AoSSaGCJ, Vol. 2, Issue 1, (2022) page 11-20
Academy of Social Science and Global Citizenship Journal
ISSN: xxxx-xxxx (Print) xxxx-xxxx (Online)
Journal Homepage: https://jurnal.ucy.ac.id/index.php/AoSSaGCJ/index
11
10.47200/AoSSaGCJ.v2i1.1583 aossagcj@gmail.com
Kinerja Guru PPPKn dalam Meningkatkan
Nasionalisme Siswa (studi kasus pelaksanaan
mata pelajaran PPPKn di SMP Negeri 3 Bau-bau)
Nasra
a,1*
, Intan Kusumawati
b,2
, Paiman
c,3
abc
Universitas Cokroaminoto Yogyakarta, Jl. Perintis Kemerdekaan, Gambiran, Pandeyan, Umbulharjo,
Yogyakarta, Kode Pos 55161, Indonesia.
1
nasrananas@gmail.com;
2
intankusumawati1978@gmail.com;
3
paimanrahmantosali[email protected]
*
Corresponding Author
INFO ARTIKEL
ABSTRAK
Sejarah Artikel:
Diterima: 1 Januari 2022
Direvisi: 12 Maret2022
Disetujui: 7 Mei 2022
Tersedia Daring: 1 Juni 2022
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pembelajaran PPKn di SMP
Negeri 3 Bau-Bau, dan untuk mengetahui kreativitas guru PPKn di SMP
Negeri 3 Bau-Bau dalam menerapkan nilai-nilai nasionalisme dalam
pembelajaran PPKn. Penelitian ini merupakan jenis penelitian
deskriptif kualitatif. Tehnik pengumpulan data yang digunakan dalam
penelitian ini menggunakan tehnik wawancara, observasi, studi
literatur, dan studi dokumentasi. Tehnik analisis data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah menggunakan tehnik analisis deskriptif dan
analisis infarensi. Kesimpulan yang dihasilkan dalam penelitian ini
adalah pembelajaran PPKn di SMPN 3 Bau-Bau bisa dikatakan sudah
maksimal dalam membekali siswa tentang penanaman nilai-nilai
nasionalisme serta pemahaman kebangsaan dan tanggung jawab
kewargaan seperti bagaimana menjalin interaksi yang harmonis antar
sesama. Pembelajaran PPKn, juga diakui sebagai bahan ajar yang
mampu memproteksi siswa dari jeratan radikalisme. Ketika saat ini
ditemui banyaknya anak-anak remaja kita yang terpapar radikalisme
dan rata-rata dari mereka juga masih usia sekolah. Saran sekaligus
rekomendasi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: (1)
Diharapkan pihak SMPN 3 Bau-Bau melalui pembelajaran PPKn dapat
memaksimalkan penanaman nilai-nilai Nasionalisme kepada para
siswanya, (2) Diharapkan pihak SMPN 3 Bau-Bau memperluas lagi
metode pembelajaran PPKn dengan pendekatan yang lebih lugas
sehingga para siswanya mudah menyerap substansi pembelajaran
PPKn tersebut, (3) Diharapkan Guru PPKn di SMPN 3 Bau-Bau lebih
giat lagi mencari media pembelajaran yang tepat saat mengajarkan
pelajaran PPKn di kelas. Sehingga memaksimalkan penanaman nilai-
nilai nasionalisme dalam pembelajaran PPKn di kelas, (4) Diharapkan
pihak SMPN 3 Bau-Bau lebih rutin mendorong loka karya tentang
wawasan kebangsaan yang melibatkan para siswanya. Sehingga
harapannya wawasan kebangsaan menjadi unsur perekat dalam
interaksi antara siswa dengan siswa maupun antara guru dengan
siswa.
Kata Kunci:
Guru PPKn
Kinerja
Nasionalisme
ABSTRACT
Keywords:
Teacher PPKn
Performance
Nationalism
This study aims to determine the learning of PPKn at SMP Negeri 3
Bau-Bau , and to find out the creativity of PPKn teachers at SMP Negeri
3 Bau-Bau in applying nationalism values in PPKn learning. This
research is a type of qualitative descriptive research. The data
collection techniques used in this study used interview techniques,
observations, literature studies, and documentation studies. The data
analysis technique used in this study is to use descriptive analysis
techniques and infarence analysis. The conclusion produced in this
study is that PPKn learning at SMP Negeri 3 Bau-Bau can be said to
Academy of Social Science and Global Citizenship Journal
Vol. 2, No. 1, Juni 2022, page: 11-20
12
Nasra, et.al (Kinerja Guru PPKn dalam Meningkatkan.)
have been maximized in equipping students about the cultivation of
nationalism values as well as understanding nationalism and civic
responsibilities such as how to establish harmonious interactions
between each other. PPKn learning is also recognized as teaching
material that is able to protect students from the entanglement of
radicalism. Currently, many of our teenage children are exposed to
radicalism and the average of them is still of school age. The
suggestions and recommendations in this study are as follows: (1) It is
hoped that SMP N egeri 3 Bau-Bau through PPKn learning can
maximize the cultivation of Nationalism values to its students, (2) It is
hoped that SMP Negeri 3 Bau-Bau will further expand the PPKn
learning method with a more straightforward approach so that the
students can easily absorb the substance of the PPKn learning, (3) It is
hoped that PPKn teachers at SMP Negeri 3 Bau-Bau will be more
active in looking for the right learning media when teaching PPKn
lessons in class. So as to maximize the cultivation of nationalism values
in KDP learning in the classroom, (4) It is hoped that the SMP Negeri 3
Bau-Bau will more regularly encourage workshops on national insights
that involve its students. So it is hoped that national insight will
become an adhesive element in the interaction between students and
students and between teachers and students..
© 2022, Nasra, dkk
This is an open access article under CC BY-SA license
1. Pendahuluan
Semangat nasionalisme diperlukan dalam perkembangan pendidikan yang berbasis pada
pembentukan karakter dan mentalitas warga negara, sehingga tata nilai yang menjadi pondasi
pembangunan bangsa tetap lestari dan menjadi modal sosial yang dapat menguatkan sendi-
sendi peradaban bangsa di tengah berkecamuknya proses globalisasi. Sendi-sendi yang
menopang perubahan bangsa adalah perubahan karakter dan mentalitas generasinya/rakyatnya,
hal tersebut menjadi pondasi yang kokoh dari tata nilai bangsa (Mohammad Takdir Illahi,
2012: 27).
Kondisi tersebut menjadi penting untuk disikapi secara serius, mengingat dalam era baru
seperti saat ini muncul kecenderungan generasi bangsa yang tidak lagi mempedulikan aspek
dari nilai-nilai kebangsaan yang dimiliki negaranya sendiri. Proses globalisasi yang ditandai
dengan adanya perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan komunikasi telah berhasil
mengubah warna dunia terutama negara-negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia.
Globalisasi mempunyai pengaruh dalam mendorong munculnya tentang perubahan dunia yang
berlaku. Masuknya berbagai macam tehnologi di negara-negara yang sedang berkembang
membawa manfaat besar tetapi juga membawa petaka. Sebab pemanfaatan tehnologi bagi
anak-anak mudah usia sekolah di negara yang sedang berkembang termasuk salah satunya
Indonesia disatu sisi digunakan untuk kebutuhan positif seperti penggunaan ponsel guna
mengakses informasi. Tetapi disisi lain, ponsel juga digunakan untuk memanipulasi, mencuri,
melakukan tindakan-tindakan yang bertentangan dengan nilai-nilai etis/moral. Belum lagi
kekentalan sikap gaya hidup mewah pada diri anak-anak mudah di Indonesia yang makin
tinggi menjadi bukti bahwa nasionalisme anak-anak muda Indonesia belum mampu
mengimbangi arus globalisasi yang kompetitif tersebut.
Academy of Social Science and Global Citizenship Journal
Vol. 2, No. 1, Juni 2022, page: 11-20
13
Nasra, et.al (Kinerja Guru PPKn dalam Meningkatkan….)
Keruntuhan suatu bangsa ditandai dengan semakin runtuhnya tata nilai dan karakter suatu
bangsa, karakter dan mentalitas rakyat yang kokoh dari suatu bangsa tidak terbentuk secara
alami, melainkan melalui interaksi sosial yang dinamis dan serangkaian program yang
diarahkan oleh pemimpin bangsa. Faktor intern yang berpengaruh besar pada pembentukan
karakter bangsa adalah pembangunan di bidang pendidikan (Mohammad Takdir Illahi, 2012:
28). Sistem pendidikan yang baik yang berakar pada karakter bangsa Indonesia yang mampu
mengurai benang merah dari carut marutnya kondisi kebangsaan kita dari berbagai macam
sendi. Di bidang pendidikan misalnya, juga terjadi penyimpangan, dimana praktik kekerasan
mewarnai pelaksanaan pendidikan kita seperti masifnya praktik bullying di sebagaian besar
sekolah di Indonesia yang tidak mendapatkan evaluasi serius dan mendalam hingga
menyentuh keakar persoalan (Sejiwa. 2008: 2). Jika hal tersebut dibiarkan, maka interaksi
sosial di sekolah akan rapuk dan out put pendidikan tidak bisa diandalkan untuk berkontribusi
mengubah suasana yang tak terkendali sebagaimana penjelasan tersebut di atas.
Di aspek ekonomi banyak ditemukan manipulasi dalam aktivitas bisnis antar warga,
praktik tersebut tidak memberikan manfaat dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat suatu
bangsa malah membawa kebangrutan. Begitu juga dalam aspek budaya, dimana interaksi antar
bangsa seolah terjadi gangguan. Rentanya konflik antar bangsa di negri ini menjadi bukti
rapuknya tata nilai dan karakter bangsa sehingga hal ini penting untuk disikapi. Selanjutnya
pada aspek hukum juga terjadi problem dimana penegakan hukum tidak berjalan sesuai
dengan tujuan awalnya, hukum yang secara konsepsional dibuat untuk menata kehidupan
bangsa malah digunakan untuk memperkaya diri. Kekinian muncul tren, dimana penegakan
hukum tidak konsisten yang salah bisa jadi benar jika mampu membayar. Sebaliknya yang
benar menjadi salah jika tidak mampu membayar para penegak hukum yang ada. Kemudian
pada aspek politik juga terjadi anomali, dimana proses politik kita masih diwarnai dengan
suasana yang tidak sehat. Seperti politik uang dan kekerasan dalam politik tidak akan mampu
memperbaiki keadaan bangsa. Berbagai permasalahan tersebut akan bisa diatasi hanya dengan
memaksimalkan pelaksanaan desain pendidikan yang berkarakter di bangsa ini.
Internalisasi nilai-nilai nasionalisme merupakan sebagian kecil dari rencana pendidikan
yang ada. Jadi internalisasi merupakan proses belajar kebudayaan yang ditanamkan dalam
setiap individu. Melalui internalisasi nilai-nilai budaya yang terkandung dalam pendidikan
dapat membentuk karakter bangsa dan mencegah negatifnya globalisasi dan menanamkan
nasionalisme bangsa. Melalui pendidikan upaya internalisasi dapat berlangsung guna
membentuk sikap dan karakter siswa (Hidayatullah, 2010: 209). Ruang yang paling strategis
dalam melakukan proses internalisasi nilai-nilai nasionalisme tersebut, yakni pelaksanaan
pendidikan di sekolah dengan sistem pendidikan yang lahir dari karakter bangsa sendiri.
Bukan dengan sistem pendidikan yang diadopsi dari negara lain.
Pendidikan merupakan kebutuhan untuk kehidupan yang manusiawi. Pendidikan adalah
proses perubahan sikap dan perilaku seorang atau kelompok melalui upaya pengajaran dan
pelatihan (Kesuma, 2011: 53). Melalui pendidikan dan kesadaran pentingnya pendidikan
manusia diharapkan memiliki sikap dan perilaku yang berbudi sesuai dengan norma-norma
yang berlaku. Melalui pendidikan, manusia dapat mendewasakan dirinya agar mampu
membedakan mana yang baik dan mana yang kurang baik. Hal tersebut dikuatkan pula oleh
Sudjoko, dkk (2009: 11) yang menjelaskan bahwa pendidikan pada manusia yang membuat
dirinya manusiawi bukan semata-mata hanya pendidikan teknologi, tapi juga pendidikan
agama, filsafat, ilmu, seni, dan budaya.
Hal tersebut menjadi kontekstual ketika saat ini muncul kecenderungan banyak pihak
yang menjalani proses pendidikan dengan orientasi hanya mengejar sensasi dari pada tujuan
pendidikan itu sendiri. Suasana ini bisa dilihat dari kebiasaan banyak pihak yang dalam proses
pendidikan lebih mengejar titel, ijasa, dan status sosial yang lain tetapi mengabaikan usaha
memahami atau menguasai ilmu pengetahuan dalam proses pendidikan yang digelutinya.
Academy of Social Science and Global Citizenship Journal
Vol. 2, No. 1, Juni 2022, page: 11-20
14
Nasra, et.al (Kinerja Guru PPKn dalam Meningkatkan.)
Akibatnya banyak para sarjana atau para pihak yang berpendidikan dinegri ini tetapi tidak bisa
diandalkan untuk menyelesaikan persoalan disekitarnya.
Tujuan pendidikan dalam suatu bangsa disesuaikan dengan kepentingan bangsa itu
sendiri. Pendidikan nasional Indonesia bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik
agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab (Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Bab II Pasal 3 tentang sistem
pendidikan nasional). Untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional tersebut, berbagai usaha
telah dilakukan oleh pemerintah, di antaranya adalah pembaharuan sistem pendidikan.
Deskripsi tersebut di atas memiliki relevansi setelah ditemui kenyataan dimana dunia
pendidikan di Indonesia beberapa tahun terakhir diketahui dilanda problem, mulai dari
rendahnya prestasi peserta didik disebagian besar sekolah, banyaknya lulusan sekolah yang
kemudian menjadi pengangguran, sampai pada maraknya praktik kekerasan seksual di
sekolah. Fenomena tersebut sama sekali tidak sesuai dengan tujuan atau pun sistem pendidikan
di Indonesia. Dalam kondisi menghawatirkan tersebut diharapkan muncul upaya pemerintah
dalam mengevaluasi sistem pendidikan yang ada agar out put pendidikan kita bisa diandalkan
untuk mengurai berbagai persoalan yang dihadapi bangsa ini.
Pembaharuan sistem pendidikan dilakukan untuk memperbaharui visi, misi dan strategi
pembangunan bidang pendidikan. Pendidikan nasional mempunyai visi terwujudnya sistem
pendidikan sebagai pranata sosial yang berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara
Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif
menjawab tantangan zaman yang selalu berubah (Penjelasan atas UU No. 20 Tahun 2003).
Motif pembaharuan sistem pendidikan nasional memang perlu dikembangkan sedemikian
rupa sehingga berpotensi kuat untuk dapat mewujudkan proses pendidikan yang mampu
menciptakan lingkungan belajar dan pembelajaran yang mampu menumbuh kembangkan
potensi peserta didik dalam bentuk kemampuan mencari tahu (learning to know), kemampuan
untuk menggunakan pengetahuan untuk bekerja (learning to do), kemampuan untuk hidup
harmonis dan produktif dalam lingkungannya (learning to live together), dan kemampuan
untuk hidup dan belajar sepanjang hayat (learning to be) termasuk didalamnya mampu hidup
melalui kehidupan itu sendiri (leming through life). Kondisi ideal tersebut akan terwujud
hanya dengan pelaksanaan proses pembaharuan sistem pendidikan yang subtansial, seperti
evaluasi kurikulum yang tidak hanya ganti nama melainkan evaluasi yang benar-benar melihat
sisi kelemahan pendidikan yang ada. Sehingga pelaksanaan pendidikan kita mampu
memberikan kontribusi berarti dalam perjalanan kehidupan bermasyarakat dan berbangsa
sebagaimana yang dicita-citakan para pendiri bangsa.
Menurut Zubaedi (2011: 53), “Visi pendidikan adalah upaya untuk mencetak sumber daya
manusia yang handal dibidangnya”. Namun pada kenyataannya keadaan yang seperti ini
menjadi racun yang memperparah kondisi pendidikan. Pendidikan yang menempatkan peserta
didik sebagai pihak yang pasif dapat diperlakukan seenaknya oleh pendidik. Sekolah seakan
beralih fungsi hanya mencetak tamatan dengan keahlian tertentu untuk dapat diterima di
lapangan usaha tanpa mempertimbangkan bakat, minat, kemampuan dan kondisi yang dimiliki
peserta didik. Agar pelaksanaan pendidikan kita bisa mengurai berbagai permasalahan
sebagaimana penjelasan di atas aktor pendidikan disekolah (guru) dituntut untuk lebih kreatif
dan inovatif dalam proses belajar mengajar di sekolah. Keahlian guru dalam menciptakan
suasana pembelajaran yang demokratis (strategi pembelajaran yang memberikan kebebasan
bagi siswa untuk mengekspresikan gagasan atau pikiranya) menjadi tuntutan utama. Dalam
artian, mendorong pelaksanaan pendidikan yang menempatkan peserta didik sebagai subjek
yang aktif bukan proses pembelajaran yang menjadikan siswa sebagai objek yang pasif
(Syaiful Sagala. 2011: 37). Pembelajaran yang menempatkan siswa sebagai subjek yang aktif
akan menghasilkan siswa yang cerdas dan kreatif serta sebaliknya proses pembelajaran yang
Academy of Social Science and Global Citizenship Journal
Vol. 2, No. 1, Juni 2022, page: 11-20
15
Nasra, et.al (Kinerja Guru PPKn dalam Meningkatkan….)
menempatkan siswa sebagai objek akan menghasilkan lulusan yang kaku dan tidak
berkualitas.
Pendidikan bertujuan tidak hanya menghasilkan generasi muda yang cerdas dan
berkarakter sesuai dengan kebudayaan bangsa Indonesia tetapi pendidikan juga harus mampu
membentuk jiwa nasionalisme pada setiap peserta didiknya (Mohammad Takdir Illahi. 2012:
73). Manusia yang cerdas, berbudaya tanpa diimbangi dengan rasa nasionalisme akan
menghancurkan bangsa itu sendiri. Bangsa Indonesia jangan sampai menjadi bangsa yang
kehilangan jati diri dan kepribadiannya karena tidak mampu mempertahankan apa yang telah
menjadi miliknya yang semata-mata hanya mengejar kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi semata (Muhaimin Azzet, 2011:73).
Sistem pendidikan dan cara yang ada sering menjadi sasaran kritik dan kecaman karena
seluruh daya guna sistem pendidikan tersebut masih diragukan. Generasi muda banyak yang
memberontak terhadap metode-metode dan sistem pendidikan yang ada yang mampu
melenyapkan sifat-sifat peri kemanusiaan.
Melenyapnya sifat-sifat kemanusiaan dalam masyarakat seperti terjadinya korupsi,
kekerasan, tindakan asusila, perusakan, perkelahian massa, kehidupan ekonomi yang
konsumtif bahkan kelunturan rasa nasionalisme bangsa menjadi bukti nyata dari tidak
maksimalnya pelaksanaan pendidikan kita dan evaluasi sistem pendidikan kita yang relatif
tidak serius (Muhaimin Azzet, 2011:52). Masalah-masalah tersebut menandakan bahwa
pendidikan tidak cukup dengan aspek pengetahuan/kognitif saja melainkan juga harus
memperhatikan aspek kearifan nilai-nilai budaya lokal dan budaya bangsa. Berbagai aksi
kerusuhan yang mewarnai dunia pendidikan seperti, tawuran antar pelajar, dan tindakan yang
bernuansa sara seolah membuktikan bahwa pentingnya pendidikan yang bersifat humanistik
yang lebih menekankan pada aspek moral dan nilai-nilai kemanusiaan yang mengakui serta
menghargai pluraritas (Mohammad Takdir Illahi, 2012:74).
Gejala-gejala semacam itu menunjukkan nilai-nilai moral di kalangan tertentu bahkan
masyarakat merosot. Moralitas juga tampak rendah. Rendahnya moralitas dapat dilihat dari
banyaknya kasus korupsi di kalangan pejabat, perilaku rakyat yang mementingkan diri sendiri
dan rusaknya moral bangsa, maraknya kasus amoral, dan kekerasan di sekolah mencerminkan
kurang berhasilnya aktor dalam pendidikan dalam mendesain sistem pendidikan serta desain
kurikulum yang stagnan (Muslich, 2011: 46).
Salah satu upaya mendidik dan menanamkan nilai-nilai moral dan humanistik dapat
dilaksanakan melalui pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dan Lingkungan Hidup (PKLH)
dan Pendidikan Sejarah (Basri. K. 2013: 36). Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
sangatlah penting untuk menanamkan sikap berbangsa dan bernegara yang di dalamnya
banyak terkandung ajaran-ajaran moral, etika, dan rasa cinta terhadap lingkungan sekitar, dan
kesadaran akan cinta terhadap bangsa Indonesia (Hidayatullah, 2010:85).
Konsep hidup seperti menjadi modal sosial setiap individu dan masyarakat terutama
lembaga pendidikan dalam mewujudkan tatanan hidup yang ideal. Sebagaimana tujuan
pendidikan kewarganegaraan adalah menciptakan warga negara yang memiliki wawasan
kenegaraan, menanamkan rasa cinta tanah air, dan kebanggaan sebagai warga negara
Indonesia dalam diri para generasi muda penerus bangsa. Pendidikan ini tentunya harus
dipadukan dengan penguasaan ilmu dan teknologi, sehingga terciptalah generasi masa depan
yang kelak bisa memberikan sumbangsih dalam pembangunan bangsa.
Dari situ, para aktor pendidikan dituntut untuk kreatif dalam meramu metode
pembelajaran yang mampu membongkar kebekuan di diri para siswa. Pendekatan
pembelajaran yang bisa memberikan edukasi pada peserta didik sangat dibutuhkan dalam
rangka mewujudkan kualitas pendidikan termasuk kualitas hidup Bangsa. Guru PPKn dalam
hal ini penting untuk membekali diri dengan berbagai metode pembelajaran, aktor pendidikan
seperti guru PPKn bertanggung jawab untuk hal ini. Adanya kenyataan Guru PPKn yang
Academy of Social Science and Global Citizenship Journal
Vol. 2, No. 1, Juni 2022, page: 11-20
16
Nasra, et.al (Kinerja Guru PPKn dalam Meningkatkan.)
masih sering mengajar hanya menyampaikan fakta-fakta kosong, dan menghafal kronologi
kejadian-kejadian, tanpa melakukan suatu analisis mengenai peristiwa-peristiwa itu terjadi dan
nilai-nilai apa yang terkandung untuk diambil hikmahnya dalam suatu peristiwa.
Mendominasinya guru dan kurangnya kreatifitas dalam pembelajaran sejarah pada setiap
jenjang pendidikan menjadikan pembelajaran PPKn cenderung membosankan. Padahal
melalui pembelajaran PPKn dapat melatih peserta didik untuk berpikir kreatif dan logis guna
melatih dan mempersiapkan peserta didik untuk terjun dalam kehidupan masyarakat yang
nyata (Hidayatullah, 2009:42).
Peran guru sebagai pendidik merupakan peran-peran yang terkait dengan tugas memberi
bantuan dan dorongan, pengawasan dan pembinaan serta tugas-tugas yang terkait dengan
mendisiplinkan anak agar anak itu patuh terhadap aturan-aturan sekolah dan norma hidup
dalam keluarga dan masyarakat. Sedangkan peran guru sebagai pengajar adalah harus
memberikan pengetahuan, keterampilan dan pengalaman lain di luar fungsi sekolah, seperti
tingkah laku kepribadian dan spiritual. Mengajar berarti memberitahu atau menyampaikan
materi pembelajaran (Hidayatullah, 2009:43).
Aktor pendidikan termasuk guru PPKn dalam pendidikan dan pembelajaran sebaiknya
mampu menerapkan nilai-nilai yang terkandung dalam peristiwa sejarah yang disampaikan di
sekolah. Nilai-nilai sejarah yang kiranya dapat di ambil dan ditanamkan pada peserta didik
mampu menjadikan perseta didik yang mempunyai rasa tanggung jawab, patriotisme,
berkarakter dan rasa nasionalisme tinggi terhadap bangsanya.
2. Metode
Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Menengah Pertama Negeri 3 Bau-Bau Kotamadya
Bau-Bau Provinsi Sulawesi Tenggara. Sementara waktu penelitian dilaksanakan pada tahun
2021, yaitu dari tanggal 12 April sampai dengan tanggal 28 Juli 2021. Berdasarkan
permasalahan yang diteliti, metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Pendekatan ini merupakan metode yang
menggambarkan permasalahan yang dijelaskan berdasarkan fakta yang bersifat khusus
kemudian diteliti dan menarik kesimpulan secara umum (Burhan Bungin. 2001: 65).
3. Hasil dan Pembahasan
A. Analisis Hasil Penelitian
1. Pembelajaran PKn di SMP Negeri 3 Bau-bau
Menurut Undang-Undang Guru dan Dosen Nomor 14 Tahun 2005 pasal 1 ayat 10,
kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan dan perilaku yang harus dimiliki,
dihayati, dan dikuasai oleh guru dalam melaksanakan tugas keprofesionalan. Undang-Undang
Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pasal 10, kompetensi guru meliputi kompetensi
pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang
diperoleh melalui pendidikan profesi.
Kompetensi pedagogik meliputi kegiatan: a) sebelum pembelajaran yaitu: 1)
mengembangkan kurikulum, 2) perangkat pembelajaran, 3) menilai hasil belajar. b) pada saat
pembelajaran yaitu: 1) kegiatan awal, 2) kegiatan inti, dan 3) kegiatan penutup. Guru harus
mempunyai kompetensi pedagogik yang tinggi agar dapat mengelola dan melaksanakan proses
pembelajaran dengan baik dan efektif. Proses pembelajaran PKn di sekolah-sekolah terkesan
kurang menarik dan tidak efektif yang mungkin dikarenakana kurangnya kompetensi
pedagogik yang dimiliki guru. Hal itu dapat dilihat dari proses pembelajaran yang terkesan
monoton dimana metode pembelajaran yang digunakan masih dominan menggunakan metode
ceramah. Guru juga terkesan kurang kreatif dalam menggunakan dan memanfaatkan media
pembelajaran.
Academy of Social Science and Global Citizenship Journal
Vol. 2, No. 1, Juni 2022, page: 11-20
17
Nasra, et.al (Kinerja Guru PPKn dalam Meningkatkan….)
Guru kesulitan untuk memvariasikan metode dan media pembelajaran yang disebabkan oleh
kurangnya pemahaman mereka terhadap metode-metode pembelajaran baru yang lebih
mengaktifkan siswa dan karena keterbatasan media pembelajaran yang tersedia. Permasalahan
itu akan dapat teratasi apabila guru Pkn mempunyai kompetensi pedagogik yang tinggi
sehingga guru akan dapat mengimplementasikan metode dan media pembelajaran dengan tepat
sehingga pembelajaran PKn di sekolah menjadi lebih menarik bagi siswa.
Pedagogik adalah teori mendidik yang mempersoalkan apa dan bagaimana mendidik sebaik-
baiknya. Kompetensi pedagogik adalah seperangkat kemampuan dan keterampilan skill yang
berkaitan dengan interaksi belajar mengajar antara guru dan siswa didalam kelas. Kompetensi
pedagogik meliputi kemampuan guru dalam menjelaskan materi, melaksanakan materi
pembelajaran, memberikan pertanyaan, menjawab pertanyaan, mengelolah kelas, dan
melakukan evaluasi.
Sebagaimana yang dipahami bahwa pendidikan kewarganegaraan memiliki tujuan yaitu
membentuk partisipasi yang bermutu dan bertanggung jawab dalam kehidupan politik dan
masyarakat baik tingkat lokal, negara, dan nasional. Tujuan pembelajaran pendidikan
kewarganegaraan adalah untuk memberikan kompetensi sebagai berikut:
1) Berpikir kritis rasional dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan
2) Berpartisipasi secara cerdas dan tanggung jawab, serta bertindak secara sadar dalam
kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
3) Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-
karakter masyarakat di Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lain.
4) Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam peraturan dunia secara langsung dengan
memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.
Penjelasan tersebut di atas, juga tercermin dalam pemaparan Kepala Sekolah SMP Negeri 3
Bau-bau Bapak Bariun, S.Pd saat dikonfirmasi dalam wawancara menjelaskan bahwa:
“Pembelajaran PPKn di sekolah kami kita jalankan sesuai dengan tujuan pembelajaran PPKn
secara umum. Dan kami berkomitmen mempersiapkan generasi bangsa yang unggul dan
berkepribadian, baik dalam lingkungan lokal, regional, maupun global. Jadi yang kita
tekankan dalam pembelajaran PPKn di Sekolah kami ini adalah bagaiamana menanamkan
prinsip nasionalisme disela-sela pembelajaran yang kami lakukan, seperti mengambil salah
satu sejarah perjuangan bangsa Indonesia dari pase perjuangan melawan penjajah sampai pada
pase kemerdekaan. Pada pase perjuangan melawan penjajah kami mengambil perjuangan salah
satu nasional kita seperti proklamator kita, yakni Ir. Soekarno. Bagaimana dalam proses
pembelajaran kita jelaskan peristiwa bersejarah yang kemudian kita kenal dengan peristiwa
rengasdeklok. Kita sampaikan bahwa dalam peristiwa ini terjadi dialetika yang alot antara
kaum muda dan kelompok tua yang kemudian hasilnya adalah kemudian bapak proklamator
kita Soekarno-Hatta”. (Wawancara bersama Kepala Sekolah SMP Negeri 3 Bau-bau
diruanganya pada tanggal 06 Februari 2021).
B. Pembahasan
Penanaman nilai-nilai nasionalisme pada kegiatan inti dalam pembelajaran PPKn di SMP
Negeri 3 Bau-bau dapat dijelaskan bahwa pelaksanaan pembelajaran merupakan
operasionalisasi dari perencanaan pembelajaran, sehingga tidak lepas dari perencanaan
pengajaran/pembelajaran yang sudah dibuat. Oleh karenanya dalam pelaksanaannya akan
sangat tergantung pada bagaimana perencanaan pengajaran sebagai operasionalisai dari sebuah
kurikulum. Penanaman nilai nasionalisme pada siswa SMP Negeri 3 Bau-bau dilaksanakan
sesuai dengan perencanaan yang telah disusun oleh sekolah, yaitu dengan waktu 90 menit
dimana: a) siswa diminta untuk membentuk kelompok (5-6 kelompok.@ 6 orang); b) siswa
diminta untuk membaca buku teks untuk kemudian mengamati video/film/gambarsidang
BPUPKI dengan penuh rasa syukur pada Tuhan YME dan mencatat hal-hal yang penting atau
yang ingin diketahui dari video/film/gambar tersebut.
Academy of Social Science and Global Citizenship Journal
Vol. 2, No. 1, Juni 2022, page: 11-20
18
Nasra, et.al (Kinerja Guru PPKn dalam Meningkatkan.)
Guru kesulitan untuk memvariasikan metode dan media pembelajaran yang disebabkan
oleh kurangnya pemahaman mereka terhadap metode-metode pembelajaran baru yang lebih
mengaktifkan siswa dan karena keterbatasan media pembelajaran yang tersedia. Permasalahan
itu akan dapat teratasi apabila guru PPKn mempunyai kompetensi pedagogik yang tinggi
sehingga guru akan dapat mengimplementasikan metode dan media pembelajaran dengan tepat
sehingga pembelajaran PPKn di sekolah menjadi lebih menarik bagi siswa.
Pembelajaran PPKn di SMP Negeri 3 Bau-bau sudah sangat maksimal dalam setiap
pembelajaran PPKn. Adapun indikator dari masifnya implementasi nilai-nilai nasionalisme
dalam pemeblejaran PPKn di SMP Negeri 3 Bau-bau ini adalah terlihat adanya kecenderungan
para siswa di SMP Negeri 3 Bau-bau dalam bersosial dengan teman-temannya seperti: saling
menghargai teman, saling bekerja sama dan bangga melakukan upacara bendera. pendekatan
guru sejarah dalam menerapkan nilai-nilai nasionalisme dalam pembelajaran PPKn di SMP
Negeri 3 Bau-bau sudah sangat maksimal dalam setiap pembelajaran PPKn. Adapun indikator
dari masifnya implementasi nilai-nilai nasionalisme dalam pemeblejaran PPKn di SMP Negeri
3 Kota Bau-bau ini adalah terlihat adanya kecenderungan para siswa di SMP Negeri 3 Bau-bau
dalam bersosial dengan teman-temannya seperti: saling menghargai teman, saling bekerja
sama dan bangga melakukan upacara bendera.
Selain itu, tumbuhnya persatuan dan kesatuan bagi para siswa, seperti sikap gotong
royong dan saling hormat-menghormati antar sesama, selanjutnya cara sederhana yang
dilakukan oleh SMP Negeri 3 Bau-bau ini bisa dilakukan dengan proses pemutaran film-film
kebangsaan seperti film yang dokumenter tentang BPUPKI. Hal tersebut dilakukan untuk
mengingatkan kepada siswa bahwa bangsa ini direbut dan dibentuk kemerdekaanya bukan
dengan cara sederhana, instan, dan semuda membalik telapak tangan melainkan dengan waktu
panjang dan pengorbanan yang tidak sedikit.
4. Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan dalam latar belakang masalah dan hasil analisis penelitian, maka
dapat disimpulkan bahwa pembelajaran PPKn di SMP Negeri 3 Bau-bau bisa dikatakan sudah
maksimal dalam membekali siswa tentang penanaman nilai-nilai nasionalisme serta
pemahaman kebangsaan dan tanggung jawab kewargaan setiap warga negara seperti
bagaimana menjalin interaksi yang harmonis antar sesama. Pembelajaran PPKn, juga diakui
sebagai bahan ajar yang mampu memproteksi siswa dari jeratan radikalisme. Ketika saat ini
ditemui banyaknya anak-anak remaja kita yang terpapar radikalisme dan rata-rata dari mereka
juga masih usia sekolah.
Sehingga menjadi penting pelajaran PPKn digalakan di sekolah-sekolah yang menjadi
sentral bagi anak-anak kita dalam berkumpul dan belajar bersama disana. Karena ketika
pelajaran PPKn benar-benar terbumikan di sekolah-sekolah, maka penanaman karakter
kebangsaan pada siswa akan maksimal. Yang paling penting lagi adalah kita mampu
melindungi para siswa kita dari jerat radikalisme ketika pelajaran PPKn ini mampu difahami
secara mendalam anak-anak kita.
5. Daftar Pustaka
Akhmad Muhaimin Azzet, 2011. Urgensi Pendidikan Karakter di Indonesia, Jogjakarta: Ar-
Ruz Media.
Alwi Syafarudin. 2001. Strategi Keunggulan Kompetitif, Yogyakarta: BPFE.
Anwar Prabu Mangkunegara. 2000. Manajemen Sumber Daya Manusia, Bandung: PT.
Remadja Rosdakarya.
Academy of Social Science and Global Citizenship Journal
Vol. 2, No. 1, Juni 2022, page: 11-20
19
Nasra, et.al (Kinerja Guru PPKn dalam Meningkatkan….)
Aman. 2006. Pemikiran Hatta tentang Demokrasi, Kebangsaan, dan Hak Asasi Manusia.
Dalam Mozaik, Jurnal Ilmu-ilmu Sosial dan Humaniora, Volume 1, Nomor 1, edisi
Juli.
Benedict Anderson. 2001. Imagined Communities: Komunitas-Komunitas Terbayang. terj.
Omi Intan Naomi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar dan Insist.
Badri Yatim. 1999. Bung Karno, Islam dan Nasionalisme, Jakarta: LogosWacana Ilmu.
Burhan Bungin. 2001. Metodologi Penelitian Sosial, Surabaya: Airlangga University Press.
Basri. K. 2013. Integrasi Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup Dalam
Pembelajaran, Kupang: PTK Press.
Chairul Anwar. 2014. Internalisasi Semangat Nasionalisme Melalui Pendekatan Habituasi :
Perspektif Filsafat Pendidikan, ANALISIS: Jurnal Studi Keislaman, Vol. 14, No. 1,
edisi Juni.
Dharma Kesuma, 2011. Pendidikan Karakter: Kajian Teori dan Praktek di Sekolah,
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Dewi, S. 2006. Komunikasi Bisnis, Yogyakarta: CV. Andi Offset.
Doni A. Kusuma, 2007. Pendidikan Karakter; Strategi Mendidik Anak di ZamanGlobal,
Jakarta: Grasindo.
Deddy Mulyana. 2008. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya.
Faruk. 2001. Beyond Imagination: Sastra Mutakhir dan Ideologi. Yogyakarta: Gama Media.
Gibson. 2008. Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta: Erlangga.
Herman, S. dan Iwan, G. 2007. Perilaku Organisasional, Yogyakarta: Graha Ilmu.
Imron, A. 1995. Pembinaan Guru di Indonesia, Jakarta: Pustaka Jaya.
Imam Musbikin. 2010. Guru Yang Menakjubkan, Yogyakarta: Buku Biru.
Ichlasul Amal dan Armaidy Armawi (1998). Regionalisme, Nasionalisme dan Ketahanan
Nasional, Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Lexy J. Moleong. 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung :Remaja Rosdakarya.
Kusdinarsah. 2011. Pengaruh Sertifikasi Guru terhadap Peningkatan Kemampuan
Profesional Mengajar Guru PKn, (Skripsi tidak diterbitkan), Bandung: ITB.
Kusnandar. 2007. Guru Profesional, Jakarta: Rajagrafindo Persada.
Kartodirdjo, S. 1999. Multidemensi Pembangunan Bangsa: Etos Nasionalisme dan Negara
Kesatuan, Yogyakarta: Kanisius.
Kabul Budiyono, 2009. Nilai-Nilai Kepribadian dan Kejuangan Bangsa Indonesia, Bandung:
Alfabeta.
Kansil Christine, 2011. Empat Pilar Berbangsa dan Bernegara, Jakarta : Rineka Cipta.
M. Furqon Hidayatullah, 2009. Guru Sejati: Membangun Insan Berkarakter Kuat dan Cerdas,
Surakarta: Yuma Pustaka.
Mohammad Takdir Illahi. 2012. Nasionalisme Dalam Bingkai Pluralitas Bangsa Paradigma
Pembangunan & Keandirian Bangsa, Yogyakarta : Ar-Ruzz Media.
Masnur Muslich, 2011. Pendidikan Karakter Menjawab Tantangan Krisis Multidimensional,
Jakarta: Bumi Aksara,
Academy of Social Science and Global Citizenship Journal
Vol. 2, No. 1, Juni 2022, page: 11-20
20
Nasra, et.al (Kinerja Guru PPKn dalam Meningkatkan.)
Mangkuprawira dan Hubeis. 2007. Manajemen Mutu Sumber Daya Manusia, Bogor : Ghalia
Indonesia.
Malayu S.P Hasibuan. 1997. Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta : PT. Toko Gunung
Agung.
Mulyasa. 2007. Menjadi Guru Profesional, Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Muhamad Ikhsan, 2013. Peran Guru PKn dalam Upaya Meningkatkan Disiplin siswa. Studi
kasus di SMK Negeri 1 Cimahi, (Skripsi tidak diterbitkan), Bandung : Pasca Sarjana
FPIPS UPI Bandung.
Naim Ngainun. 2009. Menjadi Guru Inspiratif : Membudayakan dan Mengubah Jalan Hidup
Siswa, Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Payaman J. Simanjuntak. 2005. Manajemen dan Evaluasi Kinerja, Jakarta : Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia.
Rivai Veithzal. 2003. Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi, Jakarta : PT. Radja Grafindo
Persada.
Ryaas Rasyid, 1998. Nasionalisme dan Demokrasi Indoensia, menghadapai tantangan
Globalisasi, Jakarta: PT Yarsif Watampone.
Sudjoko, dkk, 2009. Pendidikan Lingkungan Hidup, Jakarta : Universitas Terbuka.
Saksono. S. 2007. Administrasi Kepegawaian, Yogyakarta : Kanisius.
Sedarmayanti. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja, Bandung :
CV. Mandar Maju.
Sutarjo Adisusilo. 2009. Sejarah Pemikiran Barat Dari Yang Klasik Sampai Yang Modern,
Yogyakarta : Universitas Sanata Dharma.
Suryadi Prawirosentono. 1999. Kebijakan Kinerja Karyawan, Yogyakarta : BPFE.
Sukiman, 2006. Pengaruh Pelaksanaan Pembelajaran Pendidikan PKn Terhadap Kepribadian
Peserta Didik Kelas VI Di SD Negeri 01 Tamansari Kecamatan Mranggen Demak
(Skripsi), Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang.
Sutopo, HB. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif : Teori dan Aplikasi Dalam Penelitian,
Surakarta : Sebelas Maret University Press.
Sugiyono. 2008. Metodologi Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R dan D, Bandung :
Alfabeta.
Sejiwa, 2008. Bullying (Mengatasi Kekerasan Di Sekolah Dan Lingkungan Sekitar Anak),
Jakarta: Grasindo.
Syaiful Sagala. 2011. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
Taufik Abdullah. 2009. Nasionalisme di Indonesia : Asal Usul dan Perkembanganya Dalam
Sejarah, Pemikiran, Rekonstruksi, Persepsi, Jakarta : MSI dan Arsip
Usman Uzer, 1999. Menjadi Guru Profesional, Bandung : Remaja Rosdakarya
Zubaedi, 2011. Desain Pendidikan Karakter : Konsepsi dan Aplikasinya dalam Lembaga
Pendidikan, Jakarta : Kencana.
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional Bab II Pasal 3.
Undang-undang No.14 tahun 2005 tentang guru dan dosen.