merupakan salah satu bentuk hubungan abusive dan toxic yang cukup sering terjadi
didalam hubungan. Kekerasan fisik dapat berupa tendangan, pukulan, dan sebagainya
yang mengakibatkan cendera, luka. Bukan hanya cedera, masalah kesehatan dan bahkan
kematian mengintai korban tindakan ini.Kekerasan dalam rumah tangga tidak hanya
berupa tindakan fisik, tetapi dapat juga berbentuk sangat halus dan tidak dapat dilihat
dengan kasat mata seperti kecaman, kata-kata yang meremehkan dan sebagainya.
Bahkan bahasa tubuh yang mempunyai makna mendiskriminasikan, menghina,
menyepelekan atau makna lain yang berarti kebencian adalah termasuk kekerasan.
Sedangkan kekerasan emosional atau psikologis tidak dapat menimbulkan akibat
langsug, namun dampaknya dapat membuat korban mengalami trauma dan putus asa
apabila kejadian tersebut berlangsung secara berulang-ulang kali.
2. Faktor-faktor terjadinya KDRT
(Sutiawati & Mappaselleng, 2020) mengungkapkan bahwa Kekerasan dalam
rumah tangga adalah kejadian umum yang sangat sulit untuk diidentifikasi. Pihak yang
bertanggung jawab Pertama, kekerasan dalam rumah tangga terjadi dalam konteks
kehidupan keluarga, yang dipandang sebagai masalah pribadi yang tidak boleh
diintervensi (campur tangan) oleh pihak luar. Korban (istri atau anak) adalah pihak
yang secara fundamental lemah dan bergantung, terutama dalam ekonomi dengan
pelaku (suami).
Fenomena kasus kekerasan dalam rumah tangga bahwa terdapat beberapa faktor
yang menjadi penyebab terjadinya kekerasan dalam rumah tangga yaitu,
perselingkuhan, masalah ekonomi, campur tangan pihak ketiga, bermain judi, budaya
patriarki serta perbedaan prinsip. Faktor perselingkuhan merupakan faktor utama yang
menyebabkan kekerasan dalam rumah tangga. (Syafitri et al., 2022)
Ibu Dwi Astuti mengungkapkan bahwa kasus kekerasan dalam rumah tangga
yang ditemuai di Desa Kalangan Baturetno Banguntapan Bantul ini disebabkan oleh
kecemburuan dan anggapan bahwa orang laki-laki merupakan tokoh yang dominan
yang memiliki kekuatan dalam keluarganya, sehingga sering menggap perempuan
lemah. Ungkapan ini sesuai dengan adanya hubungan kekuasaan yang tidak seimbang
antara suami dan istri. Budaya patriarki laki-laki atau suami berada dalam tingkat
kekuasaan yang lebih tinggi dari pada perempuan atau istri.
Berbeda dengan ungkapan Ibu Nur Wakidah dan Ibu Nova Riana, beliau
mengungkapkan bahwa faktor terjadinya kekerasan dalam rumah tangga di Desa
Kalangan Baturetno Banguntapan Bantul disebabkan karena masalah ekonomi, tingkat
pendidikan dan keterbatasan pemahaman agama yang dimiliki.
3. Dampak Psikologis Perempuan Korban KDRT
KDRT merupakan perilaku yang memberikan dampak yang sangat kompleks
terhadap perepuan korban KDRT. Seperti yag sudah dijelaskan sebelumnya, bahwa
terdapat beberapa bentuk kekerasan, seperti kekerasan fisik, kekerasan seksual, psikis
dan ekonomi. Tindakan tersebut dapat memberikan dampak psikologis terhadap
peremepuan korban KDRT, misalnya korban trauma, korban merasa cemas, ketakutan,
depresi, sering melamun, murung, mudah menagis,sulit tidur, hingga mimpi buruk.
Bukan hanya terhadap perempuan saja yang dapat mengalami guncangan
psikologis tetapi anak juga dapat mendapat dampaknya seperti, gangguan
perkembangan mental, kelambatan psikomotor dan intelektual, problem perilaku dan
emosi. Dan kemungkinan kehidupan anak akan dibimbing dengan kekerasan, anak
dapat mengalami depresi dan anak berpotensi untuk melakukan kekerasan pada
pasangannya apabila telah menikah karena anak mengimitasi perikau dan cara
memperlakukan orang lain sebagaimana yang dilakukan oleh orang tuanya.