pemimpin belajar dan fasilitator belajar, sedangkan siswa berperan sebagai pelajar atau
individu yang belajar. Keterpaduan kedua fungsi tersebut mengacu kepada tujuan yang sama,
yaitu memanusiakan siswa yang secara operasional tercermin dalam tujuan pendidikan dan
tujuan pengajar. Dalam kaitan inilah, belajar dan mengajar merupakan dua konsep yang tidak
bisa dipisahkan satu sama lain.
Belajar mengacu kepada kegiatan siswa, dan mengajar mengacu kepada kegiatan guru.
Belajar adalah proses perubahan tingkah laku seseorang berkat pengalaman dan latihan,
sedangkan mengajar adalah usaha memberikan bimbingan kepada siswa dalam belajar.
Belajar dan mengajar sebagai proses terjadi manakala terdapat interaksi antara guru sebagai
pengajar dengan siswa sebagai pelajar. Menurut Nana Sudjana (1996:11), dalam interaksi
tersebut minimal harus terdapat empat unsur, yakni adanya tujuan pengajaran, adanya bahan
pengajaran, adanya metode dan alat bantu pengajaran, dan adanya penilaian untuk mengukur
tercapai tidaknya tujuan pengajaran. Keempat unsur tersebut tidak berdiri sendiri-sendiri,
tetapi saling berhubungan, bahkan saling mempengaruhi satu sama lain. Berdasarkan uraian di
atas, maka dapat diasumsikan bahwa salah satu unsur terpenting terwujudnya kelancaran
proses belajar mengajar adalah kemampuan guru dalam memilih metode mengajar yang baik.
Dalam pandangan Nana Sudjana (1988:76), yang dimaksud dengan metode mengajar adalah
“cara yang dipergunakan guru dalam mengadakan hubungan dengan siswa pada saat
berlangsungnya pengajaran”. Menurut Ismail SM (2001:221), dalam dunia pendidikan, metode
pengajaran berfungsi sebagai salah satu alat untuk menyajikan bahan pelajaran dalam rangka
mencapai tujuan yang telah ditetapkan, walaupun di sini ada banyak faktor yang
mempengaruhi dalam pemilihan dan penggunaan suatu metode.
Dalam kaitan dengan ketepatan memilih metode mengajar, tugas utama guru adalah
menciptakan suasana atau iklim belajar mengajar yang dapat memotivasi siswa untuk
senantiasa belajar dengan baik dan bersemangat. Dengan iklim belajar mengajar yang
menantang berkompetisi secara sehat serta memotivasi siswa dalam belajar, akan berdampak
positif dalam pencapaian prestasi belajar yang optimal. Sebaliknya, tanpa hal itu apa pun yang
dilakukan guru tak akan mendapat respon siswa secara aktif. Untuk itu seyogianya guru
memiliki kemampuan dalam memilih dan menggunakan metode mengajar yang tepat. Dalam
pelaksanaan pembelajaran PKn, banyak sekali metode mengajar yang dapat digunakan guru.
Sebagaimana dikatakan oleh Muhaimin dan Abdul Mujib (1993:230), dalam penggunaan
metode Pendidikan Kewarganegaraan yang perlu dipahami adalah bagaimana seorang guru
dapat memahami hakikat metode dan relevansinya dengan tujuan utama Pendidikan
Kewarganegaraan, yaitu terbentuknya warga negara yang baik. Dalam kaitan inilah, maka
seorang guru PKn harus mampu mendorong siswanya untuk menggunakan akal pikirannya
dalam menelaah dan mempelajari gejala kehidupannya sendiri dan alam sekitarnya,
mendorong siswa untuk mengamalkan ilmu pengetahuannya dan mengaktualisasikan dalam
kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, prinsip dasar penggunaan metode pembelajaran
kerja kelompk dalam pelajaran PKn adalah bagaimana seorang guru mampu memotivasi
siswanya dalam belajar kerja sama memecahkan masalah. Dalam proses pembelajaran, upaya
tersebut tentunya harus dilakukan dengan terus meningkatkan aktivitas dan kreativitas siswa
dengan senantiasa mendapat bimbingan gurunya.
Oleh karena itulah, salah metode yang dianggap tepat dalam mendorong aktivitas belajar
siswa adalah metode kerja kelompok. Menurut Muhammad Uzer Usman dan Lilis Setiawati
(1993:130), yang dimaksud dengan metode kerja kelompok adalah suatu cara penyajian
pelajaran dengan cara siswa mengerjakan sesuatu (tugas) dalam situasai kelompok d bawah
bimbingan guru. Jadi, dalam metode kerja kelompok ini peranan siswa lebih besar, sedangkan
peranan guru bersifat membimbing dan mengarahkan. Oleh karena itu, maka siswalah yang
berperan menentukan dirinya berhasil atau tidaknya dalam meningkatkan derajat ketaqwaan