan bagian dari sedikit solusi yang ditawarkan yang bertumpu
pada pemahaman agama. Dimana agama sebagai solusi permasalahan kehidupan manusia yang
dengannya dapat mencegah dari kasus pelecehan seksual yang tidak diharapkan semua orang
tua. Saya ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang turut mensupport dalam pembuatan
pembuatan artikel ini.
6. Daftar Pustaka
Albina, M., & Aziz, M. (2022). Hakikat Manusia dalam Al-Quran dan Filsafat Pendidikan
Islam. Islami: Jurnal Pendidikan Islam.
http://jurnal.staialhidayahbogor.ac.id/index.php/ei/article/view/2414
Alucyana, A., Raihana, R., & Utami, D. T. (2020). Urgensi Pendidikan Seks Pada Anak Usia
Dini. … : Jurnal Pendidikan Anak.
https://www.syekhnurjati.ac.id/jurnal/index.php/awlady/article/view/5451
Anwar, S. (2022). Evaluasi Pendidikan Menuju Insan Kamil Perspektif Filsafat Islam. Jurnal
Pendidikan Nusantara.
https://ejournal.tahtamedia.com/index.php/nusantara/article/view/7
Academy of Social Science and Global Citizenship Journal
Vol. 1, No. 2, Desember 2021, page: 83-90
90
Ummah, U., et.al (Agama sebagai Benteng untuk... )
Azmi, M. N., & Zulkifli, M. (2018). Manusia, akal dan kebahagiaan (Studi analisis komparatif
antara al-Qur’an dengan filsafat Islam). Al Qalam: Jurnal Ilmiah Keagamaan ….
https://www.jurnal.stiq-amuntai.ac.id/index.php/al-qalam/article/view/75
Hendayani, M. (2019). Problematika Pengembangan Karakter Peserta Didik di Era 4.0. Jurnal
Penelitian Pendidikan Islam. https://riset-iaid.net/index.php/jppi/article/view/368
Izzah, I. (2018). Peran Pendidikan Agama Islam dalam Membentuk Masyarakat Madani.
PEDAGOGIK: Jurnal Pendidikan.
https://ejournal.unuja.ac.id/index.php/pedagogik/article/view/219
Karim, M., Long, A. S., & Badaruddin, F. (2021). Pendidikan akhlak dalam menangani isu
gejala sosial pelajar [Moral education in addressing the issue of student sosial sympton].
… International Journal of …. https://nunjournal.com/index.php/qalam/article/view/30
KemenPPPA. (2023). Peta Sebaran Jumlah Kasus Kekerasan Menurut Provinsi, Tahun 2023.
https://kekerasan.kemenpppa.go.id/ringkasan
Lewoleba, K. K., & Fahrozi, M. H. (2020). Studi Faktor-Faktor Terjadinya Tindak Kekerasan
Seksual Pada Anak-Anak. Esensi Hukum.
https://journal.upnvj.ac.id/index.php/esensihukum/article/view/20
Nasiruddin, N. (2018). Pembentukan Karakter Anak melalui Keteladanan Orang Tua. Jurnal
Kependidikan.
https://ejournal.uinsaizu.ac.id/index.php/jurnalkependidikan/article/view/1933
Nasution, A. R. (2021). Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Di Dalam Kitab Al-Risalatul
Qusyariyah. Edu Global: Jurnal Pendidikan Islam. https://jurnal.stain-
madina.ac.id/index.php/eduglobal/article/view/499
Nurjaman, A. R. (2020). Pendidikan Agama Islam. books.google.com.
https://books.google.com/books?hl=en&lr=&id=fs38DwAAQBAJ&oi=fnd&pg=PA1&d
q=pendidikan+agama&ots=G5htQgU5oG&sig=NVr9-nZvSb6_ZZ7SnNR6gpIrK_E
Suardi, W. I. (2019). Metode Penelitian Ekonomi Syariah. In Gawe Buku (Issue September).
Wulandari, R., & Suteja, J. (2019). Konseling pendidikan seks dalam pencegahan kekerasan
seksual anak (ksa). In Prophetic: Professional, Empathy and …. scholar.archive.org.
https://scholar.archive.org/work/wjrelrvzhneovgpd2tcx52te5a/access/wayback/http://ww
w.syekhnurjati.ac.id/jurnal/index.php/prophetic/article/download/4751/2287